ISSN: 2597-8012

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.5,MEI, 2019

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

OsTnta


HUBUNGAN DEPRESI DAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT

GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BALI 2015

Luh Putu Feby Sriandari1, Cokorda Bagus Jaya Lesmana2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Bagian/SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Email: [email protected]

ABSTRAK

Depresi adalah masalah psikologis yang paling sering timbul pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis. Depresi dapat mempengaruhi kualitas hidup yang dapat mempengaruhi angka rawat inap dan mortalitas pasien. Penelitian analitik potong lintang dilakukan pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah. Responden yang memenuhi kriteria inklusi kemudian mengisi kuesioner BDI-II dan KDQOL-SF. Uji regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara depresi dan kualitas hidup. Seratus responden yang mengisi kuesioner terdiri dari 66 (66%) orang laki-laki. Rerata usia responden adalah 49,75±13,38 tahun, p=0,86. Angka prevalensi depresi sebesar 44%. Kualitas hidup pasien secara umum adalah buruk (55%). Depresi tidak berhubungan secara bermakna terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis. Depresi berat merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas hidup yang buruk (OR 8,00; p=0,062) diikuti depresi sedang (OR 2,67; p=0195) dan depresi ringan (OR 2,40; p=0,067). Angka prevalensi depresi sangat tinggi pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Semakin tinggi derajat depresi pasien maka dapat meningkatkan kemungkinan mendapat kualitas hidup yang buruk.

Kata kunci: depresi, kualitas hidup, hemodialisis, PGK, BDI-II, KDQOL-SF

ABSTRACT

Depressions are the most frequent psychological problem among patients with chronic kidney disease (CKD) who undergo hemodialysis. Depression can affect the quality of life of the patients. A cross sectional study was conducted in Sanglah Hospital with a total sample of a hundred respondents. Demographic and clinical data were documented. A self-administered BDI-II and KDQOL-SF were administered. Regression analysis was conducted. A hundred patients were interviewed. There were 66 (66%) males and 34 (34%) females. The mean age: 49,75±13,38 years, p=0,86. The prevalence of depression among the CKD patients was 44%. Overall the quality of life among the CKD patients was poor (55%). Further analysis showed that depression is not significantly correlated with quality of life. Severe depression is the predominant factor to poor quality of life (OR 8,00; p=0,062) followed by moderate depression (OR 2,67; p=0195) and mild depression (OR 2,40; p=0,067). Depression is highly prevalent among CKD patients who undergo hemodialysis. The higher the degree of depression, the higher the possibility of getting a poor quality of life.

Keywords: depression, quality of life, hemodialysis, CKD, BDI-II, KDQOL-SF

I!--∖(—x Λ I DIRECTORY OF

OPEN ACCESS I__V √j X~_J JOURNALS

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kelainan ginjal baik berupa kelainan struktural maupun fungsional yang dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau penanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi atau adanya penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan.1 Mengikuti kriteria dari The National Kidney Foundation (2009) PGK dibagi menjadi lima stadium, diklasifikasikan berdasarkan derajat dari fungsi ginjal pasien. Sampai stadium empat dari penyakit ini, pegobatan konservatif yang direkomendasikan sebagai terapi. Pada stadium yang lebih lanjut, ketika ginjal tidak bisa lagi mempertahankan homeostasis tubuh, pasien akan bergantung pada salah satu terapi pengganti ginjal: dialisis atau transplantasi ginjal. Di Indonesia hemodialis merupakan terapi pengganti utama pada pasien PGK yang berlangsung seumur hidup yang mungkin masih dapat memperpanjang usia pasien beberapa tahun lagi ketika pengobatan konservatif gagal.

PGK kini telah menjadi persoalan kesehatan serius masyarakat di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2002 penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sekitar 850.000 orang setiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini meduduki peringkat ke 12 untuk angka kematian dan peringkat ke 17 untuk angka kecacatan.1,2

Penurunan kualitas hidup terlihat jelas pada kelompok pasien yang telah menjalani hemodialisis dalam waktu yang

OsTnta lama. Kelompok pasien ini mengeluhkan banyak permasalahan yang terkait dengan kesempatan beraktivitas, beban biaya yang dikeluarkan, beban pembatasan konsumsi cairan, dan bahkan pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan.3

Depresi pada pasien dialisis dapat mempengaruhi mortalitas terlepas dari keteraturannya menjalani dialisis itu sendiri. Angka rawat inap pada pasien PGK dengan gangguan mental menjadi 1,5 – 3,0 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien penyakit kronik lainnya dan juga dikatakan bahwa depresi merupakan faktor resiko independen terhadap angka kematian pada pasien ini.1 Prevalensi pasti akan depresi pada pasien dialisis masih belum jelas. Angka depresi ini berkisar antara 10% -66%. Deviasi yang besar ini diduga akibat perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengakses gangguan depresif tersebut.4,5 Penelitian Kimmel (2001) mendapati prevalensi depresi dengan skor BDI > 10 mencapai 46,4%. Wilson dan Martin menggunakan skoring yang berbeda untuk mengakses depresi pada pasien hemodialisis, yaitu berturut-turut Beck Depression Inventory (BDI) dan Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Hasilnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan, yaitu 38,7% (BDI) dan 71,4% (HADS).6,7 Walaupun terdapat perbedaan dalam angka kejadian depresi ini, namun angka ini masih menggambarkan bahwa depresi sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis.

Sampai saat ini masih sedikit penelitian di Indonesia yang mengkaji kualitas hidup pasien PGK yang menjalani

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_> V√∕ A^√ JOURNALS hemodialisis, khususnya yang mengalami depresi. Kewaspadaan dan minat praktisi Indonesia     untuk     melihat     aspek

psikis/kejiwaan masih  kurang,  terutama

dalam keterkaitannya  terhadap  kualitas

hidup pasien. Peningkatan insiden dan prevalensi pasien PGK, tingginya angka kematian, dan meningkatnya biaya perawatan telah menjadi fokus penelitian PGK selama ini. Penatalaksanaan depresi yang paripurna dan optimal terhadap pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat menurunkan angka rawat inap dan mortalitas pasien.

Oleh karena itu, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran depresi dan kualitas hidup serta hubungan antara keduanya pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

BAHAN DAN METODE

Penelitian analitik potong-lintang dilakukan di tiga unit hemodialisis yang berada di RSUP Sanglah Denpasar. Keseluruhan proses penelitian dikerjakan pada bulan Februari 2015 - Agustus 2015. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien PGK yang sudah menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RSUP Sanglah selama lebih dari enam bulan, berumur antara 18 hingga 60 tahun, dan menjalani hemodialisis secara teratur 2 kali seminggu selama 4 jam. Sementara kriteria eksklusi adalah apabila responden tidak bersedia ikut serta dalam penelitian serta menderita gangguan mental organik atau psikotik. Penelitian dilakukan dengan persetujuan pasien, setelah terlebih dahulu

dijelaskan tentang gambaran umum penelitian. Seluruh pasien PGK yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi mengisi persetujuan secara tertulis untuk ikut ke dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas dan selanjutnya subjek penelitian mengisi kuesioner.

Tingkat depresi diukur menggunakan instrumen Beck Depression Inventory II (BDI-II) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hasil dari setiap kuesioner BDI-II yang diisi oleh penderita kemudian dinilai apakah memiliki nilai tidak ada depresi, depresi ringan, sedang atau berat. Sedangkan tingkat kualitas hidup diukur menggunakan instrumen Kidney Disease Quality of Life – Short Form (KDQOL-SF) versi 1,3. Pada pasien yang sama diberikan kuesioner KDQOL-SF dan dinilai apakah kualitas hidup penderita pada tahap baik atau buruk.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan peranti SPSS versi 21. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi karakteristik sosiodemografis pasien, tingkat depresi yang dialami, serta derajat kualitas hidup pasien. Hubungan antara tingkat depresi dengan derajat kualitas hidup menggunakan uji regresi logistik binari sederhana.

Kelainan etik untuk penelitian ini telah diperoleh dari Komisi Etika Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_> V√∕ A^√ JOURNALS

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada 100 responden diperoleh seluruh responden yang diteliti rata-rata berumur 49,75 atau 50 tahun. Responden terdiri atas 66 laki-laki (66%) dan 34 perempuan (34%). Responden yang sudah menikah berjumlah 90 orang (90%). Dilihat dari status pendidikan sebagian besar responden berpendidikan tinggi (66%) dan dilihat dari

status gizi sebagian responden memiliki status gizi yang normal (59%). Sebagian besar responden telah menjalani hemodialisis selama kurang dari 48 bulan (77%) dan responden yang memiliki penyakit penyerta berjumlah 80 orang (80%). Dilihat dari status pekerjaan sebagian besar responden memiliki pekerjaan yaitu sebesar 52%. Adapun hasil analisis univariat ini lebih jelasnya dijabarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Sosio-Demografis Pasien Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di      Rumah      Sakit      Umum      Pusat      Sanglah      Denpasar

Variabel

N (%)

Nilai p

Umur (Mean±SD)

(49,75±13,38)

0,858

Jenis Kelamin

Perempuan

34 (34)

Laki-laki

66 (66)

Status Pernikahan

Menikah

90 (90)

Belum menikah

7 (7)

Duda/Janda

3 (3)

Tingkat Pendidikan

Tinggi

66 (66)

Rendah

34 (34)

Status Gizi

Kurus

16 (16)

Normal

59 (59)

Pre Obese

25 (25)

Lama HD

<=48 bulan

77 (77)

>48 bulan

23 (23)

Penyakit Penyerta

Tidak ada

20 (20)

Ada

80 (80)

Status Pekerjaan

Bekerja

52 (52)

Tidak Bekerja

48 (48)

Gambaran proporsi depresi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan perolehan skor kuesioner BDI II menjadi tidak depresi, depresi ringan, depresi sedang, dan depresi berat yang lebih dirinci pada Tabel 2.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_/X—J/ X-J JOURNALS

Γ>sTnta


Tabel 2. Gambaran Proporsi Depresi Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar

Tingkat depresi

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Tidak depresi

56

56

Depresi

28

28

ringan Depresi sedang Depresi

9

9

7

7

berat

Total

100

100

Gambaran umum derajat kualitas hidup diklasifikasikan berdasarkan tingkatan

perolehan skor kuesioner KDQOL-SF menjadi baik dan buruk. Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil bahwa dari 100 responden yang diteliti sebesar 55% responden memiliki kualitas hidup yang buruk.

Tabel 3. Gambaran Proporsi Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Kualitas hidup

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Baik

45

45

Buruk

55

55

Total

100

100

Tabel 4 Uji Regresi: Hubungan antara Depresi dan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Tingkat Depresi

Kualitas hidup

P

OR

95% CI OR

Baik(%)

Buruk(%)

Lower

Upper

Tidak depresi (reff)

32(57)

24(43)

Depresi ringan

10(36)

18(64)

0,067

2,40

0,94

6,13

Depresi sedang

3(33)

6(67)

0,195

2,67

0,61

11,76

Depresi berat

1(14)

6(86)

0,062

8,0

0,90

70,92

Berdasarkan hasil uji statistik dengan melihat nilai p, antara tingkat depresi ringan, sedang dan, berat bila dibandingkan dengan responden yang tidak depresi tidak memiliki hubungan bermakna terhadap kualitas hidup responden. Namun, jika dilihat dari besar efek yang dapat ditimbulkan atau nilai OR, maka responden yang mengalami tingkat depresi ringan, sedang, dan berat dapat meningkatkan nilai OR untuk mendapatkan kualitas hidup yang buruk. Hal tersebut memiliki arti responden dengan tingkat depresi ringan meningkatkan peluang mengalami kualitas hidup buruk 2,4 kali dibandingakn dengan responden yang tidak depresi. Responden dengan tingkat depresi sedang meningkatkan peluang mengalami

kualitas hidup buruk 2,67 kali dibandingakn dengan responden yang tidak depresi. Sedangkan responden dengan tingkat depresi berat mempunyai peluang untuk meningkatkan seorang dengan PGK mengalami kualitas hidup buruk 8 kali dibandingakan dengan responden yang tidak depresi.

DISKUSI

Karakteristik Individu

Penyakit ginjal kronik bisa mengenai siapa saja. Penelitian ini menggambarkan distribusi karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, status gizi, lama hemodialisis, adanya penyakit penyerta dan

I!--∖(—x Λ I DIRECTORY OF

OPEN ACCESS I__V √j X~_J JOURNALS status pekerjaan. Umur pada pasien PGK umumnya adalah pasien dengan dewasa lanjut, hal ini dikarenakan sudah menurunnya fungsi metabolisme tubuh pada usia tersbut. Pada Tabel 1 terlihat rerata umur pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSUP Sanglah Denpasar adalah 49,75±13,38 tahun. Hal ini sejalan dengan survei oleh Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) dari 150 juta pasien PGK 49% berumur 35-55 tahun, 30% berumur diatas 56 tahun, dan yang paling sedikit adalah pasien dengan umur 15-34 tahun yaitu 21%.8 Penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta dan RS PGI Jakarta khusus pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis juga didapati rerata umur pasien adalah 44,12±11,2 tahun.9

Pada penelitian ini ditemukan proporsi jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 66 orang (66%), selebihnya     merupakan     perempuan.

Penelitian lain yang dilakukan pada Bulan Juli sampai November 2008 terhadap 250 pasien penderita end-stage renal disease juga menunjukkan proporsi laki-laki yang lebih banyak.7 Hal ini juga didapati pada penelitian sebelumnya oleh Nugrahaini (2006) di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta, dari 205 pasien PGK yang menjalani hemodialisis 70,5% adalah laki-laki dan ditemukan rerata kreatinin pada laki-laki yang lebih tinggi secara signifikan antara (p=0,020).9 Perbedaan proporsi pada jenis kelamin ini masih spekulatif, diduga ini karena faktor biologis dan kebiasaan mendatangi unit pelayanan kesehatan. Tetapi menurut penelitian National Kidney

OsTnta

Foundation pada tahun 2009, laki-laki memiliki faktor risiko hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hipertensi diketahui merupakan faktor risiko penyebab penyakit ginjal kronik. Faktor risiko PGK lainnya seperti diabetes mellitus, merokok, obesitas dan lain-lain juga ditemukan lebih banyak pada laki-laki.

Tingkat pendidikan pasien yang dominan adalah tingkat pendidikan tinggi sebanyak 66 orang (66%). Penelitian lain oleh Schmidt (2009) dari 698 pasien hemodialisis di 81 klinik di Inggris juga terlihat 374 orang (54%) diantaranya berpendidikan tamatan sekolah tinggi.10 Tetapi hal yang berbeda ditemukan pada penelitian oleh Spiegel (2005) di Taiwan dimana dari 497 pasien hemodialisis, hanya 19,7% pasien telah tingkatan sekolah atas, 62,2% pasien lainnya belum tamat pendidikan sekolah atas.11 Hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan ini berbeda tiap-tiap negara tergantung kemajuan negara tersebut dari segi pendidikannya.

Depresi dan Penyakit Ginjal Kronik

Suatu pengamatan klinis mengemukakan berbagai teori yang menyimpulkan bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres kronik lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien-pasien gangguan depresif. Suatu teori yang diajukan diantaranya mengemukakan bahwa stres yang menyertai episode pertama gangguan mood menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_> V√∕ A^√ JOURNALS perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal.4

Penelitian Kimmel (2001) dengan menggunakan BDI sebagai metode skrining depresi menemukan bahwa sebagian besar pasien hemodialisis mengalami depresi, yaitu dalam rentang sekitar 40,8%-52,1%.6 Hasil-hasil ini juga didukung oleh analisis sistematik dalam Schmidt et al (2009) yang menyatakan bahwa angka depresi pada pasien dialisis berkisar antara 10% - 66%.12 Penelitian dan teori sebelumnya ini sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu menggunakan instrumen BDI-II dengan proporsi depresi pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah sebesar 44% (n=100). Dalam kasus ini, diagnosis PGK dan keputusan untuk harus menjalani hemodialisis sepanjang hayat merupakan stresor kronik bagi pasien. Maka, pada pasien-pasien PGK ini akan didapat suatu proporsi depresi yang merupakan permasalahan tambahan bagi pasien.

Kualitas Hidup dan Penyakit Ginjal Kronik

Kualitas hidup adalah indikator penting yang diketahui dan diaplikasikan untuk menilai kondisi kesehatan dalam penelitian kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, mengumpulkan data kualitas hidup dapat membantu pembuatan rencana terapi, rehabilitasi, dan perawatan dalam membantu proses pengobatan menjadi lebih efisien. Penelitian ini mendapatkan bahwa dari 100 responden yang diteliti sebesar 55% responden memiliki kualitas hidup yang buruk dan sisanya yang memiliki kualitas

hidup yang baik hanya sebesar 45%. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan gambaran kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis yang menjalani HD di RSUP H. Adam Malik Tahun 2007 tergolong dalam kriteria buruk, yaitu dengan rerata skor tingkat kesehatan secara umum KDQOL-SF bernilai 56,46±11,19.8 Kualitas hidup pasien yang menjalani perawatan dialisis seringkali menurun karena kegiatan harian yang harus ditanggung atau dikurangi untuk menjalani perawatan. Waktu yang harus habiskan untuk menjalani perawatan menyebabkan pasien terpaksa mengubah kegiatan rutin kehidupannya, termasuk mengubah pola makan, pekerjaan, dan kebiasaan sebelumnya.

Hubungan antara Depresi dan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan melihat nilai p, antara tingkat depresi ringan, sedang dan, berat bila dibandingkan dengan responden yang tidak depresi diperoleh bahwa tidak ada hubungan bermakna terhadap kualitas hidup responden. Namun, semakin tinggi derajat depresi pasien maka dapat meningkatkan kemungkinan mendapat kualitas hidup yang buruk. Penelitian ini menemukan depresi berat sebagai faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas hidup yang buruk (OR 8,00; p=0,062) diikuti depresi sedang (OR 2,67; p=0195) dan depresi ringan (OR 2,40; p=0,067). Jika dilihat dari besar efek yang dapat ditimbulkan atau nilai OR, maka responden yang mengalami tingkat depresi ringan, sedang, dan berat

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_> V√∕ A^√ JOURNALS dapat meningkatkan nilai OR untuk mendapatkan kualitas hidup yang buruk. Itu artinya responden dengan tingkat depresi ringan meningkatkan peluang mengalami kualitas hidup buruk 2,4 kali dibandingakn dengan responden yang tidak depresi. Responden dengan tingkat depresi sedang meningkatkan peluang mengalami kualitas hidup buruk 2,67 kali dibandingkan dengan responden yang tidak depresi. Sedangkan responden dengan tingkat depresi berat mempunyai peluang untuk meningkatkan seorang dengan PGK mengalami kualitas hidup buruk 8 kali dibandingkan dengan responden yang tidak depresi.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Cengic (2010) di Provinsi Chaharmahal dan Bakhtiarui, Iran, yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara depresi dan kualitas hidup pada 171 pasien hemodialisis yang mereka teliti.2 Penelitian Wijaya (2015) di RSCM Jakarta dan RS PGI Cikini Jakarta dengan jumlah sampel 61 orang juga menunjukkan depresi berpengaruh secara bermakna terhadap kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis.9 Meskipun demikian risiko pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dan mengalami depresi cenderung memiliki kualitas hidup yang buruk. Masalah yang lebih serius seperti meningkatnya kasus kematian dan meningkatnya    hospitalisasi    menjadi

permasalahan selanjutnya pada pasien yang memiliki depresi. Sehingga dari penelitian ini, penulis menyarankan adanya perhatian khusus yang harus diberikan pada pasien yang menjalani hemodialisis agar tidak mengalami depresi yang kemudian


berkembang mengalami kualitas hidup yang


buruk.

SIMPULAN

Depresi tidak berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis (p>0,005). Namun, jika dilihat dari besar efek yang dapat ditimbulkan maka responden yang mengalami tingkat depresi ringan, sedang, dan berat memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas hidup yang buruk.

I!--∖f—∖ Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I∖^√ JOURNALS

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Andrade, C. P. & Sesso, R. C., 2012. Depression in Chronic Kidney Disease and Hemodialysis Patients. Journal of Psychology, 3 (11), 974-977.

  • 2.    Cengic B, Resic H. 2010. Depression in hemodialysis patients. Bosnian journal of basic medical sciences. (Suppl. 1); S73-S78.

  • 3.    Chilcot, J., Wellsted, D., Silva-Gane, M.D., and Farrington, K.,  2008.

Depression on Dialysis. Nephron Clin Pract 108: c256-c264.

  • 4.    Kaplan, H.I., Saddock, B.J, and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri: Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid I. Tangerang: Bina Rupa Aksara.

  • 5.    Kilzieh, N., Rastam, S., Maziak, W., and Ward, K.D., 2008. Comorbidity of Depression with Chronic Disease: A Population-based Study in Aleppo, Syria. Int J Psychiatry Med 38(2): 169184.

  • 6.    Kimmel, P.L.,  2001. Psychosocial

Factors in Dialysis Patients. Kidney International vol. 59: pp. 1599-1613.

  • 7.    National Kidney Foundation, 2009. Association of Level of GFR with Indices of Functioning and Well-being. New York:   National Kidney

Foundation.        Tersedia        di:

http://www.kidney.org/professionals/K doqi/guidelines_ckd/p6_comp_g12.ht m. [diunduh : 12 December 2014]

  • 8.    Roesli, R., 2008. Hipertensi, Diabetes, dan Gagal Ginjal di Indonesia. Dalam: Lubis, F.R., et al (eds). 2008.

Hipertensi dan Ginjal. USU Press, Medan: 95-108.

  • 9.    Wijaya, A.,  2015. Kualitas Hidup

Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani     Hemodialisis      dan

Mengalami Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tersedia                             di:

http://www.digilib.ui.ac.id//file?file=di gital/108527-T%2021408-

Kualitas%20hidup.pdf. [diunduh: 10 December 2014]

  • 10.    Schmidt, R.J. and Holley, J.L., 2009. Psychiatric Illness in Dialysis Patients. UpToDate literature review version 17.3.

  • 11.    Spiegel, D.M.,  2005. The Patient

Receiving Chronic Renal Replacement with Dialysis. In: Schrier, R.W., ed. Manual of Nephrology Seventh Edition. Philadelphia,    USA:     Lippincott

Williams and Wilkins, 194.

  • 12.    Mailloux, L.U. and Hendrich, W.L., 2009.    Patient Survival and

Maintenance Dialysis. UpToDate literature review version 17.3.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum