HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN TINGKAT STRES KERJA PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DAN DEALER DWIJATI MOTOR DENPASAR
on
ISSN: 2597-8012
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.5,MEI, 2019
I∩∩δ ∣⅛⅛⅛ye≡⅛ ^^^rιta
I—∖U JOURNALS
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN TINGKAT STRES KERJA
PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DAN DEALER DWIJATI MOTOR
DENPASAR
Made Me Lina Kenwa1, I Made Wiranadha2, Agus Rudi Asthuta2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan Kepala dan Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar
Email : [email protected]
ABSTRAK
Paparan kebisingan saat ini dapat dijumpai diberbagai tempat tak terkecuali tempat kerja. Adanya paparan kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan auditori maupun non-auditori pekerja. Salah satu gangguan non-auditori dari paparan kebisingan yang dapat mengganggu kinerja pekerja adalah stres kerja. Akan tetapi, jumlah penelitian mengenai intensitas kebisingan dan tingkat stres kerja di Indonesia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja pada pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebesar 30 orang pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. Pengumpulan data intensitas kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter dan data tingkat stres kerja dengan menggunakan kuesioner The Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji univariat dan uji bivariat dengan Chi Square Test. Hasil uji Chi Square hubungan intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja memperoleh nilai p value sebesar 0.464 (p > 0.05) dengan besar prevalence risk (PR) sebesar 1.313. Hasil analisis tersebut berarti tidak signifikan maka Ho diterima dan Ha ditolak. Simpulan yang dapat diambil adalah tidak terdapat hubungan antara intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja pada pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar.
Kata kunci : Intensitas Kebisingan, Tingkat Stres Kerja
ABSTRACT
Nowadays, noise exposure can be found in any setting of places including workplace. Noise exposure in workplace can give negative side effects to worker’s auditory and non-auditory health. One of the non-auditory health effects of noise exposure is work-related stress that can disrupt worker performance. However, number of research related noise intensity and work-related stress level in Indonesia is still limited. So, the aim of this research was to know whether there is association between the intensity of noise with the level of work-related stress on workers in Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. This research was analytic observational research with cross sectional study design. The research sample determination was using purposive sampling technique with sample size is 30 workers of Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. The collection of noise intensity data was done by using sound level meter and work-related stress level data by using The Depression Anxiety Stress Scale (DASS) questionnaire. The further data analysis used univariate test and bivariate test with Chi Square Test. Chi Square test result of association of noise intensity with work-related stress level obtained p value of 0.464 (p > 0.05) with prevalence risk (PR) of 1.313. The analysis results were not significant so that Ho accepted and Ha rejected. The conclusion of this research is there is no
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
association between noise intensity with work-related stress level on workers in Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar.
Keywords : Noise Intensity, Work-related Stress
PENDAHULUAN
Tempat kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti suhu, pencahayaan, kelembaban, dan suara.1,2 Jika tindakan kontrol, misalnya kontrol suara, tidak dilakukan3, hal ini dapat menimbulkan paparan suara yang tidak dinginkan yaitu kebisingan.4,5 Industri seperti pabrik tekstil, pabrik penggilingan, industri besi dan baja, bengkel pemeliharaan pesawat dan lainnya paling umum terpapar kebisingan.6 Paparan kebisingan kronis dapat mengganggu fungsi pendengaran seperti kehilangan pendengaran dan tinitus.7,8 Perusakan pendengaran telah mempengaruhi 275 juta orang dan 80% diantaranya dari negara berpendapatan kecil dan menengah.9 Sekitar 30 juta orang di Amerika Serikat terpapar kebisingan berbahaya dari pekerjaannya setiap tahun.10
Kebisingan juga dapat mengganggu kesehatan non-auditori seperti gangguan fisiologis tubuh, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi.11 Beberapa studi telah menunjukkan adanya hubungan paparan kebisingan dengan munculnya stres psikologis pada pekerja industri.2 Menurut Environmental Expert Council (EEC) of Germany, kebisingan adalah sumber utama dari stres parah.12 Berdasarkan Labour Force Survey (LFS), jumlah total kasus stres kerja, depresi atau cemas sekitar 488.00 kasus pada tahun 2015/2016 dan prevalence rate mencapai 1510 per 100.000 pekerja di Britania Raya.13 Namun, saat ini belum ada data pasti jumlah pekerja yang mengalami stres kerja di Indonesia dan Bali apalagi stres kerja akibat dari paparan kebisingan sehingga sulit untuk mengevaluasi dampak kesehatan dari lingkungan kerja.
Beberapa penelitian terkait paparan kebisingan dengan stres kerja mulai bermunculan di Indonesia. Akan tetapi, penelitian tersebut masih terbatas dibeberapa jenis pekerjaan dan wilayah di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan tingkat
stres kerja pada pekerja yaitu di Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan studi cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 30 pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu pekerja berusia di atas 16 tahun, pekerja yang mendapatkan paparan kebisingan selama bekerja serta pekerja yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan menyetujui inform consent sedangkan kriteria ekslusi yaitu pekerja yang memiliki riwayat atau pengobatan terkait gangguan kejiwaan dan pekerja yang tidak dapat mengikuti proses pengambila data.
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu intensitas kebisingan dan variabel terikat yaitu tingkat stres kerja. Intensitas kebisingan diukur menggunakan Sound Level Meter (SLM) Rion NL-20 yang selanjutnya dikelompokkan menjadi <85 dBA sebagai dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) dan >85 dBA sebagai diatas Nilai Ambang Batas (NAB). Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan selama 7 hari pada puncak kebisingan dengan pengulangan 3 kali pengukuran. Tingkat stres kerja didapatkan melalui pengisian kuesioner The Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Skor kuesioner sebesar 0-14 termasuk kelompok normal atau tidak stres sedangkan kelompok stres terdiri dari skor 15-18 termasuk stres ringan, skor 19-25 termasuk stres sedang dan skor 26-33 termasuk stres parah. Setelah pengambilan data primer dilakukan pengolahan data dan analisis bivariat hubungan antarvariabel menggunakan software SPSS versi 21. Hasil analisis data ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel.
HASIL
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2017 hingga bulan Desember 2017 di Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Denpasar. Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan di ruang showroom dan ruang tunggu dealer, ruang administrasi, ruang tunggu bengkel, dan ruang reparasi bengkel.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel
Karakteristik n (%)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
20 (66,7) 10 (33,3) |
Usia | |
Remaja (17-25 tahun) |
17 (56,7) |
Dewasa (26-45 tahun) |
13 (43,3) |
Status Pernikahan | |
Belum |
17 (56,7) |
Sudah |
13 (43,3) |
Masa Kerja | |
Baru (<10 tahun) |
25 (83,3) |
Lama (>10 tahun) |
5 (16,7) |
Bagian Pekerjaan | |
Admin |
5 (16,6) |
Customer service |
2 (6,7) |
Front desk |
2 (6,7) |
Sales |
3 (10,0) |
Kasir |
2 (6,7) |
Mekanik |
16 (53,3) |
Distribusi karakteristik sampel tertera dalam tabel 1. Pekerja bengkel motor dan dealer didominasi oleh laki-laki yaitu 20 orang (66,7%). Rentang usia remaja (usia 17-25 tahun) terdistribusi lebih banyak (56,7%) dimana usia termuda yaitu 18 tahun dan usia tertua yaitu 38 tahun. Sebanyak 17 orang (56,7%) pekerja berstatus belum menikah. Dari masa kerja, sejumlah 25 orang (83,3%) pekerja memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun. Mekanik bengkel motor berjumlah 16 orang (53,3%) pekerja sedangkan sisa pekerja lainnya bekerja sebagai non-mekanik.
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Intensitas Kebisingan
Intensitas Kebisingan |
n (%) |
Di atas NAB |
16 (53,3) |
Di bawah NAB |
14 (46,7) |
Tabel 3. Proporsi Tingkat Stres Kerja Sampel
Stres Kerja |
n (%) |
Tidak stres Normal (skor 0-14) |
15 (50) |
Stres Stres ringan (skor 15-18) |
7 (23,3) |
Stres sedang (skor 19-25) |
6 (20) |
Stres parah (skor 26-33) |
2 (6,7) |
Tabel 2 memuat distribusi pekerja berdasarkan intensitas kebisingan di ruang kerja. Sebanyak 16 orang (53,3%) mekanik terpapar kebisingan dengan intensitas di atas 85 dBA, dengan rerata hasil pengukuran sebesar 88,5 dBA, selama 8 jam bekerja di ruang reparasi bengkel. Sejumlah 14 orang (46,7%) pekerja yang bekerja di tiga ruang yang berbeda yaitu ruang showroom dan ruang tunggu dealer, ruang administrasi, dan ruang tunggu bengkel selama 8 jam terpapar kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA dengan rerata hasil pengukuran di bawah 65 dBA. Proporsi tingkat stres kerja sampel pada tabel 3 diperoleh melalui pengisian kuesioner DASS. Sejumlah 15 (50%) pekerja yang mendapat skor 0-14 masuk kedalam kelompok tidak stres. Kelompok stres terdiri dari pekerja yang masuk dalam kategori stres ringan, stres sedang, dan stres parah dengan jumlah total 15 (50%) pekerja.
Data-data pada tabel 2 dan tabel 3 selanjutnya dilakukan analisis bivariat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat menggunakan uji Chi Square dalam tabel 2x2. Tabulasi silang terdapat pada tabel 4. Berdasarkan hasil uji statistik, risiko pekerja yang terpapar kebisingan di bawah NAB untuk mengalami stres kerja yaitu sebesar 1,313 kali dari pekerja yang terpapar kebisingan di atas NAB. Rentang risiko 95% Confidence Interval (CI) yaitu antara 0,624-2,760. Akan tetapi, besar p value yang diperoleh yaitu sebesar 0,464 (p> 0,05) yang merupakan nilai yang tidak bermakna dan menunjukkan hipotesis nol diterima. Hal tersebut menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara intensitas kebisingan dengan stres kerja pada pekerja Bengkel dan Dealer Dwijati Motor Denpasar.
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Tabel 4. Hasil Uji Chi Square Intensitas Kebisingan dengan Tingkat Stres Kerja Pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar
Kategori Stres Kerja
Intensitas Kebisingan |
Tidak Stres n (%) |
Stres n (%) |
Total n (%) |
P value |
Prevalence Risk |
Di atas NAB |
9 (56,2) |
7 (43,8) |
16 (100) | ||
Di bawah NAB |
6 (42,9) |
8 (57,1) |
14 (100) |
0,464 |
1,313 |
Total |
15 (50) |
15 (50) |
30 (100) |
PEMBAHASAN
Kebisingan masih menjadi salah satu masalah lingkungan serius dan dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti penyakit kardiovaskular, gangguan tidur, gangguan kognisi, gangguan pendengaran, dan annoyance.14 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996 menetapkan baku tingkat kebisingan perkantoran dan perdagangan sebesar 65 dBA serta industri sebesar 70 dBA.15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85 dBA selama maksimal 8 jam per hari atau 40 jam seminggu.16 Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan, ruang showroom dan ruang tunggu dealer, ruang administrasi, dan ruang tunggu bengkel terpapar kebisingan di bawah 65 dBA selama 8 jam per hari yang berarti masih dalam batas normal. Ruang reparasi bengkel terpapar kebisingan di atas 85 dBA selama 8 jam per hari yang berarti telah melebihi NAB kebisingan yang ditentukan pemerintah. Paparan kebisingan di ruang reparasi bengkel sebesar sekitar 88 dBA hendaknya memiliki waktu pajanan 4 jam per hari sesuai dengan Kepmenaker Nomor 51 Tahun 1999.16
Saat ini belum tersedia data terkait prevalensi stres kerja pada tenaga kerja di Indonesia maupun di Bali. Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat data prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia sebesar 6% dan di Bali sebesar 4,4%.17 Akan tetapi, data tersebut bersifat umum dan tidak terdapat data prevalensi yang spesifik.
Berdasarkan data hasil penelitian di atas, intensitas kebisingan tidak berhubungan dengan stres kerja (p > 0,05) pada pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar.
Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian oleh Budiman et.al. Pada penelitian Budiman, terdapat hubungan antara intensitas kebisingan dengan stres kerja pada pekerja kantor Bandara Domini Eduard Osok Sorong (p<0,05). Pekerja yang mendapatkan paparan kebisingan dalam rentang >85 dBA lebih banyak mengalami stres kerja berat.18 Selain itu, penelitian oleh Dyah dan Adriyani mendapatkan bahwa kebisingan menyebabkan stres serta menimbulkan gejala fisik dan gejala emosi, seperti perasaan mudah marah dan mudah lupa, pada responden.19
Kebisingan merupakan salah satu stressor lingkungan yang dapat mempengaruhi sistem endokrin dan sistem saraf otonom jika terjadi paparan di atas 65 dBA setiap hari dalam jangka waktu lama atau paparan akut pada intensitas di atas 80-85 dBA. Kebisingan yang disertai getaran atau frekuensi rendah lebih cenderung menimbulkan annoyance yang dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stres.20 Sebuah penelitian juga menunjukkan rentang paparan 55-65 dBA menyebabkan gangguan berupa gangguan psikologis, gangguan kenyamanan, gangguan komunikasi, dan gangguan konsentrasi.21 Akan tetapi, adanya peningkatan paparan intensitas kebisingan bukan menurunkan tingkat annoyance melainkan akan meningkatkan tingkat annoyance yang dialami.22
Paparan kebisingan di tempat kerja dapat menstimulasi pengeluaran “hormon stres” seperti katekolamin dan kortisol. Pengeluaran hormon-hormon tersebut dapat mengaktifkan mekanisme stress dan dapat menyebabkan gangguan mood jika terdapat rangsangan fisiologis lain.23 Paparan kebisingan yang mendadak, tidak terprediksi, dan tidak dikenali sebelumnya dapat menimbulkan respon tubuh berupa reaksi fight or flight,20,24 respon orientasi, dan refleks terkejut.22 Respon-respon tersebut merupakan respon perlindungan diri terhadap
Il—∖/—∖ λ j Directoryof OPEN ACCESS I_√ JOURNALS
adanya ancaman yang berupa kebisingan.22,24 Respon yang berbeda akan muncul jika terjadi paparan kebisingan dalam jangka waktu yang cukup lama dimana tubuh telah mengenali papapran kebisingan tersebut dan
menganggapnya bukan sebagai sebuah ancaman. Akan tetapi, paparan kebisingan berulang justru akan memunculkan perasaan terganggu dalam melakukan aktivitas di lingkungan bising yang dapat disebut juga dengan annoyance.22 Mekanisme adaptasi yang tidak berjalan dengan baik dapat menyebabkan kelelahan fisik maupun mental24 dikarenakan gangguan sekresi hormon dan defeat reaction pada sistem saraf yang kelelahan.22
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa 9 orang dari 16 orang pekerja yang mendapat paparan kebisingan di atas NAB tidak mengalami stres kerja sedangkan 8 orang dari 14 orang pekerja yang mendapat paparan kebisingan di bawah NAB mengalami stres. Kondisi tersebut kemungkinan terjadi akibat pengaruh beberapa faktor seperti durasi paparan, karakteristik dari kebisingan, karakteristik aktivitas yang terganggu kebisingan, perasaan takut terhadap sumber kebisingan, kemampuan mengendalikan kebisingan, dan sensitivitas terhadap kebisingan.20 Sebuah penelitian menyebutkan bahwa orang dapat tidak merasa terganggu terhadap kebisingan dikarenakan memiliki kemampuan adaptasi terhadap stres yang baik atau telah terjadi peningkatan Nilai Ambang Dengar atau bahkan telah terjadi ketulian akibat bising sehingga tidak merasa terganggu terhadap kebisingan yang ada.19 Sebuah penelitian di Korea Selatan mengenai sensitivitas terhadap kebisingan menunjukkan bahwa orang dengan sensitivitas tinggi terhadap kebisingan lebih mudah mengalami annoyance dan emosi negatif, seperti stres, akibat paparan kebisingan dibandingkan orang dengan sensitivitas rendah terhadap kebisingan pada paparan kebisingan yang sama.25
Interaksi antara pekerja dan kondisi pekerja menjadi dasar terjadinya stres kerja dimana karakteristik pekerja dan kondisi pekerjaan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya stres kerja.26 Kebisingan di tempat kerja hanyalah salah satu bahaya yang berhubungan dengan stres di tempat kerja akibat kurangnya kontrol terhadap lingkungan kerja27
sehingga tidak dapat dijadikan penyebab utama terjadinya stres kerja di tempat kerja yang terpapar bising dan perlu untuk mengevaluasi faktor lainnya. Michie mengatakan karakteristik inividu seperti jenis kepribadian, ada tidaknya stressor keluarga, krisis kehidupan ikut berperan dalam munculnya stres kerja. Pekerja dengan kepribadian yang sangat kompetitif, mudah tertekan dan bereaksi secara emosional terhadap suatu situasi lebih rentan untuk mengalami stres kerja. Penilaian pekerja terhadap suatu ancaman penyebab stres di tempat kerja dan kemampuan koping pekerja juga ikut menentukan tingkat stres yang terjadi dan managemen terhadap stres tersebut.24 Selain karakteristik individu, konten dan konteks pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja. Faktor-faktor di tempat kerja yang diketahui berhubungan dengan timbulnya stres kerja maupun berisiko terhadap kesehatan antara lain beban pekerjaan berlebih, ketidakjelasan peran dan konflik dalam organisasi, pertanggungjawaban pekerja, dan pengembangan karir dari pekerja.27
Faktor sosiodemografi juga diperkirakan berhubungan dengan timbulnya stres kerja pada pekerja. Wanita dikatakan lebih berisiko mengalami stress kerja diakibatkan wanita memiliki beban tanggung jawab keluarga yang lebih besar dan cenderung menilai negatif suatu kondisi stres yang dialaminya.28,29 Risiko terjadinya stres kerja juga dialami oleh pekerja yang telah menikah dikarenakan adanya beban tanggung jawab keluarga yang meningkat sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan koping terhadap peningkatan permintaan kerja.29,30 Pekerja usia muda yang mendapatkan beban kerja emosional dan kurangnya dukungan berisiko untuk mengalami stres kerja. Kelompok pekerja usia tua dengan rentang waktu pelayan lebih lama juga berisiko mengalami tingkat stres yang lebih tinggi.29 Seiring dengan pertambahan usia, penilaian terhadap kondisi stres menjadi lebih positif dan kemampuan koping terhadap kondisi stres menjadi lebih baik.28 Dari segi masa kerja, pekerja dengan masa kerja lama dapat mengalami stres kerja yang lebih berat.18,31,32 Semakin lama masa kerja, beban pekerjaan baik fisik maupun psikologis dan kebosanan pekerja akan meningkat. Hal tersebut dapat menimbulkan ketegangan bagi pekerja apabila
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
ketrampilan pekerja tidak berkembang dengan baik dan adanya pengalaman kerja yang negatif.31 Jika paparan kebisingan terus terjadi pada suatu tempat kerja, pekerja yang memiliki masa kerja lama juga dapat mengalami gangguan kesehatan auditori maupun non-auditori yang lebih parah.32
SIMPULAN
Prevalensi stres kerja pada pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar sebesar 50% (15 pekerja) dan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja pada pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar dengan nilai p value sebesar 0,464 (p > 0,05) dan nilai prevalence risk (PR) sebesar 1,313 kali.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Authority S and H. Ergonomics in the
Workplace. Heal Saf Auth. [Internet]. [cited 2015 Jul 1]. Available from : http://www.hsa.ie/eng/Publications_and_ Forms/Publications/Occupational_Health /Ergonomics.pdf
-
2. Akbari J, Dehghan H, Azmoon H,
Forouharmajd F. Relationship between Lighting and Noise Levels and Productivity of the Occupants in Automotive Assembly Industry. Environ Public Heal. 2013;2013:1–5.
-
3. OSHA. Safety and Health Topics |
Occupational Noise Exposure [Internet]. [cited 2015 Jul 1]. Available from: https://www.osha.gov/SLTC/noisehearin gconservation/
-
4. Tabraiz S, Ahmad S, Shehzadi I, Asif
MB. Study of physio-psychological effects on traffic wardens due to traffic noise pollution; exposure-effect relation. J Environ Heal Sci Eng. 2015;13(30):1–8.
-
5. Marsh JE, Ljung R, Nöstl A, Threadgold
-
E, Campbell TA. Failing to get the gist of what ’ s being said: background noise impairs higher-order cognitive
processing. 2015;6(May):1–10.
-
6. Gerges S, Sehrndt G a, Parthey W. Noise
Sources. Occup Expo to noise Eval Prev Control. 2001;103–24.
-
7. Han LM, Haron Z, Yahya K, Bakar SA.
A Stochastic Simulation Framework for the Prediction of Strategic Noise Mapping and Occupational Noise Exposure Using the Random Walk Approach. PLoS One. 2015;10(4):1–28.
-
8. Basner M, Babisch W, Davis A, Brink M,
Clark C, Janssen S, et al. Auditory and non-auditory effects of noise on health. Lancet. 2014;383(9925):1325–32.
-
9. Chadambuka A, Mususa F, Muteti S.
Prevalence of noise induced hearing loss among employees at a mining industry in Zimbabwe. Afr Health Sci.
2013;13(4):899–906.
-
10. Liu Y, Wang H, Weng S, Su W, Wang X. Occupational Hearing Loss among Chinese Municipal Solid Waste Landfill Workers : A Cross-Sectional Study. PLoS One. 2015;10(6):1–10.
-
11. Luxson M, Darlina S, Kebisingan K. Kebisingan di Tempat Kerja. J Kesehat Bina Husada. 2010;6(2):75–85.
-
12. Fooladi MM. Involuntary and Persistent Environmental Noise Influences Health and Hearing in Beirut , Lebanon. J Environ Public Health. 2012;2012:1–7.
-
13. Buckley P. Work related Stress , Anxiety and Depression Statistics in Great Britain 2016. Health and Safety Executive Statistics. 2016.
-
14. World Health Organization. Burden of disease from environmental noise. Copenhagen: WHO Regional Office for Europe; 2011. 1-106.
-
15. Hidup MNL. Keputusan Menteri lingkungan Hidup Tentang Baku Tingkat Kebisingan. 1996.
-
16. Kerja MT. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep - 51 / Men / I999. 1998.
-
17. Kesehatan BP dan P. RISET KESEHATAN DASAR: RISKESDAS 2013. 2013.
-
18. Budiman A, Muis M, Wahyuni A. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Stres Kerja pada Pekerja Kantor Bandara Domini Eduard Osok Sorong. 2014;1–9.
-
19. Dyah E, Adriyani R. Stress Akibat Kerja pada Tenaga Kerja yang Terpapar Bising. Indones J Public Heal. 2007;4(2):59–63.
-
20. Goines L, Hagler L. Noise Pollution: A Modern Plague [Internet]. South Medical Journal. 2007 [cited 2018 Jan 22]. p. 287– 94. Available from:
https://www.medscape.com/viewarticle/5 54566_3
-
21. Ikron, Djaja IM, Wulandari RA. Pengaruh Kebisingan Lalulintas Jalan Terhadap Gangguan Kesehatan
Psikologis Anak Sdn Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Propinsi Dki Jakarta, 2005. Makara, Kesehat. 2007;11(1):32–7.
-
22. Rylander R. Noise, stress and annoyance.
∣n∩∆ p⅛≡=⅛ C>sTnta
I_7V>∕—∖U JOURNALS
Noise Vib Worldw. 2006;(June):9–13.
-
23. Stansfeld SA. Noise Effects on Health in the Context of Air Pollution Exposure. Int J Environ Res Public Health. 2015;12:12735–60.
-
24. Michie S. Causes and Management of Stress At Work. Occup Environ Med. 2002;59(1):67–72.
-
25. Park J, Chung S, Lee J, Sung JH, Cho SW,
Sim CS. Noise sensitivity, rather than noise level, predicts the non-auditory effects of noise in community samples: A population-based survey. BMC Public Health. BMC Public Health;
2017;17(1):1–9.
-
26. Stellman JM, International Labour Office. Encyclopaedia of occupational health and safety. International Labor Office; 1998.
-
27. Leka S, Griffiths A, Cox T. Work Organization & Stress. J Vocat Behav. 2004;(3):1–26.
-
28. Cohen S, Janicki-Deverts D. Who’s Stressed? Distributions of Psychological Stress in the United States in Probability Samples from 1983, 2006, and 2009. J Appl Soc Psychol. 2012;42(6):1320–34.
-
29. Marinaccio A, Ferrante P, Corfiati M, Tecco C Di, Rondinone BM, Bonafede M, et al. The relevance of sociodemographic and occupational variables for the assessment of work-related stress risk. BMC Public Health.
2013;13(1157):1–9.
-
30. Garima M, Kiran UV. Impact of Marital Status on Mental Health of Working Women. J Med Sci Clin Res. 2014;2(10):2594–605.
-
31. Budiyanto T, Pratiwi EY. Hubungan Kebisingan dan Massa Kerja terhadap Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja di Bagian Tenun ”Agung Saputra Tex” Piyungan Bantul Yogyakarta. J Kesmas. 2010;4(2):126–35.
-
32. Yulianto AR. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Nonauditory Akibat Kebisingan pada Musisi Rock. J Kesehat Masy 2013. 2013;2(1).
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Discussion and feedback