PREVALENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH PADA SISWA SDN 4 SULANGAI, KABUPATEN
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019
n∩Λ ∣s≡≈ OsTnta
UUMJ journals .
PREVALENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH PADA SISWA SDN 4 SULANGAI, KABUPATEN BADUNG, BALI
Maria Krishnandita1, I Kadek Swastika2, I Made Sudarmaja2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia
2Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia
ABSTRAK
Soil transmitted helminth merupakan penyakit infeksi cacing nematoda pada manusia yang ditularkan melalui tanah dan umumnya terjadi di negara tropis maupun sub-tropis. Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale merupakan lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth. Hasil dari studi di 36 sekolah dasar di Bali mengatakan bahwa dari tahun 2004-2014, prevalensi penyakit cacingan menurun pada beberapa sekolah, tetapi pada beberapa sekolah dasar masih memiliki prevalensi yang tinggi (>50%) dengan rentang prevalensi 0 sampai 92%. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan metode total sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan tingkat pengetahuan siswa SDN 4 Sulangai mengenai infeksi cacingan. Penelitian ini dilakukan di SDN 4 Sulangai pada 87 siswa yang bersedia diambil sampelnya dan mengisi kuisioner. Responden terdiri dari siswa kelas 1-6 SD. Penelitian ini mendapatkan prevalensi infeksi kecacingan pada siswa SDN 4 Sulangai adalah 0%. Tingkat pengetahuan siswa yang tergolong baik sebanyak 9,20%, cukup sebanyak 57,47%, dan kurang sebanyak 33,33%. Tingkat pengetahuan siswa SDN 4 Sulangai mengenai infeksi kecacingan adalah cukup baik.
Kata Kunci : Soil Transmitted Helminth, Prevalensi, Pengetahuan, Siswa Sekolah Dasar
ABSTRACT
Soil transmitted helminth is a nematode worm infection in humans transmitted by soil and commonly occurs in tropical and sub-tropical countries. Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, Necator americanus and Ancylostoma duodenale are the five species of worms belonging to the Soil Transmitted Helminth group. Results from a study in 36 primary schools in Bali says that from 2004-2014, the prevalence of deworming decreased in some schools, but in some primary schools still have a high prevalence (> 50%) with a prevalence range of 0 to 92%. This research was descriptive research with cross sectional approach and using total sampling method. This study aimed to determine the prevalence and level of knowledge of SDN 4 Sulangai students about intestinal worms infection. This research was conducted at SDN 4 Sulangai on 87 students who are willing to take samples and fill the questionnaire. Respondents consisted of grade 1-6 students. This study obtained the prevalence of worm infection in SDN 4 Sulangai students is 0%. The level of knowledge of students who are classified as good is 9.20%, quite good as much as 57.47%, and less as much as 33.33%. The level of knowledge of SDN 4 Sulangai students about the infection of worms is quite good.
Keywords: Soil Transmitted Helminth, Prevalence, Knowledge, Elementary School Students
∣[~ V> Λ Oirectoryof OPEN ACCESS . J ’. .....kJ journals
PENDAHULUAN
Penyakit yang disebabkan oleh parasit dan mikroba merupakan penyakit yang masih terabaikan oleh perhatian global dan dapat disebut juga dengan Neglected Tropical Diseases (NTDs). Indonesia termasuk negara endemik NTDs. Ada 5 NTDs yang utama di Indonesia, yaitu limfatik filariasis, soil-transmitted helminth (STH) dan schistosomiasis, kusta dan frambusia.1 Dari kelima NTDs tersebut, STH menjadi salah satu penyakit yang perlu menjadi perhatian di Indonesia, terkait dengan 195 juta jiwa total populasi yang tinggal di area endemik STH, serta 13 juta jiwa anak usia belum sekolah dan 37 juta jiwa anak usia sekolah yang juga tinggal di area endemik STH.2 Hal ini juga berkaitan dengan populasi anak usia belum sekolah (usia 1-4 tahun) dan usia sekolah (usia 5-14 tahun) diakui memiliki risiko morbiditas yang tinggi dari infeksi STH.3
Soil transmitted helminth merupakan penyakit berupa infeksi oleh cacing dari genus nematoda pada tubuh manusia yang ditularkan melalui tanah dan umumnya terjadi di negara tropis maupun sub-tropis. Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok STH yaitu Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.4 Cacing yang umumnya menjadi penyebab infeksi STH di Indonesia yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).2 Penelitian sebelumnya mengenai prevalensi infeksi helminth pada anak sekolah dasar di Bali pada tahun 2004-2014 mendapatkan bahwa dari tahun 2004-2014,
prevalensi penyakit cacingan menurun pada beberapa sekolah dasar, tetapi pada beberapa sekolah dasar masih memiliki prevalensi yang tinggi (>50%) dengan rentang prevalensi 0 sampai 92%.5 Studi lain yang dilakukan di beberapa sekolah dasar di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung mendapatkan bahwa dari 622 siswa, terdapat 171 (28,4%) siswa terinfeksi STH. Prevalensi tertinggi terdapat di SDN 5 Plaga (67,7%) dan prevalensi terendah terdapat di SDN 3 Plaga (12,8%).6
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi STH, seperti kemiskinan, sanitasi yang buruk, kebersihan yang kurang baik (seperti tidak mencuci tangan dan tidak menggunakan alas kaki), perilaku dan pekerjaan, tanah, dan iklim.7 Untuk mengurangi terjadinya infeksi STH, banyak faktor yang dapat dipengaruhi untuk memperbaiki tingkat kesehatan. Salah satu faktor yang dapat dipengaruhi adalah faktor perilaku. Perilaku dan derajat kesehatan juga dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit tersebut.8
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di SDN 4 Sulangai, Desa Petang, Kabupaten Badung, Bali pada bulan September sampai Oktober 2017. Jenis dari penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode total sampling. Dalam penelitian ini, subjek yang terlibat adalah seluruh siswa sekolah dasar kelas 1-6 di SDN 4 Sulangai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi dan tingkat pengetahuan siswa SDN 4 Sulangai mengenai infeksi cacingan. Penelitian ini
IΓ>Γ^ Λ Oirectoryof
OPEN ACCESS . J -J/kJ journals dilakukan di SDN 4 Sulangai pada 87 siswa yang bersedia diambil sampelnya dan mengisi kuisioner.
Pengumpulan data dilakukan melalui 2 cara, yaitu dengan pengambilan sampel feses siswa dan pengisian kuisioner pengetahuan murid sekolah dasar tentang cacingan oleh siswa SDN 4 Sulangai. Feses siswa yang sudah dikumpulkan dibawa ke Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana untuk diperiksa dengan menggunakan metode Kato-Katz. Hasil dari pemeriksaan feses yaitu positif apabila terdapat telur cacing pada feses siswa dan negatif apabila tidak terdapat telur cacing pada feses siswa.
Pengumpulan data kuisioner dilakukan secara bertahap dengan melakukan kunjungan ke SDN 4 Sulangai dan setiap tingkat kelas didampingi untuk mengisi kuisioner pengetahuan siswa mengenai cacingan. Kuisioner yang diisi terdiri atas 18 pertanyaan yang berhubungan dengan faktor risiko dan pengetahuan mengenai cacingan. Pertanyaan
HASIL
Karakteristik sampel berdasarkan usia pada penelitian ini yaitu sampel yang berusia 7 tahun berjumlah 2 siswa (2,30%), berusia 8 tahun berjumlah 11 siswa (12,64%), berusia 9 tahun berjumlah 15 siswa (17,24%), berusia 10 tahun berjumlah 19 siswa (21,84%), berusia 11 tahun berjumlah 14 siswa (16,10%), berusia 12 tahun berjumlah 17 siswa (19,54%), dan berusia 13 tahun berjumlah 9 siswa (10,34%) (Tabel 1). Sampel yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah lebih banyak yaitu 47 siswa (54,02%) sedangkan perempuan berjumlah 40 siswa (45,98%) (Tabel 2).
Karakteristik sampel berdasarkan tingkat kelas yaitu siswa kelas 1 berjumlah 11 siswa (12,64%), kelas 2 berjumlah 12 siswa (13,80%),
yang berhubungan dengan faktor risiko yaitu kebiasaan buang air besar, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan bermain dengan tanah, kebiasaan menggunakan alas kaki, kebiasaan memotong dan menggigit kuku, kebiasaan jajan, dan sumber air yang digunakan siswa. Sedangkan pertanyaan mengenai pengetahuan siswa tentang kecacingan terdiri atas tanda-tanda cacingan, cara penularan cacingan, dan pencegahan cacingan. Pertanyaan mengenai faktor risiko dan pengetahuan siswa ini berhubungan dengan prevalensi kecacingan yang didapatkan di SDN 4 Sulangai. Hasil yang didapatkan dari jawaban responden dinilai dan dikategorikan menjadi tingkat pengetahuan baik (mendapat skor 13-18), cukup (mendapat skor 7-12), dan kurang (mendapat skor 06). Data dari hasil penelitian yang sudah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan statistik deskriptif berdasarkan frekuensinya serta disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi. kelas 3 berjumlah 18 siswa (20,69%), kelas 4 berjumlah 15 siswa (17,24%), kelas 5 berjumlah 13 siswa (14,94%), dan kelas 6 berjumlah 18 siswa (20,69%) (Tabel 3).
Tabel 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia
Usia (tahun) |
Frekuensi |
Persentase (%) |
7 |
2 |
2,30 |
8 |
11 |
12,64 |
9 |
15 |
17,24 |
10 |
19 |
21,84 |
11 |
14 |
16,10 |
12 |
17 |
19,54 |
13 |
9 |
10,34 |
100
Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin | ||
Jenis Kelamin |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Laki-laki |
47 |
54,02 |
Perempuan |
40 |
45,98 |
Total |
87 |
100 |
Tabel 3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Tingkat Kelas | ||
Kelas |
Frekuensi |
Persentase (%) |
1 |
11 |
12,64 |
2 |
12 |
13,80 |
3 |
18 |
20,69 |
4 |
15 |
17,24 |
5 |
13 |
14,94 |
6 |
18 |
20,69 |
Total |
87 |
100 |

Total 87
Karakteristik sampel berdasarkan kebiasaan mencuci tangan yaitu yang mencuci tangan menggunakan air dan sabun sebanyak 66 siswa (75,86%) sebelum makan dan 74 siswa (85,06%) setelah BAB (Gambar 1).

Karakteristik sampel berdasarkan kebiasaan bermain dengan tanah yaitu sebanyak 38 siswa (43,68%) memiliki kebiasaan bermain dengan tanah dan 49 siswa (56,32%) tidak memiliki kebiasaan bermain dengan tanah. Sedangkan saat sedang bermain di luar, jumlah sampel yang menggunakan alas kaki sebanyak 78 orang (89,66%) dan yang tidak menggunakan alas kaki sebanyak 9 orang (10,34%) (Gambar 2).
Kebiasaan memotong kuku seminggu sekali terdapat pada 70 siswa (80,46%) dan yang tidak memotong kuku dalam waktu seminggu sekali atau tidak menentu sebanyak 17 siswa (19,54%). Berkaitan dengan kebiasaan anak, didapatkan sebanyak 6 siswa (6,90%) memiliki kebiasaan menggigit kuku dan 81 siswa (93,10%) tidak memiliki kebiasaan menggigit kuku. Pada saat pemeriksaan, frekuensi kuku siswa yang bersih
sebanyak 53 orang (60,92%) dan kuku siswa yang kotor sebanyak 34 orang (39,08%) (Grafik 2). Siswa yang memiliki kebiasaan jajan terutama di warung sekolah sebanyak 85 siswa (97,70%) dan yang tidak jajan sebanyak 2 siswa (2,30%) (Gambar 2).

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
85,06

Sebelum Makan
Setelah BAB
-
■ Dengan Air Saja ■ Dengan Air dan Sabun
Gambar 1. Distribusi Siswa Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan
β
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
97,7
93,1
89,66 - -,
80,46
56,32 60,92
43,68 56,32 10,34 , 6,9 60,92 39,08 112,3
89,66
Kebiasaan
Kebiasaan
Kebiasaan Kebiasaan Kebersihan
Bermain Dengan Menggunakan
Tanah
Memotong KukuMenggigit Kuku
Kuku Siswa
Alas Kaki Seminggu Sekali
Kebiasaan Jajan di Warung Sekolah
Gambar 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Perilaku dan Kebersihan Diri
Prevalensi infeksi STH pada siswa SDN 4 Sulangai berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebanyak 87 siswa (100%) negatif atau tidak terinfeksi cacing. Dengan kata lain, tidak ada siswa (0%) SDN 4 Sulangai yang positif terinfeksi cacing (Tabel 4).
Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa SDN 4 Sulangai mengenai infeksi STH. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan sebanyak 29 siswa (33,33%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai infeksi STH, 50 siswa (57,47%) memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai infeksi STH, dan 8 siswa (9,20%) memiliki
ISSN: 2597-8012 |
JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019 |
∏Γ⅛Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS - ^ √; VJ JOURNALS pengetahuan yang baik mengenai infeksi STH (Tabel |
OsTnta Positif 0 0 |
5). |
Negatif |
87 |
100 |
Tabel 4. Distribusi Siswa Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Feses |
Total |
87 |
100 |
Hasil Frekuensi Persentase (%)
Tabel 5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Mengenai Infeksi STH
Jenis Kelamin |
Kurang (Skor 0-6) |
Cukup (Skor 7-12) |
Baik (Skor 13-18) | |||
N |
% |
N |
% |
N |
% | |
Laki-Laki |
14 |
16,09 |
29 |
33,33 |
4 |
4,60 |
Perempuan |
15 |
17,24 |
21 |
24,14 |
4 |
4,60 |
PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian yang dilakukan di SDN 4 Sulangai, didapatkan bahwa prevalensi infeksi STH di sekolah ini adalah 0%. Banyak faktor yang memengaruhi sehingga tidak ada siswa yang terinfeksi STH di SDN 4 Sulangai.
Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh pada infeksi kecacingan yaitu faktor kebersihan diri (personal hygiene) yang terdiri dari kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan
memotong dan membersihkan kuku, serta kebiasaan menggunakan alas kaki. Faktor risiko berikutnya yaitu faktor sanitasi lingkungan yang terdiri dari sumber air, tempat pembuangan kotoran manusia, dan sanitasi makanan.9 Dalam penelitian tersebut9, didapatkan bahwa hampir semua persentase faktor
risiko mendukung terjadinya infeksi cacingan, yang artinya memiliki nilai di atas 50%. Persentase faktor risiko dari responden yang terinfeksi pada penelitian tersebut adalah kebiasaan mencuci tangan yang buruk (52,95%), tidak memotong dan membersihkan kuku serta menggigit kuku (56,90%), tidak menggunakan alas kaki saat bermain di luar (50,90%), sanitasi sumber air kurang baik (49,10%), membuang tinja atau BAB di sembarang tempat (49,10%), dan sanitasi makanan yang kurang baik (56,90%). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di SDN 4 Sulangai, persentase dari kebersihan diri (personal hygiene) dan sanitasi lingkungan (pembuangan kotoran manusia dan sanitasi makanan) dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Tabel 6, persentase dari faktor risiko tersebut tidak mendukung terjadinya infeksi STH.
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

Kebiasaan mencuci tangan sudah dilakukan
dengan cukup baik pada siswa SDN 4 Sulangai. Hal ini sudah dilaksanakan oleh 77,39% dari total siswa
yang ada di SDN 4 Sulangai. Kebiasaan mencuci tangan merupakan hal yang penting untuk menghindari terjadinya infeksi STH, karena sebagai bagian tubuh yang digunakan untuk memegang benda dan melakukan suatu pekerjaan, tangan rentan tercemar oleh kotoran dan bibit yang bisa menjadi sumber penyakit. Bibit sumber penyakit itu dapat melekat pada kulit saat tangan memegang sesuatu atau bersalaman. Oleh karena itu, salah satu bagian dari perilaku hidup sehat yang penting untuk
dilakukan adalah kebiasaan mencuci tangan terutama dengan sabun.10
Menjaga kebersihan kuku dan memotong kuku juga menjadi hal yang penting untuk menghindari terjadinya infeksi STH. Sebanyak 78,16% dari seluruh siswa SDN 4 Sulangai sudah melaksanakan hal ini dengan baik, dilihat dari hasil pengisian kuisioner dan pemeriksaan kuku yang dilakukan pada saat penelitian dilakukan. Faktor ini berpengaruh pada infeksi STH karena salah satu media yang bisa menjadi perantara masuknya telur cacing ke dalam tubuh manusia adalah melalui kuku. 11
Tabel 6. Persentase Kebersihan Diri dan Sanitasi Lingkungan pada Siswa SDN 4 Sulangai
Faktor Risiko |
Persentase Siswa (%) |
Kebiasaan Mencuci Tangan |
77,39 |
• Sebelum Makan dan Sesudah BAB |
71,26 |
• Dengan Air dan Sabun Sebelum Makan |
75,86 |
• Dengan Air dan Sabun Setelah BAB |
85,06 |
Memotong dan Membersihkan Kuku |
78,16 |
• Memotong Kuku Seminggu Sekali |
80,46 |
• Tidak Menggigit Kuku |
93,10 |
• Kuku Bersih Saat Pemeriksaan |
60,92 |
Penggunaan Alas Kaki Saat Bermain di Luar |
89,66 |
Tempat BAB di Kakus/Jamban Milik Sendiri |
97,70 |
kecacingan. Sejumlah 89,66% dari seluruh siswa di
Penggunaan alas kaki juga menjadi salah SDN 4 Sulangai sudah menggunakan alas kaki saat
satu faktor risiko yang memengaruhi infeksi sedang bermain di luar rumah. Penggunaan alas kaki
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

menjadi hal yang penting karena cacing yang hidup
cacingan11, tetap melakukan kebiasaan cuci tangan
di tanah dapat menembus kulit manusia dan hal
yang baik, dan tetap menjaga kebersihan kuku
tersebut menjadi salah satu cara penularan
diharapkan bisa membantu siswa untuk tetap
kecacingan. Setelah itu telur
cacing yang sudah masuk ke tubuh manusia akan mengikuti aliran darah dan akan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam tubuh manusia.9
Kebiasaan buang air besar atau defekasi di sembarang tempat juga merupakan salah satu faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi cacingan. Pada siswa SDN 4 Sulangai, sebanyak 97,70% siswa buang air besar atau defekasi di kakus atau jamban sendiri. Hal ini mendukung terhindarnya siswa dari infeksi STH karena anak yang BAB di toilet atau jamban sendiri memiliki prevalensi kecacingan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang BAB di sembarang tempat. Hal ini dapat terjadi karena terjadinya pencemaran tanah atau lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing yang disebabkan oleh kebiasaan BAB di sembarang tempat.12
Pada siswa SDN 4 Sulangai, kebiasaan bermain dengan tanah dilakukan oleh 38 siswa (43,68%) sedangkan yang tidak bermain dengan tanah sebanyak 49 siswa (56,32%). Memang masih cukup banyak siswa yang gemar bermain dengan tanah, namun dengan dilakukan edukasi mengenai pentingnya tanah sebagai media penularan infeksi
terhindari dari infeksi STH.
Kebiasaan jajan terutama di warung sekolah juga dilakukan oleh hampir sebagian besar siswa SDN 4 Sulangai (97,70%). Faktor ini dapat berperan dalam infeksi STH, namun bersadarkan pengamatan yang dilakukan, lingkungan sekolah SDN 4 Sulangai cukup bersih dan higenis. Dengan kegemaran siswa untuk jajan di warung sekolah, diharapkan warung sekolah tetap menjaga kebersihan makanan yang dijual sehingga siswa tetap terhindar dari risiko infeksi STH.
Selain kebiasaan dan kebersihan diri siswa, hal yang berpengaruh pada infeksi kecacingan pada siswa adalah tingkat pengetahuan mengenai infeksi STH. Hasil penelitian mendapatkan bahwa sebanyak 29 siswa (33,33%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai infeksi STH, 50 siswa (57,47%) memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai infeksi STH, dan 8 siswa (9,20%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai infeksi STH. Frekuensi terbanyak terdapat pada tingkat pengetahuan yang cukup baik. Hal ini berpengaruh karena pengetahuan sangat berperan penting dalam mencegah seseorang terkena penyakit, khususnya kecacingan, dan dapat memengaruhi status
IΓ>Γ^ Λ Oirectoryof
OPEN ACCESS . J -J/kJ journals kecacingan seseorang. Oleh karena itu, pengetahuan yang rendah mengenai kecacingan dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi kecacingan pada seseorang.13
Hal lain yang berperan penting dari prevalensi rendah (0%) infeksi STH pada siswa SDN 4 Sulangai adalah riwayat pengobatan cacing yang dilakukan di sekolah. Berdasarkan data yang diberikan oleh Puskesmas Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, sebagai pemegang program pemberian pengobatan cacing pada siswa sekolah dasar, dikatakan bahwa siswa SDN 4 Sulangai sudah mulai rutin diberikan pengobatan cacing setahun sekali sejak tahun 2015 pada bulan Agustus, berlanjut sampai tahun berikutnya. Hal ini memiliki pengaruh pada rendahnya prevalensi infeksi STH di SDN 4 Sulangai.
SIMPULAN
Prevalensi infeksi STH di SDN 4 Sulangai adalah 0% (tidak ada siswa yang terinfeksi STH). Rendahnya prevalensi infeksi STH di SDN 4 Sulangai dapat dipengaruhi oleh perilaku siswa dalam menjaga kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, serta riwayat pengobatan cacing yang sudah mulai rutin didapatkan oleh siswa SDN 4 Sulangai dari puskesmas pemegang program sejak bulan Agustus 2015.
JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019
Osfrita
Tingkat pengetahuan siswa SDN 4 Sulangai mengenai infeksi STH adalah cukup baik. Terkait dengan hal itu, sekolah diharapkan bisa menjaga dan meningkatan sanitasi lingkungan terutama kebersihan makanan di kantin sekolah, serta mengajarkan siswa tentang perilaku hidup sehat untuk melindungi siswa dari infeksi penyakit seperti STH.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kealey A, Smith R. Neglected Tropical Diseases: Infection, Modeling, and Control. Journal of Health Care for the Poor and Underserved. [Online]. 21/613, 53-69.
Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20173 255 [diakses 25 Juni 2015].
-
2. Ministry of Health Indonesia. Neglected Tropical Diseases in Indonesia. An Intergrated Plan of Action. 2015.
-
3. World Health Organization. Soil-Transmitted Helminthiases: Eliminating
Soil-Transmitted Helmnthiases as a Public Health Problem in Children. 2012. pp.1–90.
-
4. Sumanto D. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. MPH thesis, Universitas Diponegoro. 2010.
-
5. Sudarmaja IM, Swastika K, Diarthini LPE, Laksemi DAAS, Damayanti PAA.
ISSN: 2597-8012
I > . Λ DIRECTORY OF OPEN ACCESS
-
I. J Jl JOURNALS
Prevalence of Helminths Infection Among Elementary School Student in Bali Between 2004 to 2014. 7th Asean Congress of Tropical Medicine and Parasitology (ACTMP). Malang: Universitas Brawijaya. 2016.
-
6. Kapti IN, Ariwati L, Sudarmaja IM, Swastika K. The Effectivity of a Two Day Albendazole Treatment Against Trichuriasis Among School Children of SD 1-5 Plaga, Petang, Bali. 7th ASEAN Congress of Tropical Medicine and Parasitology (ACTMP). Malang: Universitas Brawijaya. 2016.
-
7. Anuar TS, Salleh FM, Moktar N. Soil-Transmitted Helminth Infections and Associated Risk Factors in Three Orang Asli Tribes in Peninsular Malaysia [Online]. 2014. 1/1, 1. Diunduh
dari:http://www.nature.com/srep/2014/1402 14/srep04101/pdf/srep04101.pdf [diakses 01 Juli 2015].
Pasirlangu Cisarua. 2013. Bandung:
Universitas Padjajaran
-
10. Purwandari R, Ardiana A, Wantiyah. Hubungan Antara Perilaku Mencuci Tangan Dengan Insiden Diare Pada Anak Usia Sekolah Di Kabupaten Jember. 2013. Jurnal Keperawatan, 4(2), P.125.
-
11. Winita R, Mulyati, Astuty H. Upaya Pemberantasan Kecacingan di Sekolah Dasar. 2012. Makara Kesehatan, 16 (2), hal. 65–71.
-
12. Singh C, Zargar SA, Masoodi I, Shoukat A, Ahmad B. Predictors of Intestinal Parasitosis in School Children of Kashmir: A
Prospective Study. Trop Gastroenterol.
2010. 31(2):105–7.
-
13. Jusuf A, Ruslan, Selomo M. Gambaran Parasit Soil Transmitted Helminths dan Tingkat Pengetahuan, Sikap serta Tindakan Petani Sayur di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon. 2013. Makassar: Universitas Hasanudin.
-
8. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. 2009.
Jakarta: EGC. p. 7-8.
-
9. Andaruni A, Fatimah S, Simangunsong B.
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Infeksi
Cacingan Pada Anak di SDN 01
Discussion and feedback