ISSN: 2303-1395                 E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.4 APRIL, 2019

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_V_V/ ∖-^J JOURNALS

PREVALENSI MULTIPLE MYELOMA BERDASARKAN UMUR, JENIS KELAMIN DAN LESI PADA TULANG DI RSUP SANGLAH/FK UNUD PERIODE 2013-2017

Khema Metta Wijaya1, Gde Eka Wiratnaya2, Gede Budhi Setiawan3

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2SMF Ortopedi dan Traumatologi RSUP Sanglah Denpasar

  • 3SMF Bedah RSUP Sanglah Denpasar

Email : [email protected]

ABSTRAK

Prevalensi multiple myeloma mengalami peningkatan setiap tahunnya, termasuk di Indonesia. Kasus multiple myeloma pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dengan jenis kelamin laki-laki. Pada hampir sebagian besar kasus multiple myeloma ditemukan lesi osteolitik pada tulang dengan manifestasi klinis fraktur patologis. Di Bali pada khususnya, belum banyak terdapat penelitian epidemilogi terkait multiple myeloma. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi multiple myeloma berdasarkan umur, jenis kelamin dan lokasi lesi tulang di RSUP Sanglah/FK Unud periode 2013-2017. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif dengan subjek sejumlah 24 pasien multiple myeloma dari tahun 2013-2017. Data penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari Poli Ortopedi dan Traumatologi RSUP Sanglah. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kasus multiple myeloma di RSUP Sanglah adalah 4,64% dengan kasus terbanyak terjadi pada tahun 2017 (33,3%). Sekitar 45,8% pasien multiple myeloma berada pada kelompok umur 51-60 tahun. Persentase kasus multiple myeloma pada pasien laki-laki lebih besar dibanding pasien wanita (54,2% : 45,8%). Lesi osteolitik dengan manifestasi fraktur patologis paling banyak ditemukan pada tulang humerus, yaitu sebesar 41,7%

Kata Kunci: Multiple myeloma, prevalensi, umur, jenis kelamin, lokasi lesi tulang.

ABSTRACT

The prevalence of multiple myeloma increases annually, including in Indonesia. Most of the cases of multiple myeloma occurs in male elderly patients. In the majority of cases, patients with multiple myeloma experience a pathological fracture due to osteolytic bone lesion. To date particularly in Bali, there is only a few epidemiologic studies regarding multiple myeloma. The aim of this study was to determine the prevalence of multiple myeloma based on age, gender and location of bone lesion in Sanglah Hospital during 2013-2017 period. This study was a cross-sectional descriptive study, in which the number of subjects included was 24 patients with multiple myeloma during 2013-2017. Secondary data obtained from Department of Orthopaedics and Traumatology, Sanglah Hospital was used in this study. The results showed that the prevalence of multiple myeloma in Sanglah Hospital was 4.64% and the cases peaked in 2017 (33.3%). The majority of patients with multiple myeloma were amongst 51-60 years old. In term of gender, the percentage of multiple myeloma cases was higher in male patients than female patients (54.2% : 45.8%). Osteolytic bone lesion manifested into pathological fracture was mostly found in humerus, with the percentage of 41.7%.

Keywords: Multiple myeloma, prevalence, age, gender, location of bone lesion.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

PENDAHULUAN

Multiple myeloma adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan penumpukan sel plasma maligna pada sumsum tulang serta adanya protein monoklonal dalam serum atau urin. Proliferasi sel plasma maligna yang tidak terkendali dapat menimbulkan berbagai gangguan dalam tubuh seperti gangguan produksi darah yang menyebabkan terjadinya anemia, leukemia maupun trombositopenia. Sel mieloma juga dapat menyebabkan terjadinya lesi litik pada tulang dan komplikasi lainnya seperti nyeri tulang, hiperkalsemia dan gagal ginjal. Walaupun berbagai studi mengenai penanganan multiple myeloma berkembang dengan luas, multiple myeloma masih dipandang sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Hal tersebut ditimbang berdasarkan survival rate (SVR) dan kualitas hidup pasien yang dinilai masih tergolong rendah.

Angka kejadian multiple myeloma mengalami peningkatan setiap tahunnya. Leukemia & Lymphoma Society pada tahun 2014 melaporkan bahwa terjadi peningkatan kasus multiple myeloma sebesar 36,1% dari tahun 1975 sampai 2011. Hal tersebut menjadikan multiple myeloma sebagai keganasan hematologi kedua yang paling umum ditemukan.1 American Cancer Society (ACS) memperkirakan sekitar 30.330 pasien di Amerika akan terdiagnosis menderita multiple myeloma pada tahun 2016.2 Di negara-negara Eropa, ditemukan sekitar 39.800 kasus multiple myeloma dengan angka kematian hingga 20.300 jiwa.3

Prevalensi kejadian multiple myeloma di negara-negara Asia lebih rendah dibanding dengan negara barat, namun tetap diprediksi akan terus meningkat. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Kim dkk., menunjukkan bahwa Jepang merupakan negara dengan angka kejadian multiple myeloma terbanyak di Asia, hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah lansia di negara tersebut. Peningkatan insiden multiple myeloma juga dapat diamati di Korea Selatan dan Taiwan. Insiden multiple myeloma di Korea Selatan meningkat hingga 10 kali lipat selama 20 tahun terakhir.4

Umur median pasien terdiagnosis multiple myeloma adalah 70 tahun. Jumlah penderita berusia 65 tahun ke atas diproyeksikan akan terus meningkat, yakni sebesar 77% di tahun 2030.5 Tingginya angka lansia yang terdiagnosis menderita multiple myeloma ini disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan proses penuaan, seperti interaksi obat yang dapat berujung pada penurunan dosis atau bahkan penghentian pengobatan.

Berdasarkan jenis kelamin, American Cancer Society memperkirakan di tahun 2016, setidaknya 17.900 pasien terdiagnosis multiple myeloma berjenis kelamin laki-laki dan 12.430 pasien berjenis kelamin perempuan.2 Penelitian lain melaporkan rasio terjadinya multiple myeloma antar laki-laki dan perempuan adalah

60:40.6 Perbedaan persebaran insiden multiple myeloma pada laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap timbulnya multiple myeloma.

Sekitar 90% pasien multiple myeloma ditemukan dengan gambaran lesi osteolitik, hal ini disebabkan oleh peningkatan pengaktifan osteoklas terjadi akibat interaksi antar sel plasma maligna dan stroma sumsum tulang yang berujung pada ketidakseimbangan proses reabsorpsi dan formasi tulang.7 Lesi osteolitik yang bermanifestasi sebagai fraktur patologis dapat meningkatkan risiko kematian pasien sebesar 20%.8

Di Indonesia, multiple myeloma merupakan kasus yang jarang ditemukan namun terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Prevalensi multiple myeloma di Indonesia sendiri belum diketahui secara jelas. Data dari Cancer Registration of Dharmais National Cancer Hospital (DNCH) menunjukkan insiden multiple myeloma di Indonesia dari tahun 20052007 adalah 0,23 per 100.000 populasi.9 Di provinsi Bali pada khususnya, penelitian mengenai prevalensi dan karakteristik penderita multiple myeloma belum pernah dilakukan, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui prevalensi penderita multiple myeloma berdasarkan umur, jenis kelamin dan lesi tulang di salah satu rumah sakit pendidikan di Bali, yaitu RSUP Sanglah/FK Unud

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah suatu penelitian potong lintang deskriptif yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah/FK Unud Denpasar, Bali, pada bulan Juli 2018 sampai dengan September 2018. Subyek penelitian dipilih dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien multiple myeloma yang terdata dalam rekam medis secara lengkap di Poli Ortopedi dan Traumatologi RSUP Sanglah/FK Unud periode Januari 2013 - Desember 2017.

Data penelitian merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari rekam medis di Poli Ortopedi dan Traumatologi RSUP Sanglah/FK Unud. Pada rekam medis tersebut didapatkan data mengenai umur, jenis kelamin dan lokasi anatomis lesi tulang. Prosedur penelitian dimulai dari pengajuan ethical clearance ke bagian Litbang FK Unud untuk melakukan penelitian dan pengambilan data sekunder di RSUP Sanglah. Setelah izin penelitian didapat, dilakukan pencatatan data umur, jenis kelamin dan lesi tulang dari rekam medis pasien.

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, seperti editing untuk memeriksa kembali kelengkapan data yang telah tercatat, coding yaitu proses

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_∕X^√/ X-J JOURNALS

klasifikasi dan penerjemahan seluruh data yang telah diperoleh ke dalam kode-kode, entry yaitu memasukkan data hasil coding pada software dan terakhir tabulation untuk menganalisis dan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tabel maupun grafik. Tabulation bertujuan untuk mempermudah interpretasi prevalensi dan distribusi umur, jenis kelamin dan lokasi anatomis lesi tulang pada pasien multiple myeloma di RSUP Sanglah periode Januari 2013 – Desember 2017. Aplikasi yang digunakan dalam tahap pengolahan data adalah SPSS v21 for windows.

HASIL

Dari total keseluruhan pasien multiple myeloma yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2017 didapatkan 24 pasien terdiagnosis multiple myeloma dengan manifestasi fraktur patologis yang tercatat di Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud. Ini berarti dari total keseluruhan kasus malignansi yang terdata di Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud sejumlah 517 kasus, prevalensi multiple myeloma adalah sebesar 4,64 %. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kasus multiple myeloma Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud pada tahun 2013 adalah sebanyak 1 kasus (4,2%), sementara itu pada tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah kasus yaitu menjadi 6 kasus (25%). Angka ini terus meningkat sampai pada tahun 2015 dengan total 7 kasus multiple myeloma (29,2%). Namun, pada tahun 2016 diamati terdapat penurunan jumlah kasus multiple myeloma, yaitu menjadi 2 kasus saja (8,3%). Total ditemukannya kasus multiple myeloma terbanyak terjadi pada tahun 2017, yaitu sebanyak 8 kasus (33,3%).

Berdasarkan    umur,    hasil penelitian

menunjukkan bahwa pasien multiple myeloma yang

Grafik 1. Distribusi Kasus Multiple Myeloma di Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud Periode 2013 -2017

2

0

2013

2014

2015

2016

2017

—♦— Jumlah kasus

(N=24)

1

6

7

2

8

persentase 45,8%. Kemudian diikuti oleh kelompok umur 61-70 tahun dengan jumlah 6 kasus (25%) dan kelompok umur 40-50 tahun dengan jumlah 4 kasus (16,7%). Sementara itu pada kelompok umur diatas 70 tahun ditemukan 3 kasus multiple myeloma (12,5%). Berdasarkan hasil penghitungan data dengan menggunakan SPSS, didapatkan bahwa rata-rata umur penderita multiple myeloma di RSUP Sanglah/FK Unud adalah 57,96 (+ SD 8,307) tahun. Adapun distribusi umur penderita multiple myeloma dari tahun 2013-2017 di RSUP Sanglah Denpasar dapat dilihat pada tabel 1. berikut.

Tabel 1. Distribusi Umur Penderita Multiple Myeloma tahun 2013-2017 di RSUP Sanglah/FK Unud

Karakteristik

Jumlah (N

Persen

= 16)

(%)

Umur (rerata + SB)

57,96 +

8,307

tahun

40-50 tahun

4

16,7

51-60 tahun

11

45,8

61-70 tahun

6

25

>70 tahun

3

12,5

Sementara itu, dari total keseluruhan 24 pasien multiple myeloma dari tahun 2013 – 2017 di Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud, didapatkan 13 pasien (54,2%) berjenis kelamin laki-laki dan 11 pasien (45,8%) berjenis kelamin perempuan. Adapun distribusi jenis kelamin penderita multiple myeloma dari tahun 2013-2017 di RSUP Sanglah Denpasar dapat dilihat pada tabel 2. berikut.

dirawat di RSUP Sanglah/FK Unud berada pada rentangan umur diatas 40 tahun, dengan frekuensi terbanyak ditemukannya kasus multiple myeloma berada pada kelompok umur 51-60 tahun dengan



Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Penderita Multiple Myeloma tahun 2013-2017 di RSUP Sanglah/FK Unud

Karakteristik Jumlah


Persen (%)


(N=16)

Laki-laki       13           54,2%

Perempuan    11          45,8%

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 24 pasien multiple myeloma periode 2013-2017 yang dirawat di Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud dengan fraktur patologis, ditemukan lesi tulang terbanyak pada tulang humerus yaitu sebanyak 10 pasien (41,7%) diikuti dengan tulang femur sebanyak 9 pasien (37,5%), tulang pelvis sebanyak 3 pasien (12,5%) dan tulang belakang serta tibia masing-masing sebanyak 1 pasien (4,2%). Distribusi lokasi anatomis lesi tulang pada pasien multiple myeloma periode 2013-2017 di Poli Ortopedi RSUP Sanglah/FK Unud dapat dilihat pada tabel 3. berikut

Tabel 3. Deskripsi Subyek Berdasarkan Riwayat Pengobatan

Karakteristik

Jumlah

(N=16)

Persen (%)

Tulang Belakang

1

4,2

Tulang Pelvis

3

12,5

Tulang Humerus

10

41,7

Tulang Femur

9

37,5

Tulang Tibia

1

4,2

Bila dikaitkan antara jenis kelamin dengan lokasi anatomis lesi tulang didapatkan bahwa pasien multiple myeloma berjenis kelamin laki-laki memiliki predileksi lesi pada tulang femur, sementara itu pasien berjenis kelamin perempuan memiliki predileksi lesi pada tulang humerus. Pada pasien multiple myeloma berjenis kelamin laki-laki, ditemukan lesi tulang pelvis pada 2 pasien (15,4%), lesi tulang humerus pada 4 pasien (30,8%), lesi tulang femur pada 6 pasien (46,2%) dan lesi tulang tibia pada 1 pasien (7,7%).

Pada pasien multiple myeloma berjenis kelamin laki-laki tidak diamati adanya lesi pada tulang

belakang (0%). Pada pasien multiple myeloma berjenis kelamin perempuan lesi tulang paling banyak ditemukan pada tulang humerus, yaitu sebanyak 6 pasien (54,5%) diikuti lesi pada tulang femur sebanyak 3 pasien (27,3%), lesi pada tulang belakang serta tulang pelvis sebanyak 1 pasien (9.1%) dan tidak ditemukan adanya lesi pada tulang tibia.

■ Laki-laki ■ Perempuan

Gambar 1. Distribusi Pasien Multiple Myeloma berdasarkan Jenis Kelamin dan Lesi Tulang

Lain halnya bila dikaitkan antara umur dan lokasi anatomis lesi tulang didapatkan hasil bahwa pada kelompok umur 40-50 tahun lesi tulang paling banyak ditemukan pada tulang humerus yaitu sebanyak 2 pasien (50%), diikuti dengan lesi pada tulang pelvis dan tibia sebanyak masing-masing 1 pasien (25%). Sementara itu, tidak ditemukan lesi pada tulang femur maupun tulang belakang pada kelompok umur ini. Pada kelompok umur 51-60 tahun, ditemukan 7 pasien dengan lesi pada tulang femur (63,6%), 3 pasien pada tulang humerus (27,3%), 1 pasien pada tulang belakang (9,1%) dan tidak ditemukannya lesi pada tulang pelvis dan tibia.

Sementara itu, bila dilihat pada kelompok usia lanjut yang dimulai dari umur 61-70 tahun, ditemukan 4 pasien dengan lesi pada tulang humerus (66,7%), masing-masing 1 pasien dengan lesi tulang femur dan pelvis (16,7%), dan tidak ditemukan lesi pad tulang tibia dan belakang. Pada kelompok umur terakhir, yaitu diatas 70 tahun, ditemukan 1 pasien dengan lesi pada tulang pelvis (33,3%), 1 pasien dengan lesi tulang humerus (33,3%) serta 1 pasien dengan lesi tulang femur (33.3%).

Tabel 4. Distribusi Umur dan Lokasi Anatomis Lesi Tulang Penderita Multiple Myeloma tahun 2013-2017 di RSUP Sanglah/FK Unud

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Umur

(tahun)

Lokasi Lesi Tulang

Belak

ang

Pel

vis

Humerus

Femur

Tibia

40-50

0

1

2

0

1

51-60

1

0

3

7

0

61-70

0

1

4

1

0

>70

0

1

1

1

0

Pada gambar 2, hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan jenis kelamin laki-laki paling banyak berada pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebanyak 5 pasien (30%). Sementara itu, jumlah pasien multiple myeloma pada kelompok umur 40-50 dan diatas 70 tahun masing-masing berjumlah 3 pasien (23,1%). Persentase pasien multiple myeloma dengan jenis kelamin laki-laki terendah berada pada kelompok umur 61-70 tahun, yaitu sebanyak 2 pasein (15,4%).

Pasien multiple myeloma dengan jenis kelamin perempuan paling banyak ditemukan pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sejumlah 6 pasien (54,5%), diikuti dengan kelompok umur 61-70 tahun yaitu sebanyak 4 pasien (36,4%), 1 pasien pada kelompok umur 40-50 tahun (9,1%) dan tidak ditemukkan adanya pasien multiple myeloma berjenis kelamin perempuan pada kelompok umur diatas 70 tahun.

  • ■ Laki-laki ■ Perempuan

40-50     51-60     61-70     >70

Gambar 2. Distribusi Pasien Multiple Myeloma berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

PEMBAHASAN

Berdasarkan data dari Leukemia and

Lymphoma Society, jumlah kasus multiple myeloma

diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya, hal ini tercermin pada peningkatan kasus multiple myeloma sebanyak 36,1% dari tahun 1975 sampai 2011.1 Bila dibandingkan dengan negara barat, jumlah kasus multiple myeloma di negara-negara Asia terbilang lebih rendah. Secara umum, insiden multiple myeloma pada populasi Afrika-Amerika 2-3 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi pasien dengan ras Eropa maupun Asia. Hal ini terutama dikaitkan dengan tingginya jumlah kejadian hiperglobulinemia poliklonal pada pasien dengan ras Afrika-Amerika.10 Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kejadian multiple myeloma di negara Asia antara lain, perkembangan sistem untuk deteksi kasus multiple myeloma, peningkatan jumlah lansia di Asia dan paparan polutan di era industrialisasi.11

Studi epidemiologi lain yang dilakukan di Taiwan juga menunjukkan peningkatan rerata insiden multiple myeloma per 100.000 pasien, dimana pada tahun 1979-2003 memiliki rata-rata insiden 0,75 dan terjadi kenaikan rata-rata menjadi 1,83 pada tahun 1997-2013.12 Pada penelitian ini, penemuan kasus multiple myeloma memang mengalami peningkatan dari tahun 2013 sampai tahun 2015, namun terjadi penurunan jumlah kasus menjadi 8,3% pada tahun 2016. Bila dilihat pada tahun 2017, kasus multiple myeloma kembali mengalami peningkatan tajam menjadi 33,3%. Penyebab penurunan kasus multiple myeloma pada tahun 2016 belum diketahui secara jelas, namun salah satu hal yang diperkirakan dapat menjadi penyebab adalah terkait pencatatan data pasien multiple myeloma pada tahun 2016.

Bila dibandingkan dengan data umur pasien multiple myeloma di Amerika dan Inggris, terdapat perbedaan distribusi umur dengan hasil penelitian ini. Di Amerika, multiple myeloma umumnya terjadi pada pasien berusia 65 tahun ke atas, sedangkan di Inggris memperkirakan 59% kasus multiple myeloma di Inggris dari tahun 2011-2013 diderita oleh lansia berumur 70 tahun ke atas.2,13 Sedangkan, pada penelitian ini kelompok umur dengan kasus multiple myeloma terbanyak adalah pada umur 51-60 tahun. Namun, bila dibandingkan dengan penelitian di beberapa negara Asia, 58,5% pasien multiple myeloma di Asia berusia 65 tahun ke bawah dan 41,5% berusia 65 tahun ke atas.4 Hasil penelitian ini juga sebanding dengan penelitian oleh Lu dkk.14 di Cina dan Sultan dkk.15 di Pakistan dengan umur rata-rata pasien multiple myeloma adalah masing-masing 56,1 tahun dan 59 tahun. Sampai saat ini, belum ada studi yang dapat menjelaskan penyebab rerata umur pasien multiple myeloma di Asia lebih rendah daripada di negara-negara barat.

Jika dilihat dari segi jenis kelamin, hasil penelitian ini serupa dengan beberapa penelitian yang

ISSN: 2303-1395

I--∖f—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J∖-Jr ∖-^J JOURNALS

dilakukan sebelumnya. Pada penelitian ini proporsi terjadinya multiple myeloma pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan pasien dengan jenis kelamin perempuan (54,2% vs 45,8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan data dari American Cancer Society yang menunjukkan bahwa di tahun 2016 sekitar 17.900 kasus multiple myeloma baru ditemukan pada laki-laki dan 12.430 kasus baru ditemukan pada perempuan. Hal ini juga didukung oleh sebuah penelitian di Indonesia yang menunjukkan hasil bahwa 52,86% kasus multiple myeloma ditemukan pada laki-laki dan pada perempuan sebesar 47,14%.16

Kecenderungan tingginya angka kejadian multiple myeloma pada laki-laki dan perempuan diyakini didasari oleh berbagai perbedaan genetika yang terletak pada kromosom seks. Sebuah studi tingkat biomolekuler menyatakan bahwa tingginya kejadian multiple myeloma pada laki-laki diduga akibat kejadian hiperdiploidi yang lebih sering terjadi pada laki-laki. Hiperdiploidi merupakan penambahan jumlah kromosom spesifik yang selanjutnya dapat menyebabkan abnormalitas pada struktur kromosom, mutasi dan perubahan epigenetik lain yang dibutuhkan dalam perkembangan sebuah malignansi.17 Penelitian lain menyatakan bahwa kejadian multiple myeloma pada wanita lebih banyak dipengaruhi oleh kadar hormon steroid pada wanita, dimana penurunan kadar estrogen dan perbandingan rasio estrogen-testoterone lebih banyak diamati pada pasien wanita dengan multiple myeloma dibandingkan dengan kontrol. Walaupun begitu, penelitian ini belum bisa menyatakan secara jelas hubungan antara kadar hormon dengan perbedaan jumlah kasus multiple myeloma pada laki-laki dan wanita.18

Salah satu manifestasi dari multiple myeloma adalah fraktur patologis yang disebabkan oleh lesi litik pada tulang. Hasil penelitian yang dilakukan di Dharmais National Cancer Hospital, Indonesia, lesi paling banyak ditemukan pada tulang belakang dan tengkorak (70%), pelvis (33,3%) serta humerus dan femur (30%).9 Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian tersebut, dimana persentase lesi pada tulang pelvis hanya sebesar (12,5%). Lesi tulang terbanyak didapatkan pada tulang humerus yaitu sebesar 41,7%, diikuti dengan tulang femur sebesar 37,5%, tulang pelvis sebesar 12,5% dan tulang belakang serta tibia masing-masing sebesar 4,2%. Hasil penelitian mengenai lokasi anatomis lesi tulang pada pasien multiple myeloma ini juga berbeda dengan penelitian oleh Kristinsson dkk. Studi tersebut menyatakan, lesi litik terbanyak ditemukan di vertebra (65%), sementara lesi litik paling sedikit ditemui pada tulang panjang (25%).19 Tingginya angka penemuan lesi litik pada tulang aksial dibandingkan tulang panjang berhubungan dengan peningkatan

abnormalitas pada sel-sel progenitor hematopoietik pada sumsum tulang. Sampai saat ini, belum ada penjelasan mengenai penemuan lesi litik yang lebih banyak ditemukan pada tulang panjang dibanding tulang aksial seperti yang ditemukan pada penelitian ini.

SIMPULAN

Prevalensi multiple myeloma di RSUP Sanglah/FK Unud periode 2013-2017 adalah sebanyak 24 kasus, dengan kasus multiple myeloma terbanyak didapatkan pada tahun 2017. Dimana dari 24 kasus tersebut, pasien multiple myeloma paling banyak berada pada kelompok umur 51-60 tahun dengan umur rerata 57,96 (SD + 8.307) tahun. Bila diamati

berdasarkan jenis kelamin, 54,2% pasien berjenis kelamin laki-laki dan sementara 45,8% lainnya berjenis kelamin perempuan. Lokasi lesi tulang terbanyak pada pasien multiple myeloma di RSUP Sanglah/FK Unud periode 2013-2017 adalah pada tulang humerus dengan persentase 41,7%.

SARAN

Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai multiple myeloma, khususnya di Bali, yaitu mengenai rerata umur pasien multiple myeloma di RSUP Sanglah/FK Unud yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kepustakaan lain dan lokasi lesi tulang yang berbeda dengan kepustakaan lain. Selain itu, diperlukan pula penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mendasari perbedaan distribusi kasus multiple myeloma pada laki-laki dan perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Leukemia and Lymphocyte Society. Fighting Blood Cancer, Facts 2014-2015. 2014.

  • 2.    American Cancer Society. What Are the Key Statistics About Multiple Myeloma? 2016.

  • 3.    Ferlay, J. Cancer incidence and mortality patterns in Europe: Estimates for 40 countries in 2012. Eur J Cancer. 2013;49, 1374–1403.

  • 4.    Kim, K., Lee, J. H.., Kim, J. S. Clinical profiles of multiple myeloma in Asia—An Asian Myeloma Network study. American Journal of Hematology. 2014;89 (7), 751-756.

  • 5.    Wildes, T. M., Rosko, A., Tuchman, S. A. Multiple Myeloma in the Older Adult: Better Prospects, More Challenges. J Clin Oncol. 2014;32 (24), 2531–2540.

I--∖Z—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_√k__V \__J JOURNALS

  • 6.    Altekruse, S. F., Kosary, C. L., Krapcho, M. SEER Cancer Statistics Review, 1975-2007. Bethesda: National Cancer Institute. 2010.

  • 7.    Kristinsson, S. Y., Minter, A. R., Korde, N. Bone disease in multiple myeloma and precursor disease:  novel diagnostic approaches and

implications on clinical management. Expert Rev Mol Diagn. 2011;11 (6), 593–603.

  • 8.    Saad, F., Lipton, A., Cook, R., Chen, Y. M., Smith, M., Coleman, R. Pathologic fractures correlate with reduced survival in patients with malignant bone disease. Cancer. 2007;110 (8), 1860-1867.

  • 9.    Sutandyo, N., Firna, E., Agustina, J. Clinicopathology Profile and Bone Involvement of Multiple Myeloma Patients in Dharmais National Cancer Hospital, Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2015;16 (15), 6261-6265.

  • 10.    Smith, C. J., Ambs, S., Landgren, O. Biological Determinants of Health Disparities in Multiple Myeloma. Blood Cancer Journal. 2018;8, 85.

  • 11.    Tang, C. H., Liu H. Y., Hou, H. A. Epidemiology of multiple myeloma in Taiwan, a population based study. Cancer Epidemiol. 2018; 55: 136– 141.

  • 12.    Chen, J. H., Chung, C. H., Wang, Y. C. Prevalence and Mortality-Related Factors of Multiple Myeloma in Taiwan. PLoS One. 2016;11(12), e0167227.

  • 13.    Cancer Research UK. Myeloma Incidence Statistics. 2013.

  • 14.    Lu, J. Clinical features and treatment outcome in newly diagnosed Chinese patients with multiple myeloma: results of a multicenter analysis. Blood Cancer J. 2014;4(8), e239.

  • 15.    Sultan, S., Irfan, S. M. Multiple Myeloma: a Retrospective Analysis of 61 Patients from a Tertiary Care Center. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2016;17(4), 1833-1835.

  • 16.    Tadjoedin, H., Reksodiputro, A. H., Toruan, T. Multiple Myeloma in Indonesia. Indonesian Journal of Cancer. 2011;5 (2), 76-81.

  • 17.    Boyd, K. D., Ross, F. M., Chiecchio, L. Gender Disparities in the Tumor Genetics and Clinical

Outcome of Multiple Myeloma. Cancer Epidemioogy,l Biomarkers & Prevention. 2011;20 (8), 1703-1707.

  • 18.    Wang, S. S., Voutsinas, J., Chang, E.  T.

Anthropometric, behavioral,   and female

reproductive factors and risk  of  multiple

myeloma: a pooled analysis. Cancer Causes Control. 2013;24(7): 1279–1289.

  • 19.    Kristinsson, S. Y., Minter, A. R., Korde, N. Bone disease in multiple myeloma and precursor disease:  novel diagnostic approaches and

implications on clinical management. Expert Rev Mol Diagn. 2011;11 (6), 593–603.

7

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum