ISSN: 2597-8012             JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.9,SEPTEMBER, 2019

n∩Λ I =             O sTnta

LJkJrA-JjouRNALS                                         v*τ  -— ----------

HUBUNGAN JUMLAH TRANSFUSI DARAH DAN PENGGUNAAN KELASI BESI DENGAN KADAR FERITIN PADA PASIEN TALASEMIA

Fatqur Rochman1, Ni Kadek Mulyantari2, I WP Sutirtayasa2

1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

E-mail: rohmanfatqur36@gmail.com

ABSTRAK

Talasemia merupakan salah satu kelainan keturunan pembentukan darah yang menyebabkan jumlah kematian cukup signifikan (3,4%.) pada usia di bawah 5 tahun di dunia. Hingga kini manajemen utama anemia pada pasien talasemia adalah transfusi darah. Pemberian transfusi yang sering akan meningkatkan kadar besi dalam tubuh sehingga membutuhkan obat kelasi besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah transfusi darah yang diberikan dan penggunaan kelasi besi terhadap kadar feritin. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang. Jumlah sampel penelitian adalah 25 sampel yang merupakan pasien talasemia di RSUP Sanglah dari Januari 2014 hingga Juni 2015. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data sekunder dari rekam medis pasien talasemia. Pada hasil analisis, terlihat secara umum peningkatan jumlah transfusi akan meningkatkan rerata kadar feritin . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah transfusi darah yang diberikan dengan kadar feritin pasien talasemia (p=0.003). Pada analisis hubungan antara kadar feritin dan ada atau tidaknya pemberian kelasi besi mendapatkan hasil yang tidak signifikan secara statistik (p>0.664). Penelitian ini diharapkan dapat dipakai untuk pembelajaran dan dapat dijadikan dasar untuk dilakukan penelitian lain yang serupa di masa depan.

Kata kunci: talasemia, transfusi darah, obat kelasi besi dan kadar feritin.

ABSTRACT

Thalassemia is one of the blood disorders that causes a significant number of deaths (3,4%.) At under 5 years of age in the world. Until now blood transfusion is still the main treatment to anemia in thalassemia. Giving a frequent transfusion will increase iron levels in the body so it requires iron chelation drug. This study purpose was to know the correlation between the ferritin level from blood transfusions given and the use of iron chelation. The research design used in this study is potong lintang analytic study. The number of samples of the study were 25 samples of thalassemia patients at Sanglah Hospital from January 2014 to June 2015. The sample selection was done by total sampling technique. This study was conducted by taking secondary data from medical records of thalassemia patients. In the analysis results, it is seen generally increasing the number of transfusions will increase the average ferritin levels. This study show that there is a significant relationship between the amount of transfusions given with ferritin levels of thalassemia patients (p=0.003). In the analysis of the correlation between ferritin levels and whether or not the patient given iron chelation drug, the result was not significant statistically (p>0.664). The results of this study are expected to be used as learning and can be used as a basis for doing other similar research in the future.

Keywords: thalassemia, blood transfusion, iron chelation drug, ferritin levels.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

DOAJ


PENDAHULUAN

Talasemia merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan adanya gangguan sintesis rantai protein globin pada produksi hemoglobin. Hal ini menyebabkan gangguan pembentukan hemoglobin sehingga banyak pemecahan sel darah yang menimbulkan anemia.1

Talasemia memiliki beberapa tipe diantaranya talasemia alpha, talasemia beta, dll. Varian talasemia alpha heterozigot dan homozigot serta talasemia beta minor sering tidak menunjukkan penyakit klinis sehingga tidak membahayakan pasien. 2

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 jumlah karier talasemia di dunia mencapai 5,2% dari penduduk dunia dan sekitar 300.000 - 500.000 bayi dilahirkan dengan penyakit ini setiap tahun.3 Talasemia juga menjadi salah satu penyebab kematian di bawah 5 tahun yang cukup signifikan di dunia yaitu sebesar 3,4 %. Di Asia tenggara, prosentase populasi karier talasemia mencapai 6,6%2. Di Indonesia sendiri, terdapat 3-5% penduduk karier talasemia dan diperkirakan terdapat kelahiran 2.500 bayi dengan talasemia mayor per tahun.3

Mayoritas penderita talasemia mayor (99,1%) memiliki kadar hemoglobin (Hb) <10 g/dL. Manajemen utama anemia pada pasien talasemia mayor adalah transfusi darah. Pemberian transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan hemoglobin pada kadar sekitar 10 g/dL, hal ini memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang lebih baik dan juga menekan proses eritropoiesis yang tidak efektif.4,5

Zat besi dalam tubuh beredar dalam darah berikatan dengan transferrin, kemudian digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis. Tubuh sendiri tidak memiliki mekanisme aktif untuk mengekskresi zat besi, oleh sebab itu dapat terjadi suatu penumpukan zat besi dalam tubuh sebagai akibat dari pemberian transfusi yang berkepanjangan.6

Perkiraan kadar feritin merupakan pemeriksaan yang paling umum untuk mengevaluasi iron overload pada pasien talasemia yang mendapat transfusi secara rutin. Hubungan antara serum feritin dengan kadar besi tubuh sudah banyak diketahui dan lebih mudah untuk dilakukan dibanding tes lainnya. Saat serum feritin mencapai 1000 ng/l (biasanya setelah transfusi ke 10-12) merupakan indikasi awal pemberian terapi kelasi besi.7

Penelitian lain yang mengangkat topik kadar feritin pada pasien talasemia sudah pernah dilakukan di RSUP Sanglah namun peneliti tertarik

mengkonfirmasi kembali topik ini dengan penelitian yang dilakukan dengan pelaksanaan pada waktu yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang. Pada penelitian ini data variabel tergantung dan variabel bebas diambil dari data sekunder rekam medis pasien talasemia. Variabel bebas dan variabel tergantung diambil secara retrospektif dalam jangka waktu 1 tahun ke belakang. Variabel tergantung berupa kadar serum feritin diambil dari pengukuran kadar feritin terakhir yang dilakukan pasien. Variabel bebas yang pertama yaitu jumlah transfusi RBC yang diterima pasien dihitung berdasarkan jumlah transfusi RBC yang telah diterima pasien dalam jangka waktu 1 tahun sebelum pengukuran serum feritin terakhir. Variabel bebas kedua yang berkaitan dengan pemberian terapi kelasi besi, diambil dari data rekam medis dengan melihat ada atau tidaknya pemberian terapi kelasi besi pada pasien talasemia yang mendapat transfusi secara rutin.

Sampel sejumlah yang dibutuhkan diambil dengan menggunakan metode total sampling dengan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi penelitian adalah pasien talasemia yang memerlukan transfusi RBC secara kontinyu. Adapun kriteria eksklusi penelitian yaitu pasien yang disertai dengan kelainan darah lainnya dan pasien yang memiliki data rekam medis kurang lengkap dan tidak memenuhi variabel yang ditentukan peneliti.

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data sekunder dari rekam medis pasien talasemia di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Data penelitian ini diambil dari data sekunder pasien penderita talasemia dari bulan Januari 2014 hingga bulan Juni tahun 2015.

Seluruh data yg diperoleh dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 16. Peneliti melakukan analisis bivariat untuk menguji hipotesis korelasi antara variabel bebas dengan variabel tergantung, uji yang digunakan adalah uji statistik berupa uji one way ANOVA dan Independent Sample t-Test.

HASIL

Dari hasil penelitian didapatkan 25 sampel penderita talasemia dengan latar belakang dan faktor karakteristik yang beragam. Sampel yang didapat terdiri dari 11 laki-laki dan 14 perempuan. Rentang usia dari sampel yang didapat adalah antara 2 - 40 tahun dengan median usia 11 tahun. Semua sampel dalam penelitian ini diambil dari data sekunder rekam medis pasien talasemia RSUP Sanglah pada kurun

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



waktu Januari 2014 – Juni 2015. Tabel 1 di bawah ini menunjukan sebaran distribusi sampel berdasarkan karakteristik jenis kelamin dan usia.

Pada variabel jumlah transfusi yang diterima, range jumlah transfusi yang telah diterima adalah 0-27 kantong dalam 1 tahun. Data jumlah transfusi kemudian didistribusikan ke dalam 4 kelompok yaitu kelompok dengan jumlah transfusi <5/tahun, jumlah transfusi 6-10/tahun, jumlah transfusi 10-20/tahun dan jumlah transfusi >20/tahun. Data sebaran distribusi sampel berdasarkan jumlah transfusi yang telah diterima dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=25)

Karakteristik

n

Jenis Kelamin

Lelaki

11

Perempuan

14

Usia

<5 Tahun

5

6-12 Tahun

10

13-18 Tahun

8

>19 tahun

2

Median Usia

11 tahun

Rentang Usia

2 - 40 tahun

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan jumlah transfusi yang telah diterima selama satu tahun (n=25)

Jumlah Transfusi

Frekuensi

Persentase

<5

10

40

6-10

5

20

11-20

7

28

>20

3

12

Distribusi sampel berdasarkan jumlah transfusi diatas menunjukan mayoritas pasien talasemia mendapat transfusi <5 kantong dalam 1 tahun (40%). Diikuti jumlah transfusi 11-20 kantong (28%), 6-10 kantong (20%) dan jumlah kantong >20 (12%). Secara rerata dalam satu tahun pasien talasemia di RSUP sanglah menerima transfusi 9,5 kantong darah.

Pada pengumpulan variabel penggunaan kelasi besi, didapatkan jumlah pasien talasemia yang mendapatkan terapi kelasi besi adalah 21 orang (84%) sedangkan yang tidak mendapat terapi kelasi besi adalah 4 orang (16%). Nilai rerata kadar feritin pasien talasemia di RSUP sanglah pada penelitian ini adalah sebesar 1509 ng/ml, dengan nilai median 1322 ng/ml.

Uji hipotesis yang pertama adalah untuk menguji hipotesis pengaruh penggunaan kelasi besi terhadap kadar feritin pasien talasemia. Jenis uji hipotesis yang

dilakukan adalah uji independent sample t test (tabel 3). Dari analisis yang dilakukan (Dari uji Levene’s variance test didapatkan p>0,05 yang berarti varian data sama), didapatkan nilai rerata kadar feritin pada kelompok yang menggunakan kelasi besi adalah 1911 ng/ml dan pada kelompok yang tidak menggunakan besi adalah 2376 ng/ml.

Tabel 3. Statistik hubungan penggunaan kelasi besi terhadap kadar feritin

Variabel

N

Rerata ±SD

Beda Rerata

IK 95%

p

Menggunakan

21

1911

-

-2650

0.0

Kelasi Besi

±1658

464.64

- 1721

79

Tidak

Menggunakan

Kelasi Besi

4

2376 ±3228

464.64

-5463

- 4534

Uji hipotesis yang berikutnya, untuk menguji hipotesis pengaruh jumlah kantong transfusi darah yang telah diberikan terhadap kadar feritin pasien talasemia digunakan jenis uji one way ANOVA (tabel 4).

Pada tabel hubungan pengaruh jumlah transfusi terhadap kadar feritin, terlihat rerata kadar feritin pada pasien dengan jumlah transfusi ≤5 adalah 978,63 ng/ml dengan rentang 110-2197 ng/ml. Pada pasien dengan jumlah transfusi 6-10 kantong darah rerata kadar feritinnya adalah 1712 ng/ml dengan rentang 479-3152 ng/ml. Pada pasien dengan jumlah transfusi 11-20 kantong darah rerata kadar feritinnya adalah 1670 ng/ml dengan rentang 860,2-2650 ng/ml. Pada pasien dengan jumlah transfusi ≥20 kantong darah rerata kadar feritinnya adalah 3230 ng/ml dengan rentang 2098-4071 ng/ml.

Tabel 4. Statistik hubungan jumlah transfusi terhadap kadar feritin

Variabel

Rerata ± SB

F

p

<5

978,6 ± 698,82

6-10

1712 ± 999,03

6.354

0.003

11-20

1670 ± 667,66

>20

3230 ± 1018,03

PEMBAHASAN

DOAJ


Sebaran distribusi sampel pada tabel 1 menunjukkan pasien talasemia yang berada di RSUP Sanglah kebanyakan adalah berusia 6-12 Tahun (40%), diikuti oleh rentang usia 13-18 tahun (32%), Usia <5 tahun (20%) dan usia >19 tahun (8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain pada penelitian yang dilakukan Sivashankara yang meneliti pasien talasemia usia 3 bulan hingga 15 tahun.8 Dari distribusi sampel di atas juga terlihat, pasien talasemia RSUP Sanglah selama periode penelitian, mayoritas adalah perempuan (56%). Penelitian lain tentang talasemia yang telah di lakukan oleh Arimbawa dkk, juga menunjukan hasil yang sama. Di RSUP Sanglah pada bulan Desember 2010 hingga Februari 2011, yang menunjukan 53% pasien talasemia adalah perempuan.9

Pada variabel penggunaan kelasi besi, didapatkan jumlah pasien talasemia yang mendapatkan terapi kelasi besi adalah 21 orang (84%) sedangkan yang tidak mendapat terapi kelasi besi adalah 4 orang (16%). Hal ini menunjukan mayoritas pada pasien talasemia akan mendapat terapi kelasi besi. Hal ini sesuai dengan penelitian Arimbawa dkk. dan Dwi Sarwani dkk. yang menunjukkan pada pasien talasemia, mayoritas mendapat terapi kelasi besi.9,10

Secara rerata dalam satu tahun pasien talasemia di RSUP sanglah menerima transfusi 9,5 kantong darah. Penelitian lain oleh Rachmat dkk. di RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2008 juga menunjukan rerata jumlah transfusi darah yang sama yaitu 17.913 ml. Volume pada kantong darah berukuran 220 mililiter dan ada yang berukuran 110 mililiter sehingga jika setiap kantong transfusi darah adalah 220 mL, maka rerata kebutuhan transfusi pada penelitian Rachmat dkk, adalah ± 8,2 kantong darah.11

Nilai rerata kadar feritin pasien talasemia di RSUP sanglah adalah sebesar 1509 ng/ml, dengan nilai median 1322 ng/ml. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien talasemia di RSUP Sanglah mayoritas berada pada kondisi hiperferitinemia atau kadar feritin diatas normal. Hal ini sesuai dengan kadar feritin pasien talasemia pada penelitian lain yang juga mengalami hiperferitinemia, seperti pada penelitian arimbawa dkk (rerata kadar feritin 2500 ng/ml) dan pada penelitian Dimas dkk (Rerata kadar feritin adalah 2530 ng/ml).9

Dari hasil analisis yang dilakukan (Dari uji Levene’s variance test didapatkan p>0,05 yang berarti varian data sama), didapatkan nilai rerata kadar feritin pada kelompok yang menggunakan kelasi besi adalah 1911 ng/ml dan pada kelompok yang tidak

menggunakan besi adalah 2376 ng/ml. Hal ini menunjukan adanya pengaruh penurunan kadar feritin pada kelompok yang diberikan kelasi besi. Namun dari analisis signifikansi hubungan penggunaan kelasi besi terhadap kadar feritin didapatkan nilai F = 3,36 dengan nilai signifikansi p adalah 0,66 (p>0,05) sehingga pengaruh penggunaan kelasi besi terhadap kadar feritin belum terbukti pada penelitian ini.

Pada penelitian lain yang dilakukan dimas dkk. tentang pengaruh pemberian kelasi besi terhadap kadar feritin juga menghasilkan hubungan yang serupa. Menurut dimas dkk. semakin meningkatnya dosis deferoksamin maka kadar feritin serum akan semakin mendekati normal. Pada kelompok dosis 1 vial/500 mg kelasi besi (Deferoksamin) kadar feritin serum reratanya adalah 10.167 ng/ml dan pada dosis kelasi besi 3 vial/1500 mg, kadar feritin serum adalah 2530 ng/ml, dengan hasil analisis nilai p<0,05 (p=0,0000), menunjukan hasil yang signifikan.9

Pada tabel hubungan pengaruh jumlah transfusi terhadap kadar feritin, terlihat rerata kadar feritin pada pasien dengan jumlah transfusi ≤5 adalah 978,63 ng/ml dengan rentang 110-2197 ng/ml. Pada pasien dengan jumlah transfusi 6-10 kantong darah rerata kadar feritinnya adalah 1712 ng/ml dengan rentang 479-3152 ng/ml. Pada pasien dengan jumlah transfusi 11-20 kantong darah rerata kadar feritinnya adalah 1670 ng/ml dengan rentang 860,2-2650 ng/ml. Pada pasien dengan jumlah transfusi ≥20 kantong darah rerata kadar feritinnya adalah 3230 ng/ml dengan rentang 2098-4071 ng/ml.

Pada hasil analisis, terlihat secara umum peningkatan jumlah transfusi akan meningkatkan rerata kadar feritin. Pada peningkatan jumlah transfusi hingga 11-20 tidak terjadi peningkatan yang signifikan pada nilai rerata kadar feritin, namun jika dilihat dari batas minimum kadar feritin, pada setiap peningkatan kelompok jumlah transfusi akan disertai peningkatan batas minimum kadar feritin.

Pada tabel signifikansi pengaruh jumlah transfusi terhadap kadar feritin, terlihat dari hasil uji analisis, dihasilkan nilai F = 6,35 dengan nilai signifikansi p adalah 0.003 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari peningkatan jumlah transfusi terhadap peningkatan kadar feritin pasien talasemia. Penelitian lain di Afrika pada pasien talasemia juga menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara jumlah transfusi dan kadar feritin serum (r = 0,32; p<0,05). Pada penelitian lainya juga ditemukan adanya pengaruh jumlah transfusi terhadap terjadinya iron overload. Pada penelitian yang dilakukan oleh

DOAJ


Rerambiah pada tahun 2014, dibandingkan pasien dengan satu atau tanpa transfusi, pasien dengan politransfusi menunjukan kadar feritin yang secara signifikan lebih tinggi dengan nilai p = 0,0001

(p<0,05).

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian diatas, menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah transfusi darah yang diberikan dengan kadar feritin pada pasien talasemia. Pada analisis hubungan antara kadar feritin dan ada atau tidaknya pemberian kelasi besi mendapatkan hasil yang tidak signifikan. Hal ini dimungkinkan karena sebaran kategori sampel yang kurang merata.

Peneliti berharap agar penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam mempertimbangkan pemberian transfusi darah dan kelasi besi pada pasien talasemia, dan selain itu dapat dijadikan dasar untuk dilakukan penelitian lain dengan jumlah cakupan sampel yang lebih besar di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.  Al-Kataan M., Al-Rasheed S., Ahmed F. A.

Serum iron status in beta-thalassemic patients with clinical signs of iron overload. Tikrit Medical Journal. 2009;15(1):9- 12.

  • 2.    Modell B., Darlison M. Global epidemiology of haemoglobin disorders and derived service indicators Bulletin of WHO. 2008;86(6):480-487.

  • 3.    Wahidiyat I., Wahidiyat P.A. Genetic problems at present and their challengesin the future:  Thalassemia as a  model.

Paediatrica Indonesiana. 2006;46(5):189-194

  • 4.    Bulan S. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Anak Talasemia Beta Mayor. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro. 2009.

  • 5.    Jabbar, D.A.,  Davison, G., Muslin A.J.

Getting the iron out: Preventing and treating heart faliure  in transfussion dependent

thalassemia. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2007;74(11):807-816.

  • 6.    Kohgo Y., Ikuta K., Ohtake T., Torimoto Y., Kato J. Body iron metabolism and pathophysiology of iron    overload.

International Journal of Hematology. 2008;88(1):7-15.

  • 7.    Ikram N., Hassan K., Younas M., Amanat S. Feritin Levels in Patients of Beta Thalassaemia Major. International Journal of Pathology. 2004;2(2):71-74.

  • 8.    Shivashankara A.R., Jailkhani R., Kini A. Hemoglobinopathies in Dharwad, North Karnataka: a hospital-based study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2008;2(1):593-599.

  • 9.    Arimbawa M., Ariawati K. Profil Pertumbuhan, Hemoglobin Pre-transfusi, Kadar Feritin dan Usia Tulang Anak pada Talasemia     Mayor.     Sari     Pediatri.

2011;13(4):299-304

  • 10.    Sarwani D.,  Nurhayati  N.,  Supriyanto.,

Kartikasari E. Studi Epidemiologi Deskriptif Talasemia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.2012;7(3):139-144

  • 11.    Rachmat I.B.R.M., Fadil R., Azhali M.S. Hubungan Jumlah Darah Transfusi, Pemberian Deferoksamin, dan Status Gizi dengan Kadar Seng Plasma Pada Penderita Thalassemia Mayor Anak. Fakultas

DOAJ


Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung: 2008.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum