ISSN: 2597-8012             JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.9,SEPTEMBER, 2019

∩∩Λ IS=              OsTnta

LJ           journals                                                                              ",,τ'∙"'

PREVALENSI DAN HUBUNGAN INFEKSI SOIL-TRANSMITTED HELMINTHS

TERHADAP STATUS GIZI PADA SISWA SD NEGERI 6 GEGELANG, KECAMATAN MANGGIS, KABUPATEN KARANGASEM, BALI

Abdulhadi FA1, Swastika IK2, Sudarmaja IM2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran , Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia

2 Bagian Parasitologi Klinik, Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran , Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia

Email: fakhri_abid@student.unud.ac.id

ABSTRAK

Soil-Transmitted Helminth (STH) merupakan kelompok agen infeksi yang menyebabkan masalah kesehatan global dengan 1,5 milyar penduduk dunia terinfeksi oleh patogen parasit STH. Infeksi parasit dan masalah pada status gizi sering terjadi bersamaan secara geografi dan beberapa studi menyatakan terdapat asosiasi terhadap keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi STH dan hubungannya terhadap status gizi pada anak sekolah dasar di Karangasem. Teknik pewarnaan feses Kato Katz digunakan untuk mengetahui status infeksi. Pengukuran antopometri tinggi badan dan berat badan diambil sebagai data kemudian diintepretasikan menggunakan tabel Zscore TB/U, IMT/U, dan BB/U WHO untuk mengetahui status gizi. Penelitian analitik cross sectional ini menggunakan sebanyak 81 subjek penelitian yang merupakan siswa SD Negeri 6 Gegelang. Sampel feses dan data antropometri diambil dari subjek lima bulan setelah subjek mengikuti program eradikasi STH masal yang diadakan oleh pemerintah. Didapatkan sebanyak 62,97% subjek terinfeksi cacing STH. Prevalensi stunting, kurus, dan kurang gizi secara berturut-turut pada siswa SDN 6 Gegelang adalah 33,3%, 8,6% dan 28,2%. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks status gizi TB/U (P= 0,031) dan BB/U (P= 0,037) terhadap infeksi STH, sedangkan untuk indeks status gizi IMT/U tidak terdapat hubungan yang signifikan (P= 0,483). Program eradikasi STH masal oleh pemerintah tidak memberikan proteksi yang efektif.

Kata Kunci: Infeksi STH, status gizi, anak sekolah dasar

ABSTRACT

Approximately 1.5 billion people are infected by parasitic pathogen called Soil-transmitted Helminths (STH) worldwide. Parasitic infection and nutritional status problem have a similar geographical distribution. Several studies state there are association between both. This study aimed to determine the prevalence of STH infection and its association with nutritional status among school-aged children in Karangasem, Bali. Fecal examination were done by trained analyst using the Kato Katz method to diagnose the STH infection. Anthropometric measurements were done to collect the body weight and height. Nutritional status was assessed using the WHO Zscore table (height-for-age, BMI-for-age, and weight-for-age). This cross sectional analytic study had 81 subjects which was student of SD Negeri 6 Gegelang, Karangasem. Fecal samples and anthropometrics measurement were taken five months after annual periodic administration of antihelminthic drugs by the local government. Of 81 subjects, 62.97% infected by STH. The Prevalence of stunting, thin, and undernutritional status consecutively are 33.3%, 8.6% and 28.2%. There are significant association between STH infection and nutritional status index height-for-age (P= 0.031) and weight-for-age (P= 0.037). However, bmi-for-age index is found no significant association with nutritional status (P= 0.483). History of administration of antihelminthic drugs by local government did not confer an effective protection.

Keywords: STH infection, nutritional status, school-aged children

DOAJ


PENDAHULUAN

Soil-Transmitted Helminth (STH) merupakan kelompok agen infeksi yang menyebabkan masalah kesehatan global dengan kurang lebih 1,5 milyar penduduk dunia terinfeksi setidaknya oleh salah satu jenis patogen parasit STH. Soil-Transmitted Helminth telah menjadi endemik pada setidaknya 120 negara dan diestimasikan menyumbang lebih dari 5 juta Disability-Adjusted Life Year (DALY).1

Mayoritas penduduk dunia yang terinfeksi oleh parasit STH berusia lima hingga lima belas tahun. Terdapat sebanyak 571,4 juta anak usia sekolah dan 268,8 juta anak usia prasekolah terinfeksi STH di dunia. 354,9 juta diantaranya terdapat di wilayah Asia Tenggara. Hasil pemeriksaan tinja pada anak di 33 provinsi Indonesia pada 398 Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) menunjukan bahwa rerata prevalensi cacingan adalah 31,8%. Soil-Transmitted Helminth lebih sering ditemukan pada anak-anak yang tinggal pada iklim tropis dan lembap. Faktor sosioekonomi seperti sumber air bersih dan sistem sanitasi yang tidak adekuat, serta kesadaran kebersihan diri yang rendah berkorelasi positif dengan kejadian transmisi STH secara fecal-oral.2

Status gizi merupakan indikator penting untuk mengetahui kesehatan anak secara menyeluruh. Infeksi STH jarang bermanifestasi pada kematian. Manifestasi kronik dari infeksi STH adalah dampaknya pada status gizi penderita anak-anak. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara status gizi anak dan kejadian infeksi parasit STH.3 Oleh karena itu, pengukuran antopometri sebagai indikator status gizi dan hubungannya dengan infeksi STH pada anak di SD Negeri 6 Gegelang menjadi perhatian peneliti.

BAHAN DAN METODE

Analitik observational (cross-sectional) adalah rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang dilaksanakan di SD Negeri 6 Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali pada bulan Februari 2018 sampai Agustus 2018 dengan nomor laik etik dari KEP FK Unud 647/UN14.2.2/PD/KEP/2018. Subjek penelitian adalah seluruh siswa yang memenuhi kriteria inklusi yaitu siswa kelas 1 sampai 6 SDN 6 Gegelang dan tidak termasuk dalam kriteria ekslusi yaitu penyandang tuna daksa. Teknik penentuan sampel yaitu total sampling.

Data berupa data primer yang dikumpulkan menggunakan alat ukur antropometri berupa timbangan injak dan mikrotois. data kemudian diintepretasikan menggunakan tabel Zscore TB/U, IMT/U, dan BB/U standar WHO untuk mengetahui status gizi berupa pendek atau normal, kurus atau normal, dan gizi baik atau gizi normal.

Setiap subjek penelitian diberikan spatula dan kontainer untuk mengambil sampel feses. Spatula dan kontainer diberikan kepada subjek penelitian pada tanggal 20 Juli 2018. Kontainer yang telah berisi feses kemudian dikumpulkan kembali ke peneliti dan dibawa ke laboratorium parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Teknik pewarnaan feses Kato Katz digunakan untuk mengetahui status infeksi. Data kemudian dianalisis menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistic 20. Uji chi kuadrat digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan terhadap dua variable dengan kategori nominal dikotom. Berdasarkan output uji chi kuadrat diketahui hubungan infeksi STH dengan Status Gizi pada siswa SDN 6 Gegelang.

DOAJ


HASIL

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas 1 sampai 6 SDN 6 Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Berdasarkan kriteria inklusi, kriteria eksklusi, dan kesediaan menjadi responden. Terdapat 81 responden yang memenuhi kriteria penelitian. Sampel feses diambil pada tanggal 21 Juli 2018.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel di SDN 6 Gegelang

Umur (Tahun)

Frekuen si (n)

Persentase( %)

6

9

11,11

7

7

8,64

8

14

17,28

9

9

11,11

10

14

17,28

11

12

14,81

12

9

11,11

13

5

6,17

14

1

1,23

15

1

1,23

Jenis

Kelamin

Laki-laki

40

49,38

Perempuan

41

50,61

Frekuensi

Makan

Cukup

24

29,6

Kurang

57

70,4

Penghasilan

Orang Tua

Cukup

22

27,2

Rendah

59

72,8

Tabel 1 menunjukan bahwa umur mayoritas subjek adalah 8 dan 10 tahun, sedangkan minoritas responden berumur 14 dan 15 tahun. Umur responden terdistribusi normal dengan nilai mean umur adalah 9,51 dan median umur adalah 10 tahun (6-15 tahun). Distribusi jenis kelamin pada sampel hampir sama. Terdapat 70,4% sampel memunyai frekuensi makan kurang dari tiga kali sehari. Mayoritas orang tua subjek memiliki penghasilan rendah. Penghasilan orang tua dikatakan rendah jika penghasilan kedua orang tuanya perbulan berada dibawah Rp. 2.180.000 (UMR Kabupaten Karangasem).

Tabel 2. Prevalensi Infeksi STH pada Siswa SDN 6

Gegelang

Variabel

Frekuensi (n=81)

Persentase (%)

Infeksi

Negatif

30

37,04

Positif

51

62,97

Jenis Infeksi

Ascaris

2

2,47

lumbricoides

Trichuris trichiura

28

34,57

Campuran (Ascaris lumbricoides dan

21

25,93

Trichuris

trichiura)

Tabel 2 menunjukan terdapat lebih dari separuh siswa SD Negeri 6 Gegelang positif terinfeksi STH.

Tabel 3. Prevalensi infeksi STH berdasarkan data jenis kelamin subjek di SDN 6 Gegelang

Infeksi STH

OR

Data

Jumlah  Positif     Negatif

n  (%)  N  (%)

95%IK Nilai P

Jenis                                        1,418

Kelamin

P

41

26

63,4

15

36,6

0,5823,453

L

40

22

55

18

45,5

0,586

Tabel 3 menyatakan bahwa anak perempuan lebih banyak terinfeksi STH dibandingkan dengan anak laki-laki. Namun demikian, hubungan yang signifikan tidak ditemukan diantara infeksi STH dengan jenis kelamin.

Tabel 4. Prevalensi infeksi STH berdasarkan kategori usia subjek di SDN 6 Gegelang

Infeksi STH

Data      Jumlah    Positif     Negatif

n (%) N (%)

Usia

(tahun)

6 – 8

17

5

29,4

12

70,6

>8 – 12

22

16

72,7

6

27,3

>10-12

26

16

61,5

10

38,5

>12-15

16

11

68,8

5

31,2

Tabel 4 menyatakan kategori usia yang lebih cenderung terinfeksi STH adalah subjek dengan usia di atas sepuluh tahun.

DOAJ


Tabel 5. Prevalensi Status Gizi Sampel di SDN 6

Gegelang

Indikator

Frekuensi (n=81)

Persentase (%)

TB/U

Normal

54

66,7

Pendek atau Sangat

27

33,3

Pendek

IMT/U

Normal atau Gemuk

Kurus

74

91,4

BB/U (n=39)*

Gizi Baik

7

8,6

Gizi Kurang

28

71,8

11

28,2

*Referensi BB/U tidak tersedia untuk anak lebih dari 10 tahun

Tabel 5 menyatakan terdapat 33,3% subjek menderita stunting. Diketahui 8,6% sampel memiliki status gizi tergolong kurus. Tabel diatas menunjukan sebanyak 28,2% sampel memiliki status gizi kurang.

Penelitian ini juga menemukan bahwa seluruh subjek yang memiliki status gizi tergolong kurus (IMT/U) juga memunyai status gizi kurang (BB/U) pada kategori usia dibawah sepuluh tahun. Artinya terdapat kesesuaian karakteristik subjek pada indeks IMT/U dan BB/U.

Tabel 6. Hubungan Infeksi STH dengan Indeks Status Gizi TB/U

STH

Jml

Status Gizi

p OR 95% IK

Stunting

Normal

n

%

N

%

+

48

21

43,8

27

56,2

0,031

-

33

6

18,2

27

81,8

3,500

jml

81

27

33,3

54

66,7

1,22210,027

Tabel 7. Hubungan Infeksi STH dengan Indeks Status Gizi BB/U

STH

Jml

Status Gizi

P OR 95% IK

Gizi kurang

Normal

N  %

N

%

+

21

9   42,9

12

57,1

0,037

-

18

2    11,1

16

88,9

6,000

jml

39

11   28,2

33

71,8

1,09033,016

Hasil uji statistik pada tabel 7 diperoleh P= 0,037 (α < 0,05). Nilai tersebut menunjukkan hubungan signifikan antara infeksi STH terhadap kejadian gizi kurang. Nilai P yang digunakan adalah nilai Fisher’s Exact Test karena terdapat data yang memiliki expected count kurang dari lima. Nilai OR 6,00 (>1) dan nilai IK tidak mencakup angka satu. Hal tersebut menunjukan bahwa risiko dari kejadian gizi kurang pada anak yang terinfeksi cacing STH adalah enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi cacing STH.

Tabel 8. Hubungan Infeksi STH dengan Indeks Status Gizi IMT/U

STH

Jml

Status Gizi

P OR 95% IK

Kurus

Normal

n

%

N

%

+

48

3

6,2

45

93,8

0,435

-

33

4

12,1

29

87,9

0,483

jml

81

7

8,6

74

91,4

0,1012,319

Hasil uji statistik pada tabel 8 diperoleh nilai P= 0,435 (α > 0,05). Nilai tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara infeksi STH terhadap kejadian kurus. Nilai P yang digunakan adalah nilai Fisher’s Exact Test karena terdapat data yang memiliki expected count kurang dari lima. Nilai OR 0,483 (<1) dan nilai IK mencakup angka satu.

Hasil uji statistik pada tabel 6 diperoleh nilai P= 0,031 (α < 0,05). Nilai tersebut menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara hubungan infeksi STH terhadap kejadian stunting. Nilai Odds Ratio (OR) 3,50 (>1) dan nilai Interval Kepercayaan (IK) tidak mencakup angka satu. Hal tersebut menunjukan bahwa risiko dari kejadian stunting pada anak yang terinfeksi cacing STH adalah 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi cacing STH.

Tabel 9. Analisis bivariat antara Indeks Status Gizi dengan Variabel Lain

Variabel

OR

95% IK

Nilai P

TB/U

Frekuensi

1,313

0,101-

0,796

makan

2,319

Penghasilan

2,022

0,654-

0,331

orang tua

6,247

Jenis kelamin

1,687

0,662-

0,387

4,301

IMT/U

Frekuensi

0,528

0,109-

0,417

makan

-

2,565

0,181

Penghasilan

0,803-

orang tua

0,968

Jenis kelamin

0,359

0,0651,969

0,264

BB/U

Frekuensi makan

1,500

0,2598,673

0,974

Penghasilan orang tua

2,727

0,28925,749

0,649

Jenis kelamin

0,722

0,1782,929

0,920

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Tabel 9 menyatakan hubungan yang signifikan tidak terdapat antara ketiga variabel perancu terhadap seluruh indeks status gizi yang digunakan dengan nilai P>0,05.

PEMBAHASAN

Hasil analisis data menunjukan terdapat lebih dari separuh siswa SD Negeri 6 Gegelang positif terinfeksi STH. Hasil ini didukung oleh beberapa penelitian dengan angka prevalensi kejadian infeksi STH yang tinggi seperti Ahmed mendapatkan hasil prevalensi infekesi STH pada anak sekolah di area rural Pahang, Malaysia sebesar 60,5%.4 Penelitian yang dilakukan di Honduras oleh Sanchez menyatakan prevalensi infeksi STH sebesar 72,5%.5

Jenis infeksi yang terjadi yaitu infeksi Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, atau campuran keduanya. Infeksi STH yang paling banyak didapat pada penelitian ini adalah infeksi Trichuris trichiura. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahmed dan Sanchez yang menyatakan infeksi tertinggi diebabkan oleh Trichuris trichiura yaitu 84,6% dan 67%4,5. Penelitian epidemiologi infeksi STH pada anak sekolah dasar yang dilakukan oleh Kemenkes juga menemukan infeksi tertinggi disebabkan oleh Trichuris trichiura (20,5%).6

Terdapat kemungkinan reinfeksi STH pada siswa SD Negeri 6 Gegelang. Seluruh siswa SD Negeri 6 Gegelang telah mendapatkan pengobatan cacing secara masal lima bulan sebelum pengambilan sampel. Penelitian di Karangasem juga menyatakan kejadian reinfeksi setelah beberapa minggu dilakukan pengobatan masal di SD Karangasem. Penelitian menyatakan bahwa anak yang mendapatkan pengobatan hanya sekali dalam jangka waktu satu tahun memunyai risiko empat kali lebih tinggi mengalami infeksi multiparasit STH dibandingkan dengan yang mendapatkan pengobatan dua kali dalam setahun.5 Hal ini mungkin terjadi akibat telah terjadi resistensi STH atau pemberian dosis obat yang tidak adekuat. Hasil yang menyatakan infeksi Trichuris trichiura menjadi jenis infeksi tertinggi pada penelitian ini berkaitan dengan fakta bahwa dosis tunggal Albendazole tidak cukup untuk eradikasi masal. Efikasi Albendazole untuk Trichuris trichiura hanya 28% dibandingkan dengan Ascaris lumbricoides yang mecapai 88%. WHO merekomendasikan pemberian Albendazole 400 mg selama tiga hingga tujuh hari untuk pengobatan Trichuris trichiura.7 Namun demikian, sampel lebih

besar diperlukan untuk penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal ini.

Analisis menyatakan bahwa anak perempuan lebih banyak terinfeksi STH dibandingkan dengan anak laki-laki. Namun demikian, hubungan yang signifikan tidak terdapat antara infeksi STH dengan gender. Sanchez dkk juga menyatakan bahwa hubungan signifikan tidak terdapat antara infeksi STH dan gender dengan masing-masing nilai P adalah 0,107 dan 0,085.5

Analisis data menyatakan kategori usia yang lebih cenderung terinfeksi STH adalah subjek dengan usia di atas sepuluh tahun. Efek daripada infeksi kecacingan diprediksikan lebih sering terjadi pada anak-anak yang berumur lebih muda karena mereka masih menjalani perkembangan fisik dan kognitif sehingga mudah sekali dipengaruhi oleh kecacingan dengan kondisi tubuh yang belum berkembang secara maksimal. Secara epidemiologi puncak terjadinya investasi kecacingan adalah pada usia 5-10 tahun. Namun pada penelitian ini, hasil yang berbeda telah didapatkan. Hal ini dapat dihubungkan dengan meningkatnya aktivitas bermain dan mobilitas anak yang berumur lebih tua sehingga risiko tertular cacing akan lebih besar. Anak yang lebih muda termasuk higienitasnya masih dalam pengawasan orang tua sehingga risiko tertular menjadi lebih kecil, hal serupa juga disebutkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kattula shang yang menyatakan 73,3% subjek yang terinfeksi STH pada usia di atas sepuluh tahun. Penelitian tersebut juga menemukan hubungan yang signifikan tidak terdapat antara usia dengan status infeksi (P=0,21).8

Indikasi masalah gizi yang digambarkan oleh indeks TB/U memberikan yang bersifat kronis dan memberikan gambaran stunting atau tidak pada sampel. Analisis data menyatakan terdapat 33,3% subjek menderita stunting. Angka tersebut hampir menyerupai prevalensi nasional pada anak usia 5-12 tahun, yaitu 30,7 % dan 35,1% pada anak usia 13-15 tahun. Indeks IMT/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnnya akut dan dapat mengidentifikasi kurus atau gemuk. Diketahui 8,6% sampel memiliki status gizi tergolong kurus, dimana angka tersebut mendekati angka kejadian kurus nasional yaitu 11,2% dan melebihi angka kejadian provinsi yaitu 2,3%.6 Indikasi masalah gizi bersifat akut dapat digambarkan oleh indeks BB/U dan dapat digunakan untuk identifikasi status gizi kurang atau baik. Referensi BB/U tidak tersedia untuk anak berusia lebih dari sepuluh tahun karena indikator ini tidak membedakan antara tinggi dan masa tubuh dalam periode usia dimana anak mengalami percepatan pertumbuhan akibat pubertas dan akan tampak memiliki berat badan berlebih. Padahal sebenarnya mereka hanya tinggi. Oleh karena itu, pada parameter ini hanya 39 sampel berusia dibawah sepuluh tahun yang digunakan.9

Penelitian ini juga menemukan bahwa seluruh subjek yang memiliki status gizi tergolong kurus (IMT/U) juga memunyai status gizi kurang (BB/U) pada kategori usia dibawah sepuluh tahun. Artinya terdapat kesesuaian karakteristik subjek pada indeks IMT/U dan BB/U. 9

DIRECTORY OF OPEN ACCESS UUMJ journals


Uji statistik TB/U menunjukan nilai P= 0,031 (α < 0,05). Nilai tersebut menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara hubungan infeksi STH terhadap kejadian stunting. Nilai OR 3,50 (>1) dan nilai IK tidak mencakup angka satu. Hal tersebut menunjukan bahwa risiko dari kejadian stunting pada anak yang terinfeksi cacing STH adalah 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi cacing STH.

Hasil ini didukung oleh penelitian penelitian Shang dkk yang menyatakan risiko dari kejadian stunting pada anak yang terinfeksi STH adalah 1,93 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi.10 Sakari dkk juga mendapatkan nilai P=0,001 dan 95% IK= 0,2438-0,9210.11

Kejadian stunting dan infeksi parasit, salah satunya STH, memang sering terjadi bersamaan secara geografi dan beberapa studi menyatakan terdapat asosiasi terhadap keduanya. Namun perlu diketahui bahwa terdapat faktor-faktor lain juga yang berasosiasi dengan kejadain stunting diantaranya adalah riwayat kejadian stunting ibu pada usia anak-anak, kecukupan nutrisi ibu pada saat hamil, dan yang paling penting adalah faktor sosial ekonomi.12 Kelemahan dari penelitian ini adalah desain dari penelitian yang berupa cross-sectional sehingga tidak bisa diketahui mana yang terjadi terlebih dahulu antara kejadian stunting dengan infeksi STH.

Uji statistik BB/U diperoleh nilai P= 0,037 (α < 0,05). Nilai tersebut menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara infeksi STH terhadap kejadian gizi kurang. Nilai P yang digunakan adalah nilai Fisher’s Exact Test karena terdapat data yang memiliki expected count kurang dari lima. Nilai OR 6,00 (>1) dan nilai IK tidak mencakup angka satu. Hal tersebut menunjukan bahwa risiko dari kejadian gizi kurang pada anak yang terinfeksi cacing STH adalah enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi cacing STH. Hasil ini didukung oleh penelitian Sakari dkk yang mendapatkan nilai P=0,000 dan 95% IK= 0,21620,7175.11 Sanchez dkk5 juga pada penelitiannya mendapatkan nilai P= 0,020 pada infeksi Trichuris trichiura dan nilai P= 0,015 pada infeksi Ascaris lumbricoides.

Uji statistik IMT/U diperoleh nilai P= 0,435 (α > 0,05). Nilai tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara infeksi STH terhadap kejadian kurus. Nilai P yang digunakan adalah nilai Fisher’s Exact Test karena terdapat data yang memiliki expected count kurang dari lima. Nilai OR 0,483 (<1) dan nilai IK mencakup angka satu Hasil ini serupa dengan penelitian Sanchez yang mendapatkan hubungan signifikan antara BB/U tetapi tidak signifikan pada IMT/U.5 Hal ini dikarenakan anak-anak yang menderita stunting memiliki tinggi badan yang pendek dan berat badan yang sedikit sehingga IMT tidak dapat membedakan secara signifikan. Hubungan yang tidak konsisten antara IMT dengan indeks masa lemak, masa lemak total, dan massa lemak dalam persen pada anak penderita stunting atau gizi kurang dinyatakan oleh penelitian di Thailand. Hubungan yang konsisten hanya https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

di dapat pada anak yang memiliki berat badan normal atau berlebih.13

Ansuya dkk menyatakan hubungan signifikan pada status gizi dengan frekuensi makan (P< 0,001). Anak dengan frekuensi makan yang kurang mempunyai risiko mengalami gangguan status gizi sebesar 2,57 lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki frekuensi makan cukup. Studi tersebut juga melakukan analisis regresi logistik dan mendapatkan faktor yang paling berpengaruh dari adalah status ekonomi (P=0,031).14 Penelitian yang dilakukan oleh Kwabla mendapatkan terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin terhadap status gizi. Perempuan ditemukan berisiko mempunyai status gizi tergolong kurus 2,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (P=0,023) dan laki laki berisiko mengalami stunting 1,7 kali lebih tinggi daripada perempuan (P=0,007).15 Ketiga hal tersebut dapat dijadikan sebagai perancu dalam penelitian ini.

Analisis data menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga variable perancu terhadap seluruh indeks status gizi yang digunakan pada penelitian ini dengan nilai P>0,05.

SIMPULAN

Prevalensi infeksi STH pada siswa SDN 6 Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem adalah 62,97%. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks status gizi TB/U dan BB/U terhadap infeksi STH, sedangkan untuk indeks status gizi IMT/U tidak terdapat hubungan yang signifikan. Prevalensi stunting, kurus, dan kurang gizi secara berturut-turut pada siswa SDN 6 Gegelang adalah 33,3%, 8,6% dan 28,2%.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar sehingga memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan infeksi STH terhadap status gizi pada anak-anak Sekolah Dasar.

Kepada Pemerintah Kabupaten Karangasem sebaiknya mengadakan program eradikasi STH pada anak SD setidaknya dua kali dalam setahun.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     de Vlas SJ, Stolk WA, le Rutte EA, Hontelez

JAC, Bakker R, Blok DJ, dkk. Concerted Efforts to Control or Eliminate Neglected Tropical Diseases: How Much Health Will Be Gained? Liang S, editor. PLoS Negl Trop Dis. 2016 Feb 18 10(2):e0004386.

  • 2.      Mascarini-Serra L. Prevention of Soil-

transmitted Helminth Infection. J Glob Infect Dis. 2011 Apr ;3(2):175-82.

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



  • 3.     Mb A, Ah S, Smc E, Ee A, Aa A. Intestinal      10.

Parasitic Infection and Body Mass Index among School Children in Oshodi Lagos Nigeria. Adv Cytol Pathol. 2017;2(2):11–6.

  • 4.     Ahmed A, Al-Mekhlafi HM, Al-Adhroey AH,

Ithoi I, Abdulsalam AM, Surin J. The nutritional      11.

impacts of soil-transmitted helminths infections among Orang Asli schoolchildren in rural Malaysia. Parasit Vectors. 2012 Jun 15;5(1):119.

  • 5.     Sanchez AL, Gabrie JA, Usuanlele M-T, Rueda

MM, Canales M, Gyorkos TW. Soil-Transmitted Helminth Infections and Nutritional Status in School-age Children from Rural Communities in      12.

Honduras. Carabin H, editor. PLoS Negl Trop Dis. 2013 Aug 8;7(8):e2378.

  • 6.    Riskesdas. RISET KESEHATAN DASAR     13.

RISKESDAS 2013. 2013.

  • 7.     Knopp S, Mohammed KA, Speich B, Hattendorf

  • J, Khamis IS, Khamis AN, dkk. Albendazole and Mebendazole Administered Alone or in Combination with Ivermectin against Trichuris trichiura : A Randomized Controlled Trial. Clin      14.

Infect Dis. 2010 Dec 15;51(12):1420–8.

  • 8.     Kattula D, Sarkar R, Rao Ajjampur SS, Minz S,

Levecke B, Muliyil J, dkk. Prevalence &amp; risk factors for soil transmitted helminth infection among school children in south India. Indian J      15.

Med Res. 2014 Jan;139(1):76–82.

  • 9.     WHO. WHO | Weight-for-age (5-10 years).

WHO. 2015.

Shang Y, Tang L-H, Zhou S-S, Chen Y-D, Yang Y-C, Lin S-X. Stunting and soil-transmitted-helminth infections among school-age pupils in rural areas of southern China. Parasit Vectors. 2010 Oct 13;3:97.

Sakari SSW, Mbugua AK, Mkoji GM. Prevalence of Soil-Transmitted Helminthiases and Schistosomiasis in Preschool Age Children in Mwea Division, Kirinyaga South District, Kirinyaga County, and Their Potential Effect on Physical Growth. J Trop Med. 2017;2017:1013802.

Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing countries. Paediatr Int Child Health. 2014 Nov;34(4):250–65.

Pongcharoen T, Judprasong K, Jitngarmkusol S, Kriengsinyos W, Winichagoon P. Body mass index is associated with fat mass in normal, overweight/obese, and stunted preschool children in central Thailand. Asia Pac J Clin Nutr. 2017;26(4):686–91.

Ansuya, Nayak BS, Unnikrishnan B, George A, N SY, Mundkur SC, dkk. Risk factors for malnutrition among preschool children in rural Karnataka: a case-control study. BMC Public Health. 2018;18(1):283.

Kwabla MP, Gyan C, Zotor F. Nutritional status of in-school children and its associated factors in Denkyembour District, eastern region, Ghana: comparing schools with feeding and non-school feeding policies. Nutr J. 2018 Dec 12;17(1):8.


https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum