ISSN: 2597-8012

JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


STATUS GIZI, POLA, KONSUMSI SARAPAN DAN CAMILAN PADA SISWA SDN 3 SESETAN DENPASAR

Mathew Giyan1, Dyah Pradnyaparmita Duarsa2, Luh Seri Ani2

1Program Studi Pendidikan Dokter, 2Department Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran - Universitas Udayana

*corresponding author : Mathew Giyan

Email : [email protected]

ABSTRAK

Sarapan merupakan asupan makanan yang dikonsumsi pertama kali setelah seseorang bangun di pagi hari. Sarapan pagi akan menyumbangkan sebagian gizi untuk seseorang. Namun, makan sarapan seringkali dilewatkan oleh anak-anak usia sekolah dan remaja. Camilan merupakan makanan sampingan yang dikonsumsi selain makanan pokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi, pola dan komposisi sarapan dan camilan siswa SDN 3 Sesetan Denpasar. Penelitian ini merupakan studi deskriptif cross sectional dengan sampel yang digunakan adalah siswa kelas 5 SDN 3 sesetan Denpasar tahun ajaran 2017/2018 yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling sehingga didapatkan sampel sejumlah 87 orang. Data diambil menggunakan angket dan dianalisa dengan SPSS versi 21.0 Ditemukan sebagian besar siswa (66,7%) memiliki kebiasaan sarapan pagi dengan 68,9%nya sarapan setiap hari. Sebanyak 89,6% anak terbiasa mengkonsumsi camilan. Siswa dengan status gizi normal sebanyak 20,7%, gizi kurang 64,4%, gizi lebih 14,9%. Sebagian besar anak dengan gizi yang kurang memiliki kebiasaan sarapan yang tidak rutin setiap harinya (57,1%). Hampir seluruh anak dengan status gizi berlebih memiliki kebiasaan mengkonsumsi camilan (92,3%). Sebagian besar siswa SDN 3 Sesetan telah memiliki kebiasaan untuk melakukan sarapan pagi, meskipun sebagian besar dari mereka masih memiliki status gizi yang kurang

Kata kunci: status gizi, sarapan, camilan, Sekolah Dasar Negeri 3 Sesetan Denpasar

ABSTRACT

Breakfast is the first food intake consumed after someone wakes up in the morning. Breakfast will contribute some nutrients to someone. However, eating breakfast is often missed by school-age children and teenagers. Snacks are side food consumed in addition to staple foods. This study aims to determine the description of nutritional status, patterns and composition of breakfast and snack students SDN 3 Sesetan Denpasar. This study is a cross sectional descriptive study with the sample used is 87 grade 5 students of SDN 3 sesetan Denpasar 2017/2018 chosen by purposive sampling technique until we get a total sample of 87 people. Data collected using questionnaire, and analyzed using SPSS vers. 21.0 It is found that most students (66.7%) had a breakfast habit with 68.9% of them had routine daily breakfast. As many as 89.6% of children are accustomed to consume snacks. Students with normal BMI is 20.7%, less BMI 64.4%, more BMI 14.9%. Most children with undernourished don’t have a routine daily breakfast habit (57.1%). Almost all children with excess nutritional status have a habit of consuming snack (92.3%). Most students of SDN 3 Sesetan have a habit of doing breakfast, although most of them still undernourished.

Keywords: nutritional status, breakfast, snack, Elementary School 3 Sesetan Denpasar

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

ISSN: 2597-8012 ΓΛ<^> Λ Idirectoryof OPEN ACCESS . ' k AU JOURNALS

PENDAHULUAN

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) mencatat secara nasional bahwa, pada anak usia 5-12 tahun, sebesar 11,2% anak dikategorikan memiliki status gizi yang kurang, dimana 7,2% nya kurus dan 4% sangat kurus. Di provinsi Bali, status gizi pada anak usia 5-12 tahun cenderung lebih baik dibanding skala nasional, dimana anak yang dikategorikan sangat kurus sebesar 2,3%, sedangkan untuk masalah gemuk, prevalensi nasional masih tergolong lebih tinggi yaitu 18,8%, terdiri dari 10,8% gemuk dan 8,8% sangat gemuk (obesitas).1

Sarapan pagi menyumbangkan masalah gizi sekitar 25%, dan ini merupakan jumlah yang cukup signifikan. Asupan nutrisi anak relatif jauh lebih besar dibanding dewasa dikarenakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Anak usia 6-12 tahun, membutuhkan energi yang melingkupi 4565% karbohidrat, 20-35% lemak, dan 15-30% protein. Rata-rata anak usia 6-12 tahun membutuhkan asupan nutrisi sebersar 1300-1600 kkal. Sarapan pagi sekiranya menyumbangkan 500 kalori energi dan 12,5 gram protein dalam sehari.2 Sarapan memiliki hubungan dengan adekuasi nutrisi, berat badan, serta indeks prestasi pada anak-anak usia sekolah. Mengkonsumsi sarapan meningkatkan jumlah energi yang masuk akan tetapi kecil kemungkinan untuk menyebabkan obesitas. Sarapan juga berhubungan dengan peningkatan fungsi kognitif anak, seperti daya ingat, nilai ujian, dan tingkat kehadiran anak di sekolah.3 Komposisi dan varian sarapan juga mempengaruhi status gizi.3 Oleh sebab itu, penting di usia anak sekolah untuk dikenalkan pola serta komposisi sarapan yang baik agar menjadi sebuah kebiasaan seumur hidup.

Penduduk Indonesia masih banyak yang tidak melakukan kebiasaan sarapan. RISKESDAS menganalisis data 2013 yang dilakukan pada 35.000 anak usia sekolah dasar terhadap konsumsi pangan. 26,1% anak hanya sarapan dengan minuman (susu, teh, air). 44,6% anak yang sarapan, hanya memperoleh asupan energi kurang dari 15% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG).4 Survei awal yang dilakukan secara acak terhadap pola konsumsi sarapan siswa SDN 3 Sesetan Denpasar, menunjukkan 6 dari 10 siswa tidak sarapan serta 9 dari sepuluh siswa makan camilan berupa makanan ringan (jajanan) sebelum waktu makan siang. Kebiasaan ini justru dapat menimbulkan dampak buruk pada anak dimana konsumsi camilan antara waktu sarapan dan makan siang juga diketahui berhubungan dengan peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT).5

Berdasarkan survei tersebut, diaperkirakan bahwa siswa SDN 3 Sesetan masih memiliki kebiasaan sarapan dan menyemil yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan suatu penelitian untuk menggambarkan pola konsumsi sarapan dan camilan siswa SDN 3 Sesetan Denpasar. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui gambaran status gizi, pola dan komposisi sarapan dan camilan siswa SDN 3 Sesetan Denpasar.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Penelitian dilakukan di SDN3 Sesetan Denpasar dimulai sejak 6 Februari 2018. SDN 3 dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dan hanya siswa kelas 5 yang dimasukkan ke dalam studi ini karena dinilai sudah cakap dalam mengisi kuesioner, sedangkan siswa kelas 6 tidak disertakan karena sedang mempersiapkan ujian

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


nasional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 87 orang yang diambil dari murid SDN 3 Sesetan Denpasar dengan jumlah murid kelas 5A sebanyak 39 (44,8%) orang dan kelas 5B sebanyak 48 orang (55,2%) dengan jumlah responden perempuan adalah sebanyak 49 orang (56,3%) lebih banyak daripada laki-laki. Subjek yang tidak hadir saat pengambilan data di ekslusi dari studi. Angket yang disebarkan berupa food model sebagai alat bantu untuk mengingat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Angket diisi sendiri oleh responden yang bersedia. Peneliti mengukur secara langsung tinggi dan berat badan responden untuk menentukan IMTnya. Data hasil penelitian kemudian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL

Rerata berat badan siswa adalah 38,6 kg, sedangkan rerata tinggi badan 146,5cm. Pekerjaan ayah siswa yang paling banyak adalah membuka usaha sendiri (wiraswasta) yaitu berkisar 46% sedangkan pekerjaan ibu siswa didominasi oleh ibu rumah tangga yaitu sebanyak 56,3% (Tabel 1).

Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik sampel

Variabel

Frekuensi (N=87)

Persentase

Jenis

Lelaki

38

43,7

kelamin

Perempuan

49

56,3

Pekerjaan

Wiraswasta

40

46

ayah

Karyawan Swasta

33

37,9

PNS

4

4,6

Tidak

Bekerja

10

11,5

Pekerjaan

Wiraswasta

18

20,7

Ibu

Karyawan Swasta

14

16,1

PNS

6

6,9

Ibu Rumah Tangga

49

56,3

Distribusi status gizi pada sampel menunjukkan bahwa anak dengan gizi yang normal memiliki persentase 20,7% sedangkan 79,3% sisanya merupakan siswa dengan status gizi tidak normal, dengan rincian 64,4%nya mengalami gizi yang buruk dengan IMT <18,5 kg/m2 dan 14,9%nya mengalami gizi berlebih dengan IMT >22,9kg/m2. Nilai IMT pada studi ini memiliki jangkauan dari 10,39 kg/m2 – 30,58 kg/m2 dan rata-ratanya adalah 17,77 kg/m2(SD+4,52). Sebanyak 66,7% siswa mengaku terbiasa melakukan sarapan pagi. Alasan terbanyak dari beberapa anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi adalah ibunya yang tidak sempat memasak (58,6%). Siswa yang melakukan sarapan pagi sebesar 68,9% selalu sarapan setiap hari. Jam sarapan mereka beragam dari pukul 4.00 WITA hingga 9.15 WITA dengan rata-rata jam sarapan siswa adalah pukul 7.12 WITA. Sebagian besar dari siswa yang sarapan (68,9%) melakukan sarapannya di Rumah, dan sisanya di Sekolah. Dalam perilaku menyemil, ditemukan 89,6% siswa memiliki kebiasaan menyemil sebelum makan siang. Sebagian besar dari siswa yang memiliki kebiasaan menyemil mengutarakan alasannya membeli camilan adalah karena mereka menyukainya (61,5%) sedangkan hanya 38,5% sisanya membeli camilan karena mereka merasa lapar (Tabel 2 dan 3).

Tabel 2. Distribusi frekuensi status gizi, pada Murid

SDN 3 Sesetan Denpasar

Variabel

Frekuensi

Persentase

Status gizi Normal

18

20,7

Kurang

56

64,4

Berlebih

13

14,9

f~WΛ Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

L J -Ji ∖U JOURNALS

Tabel 3. Distribusi pola sarapan pada siswa SDN3

Sesetan

Variabel

Frekuensi

Persentase

Kebiasaan

Ya

58

66,7

sarapan pagi

Tidak

29

33,3

Alasan tidak

Ibu belum masak

13

58,6

sarapan (N=29)

Terburu-buru

7

24,1

Tidak suka sarapan

9

17,3

Frekuensi

Setiap hari

40

68,9

sarapan dalam 1 minggu (N=58)

Tidak setiap hari

18

31,1

Tempat

Di Rumah

40

68,9

sarapan (N=58)

Di Sekolah

18

31,1

Di

Perjalanan

0

0

Di Tempat lain

0

0

Waktu sarapan

<7.00

WITA

40

68,9

(N=58)

>7.00

WITA

18

31,1

Alasan

Suka

48

61,5

menyemil (N=78)

Cemilan

Frekuensi

Jarang

11

12,6

menyemil dalam seminggu (N=78)

Kadang-kadang

Sering

29

38

33,3

43,7

Asal

Beli di

50

64,1

cemilan

Sekolah

(N=78)

Beli di luar Sekolah

8

10,3

Bawa dari Rumah

20

25,6

Hampir semua responden (59,8%) mengkonsumsi nasi putih saat sarapan. Untuk lauk, yang paling banyak dikonsumsi responden adalah tempe dengan persentase 40,2% dan lauk hewani terbanyak dikonsumsi adalah daging ayam yaitu 27,6%. Sayuran yang paling banyak dikonsumsi saat responden sarapan adalah sayur kangkung dengan persentase 23%. Responden juga mengkonsumsi jajanan saat sarapan, yang paling banyak dipilih adalah bakso dengan persentase 26,4%. Hampir seluruh responden yang sarapan, yaitu sebanyak 62 siswa meminum susu saat mereka sarapan (Tabel 3).

Tabel 3. Keberagaman jenis makanan dan minuman

Tabel 4. Distribusi pola konsumsi camilan pada

Siswa SDN3 Sesetan

Variabel

Frekuensi

Persentase

Kebiasaan

Ya

78

89,6

menyemil

Tidak

9

10,4

Lapar

30

38,5

yang dikonsumsi saat sarapan

Jenis

Frekuensi

Persentase

Makanan   Nasi putih

52

59,8

pokok     Nasi

11

12,6

goreng

Tipat

4

4,6

Bubur

4

4,6

Roti

16

18,4

Mie

11

12,6

Sereal

6

6,9

Kentang

9

10,3

Ubi

6

6,9

Lauk      Ikan

18

20,7

hewani     Telur

18

20,7

DOAJ

DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

Ayam

24

27,6

Daging

11

12,6

(sapi/babi) Chicken

11

12,6

Nugget Sosis

7

8,0

Lauk

Tahu

15

17,2

nabati

Tempe

35

40,2

Sayur

Bayam

15

17,2

Sawi

10

11,5

Sup

13

14,9

Sayur

11

12,6

Hijau Sayur Nangka

6

6,9

Sayur

9

10,3

Jepang Lawar

12

13,8

Buncis

7

8,0

Kangkung

20

23,0

Kacang

6

6,9

Panjang Daun Singkong

4

4,6

Jajanan

Bakso

23

26,4

Pisang

19

21,8

Goreng

Gorengan

10

11,5

Lumpia

7

8,0

Makanan

15

17,2

ringan

Jaje Bali

14

16,1

Minuman

Susu

62

71,3

Jus

48

55,2

Soft Drink

12

13,8

Minuman Saset

11

12,6

Pada katagori camilan,yang menjadi favorit responden adalah nasi yaitu sebanyak 66,7%, disusul oleh susu sebanyak 60,9% dan teh yaitu 54%. Makanan ringan yang dipilih responden terbanyak adalah roti yaitu sebesar 50,6%, disusul oleh buah-buahan sebesar 49.4% dan rujak sebesar 43,7%. Lauk protein yang responden konsumsi sebagai cemilan paling banyak adalah sosis sebanyak 41,4% (Tabel 4).

Tabel 4 Keberagaman jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi sebagai cemilan

Jenis

Frekuensi

Persentase

Nasi

58

66,7

Nasi bungkus/Jinggo

22

25,3

Mie

26

29,9

Sereal

18

20,7

Makanan ringan

30

34,5

Roti

44

50,6

Bakso

34

39,1

Lumpia

21

24,1

Pisang goreng

27

31,0

Permen

12

13,8

Coklat batang

16

18,4

Rujak

38

43,7

Kacang

15

17,2

Kentang

31

35,6

Siomay

20

23,0

Biskuit

34

39,1

Sosis

36

41,4

Tahu

20

23,0

Telur

35

40,2

Buah

43

49,4

Es

30

34,5

Kopi

5

5,7

Susu

53

60,9

Minuman Soda

15

17,2

Teh

47

54,0

Jajanan Bali

26

29,9

Responden yang memiliki gizi kurang 67,3% nya adalah perempuan, dan sampel dengan status gizi berlebih 16,3%nya adalah perempuan. Responden yang memiliki status gizi kurang 65,5 %nya memiliki kebiasaan sarapan pagi dan sampel dengan status gizi berlebih 19%nya memiliki kebiasaan sarapan pagi. Sebanyak 64,4% responden dengan gizi kurang dan 15,7% sampel dengan gizi berlebih memiliki kebiasaan mengkonsumsi camilan diantara sela waktu sarapan dan makan siang, namun 19,7% dari responden dengan gizi yang normal juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi camilan. Frekuensi mengkonsumsi camilan didominasi oleh “sering” mengkonsumsi camilan dengan jumlah responden yang sering mengonsumsi camilan pada kelompok gizi normal sebesar 15,7%, gizi kurang sebesar 79% dan pada kelompok responden dengan gizi berlebih adalah sebesar 5,2%. Pada kelompok

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


anak dengan gizi berlebih, justru sebagian        atau hanya kadang-kadang yaitu sebesar 31% (Tabel

besar respondennya mengaku menyemil tidak rutin       5)

Tabel 5 Cross-Tabulasi kebiasaan sarapan dan nyemil terhadap status gizi siswa SDN 3 Sesetan Denpasar

Status gizi

Total

Normal (18)

Kurang (56)

Lebih (13) F

%

F

%

F

%

Jenis kelamin         Lelaki

10

26,3

23

60,5

5

13,2

38

Perempuan

8

16,3

33

67,3

8

16,3

49

Kebiasaan Sarapan   Ya

9

15,5

38

65,5

11

19

58

Tidak

9

31

18

62

2

6,9

29

Frekuensi Sarapan    Setiap Hari

8

20

25

62,5

7

17,5

40

Tidak Setiap Hari

1

5,5

13

72,2

4

22,2

18

Kebiasaan Nyemil    Ya

15

19,7

49

64,4

12

15,7

76

Tidak

3

27,2

7

63,6

1

9

11

Frekuensi Nyemil     Jarang

3

27,2

7

63,6

1

9

11

Kadang-Kadang

7

24,1

13

44,8

9

31

29

Sering

6

15,7

30

79

2

5,2

38

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar sampel memiliki perilaku sarapan. Apabila dilihat dari data, maka anak dengan gizi kurang sebenarnya sebagian besar memiliki kebiasaan sarapan (67,9%). Hal ini bersesuaian dengan penelitian pola sarapan pada siswa SD di kanada, dimana ditemukan bahwa IMT lebih rendah secara signifikan pada kelompok yang rutin melakukan sarapan.6 Penelitian lain juga menunjukkan bahwa populasi yang tidak memiliki kebiasaan sarapan rutin justru IMTnya diestimasikan meningkat 0,81kg/m2 (P<0,001) dibandingkan dengan populasi yang memiliki kebiasaan sarapan rutin. Hal ini dikarenakan, sarapan yang merupakan makanan pertama di pagi hari yang dapat menghancurkan makanan yang dikonsumsi di malam hari. Tidak

makan dalam waktu yang panjang seperti tidak melakukan sarapan dapat meningkatkan resistensi insulin postprandial dan hiperinsulinemia sebagai respon dari makanan yang dikonsumsi selanjutnya. Insulin berlebih dalam darah menyebabkan berkurangnya lipolysis sehingga meningkatkan pembentukan dan ambilan lemak. Hal ini memiliki hubungan dengan meningkatnya risiko obesitas.7

Hasil ini juga bersesuaian dengan data penelitian kebiasaan sarapan pada siswa SD di Inggris, yang menunjukkan bahwa pada anak yang selalu sarapan, IMT lebih rendah dibandingkan dengan yang kadang-kadang melakukan sarapan maupun yang tidak sarapan (P=0,017). Konsumsi sarapan memiliki hubungan dengan IMT yang lebih rendah diperkirakan karena sarapan berhubungan

ΓΛ<^> Λ Idirectoryof OPEN ACCESS . ■' k AU JOURNALS dengan perilaku sehat positif lainya sepeti peningkatan aktivitas fisik.8 Namun semua penelitian ini hanya mengatakan bahwa IMT pada sampel yang memiliki kebiasaan sarapan lebih rendah dibandingkan kelompok yang tidak. Tidak ada yang menjelaskan apakah kebiasaan sarapan berhubungan dengan IMT kategori gizi kurang. Hal ini mungkin memiliki hubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi saat sarapan, dimana sebagian besar sampel mengkonsumsi lauk nabati untuk sarapan dibandingkan dengan lauk hewani, hal ini mungkin menyebabkan IMT mereka lebih rendah daripada yang seharusnya.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa jumlah murid yang biasa sarapan setiap hari lebih banyak dibandingkan dengan murid yang tidak rutin sarapan setiap hari. Akan tetapi 40% dari anak yang rutin melakukan sarapan ternyata memiliki IMT tidak normal. Baik dari kelompok gizi kurang maupun berlebih, didominasi oleh siswa yang memiliki kebiasaan sarapan pagi, namun jumlah siswa yang rutin sarapan dengan gizi kurang jauh lebih banyak dibandingkan dengan anak bergizi berlebih. Hal ini mungkin terjadi karena dari keseluruhan sampel, IMT didominasi oleh IMT yang rendah (<18,5kg/m2). Hasil sebuah penelitian bahwa anak yang tidak rutin mengkonsumsi sarapannya memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi abnormal (P<0,001), dengan rincian bahwa dari anak yang tidak mengkonsumsi sarapan setiap hari, 15,8% dilaporkan oleh kelompok berat badan berlebih dan 28,6% dilaporkan dari kelompok dengan berat badan kurang, hanya 4,2% dari kelompok berat badan normal mengaku mereka tidak rutin sarapan setiap harinya.9 Sebuah studi yang menganalisa hubungan frekuensi sarapan dengan IMT selama 5 tahun menunjukkan bahwa frekuensi sarapan memiliki

hubungan yang berbanding terbalik dengan IMT (P<0,01) yang artinya bahwa semakin tinggi frekuensi sarapan/ semakin rutin sarapan maka IMT akan semakin rendah.10 Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya kecenderungan untuk memiliki IMT lebih tinggi apabila tidak sarapan secara rutin terkait berkurangnya lipolysis akibat tingginya kadar insulin akibat tidak makan dalam waktu yang lama.7

Pada penelitian ini, hampir seluruh anak memiliki kebiasaan menyemil di sela-sela waktu sarapan hingga makan siang. Camilan favorit mereka yang hampir setengah dari responden memilihnya adalah nasi, susu, teh, roti, buah-buahan, rujak dan sosis. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sampel yang tidak mengkonsumsi camilan menunjukkan asupan kalori yang rendah, tingkat olahraga yang rendah dan peningkatan IMT secara signifikan. Hal ini dikaitkan dengan orang yang tidak menyemil sama sekali tidak memisahkan waktu makannya menjadi beberapa waktu. Membagi waktu makan menjadi beberapa waktu menyebabkan penurunan sekresi insulin sehingga dapat meningkatkan metabolisme lemak dan menurunkan IMT. Selain itu, orang yang tidak mengkonsumsi camilan sama sekali cenderung makan dengan porsi yang lebih banyak dan kalori yang lebih tinggi.11 Selain itu, berdasarkan penelitian Hampl dkk camilan pagi dikatakan memiliki asupan kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan camilan sore dan camilan malam (P<0,0001) sehingga mengkonsumsi camilan pagi tidak meningkatkan risiko peningkatan IMT.12

Kebanyakan anak memiliki frekuensi nyemil yang sering, dari mereka yang sering menyemil 78,9%nya memiliki status gizi abnormal. Berdasarkan penelitian tersebut, meskipun kebiasaan menyemil dapat menurunkan berat badan, namun

ISSN: 2597-8012 ΓΛ<^> Λ Idirectoryof OPEN ACCESS . ' k AU JOURNALS

apabila frekuensi menyemil berlebihan maka mengkonsumsi camilan dapat meningkatkan risiko overweight dan obesitas. Orang yang meningkatkan frekuensi mengkonsumsi camilan akan mengalami peningkatan signifikan pada IMTnya melebihi 85 persentil. Hal ini disebabkan karena peningkatan frekuensi menyemil akan meningkatkan total asupan kalori per harinya.11 Meskipun demikian, dalam studi ini dapat dilihat bahwa siswa SD yang sering mengemil sebagian besar tetap memiliki IMT abnormal dimana dominasi IMT abnormal pada sampel adalah IMT yang rendah (<18,5kg/m2). Hal ini mungkin disebabkan karena dominasi camilan mereka adalah buah-buahan dan rujak yang merupakan makanan kaya serat dan rendah kalori. Selain itu, dikatakan bahwa jumlah camilan yang dikonsumsi tidak mempengaruhi IMT secara signifikan, tetapi jenis makanan yang dikonsumsi sebagai camilan-lah yang berpengaruh besar terhadap status gizi seseorang. Peningkatan frekuensi camilan dengan jenis camilan yang sehat justru membantu menurunkan nafsu makan serta menurunkan asupan kalori harian sehingga dapat menurunkan berat badan.13 Penelitian Spanos dkkmengungkapkan bahwa camilan yang signifikan meningkatkan IMT adalah cokelat batangan (P=0,037) dan makanan ringan seperti keripik, dan ciki-cikian (P=0,045).14 Selain cokelat batang dan makanan ringan, minuman soda sebagai camilan juga dapat meningkatkan IMT secara signifikan (P<0,001)13 Sedangkan pada sampel penelitian ini, pilihan camilan berupa cokelat batangan, minuman bersoda dan makanan ringan hanya dipilih oleh sebagian kecil sampel.

SIMPULAN

OsTnta

Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar siswa SDN 3 Sesetan Denpasar sudah melaksanakan perilaku sarapan serta sering mengkonsumsi camilan setelah jam sarapan. Meskipun demikian, siswa yang mengkonsumsi sarapan masih ada juga yang memiliki status gizi kurang, dan yang sering mengkonsumsi camilan sebagian besar masih memiliki status gizi kurang. Diperlukan adanya suatu intervensi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memperbaiki status gizi pada siswa SDN 3 Sesetan Denpasar mengingat sebagian besar populasinya memiliki status gizi abnormal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Riskesdas. Profil Kesehatan Indonesia. 2010

  • 2.    BPPN. Survey sarapan pagi pada anak Indonesia usia 5-12 Tahun. 2007

  • 3.    Rampersaud GCA. Physical activity influences on nutritional status of preschool children. Acta Medica Medicines. 2010; 49(1)

  • 4.    Handinsyah, dkk. Breakfast in Indonesia. Symposium Healthy Breakfast. 2012

  • 5.    Lazerri G. Influence of diet, physical activity and parentsobesity on childrens adiposity : afour years longitudinal study. Int. J. Obes. Relat. Retab. Disord.1998; 22(8):758-764.

  • 6.    Barr Simona, Carli Luca, Venco Elena, dkk. Impact of snacking pattern on overweight and obesity risk in a cohort of 11-13 year old adolescents. JPGN. 2016; 59(4):465-470

  • 7.    Hyun Kim-Jae, Park Cheol-Eun, Hyun Cho-Woo, dkk. Associations between breakfast skipping and body mass index, and type 2 diabetes in South Korea. Intern Med. 2014

  • 8.    Sandercock RH, Voss C, Dye L. Association between habitual school-day breakfast consumption, body mass index, physical activity and cardiorespiratory fitness in English schoolchildren.

    DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


European Jour of Clin Ntr. 2010; 64:10861092

  • 9.    Klinesova Iva, Miklankova Ludmila, Stelzer Jiri, dkk. The effect of regular breakfast on body mass index in 9-10 year old Czech childern. Am J of Health Edu. 2016; 47(1):42-46

  • 10.    Timlin Maureen, Pereira Mark, Neumark Dainne. Breakfast eating and weight changing prospective analysis of adolescents : Project EAT (Eating Among Teens). Pediatrics. 2010; 121(3):638-643

  • 11.    Bo Raijmakers LGM. Nutrition in Childhood.In: Mahan L K & Escott-Stump S. Krause’s food and nutrition therapy. International Edition. Missouri : Elsevier; 2016. P. 220-245

  • 12.    Hampl JS, Heatin BL, Taylor AC. Snacking patterns influence energy and nutrient intake but not body mass index. British Dietetic Association. 2013; 16: 311

  • 13.    Maffeis C, Grezzani A, Perone L, dkk. Could the savory taste of snacks be a further risk factor for overweight in childern?. J Pediatr Gasteroenterol Nutr. 2008; 46(4): 429-436

  • 14.    Spanos D, Hankey C. The habitual meal and snacking patterns of university students in two countries and their use of vending machines. J Hum Nutr Diet. 2009; 23: 102-107

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum