FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEJANG DEMAM BERULANG PADA ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR
on
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.4 APRIL, 2019
I!--∖z—S A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I\~_J JOURNALS
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEJANG DEMAM BERULANG PADA ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR
Made Sebastian Dwi Putra Hardika1, Dewi Sutriani Mahalini2
-
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar
Email : [email protected]
ABSTRAK
Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak berusia 6 bulan-5 tahun. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali kejadian kejang demam berulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan rancangan cross sectional. Pendekatan retrospektif berdasarkan data dari rekam medis pasien kejang demam yang dirawat periode Januari 2014-Juli 2015 digunakan untuk memperoleh sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 38 (33,9%) dari total 112 sampel yang terlibat mengalami kejang demam berulang. Hasil penelitian mendapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara usia saat kejang demam pertama (p=0,031) dan riwayat keluarga dengan kejang demam (p=0,009) terhadap terjadinya kejang demam berulang. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa usia <12 bulan saat kejang demam pertama (p=0,019) dan riwayat keluarga dengan kejang demam (p=0,008) bermakna secara statistik untuk kejadian kejang demam berulang pada anak. Dapat disimpulkan bahwa kejang demam pertama pada usia <12 bulan dan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam (first degree relative) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah Denpasar.
Kata kunci: anak, kejang demam berulang, riwayat keluarga, usia saat kejang demam pertama
ABSTRACT
Febrile seizures are the most common neurological disorders in children aged 6 months-5 years. Approximately one-third of cases with febrile seizures will have at least one episode of recurrence. The aim of this study is to determine the factors associated with the incidence of recurrent febrile seizures in children. This study was conducted at Sanglah Hospital Denpasar by using cross sectional design. The retrospective approach retrieves data from medical records of patients with febrile seizures, from January 2014-July 2015 used to obtain research samples that meet the criteria for inclusion and exclusion. Among 112 samples involved in this study, 33.9% (38 samples) had recurrent febrile seizures. Results of the study found that there were significant differences between age at first febrile seizures (p=0.031) and family history with febrile seizures (p=0.009) with recurrent febrile seizures. Logistic regression analysis showed that age <12 months at first febrile seizures (p=0.019) and family history with febrile seizures (p=0.008) were statistically significant associated with the incidence of recurrent febrile seizures in children. It can be concluded that age <12 months at first febrile seizures and family history with febrile seizures (first degree relative) are factors associated with the incidence of recurrent febrile seizures in children at Sanglah Hospital Denpasar.
Keywords: children, recurrent febrile seizures, family history, age at first febrile seizures
PENDAHULUAN
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya.1 Secara umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana (KDS), yang mencakup hampir 80% kasus dan kejang demam kompleks (KDK).2,3 Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling banyak terjadi pada anak, mengenai 2-5% anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun dengan puncak onset antara usia 18-22 bulan.3,4
Di Indonesia belum ada data mengenai insiden kejang demam. Beberapa rumah sakit telah melaporkan jumlah temuan kasus kejang demam, seperti di Rumah Sakit Umum (RSU) Bangli dari Januari-Desember 2007 sebanyak 47 kasus kejang demam5, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang pada Januari 2008-Maret 2009 mendapatkan 82 kasus6, dan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta dari tahun 20082010 sebanyak 86 kasus.7
Prognosis kejang demam umumnya baik, namun bangkitan kejang demam dapat membawa kekhawatiran yang sangat besar bagi orang tuanya.1 Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kejadian berulangnya kejang demam pada anak berhubungan dengan riwayat keluarga dengan kejang demam, usia saat kejang demam pertama, suhu rendah saat kejang demam pertama, jarak antara munculnya kejang dengan onset demam, atau terdapat kejang demam kompleks.2,3 Sekitar sepertiga
dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali rekurensi.2,8 Risiko berulangnya kejang demam sekitar 60% setelah kejang demam pertama, 75% diantaranya terjadi dalam waktu satu tahun pertama.1,2 Akan tetapi, masih cukup banyak orang tua yang tidak peka dengan tanda kejang dan risiko berulangnya kejadian kejang demam.9
Adanya risiko terjadinya kejang demam berulang pada anak serta masih kurangnya penelitian mengenai kejang demam berulang di Indonesia membuat peneliti meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah Denpasar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross-sectional dan dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan pendekatan retrospektif berdasarkan data dari buku register dan rekam medis pasien kejang demam pada bulan Januari 2014-Juni 2015. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-September 2015.
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien kejang demam di Bali dengan populasi terjangkau, yaitu semua pasien kejang demam di RSUP Sanglah Denpasar selama Januari 2014-Juni 2015. Kriteria inklusi adalah semua pasien kejang demam berusia 660 bulan di RSUP Sanglah Denpasar. Pasien dieksklusi bila terdapat gangguan perkembangan otak, didapatkan infeksi SSP, penggunaan anti konvulsan jangka panjang, serta faktor yang diteliti tidak tercantum pada data rekam medis. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dimana dari keseluruhan populasi terjangkau sebanyak 162
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
anak, dengan 112 subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini. Variabel yang diteliti antara lain kejang demam berulang, usia saat kejang demam pertama, jenis kelamin, suhu saat kejang, tipe kejang, durasi kejang, berat lahir, riwayat asfiksia saat lahir, lingkar kepala, status gizi, riwayat keluarga, dan klasifikasi kejang demam.
Analisis data meliputi analisis univariat (deskriptif), analisis bivariat (uji chi-square), serta analisis multivariat (uji regresi logistik). Besarnya variabel faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang, dinyatakan sebagai rasio prevalensi (RP). Pengaruh variabel tersebut dianalisis secara multivariat menggunakan uji regresi logistik dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Data dianalisis dengan bantuan software SPSS versi 16.0.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Pasien n (%) n = 112
Usia saat kejang demam pertama
Lingkar kepala | |
Abnormal |
13 (12,5) |
Normal |
98 (87,5) |
Status gizi | |
Kurang |
22 (19,7) |
Baik |
81 (72,3) |
Lebih |
9 (8) |
Riwayat keluarga | |
Ada |
16 (14,3) |
Tidak ada |
96 (85,7) |
Klasifikasi kejang demam | |
KDK |
108 (96,4) |
KDS |
4 (3,6) |
Kejang demam berulang | |
Ya |
38 (33,9) |
Tidak |
74 (66,1) |
<12 bulan |
49 (43,8) |
>12 bulan |
63 (56,2) |
Jenis kelamin | |
Laki-laki |
67 (59,8) |
Perempuan |
45 (40,2) |
Suhu saat kejang | |
<38,5oC |
57 (50,9) |
>38,5oC |
55 (49,1) |
Tipe kejang | |
Fokal |
22 (19,6) |
Umum |
90 (80,4) |
Durasi kejang | |
>15 menit |
26 (23,2) |
<15 menit |
86 (76,8) |
Berat lahir | |
<2500 gram |
6 (5,4) |
>2500 gram |
106 (94,6) |
Riwayat asfiksia saat lahir | |
Ada |
6 (5,4) |
Tidak ada |
106 (94,6) |
HASIL
Jumlah keseluruhan pasien kejang demam yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014-Juni 2015 sebanyak 162 anak, dimana hanya 112 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan rincian sebanyak 38 subjek (33,9%) dengan kejang demam berulang dan 74 subjek yang tidak. Subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dikarenakan oleh beberapa sebab, yaitu 20 subjek tidak memenuhi kriteria usia, 10 subjek didapatkan infeksi SSP, dan 20 subjek dengan data tidak lengkap pada rekam medis.
Karakteristik subjek penelitian dijabarkan pada Tabel 1. Usia saat pertama kali mengalami kejang demam lebih banyak terjadi pada usia >12 bulan (56,2%) dengan proporsi laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sebagian besar pasien mengalami tipe kejang umum (80,4%), durasi kejang <15 menit (76,8%), dan didiagnosis mengalami KDK (96,4%). Riwayat keluarga dengan kejang demam didapatkan pada 16 anak (14,3%).
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
Tabel 2. menunjukkan hasil analisis bivariat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang. Usia saat kejang demam pertama (p=0,031; RP=1,768) dan riwayat keluarga (p=0,009; RP=2,143) merupakan variabel-variabel yang secara statistik memiliki perbedaan bermakna terhadap kejadian kejang demam berulang. Untuk mengetahui hubungan variabel-variabel tersebut
dengan kejadian kejang demam berulang dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.
Tabel 3. menunjukkan bahwa kejang demam pertama pada usia <12 bulan (p=0,019) dan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam (p=0,008) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang karena secara statistik bermakna.
Tabel 2. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kejang Demam Berulang
Variabel Dependen |
Kejang Demam Berulang |
RP (IK 95%) |
Nilai p | |
Ya |
Tidak | |||
N (%) |
N (%) | |||
Usia saat kejang demam pertama |
0,031* | |||
<12 bulan |
22 (44,9) |
27 (55,1) |
1,768 (1,046 - 2,988) | |
>12 bulan |
16 (25,4) |
47 (74,6) | ||
Jenis kelamin |
0,606* | |||
Laki-laki |
24 (35,8) |
43 (64,2) |
1,151 (0,671 - 1,976) | |
Perempuan |
14 (31,1) |
31 (68,9) | ||
Suhu saat kejang |
0,144* | |||
<38,5oC |
23 (40,4) |
34 (59,6) |
1,48 (0,867 - 2,525) | |
>38,5oC |
15 (27,3) |
40 (72,7) | ||
Tipe kejang |
0,203* | |||
Fokal |
10 (45,5) |
12 (54,5) |
1,461 (0,842 - 2,536) | |
Umum |
28 (31,1) |
62 (68,9) | ||
Durasi kejang |
0,389* | |||
>15 menit |
7 (26,9) |
19 (73,1) |
0,747 (0,373 - 1,494) | |
<15 menit |
31 (36) |
55 (64) | ||
Berat lahir |
0,094§ | |||
<2500 gram |
0 (0) |
6 (100) |
- | |
>2500 gram |
38 (35,8) |
68 (64,2) | ||
Riwayat asfiksia saat lahir |
0,662§ | |||
Ada asfiksia |
1 (16,7) |
5 (83,3) |
0,477 (0,078 - 2,912) | |
Tidak ada asfiksia |
37 (34,9) |
69 (65,1) | ||
Lingkar kepala |
0,375§ | |||
Abnormal |
3 (21,4) |
11 (78,6) |
0,6 (0,213 - 1,693) | |
Normal |
35 (35,7) |
63 (64,3) | ||
Status gizi |
0,684§ | |||
Kurang |
2 (22,2) |
7 (77,8) |
0,889 (0,451 - 1,75) | |
Baik |
29 (35,8) |
52 (64,2) |
1,0 (reference) | |
Lebih |
7 (31,8) |
15 (68,2) |
0,621 (0,177 - 2,181) | |
Riwayat keluarga |
0,009* | |||
Ada |
10 (62,5) |
6 (37,5) |
2,143 (1,311 - 3,502) | |
Tidak |
28 (29,2) |
68 (70,8) | ||
Klasifikasi kejang demam |
1,000§ | |||
KDK |
37 (34,3) |
71 (65,7) |
1,37 (0,246 - 7,633) | |
KDS |
1 (25) |
3 (75) |
Catatan: *) Uji Pearson Chi-Square
§) Uji Fisher’s Exact
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
Tabel 3. Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kejang Demam Berulang
Variabel |
Exp (B) |
IK 95% |
Nilai p |
Usia saat kejang demam pertama | |||
<12 bulan >12 bulan Riwayat keluarga |
2,73 |
(1,176 - 6,338) |
0,019* |
Ada Tidak ada |
4,742 |
(1,5 - 14,988) |
0,008* |
Catatan: *) bermakna secara statistik
PEMBAHASAN
Penelitian ini mendapatkan 38 subjek (33,9%) dari total sampel penelitian mengalami kejang demam berulang. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia saat kejang demam pertama merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang. Usia anak <12 bulan saat pertama kali mengalami kejang demam mempunyai kemungkinan 2,73 kali lebih besar untuk mengalami rekurensi daripada anak berusia >12 bulan saat kejang demam pertama.
Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami minimal satu kali kejadian kejang demam berulang.2,8,10 Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan tingkat berulangnya kejadian kejang demam berkisar antara 20,9-65%.4,7,11,12 Dengan bertambahnya usia anak akan terdapat penurunan risiko untuk terjadinya kejadian kejang demam berulang.4 Hal ini terkait dengan kecenderungan anak berusia lebih muda memiliki tingkat maturasi otak yang belum sepenuhnya sempurna sehingga berdampak pada peningkatan kejadian kejang demam berulang.7,8,12
Kejadian kejang demam lebih banyak terjadi pada laki-laki, namun tidak didapatkan perbedaan yang bermakna terhadap kejadian kejang demam berulang menurut jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan Dewanti dkk.7, Reza dkk.8, dan Jeong dkk.13 juga menunjukkan hal
yang sama. Insiden kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi pada anak laki-laki dikarenakan proses maturasi sel termasuk sel saraf lebih cepat terjadi pada anak perempuan.7
Rata-rata suhu saat kejang pada subjek dengan kejang demam berulang yaitu 38,4oC, yang berarti sebagian besar subjek dengan kejang demam berulang memiliki suhu saat kejang <38,5oC. Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu saat kejang dengan kejadian kejang demam berulang, serupa dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Reza dkk.8 dan Jeong dkk.13 Gunawan dan Saharso menemukan bahwa suhu tubuh <38,5oC merupakan faktor risiko kejadian kejang demam berulang.4 Dewanti dkk.7 mendapatkan bahwa anak dengan suhu <39oC pada saat kejang mempunyai kemungkinan 4,4 kali lebih besar mengalami rekurensi kejang dibandingkan dengan anak yang kejang dengan suhu >39oC. Anak dengan riwayat kejang demam pada suhu yang lebih rendah akan memiliki risiko rekurensi yang lebih besar dibandingkan dengan kejang demam pada suhu yang lebih tinggi.7
Suhu tubuh saat terjadinya kejang demam yang digunakan pada penelitian ini kurang akurat dikarenakan kebanyakan orang tua membawa anaknya ke rumah sakit setelah mengalami serangan kejang sehingga tidak didapatkan hasil pengukuran suhu tubuh sebelum kejang. Suhu tubuh yang dicantumkan
dalam penelitian ini merupakan suhu tubuh yang terukur saat masuk rumah sakit berdasarkan data rekam medis. Hal ini menyebabkan suhu tubuh tidak dapat dijadikan acuan sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian berulangnya kejang demam.
Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna berdasarkan tipe kejang pada penelitian ini. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Gunawan dan Saharso4, Razieh dan Sedighah.12 Jeong dkk.13 melaporkan hasil berbeda bahwa pasien dengan tipe kejang fokal memiliki tingkat rekurensi yang lebih tinggi, terutama dalam 24 jam pertama setelah kejadian kejang demam pertama.
Penelitian ini tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara durasi kejang dengan kejadian kejang demam berulang. Gunawan dan Saharso4, Razieh dan Sedighah12 juga menemukan hasil serupa. Akan tetapi, Jeong dkk.13 menemukan bahwa durasi kejang merupakan faktor risiko untuk berulangnya kejang demam.
Ditinjau dari berat lahir, seluruh subjek dengan berat lahir <2500 gram tidak mengalami kejang demam berulang dan dari keseluruhan subjek dengan berat lahir >2500 gram hanya 35,8% dengan kejang demam berulang. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara berat lahir dengan kejadian kejang demam berulang. Fuadi dkk.6 mendapatkan bahwa sebagian besar anak dengan berat lahir <2500 gram pada kelompok dengan kejang demam berulang, namun hasil tersebut dikatakan tidak bermakna karena berat lahir tidak digolongkan lebih lanjut. Kecenderungan prematuritas atau keterlambatan pertumbuhan intrauterin pada bayi dengan berat lahir rendah menyebabkan
kerentanan bayi mengalami hipoksia yang memudahkan terjadinya rekurensi.6
Sebagian besar subjek dengan kejang demam berulang tidak mengalami asfiksia saat lahir, namun hal tersebut secara statistik tidak bermakna. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Fuadi dkk.6 Kejadian asfiksia pada proses persalinan akan menyebabkan timbulnya lesi pada hipokampus yang berkembang menjadi fokus epileptogenik. Kerusakan fungsi eksitasi dan atau inhibisi neuron yang terjadi pada kasus asfiksia memudahkan terjadinya bangkitan kejang jika terdapat stimulus yang cukup.6
Lingkar kepala dinilai berdasarkan kurva lingkar kepala Nellhaus, dimana mikrosefali (<-2SD) dan makrosefali (>2SD) dimasukkan ke dalam kelompok abnormal, dan normal (-2SD sampai 2SD). Sebagian besar subjek dengan kejang demam berulang maupun tidak memiliki ukuran lingkar kepala normal, akan tetapi secara statistik tidak bermakna. Belum ada penelitian mengenai hubungan ukuran lingkar kepala dengan kejadian kejang demam berulang, akan tetapi sudah ada penelitian mengenai hubungan retardasi pertumbuhan fetus dengan risiko terjadinya kejang demam. Penelitian yang dilakukan di Rotterdam, Belanda tersebut menemukan bahwa semakin kecil ukuran diameter transversal kepala pada trimester kedua maupun ketiga kehamilan berhubungan peningkatan risiko terjadinya kejang demam.14
Sebagian besar subjek penelitian memiliki status gizi yang baik. Tidak terdapat perbedaan kejadian kejang demam berulang yang bermakna berdasarkan status gizi pada anak di RSUP Sanglah Denpasar. Rani dkk.15 menemukan bahwa 85,5% pasien kejang
demam di RSUD dr. Pirngadi Medan memiliki status gizi baik. Peneliti lain mendapatkan 64% pasien kejang demam di Combined Military Hospital, Kharian, Pakistan dengan malnutrisi.16 Adanya hubungan timbal balik antara status gizi kurang dan buruk dengan asupan gizi yang kurang dan kejadian penyakit infeksi.15
Riwayat keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah riwayat kejang demam yang terjadi pada first degree relative yang meliputi kedua orang tua ataupun saudara kandung. Tingkat rekurensi kejang demam secara statistik bermakna lebih tinggi pada subjek dengan riwayat keluarga. Riwayat kejang demam dalam keluarga merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada penelitian ini. Anak dengan riwayat keluarga mempunyai kemungkinan 4,742 kali lebih tinggi untuk mengalami rekurensi daripada yang tidak. Hal tersebut juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan Fuadi dkk.6, Dewanti dkk.7, Reza dkk.8, Tosun dkk.11, dan clinical review yang dilakukan Patel dkk.10 dan Chung.17 Tingkat rekurensi kejang demam dari beberapa penelitian tersebut dilaporkan berkisar antara 14,6-57%.
Selain itu, Bahtera dkk.18 juga mendukung hasil penelitian ini dimana pasien dengan riwayat kejang demam dalam keluarga (first degree relative) memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi untuk berulangnya kejang demam. Penelitian tersebut juga membagi berdasarkan first degree relative, yaitu ibu, ayah, dan saudara kandung, dimana ibu dengan riwayat kejang demam secara statistik bermakna sebagai faktor risiko kejang demam berulang, sedangkan ayah dan saudara kandung tidak. Peneliti lain mendapatkan bahwa riwayat kejang
demam dalam keluarga bukan menjadi faktor risiko berulangnya kejang demam.4,12
Kejadian kejang demam jauh lebih tinggi pada first maupun second degree relative dari anak dengan kejang demam. Riwayat keluarga memiliki peranan dalam menentukan apakah anak tersebut memiliki kecenderungan untuk mengalami rekurensi kejang demam dan atau berkembang menjadi kejang tanpa demam.17 Tosun dkk.11 melaporkan tingkat rekurensi kejang demam meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga dengan riwayat kejang demam, akan tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna.
Lebih dari setengah total subjek penelitian ini terdiagnosis sebagai KDK. Kejang demam berulang lebih sering ditemukan pada subjek dengan KDK, namun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Hasil ini berbeda dari literatur yang menjelaskan bahwa kasus KDS lebih umum terjadi, mencakup 65-90% dari total kasus kejang demam.1,2 Kemungkinan perbedaan hasil ini disebabkan oleh etnis dan lokasi geografis yang berbeda dan metode dalam seleksi pasien yang digunakan menjadi sampel penelitian. Tosun dkk.11, Razieh dan Sedighah12 memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini. Akan tetapi, Dewanti dkk.7 menemukan bahwa rekurensi kejang demam 1,4 kali lebih banyak pada anak dengan riwayat KDK.
Beberapa hal menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Adanya kemungkinan beberapa pasien kejang demam di RSUP Sanglah Denpasar yang terlewatkan menjadi sampel penelitian dikarenakan sistem pencatatan dan penyimpanan data yang masih kurang baik. Pendekatan retrospektif melalui
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
penelusuran data rekam medis memungkinkan tidak akurat serta tidak lengkapnya pencatatan mengenai beberapa variabel yang diteliti.
Beberapa variabel belum dapat ditentukan sebagai faktor yang mempengaruhi nilai RP dikarenakan hasil analisis bivariat dengan IK 95% masih mencakup angka 1. Hasil ini dapat disebabkan oleh karena variabel tersebut memang bukan faktor yang meningkatkan atau menurunkan RP atau karena jumlah subjek yang diteliti kurang banyak. Selain itu, rancangan studi cross-sectional yang mendapatkan nilai RP pada penelitian ini tidak dapat memperlihatkan tingkat risiko sehingga perlunya diadakan studi lebih lanjut dengan jumlah subjek penelitian yang lebih banyak tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak.
-
4.
-
5.
-
6.
-
7.
-
8.
-
9.
-
10.
Kejang demam pertama pada usia <12 bulan dan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam (first degree relative) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah Denpasar.
11.
12.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Syndi SD, Pellock JM. Recent research on febrile seizures. Journal of Neurology & Neurophysiology. 2013; 4(165): 1-13.
-
2. Wolf P, Shinnar S. Chapter 18: febrile seizures. Dalam: Maria BL. Current Management in Child Neurology. Edisi ke-4. New York: BC Decker Inc, 2009; h.99-104.
-
3. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti, Saharso D, dkk. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Edisi ke-3. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016.
13.
14.
15.
Gunawan PI, Saharso D. Faktor risiko kejang demam berulang pada anak. Media Medika Indonesiana. 2012; 46(2): 75-80.
Sunarka N. Karakteristik penderita kejang demam yang dirawat di SMF Anak RSU Bangli Bali, tahun 2007. Medicinus. 2009; 22(3): 110-2.
Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak. Sari Pediatri. 2010; 12(3): 142-9. Dewanti A, Widjaja JA, Tjandrajani A, Burhany AA. Kejang demam dan faktor yang mempengaruhi rekurensi. Sari Pediatri. 2012; 14(1): 57-61.
Reza MA, Eftekhaari TE, Farah M. Febrile seizures: factors affecting risk of recurrence. Journal of Pediatric Neurology. 2008; 6: 341-4.
Vestergaard M, Pedersen MG, Ostergaard JR, Pedersen CB, Olsen J, Christensen J. Death in children with febrile seizures: a population-based cohort study. The Lancet. 2008; 372: 457-63.
Patel N, Ram D, Swiderska N, Mewasingh LD, Newton RW, Offringa M. Febrile seizures. British Medical Journal. [Online] 2015 [diakses 8 Desember 2015]; 351: 1-7. Diunduh dari: URL: doi:10.1136/bmj.h4240.
Tosun A, Koturoglu G, Serdaroglu G, Polat M, Kurugol Z, Gokben S, Tekgul H. Ratios of nine risk factors in children with recurrent febrile seizures. Pediatric Neurology. 2010; 43(3): 17782.
Razieh F, Sedighah AK. Recurrence of febrile seizures in Yazd, Iran. The Turkish Journal of Pediatrics. 2010; 52(6): 618-22.
Jeong JH, Lee JH, Kim K, Jo YH, Rhee JE, Kwak YH, dkk. Rate of and risk factors for early recurrence in patients with febrile seizures. Pediatric Emergency Care. 2014; 30(8): 540-5.
Visser AM, Jaddoe VWV, Hofman A, Moll HA, Steegers EAP, Tiemeier H, Raat H, dkk. Fetal growth retardation and risk of febrile seizures. Pediatrics. 2010; 126(4): 919-25.
Rani S, Sarumpaet SM, Jemadi. Karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011. Jurnal Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi FKM USU. [Online] 2013 [diakses 2 November 2015]; 2(1):
1-11. Diunduh dari: URL:
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/ar ticle/view_File/1192/718.
-
16. Hussain S, Tarar SH, Sabir MU.
Febrile seizures: demographic, clinical and etiological profile of children admitted with febrile seizures in a tertiary care hospital. Journal of Pakistan Medical Association. 2015;
65(9): 1008-10.
-
17. Chung S. Febrile seizures. Korean Journal of Pediatrics. 2014; 57(9):
384-95.
-
18. Bahtera T, Hardjojuwono AS, Wibowo
-
S. Faktor genetik sebagai risiko kejang demam berulang. Sari Pediatri. 2009; 10(6): 378-84.
Discussion and feedback