ISSN: 2597-8012

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



PREVALENSI ISOLAT KLINIS Pseudomonas aeruginosa YANG MEMILIKI GEN lasI dan lasR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2013 – 2016

I G. A. Ngurah Aswin Panji Sanjaya1*, Ni Nengah Dwi Fatmawati2, Made Agus Hendrayana2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki tingkat imunitas yang sangat rendah seperti pasien neutropenia, luka bakar, atau cystic fibrosis.P. aeruginosa memiliki beberapa faktor virulensi yang berperan menimbulkan patogenitas. Salah satunya adalah biofilm. Biofilm membantu bakteri untuk bertahan hidup dalam kondisi yang buruk termasuk di permukaan alat medis dan resisten terhadap antibiotik. Pembentukan biofilm dipengaruhi oleh suatu sistem yang disebut sistem Quorum Sensing (QS). Sistem QS P. aeruginosa terdiri dari dua sistem yaitu sistem las (lasIR) dan rhl (rhlIR). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi isolat klinis P. aeruginosa yang memiliki Gen lasI dan lasR di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013 – 2016. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan 25 sampel yang diambil dari sputum (n=4; 16%), urin (n=8; 32%), pus (n=10; 40%) dan darah (n=3; 12%). Sebanyak 24 (96%) dari 25 isolat klinis P. aeruginosa memiliki gen lasI dan sebanyak 25 (100 %) isolat klinis memiliki gen lasR. Berdasarkan prevalensinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa gen lasI dan lasR merupakan faktor virulensi mayor pada bakteri ini.

Kata kunci: Pseudomonas aeruginosa, biofilm, Quorum Sensing,lasI, lasR, PCR

ABSTRACT

Pseudomonas aeruginosa is an opportunistic pathogens that can cause invasive infections in patients with critical illness as well as patients with very low levels of immunity such as neutropenia, burns or cystic fibrosis. P. aeruginosa has many virulence factors that contribute on their pathogenicity. One of them is biofilm. Biofilm help bacteria to tolerate survival in adverse conditions including surfaces in medical facilities and resistance to antibiotics. Biofilm formation is affected by a system called Quorum Sensing (QS) system. P. aeruginosa QS system consists of two system there are las (lasIR) system dan rhl (rhlIR) system. The purpose of this research was to know the prevalence of clinical isolates of P. aeruginosa which have lasI and lasR Gene at Sanglah General Hospital Denpasar in 2013 - 2016. This is a descriptive with cross sectional study design with the sample of 25 clinical isolates from sputum (n=4; 16%), urine (n=8; 32%), pus (n=10; 40%) and blood (n=3; 12%). The result was 24 (96%) of 25 clinical isolates of P. aeruginosa had a lasI gene and 25 (100%) of the clinical isolates had lasR gene. Based on its prevalence, it can be deduced that the genes lasI and lasR is major virulence factors in this bacteria.

Keywords:: Pseudomonas aeruginosa, biofilm, Quorum Sensing, lasI, lasR, PCR

(DIRECTORY OF OPEN ACCESS 7 ’...JOURNALS

PENDAHULUAN

Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri gram negatifyang bersifat patogen bagi manusia sehingga dapat menyebabkan berbagai infeksi dimana infeksi tersebut sulit untuk diobati karena P. aeruginosa adalah bakteri yang resisten terhadap sebagian besar antibiotik. Hal tersebut disebabkan oleh adanya biofilm pada bakteri P. aeruginosa.1 Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh P. aeruginosa sering dihubungkan dengan sistem imun penderita yang rendah seperti neutropenia, luka bakar, atau cystic fibrosis.2

Berdasarkan data dari Lyczak dkk3 pada tahun 2000, P. aeruginosa pada umumnya menyebabkan infeksi jaringan lunak, infeksi saluran kencing, bacterimia, infeksi saluran pernapasan (pneumonia), otitis externa, keratitis, dan otitis media folliculitis. Pada dekade terakhir infeksi bakteri P. aeruginosa yang paling sering dikaitkan dengan Healthcare associated infections (HAIs).1,4

Healthcare               associated

infections (HAIs) merupakan infeksi yang diperoleh selama masa perawatan di rumah sakit minimal 72 jam, yang disebabkan oleh invasi organisme pada jaringan, organ atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.5 Kasus HAIs sudah banyak terjadi di berbagai rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasyid dkk6 didapatkan prevalensi angka kejadian HAIs pada pasien pasca laparatomi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M. Djamil Padang pada tahun 2000 sebesar 14% dari 100 kasus (14 kasus).

Menurut       Tennant       dkk7,

mikroorganisme patogen penyebab HAIs yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, P. aeruginosa, dan lain-lain. Selain itu, menurut data penelitian yang dilakukan di rumah sakit Dr. Moewardi Fakultas Kedokteran UNS Surakarta tahun 2003, organisme utama yang menyebabkan HAIs meliputi P.

aeruginosa (13%), Staphyloccoccus aureus (12%), Staphyloccoccus koagulase-negatif (10%), Candida (10%), Enterococci (9%) dan Enterobacter (8%).8 Berdasarkan data-data tersebut disimpulkan bahwa P. aeruginosa merupakan salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan HAIs.4

P. aeruginosa merupakan salah satu kuman yang sering ditemukan sebagai penyebab HAIs di rumah sakit khususnya di Intensive Care Unit (ICU). Hal tersebut sesuai dengan data Pola Bakteri dan Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotika di RSUP Sanglah Periode Juli – Desember 2014 yang dikeluarkan oleh Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik FK Universitas Udayana-RSUP Sanglah, dimana bakteri P. aeruginosa adalah bakteri ketiga yang paling sering ditemukan pada ruang ICU, ICCU dan Burn Unit, setelah bakteri Acinetobacter baumannii dan Staphylococcus.9

Biofilm merupakan salah satu faktor virulensi dari P. aeruginosa yang menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik dimana pembentukannya dipengaruhi oleh sistem QS. Sistem QS terdiri dari dua sistem yaitu sistem las (lasIR) dan rhl (rhlIR).2 Peningkatan pemahaman gen virulensi dan pembentukan biofilm pada P. aeruginosa dapat memfasilitasi pengembangan vaksin baru dan pemilihan pengobatan di masa depan. Selain itu menghambat virulensi bakteri tanpa membunuh patogen merupakan pendekatan anti-patogenik yang saat ini banyak dieksplorasi.4 Oleh sebab itu, penelitian ini berfokus untuk mencari prevalensi isolat klinis P. aeruginosa yang memiliki Gen lasI dan lasR di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013 – 2016.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional yang dilakukan di Instalasi Laboratoritum Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan selama 8 (delapan)

I; '∖j'Λ λ Directoryof OPEN ACCESS I             JOURNALS

bulan yaitu dimulai pada bulan April 2017 hingga November 2017. Teknik yang digunakan untuk penentuan sampel penelitian ini adalah convenient purposive sampling dimana isolat Pseudomonas aeruginosa yang memenuhi kriteria inklusi dimasukan sebagai sampel, yaitu Isolat Pseudomonas aeruginosa yang terisolasi dari spesimen klinis di Instalasi Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar pada Januari 2013 hingga Desember 2016 dan berasal dari satu pasien (nonduplicative sample). Isolat yang tidak terisolasi dari spesimen klinis dan tidak berasal dari satu pasien menjadi kriteria eksklusi dalam penelitian ini.

Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor kajian etik 962/UN.14.2/KEP/2017 Isolasi DNA Pseudomonas aeruginosa DNA   diekstraksi   dari   isolat

Pseudomonas  aeruginosa  yang  telah

ditumbuhkan pada media agar MacConkey menggunakan metode boiling sederhana dan sekitar 5-10 koloni dipanen serta disuspensi pada 200 μl TE dengan pH 8. Suspensi dipanaskan pada suhu mendidih sekitar 100oC selama 10 menit, kemudian dilakukan sentrifugasi pada 8000 rpm selama 1 menit. Supernatan sebesar 75 μl digunakan sebagai sumber dari cetakan untuk diamplifikasi.

PCR untuk Mendeteksi gen lasI dan lasR pada Pseudomonas aeruginosa

DNA Pseudomonas aeruginosa yang sudah didapatkan kemudian digunakan untuk PCR. Reaksi PCR dilakukan untuk mendeteksi gen lasI dan lasR dengan menggunakan primer spesifik Forward:                             5’-

GTGTTCAAGGAGCGCAAAGG-3’Reverse:5’-

AACGGCTGAGTTCCCAGATG -3’ untuk gen lasI dan Forward:5’-

TCGAACATCCGGTCAGCAAA-3’Reverse:5’-

GTTCACATTGGCTTCCGAGC -3’ untuk

gen lasR.10 PCR dilakukan dengan menggunakan Go Taq® Green Master Mix pada campuran reaksi Mix PCR dengan volume total 10 µl yang mengandung mengandung 5 µl Go Taq® Green Master Mix, 0,3 µl primer spesifik dengan konsentrasi μM, 0,8 µl DNA polymerase dan 3,6 µl H2O. Siklus PCR dimulai dengan pre-denaturasi pada suhu 95°C selama 2 menit; 35 siklus denaturasi pada suhu 95°C selama 30 detik, annealing pada suhu 50°C selama 30 detik dan ekstensi pada suhu 72oC selama 30 detik serta ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit.

Elektroforesis

Amplikon yang dihasilkan kemudian dielektroforesi pada 2% gel agarosa dalam buffer TBE1x pada kekuatan listrik sebesar 100 volt selama 35 menit. Selanjutnya, DNA divisualisasikan dengan pewarnaan GelRed™ Nucleic Acid Gel. Gen IasI dinyatakan positif jika ditemukan band pada 238 bp sedangkan Gen lasR dinyatakan positif jika ditemukan band pada 128 bp.10

Sequencing

Sequencing dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa pita amplikon yang diperoleh merupakan pita lasI dan lasR yang diharapkan. Sequencing dilakukan dengan menggunakan BigDye Terminator v3.1 Kit yang dilakukan di First Base (Malaysia). Hasil sequencing divisualisasi dan diedit dengan Mega version 7.0. Kemudian dibandingkan dengan data pada GenBank (www.ncbi.gov/BLAST).

HASIL

Sebanyak 25 isolat digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Isolat yang digunakan adalah isolat Pseudomonas aeruginosa yang terisolasi dari spesimen klinis seperti spesimen sputum (n = 4), urin (n = 8), pus (n = 10), darah (n = 3). Seluruh sampel didapatkan dari Instalasi Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2013 hingga 2016.Distribusi sampel berdasarkan tahun dapat dilihat pada Table 1

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, sehingga pengambilan data hanya dilakukan satu kali. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana selama 2 bulan terhitung dari bulan Oktober hingga November 2017 untuk pengerjaan proses PCR.

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan tahun

Jenis Sampel

Tahun

Jumlah (%)

2013

2014

2015

2016

Sputum

0

0

1

3

4 (16)

Urin

0

0

2

6

8 (32)

Pus

1

0

1

8

10 (40)

Darah

0

0

1

2

3 (12)

Jumlah (%)

1 (4)

0 (0)

5 (20)

19 (76)

25 (100)

Semua isolat klinis P. aeruginosa diidentifikasi melalui proses PCR dan diamplifikasi menggunakan primer spesifik (Tabel 2). Gen lasI dinyatakan positif jika pada elektroforesis hasil PCR ditemukan band pada 238 bp dan dinyatakan negatif jika pada elekroforeis hasil PCR tidak ditemukan band pada 238 bp. Sedangkan

Gen lasR dinyatakan positif jika pada elektroforesis hasil PCR ditemukan band pada 128 bp dan dinyatakan negatif jika pada elekroforeis hasil PCR tidak ditemukan band pada 128 bp Tidak ada pita terbentuk di pita PCR untuk sampel dengan kontrol negatif (Gambar 1).

Tabel 2. Primer dan proses PCR dalam amplifikasi gen lasI dan lasR

Sekuens (5’ – 3’)10

Proses PCR

Gen

Ukuran Amplikon

Pre-denaturasi

Denaturasi

Annealing

Ekstensi

Final Ekstensi

F: GTG TTC AAG GAG CGC AAA GG

R: AAC GGC TGA GTT CCC AGA TG

lasI

238 bp

95 oC

2 menit

95 oC

30 detik

53oC

30 detik

72 oC

30 detik

72 oC

5 menit

F:TCGAACATCCGGTCA GCAAA

R:GTTCACATTGGCTTC CGAGC

lasR

128 bp

95 oC

2 menit

95 oC

30 detik

53oC

30 detik

72 oC

30 detik

72 oC

5 menit




2000

1000

500

200

100


Gambar 1. Amplifikasi PCR gen lasI dan lasR dengan suhu annealing 53°C. Lane M marker 100 bp DNA ladder (Thermo Scientific GeneRuler) ; lane 1 gen positif lasI (238 bp); lane 2 gen positif lasR; lane 3 kontrol negatif H2O.

Hasilnya ditemukan 24 isolat (96 %) dinyatakan positif memiliki gen lasI dan 25 isolat (100%) dinyatakan positif memiliki gen lasR. Semua isolat memiliki gen lasR sedangkan sebanyak 1 isolat dinyatakan negatif memiliki gen lasI setelah dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali yaitu sampel yang berasal dari urin (Tabel 3). Untuk mengkonfirmasi bahwa pita yang teramplifikasi merupakan segmen gen lasI dan lasR maka dilakukan sequencing. Sequencing dari produk PCR dikonfirmasi dengan BLAST (KR020726.1 untuk gen lasI dan LC193829.1 untuk gen lasR). Hasil sequencing produk PCR menunjukkan bahwa pita yang teramplifikasi merupakan segmen gen lasI dan lasR.

Tabel 3. Hasil PCR P. aeruginosa yang Terisolasi dari Spesimen Klinis di Instalasi Mikrobiologi RSUP Sanglah Tahun 2013-2016

Jenis Sampel

lasI

lasR

Jumlah (%)

Positif

Negatif

Positif

Negatif

Urin

7

1

8

-

8 (32)

Sputum

4

-

4

-

4 (16)

Pus

10

-

10

-

10 (40)

Darah

3

-

3

-

3 (12)

Total (%)

24 (96)

1 (4)

25 (100)

0 (0)

25 (100)

PEMBAHASAN

P. aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki tingkat imunitas yang sangat rendah seperti pasien neutropenia, luka bakar, atau cystic fibrosis.2,4 Bakteri ini hanya patogen ketika masuk ke daerah tanpa pertahanan normal, misalnya, ketika selaput lendir dan kulit terganggu oleh kerusakan jaringan langsung; ketika kateter intravena atau urin digunakan; atau ketika kondisi neutropenia, seperti pada

kemoterapi kanker.11 Semua itu merupakan faktor predisposisi dimana setiap faktor tersebut mengakibatkan infeksi yang berbeda-beda.

Penelitian ini terfokus untuk mengidentifikasi salah satu faktor virunlesi P. aeruginosa yaitu gen lasI dan lasR yang terdapat pada Quorum Sensing. Quorum Sensing merupakan salah satu mekanisme yang mempengaruhi pembentukan biofilm dimana ini akan menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik. Quorum Sensing adalah mekanisme sinyal sel yang digunakan oleh banyak spesies

I;       a Directoryof

OPEN ACCESS JOURNALS

sebagai respon terhadap sinyal ekstraseluler (autoinducer). P. aeruginosa memiliki dua sistem QS utama yang diregulasi oleh autoinducers N-acyl-homoserine lactones (AHLs). Dua sistem QS tersebut adalah sistem lasIR dan sistem rhlIR.Selain mempengaruhi pembentukan biofilm, gen lasI dan lasR juga mempengaruhi faktor virulensi lain seperti LasB elastase, LasA protease, alkaline protease, dan exotoxin A.12 Penelitian ini menunjukan bahwa hampir semua isolat klinis P. aeruginosa memiliki gen lasI dan lasR. Prevalensi isolat klinis P. aeruginosa yang memiliki gen lasI sebesar 96 % dan yang memiliki gen lasR sebesar 100 %. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hemati dkk10 pada tahun 2014 di Iran. Penelitian tersebut menggunakan 140 isolat klinis yang nantinya akan dideteksi dengan metode PCR. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu prevalensi isolat klinis P. aeruginosa yang memiliki gen lasI dan lasR sebesar 93,57 % (131 isolat). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa prevalensi isolat klinis P. aeruginosa yang memiliki gen lasI dan lasR sangat tinggi.10

Selain itu dalam penelitian tersebut juga mencari hubungan antara pembetukan biofilm dengan Quorum Sensing. Pembentukan biofilm pada isolat dilakukan dengan metode mikroplate. Hasilnya sebanyak 87,15 % (122 isolat) isolat klinis yang membentuk biofilm sedangkan 12,85 % (18 isolat) lainnya

tidak memproduksi biofilm. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara Quorum Sensing dengan pembentukan biofilm.10

Hal menarik lainnya yang ditemukan pada penelitian ini adalah satu sampelyang dinyatakan negatif terhadap gen lasI. Hal yang dapat menjelaskan bahwa pembentukan biofilm tidak hanya dipengarui oleh gen lasI, namun juga dipengaruhi oleh gen lain seperti gen rhlI dan rhlR12 serta dipengaruhi oleh

konsentrasi besi di lingkungan, dan kondisi nutrisi.13 Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk mengklarifikasi temuan ini.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, 24 (96%) dari 25 isolat klinis P. aeruginosadari Instalasi Mikrobiologi RSUP Sanglah memiliki gen lasI dan sebanyak 25 (100 %) isolat klinis memiliki gen lasR. Satu sampel lainnya dinyatakannegatif terhadap gen lasI. Berdasarkan prevalensinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa gen lasI dan lasR merupakan faktor virulensi mayor pada bakteri ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Fakultas Kedoteran Universitas Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar telah memberi dukungan, dan Wahyu Hidayanti selaku staf Instalasi Biologi Molekuler serta Ni Wayan Nilawati selaku staf di Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah telah membantu secara tekhnis.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Girard, G.,  & Bloemberg, G. V.

Central role of quorum sensing in regulating the production of pathogenicity factors in Pseudomonas aeruginosa. 2008; 3, 97–106.

  • 2.    S.L. Gellatly & R.E.W. Hancock. Minireview Pseudomonas aeruginosa: new insights into pathogenesis and host defenses. Centre for Microbial Diseases and Immunity Research 67:2013; 159–173.

  • 3.    Lyczak JB, Cannon CL & Pier GB. Establishment of Pseudomonas aeruginosa infection: lessons from a versatile opportunist. Microbiol Infect 2: 2000; 1051–1060.

  • 4.    Slama, Karim B, Skander G, Ahlem J, Meriem M, Chedlia F, dkk. Epidemiology of Pseudomonas aeruginosa in intensive care unit and

ISSN: 2597-8012

DIRECTORY OF OPEN ACCESS

L J ‘         JOURNALS

otolaryngology department of a tunisian hospital. African Journal of Microbiology    Research.    2011;

5(19):1.

  • 5.    Mardiati, R. PEDOMAN Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2001; pp. 37.

  • 6.    Rasyid, Roslaili dan Suhelmi K. Prevalensi Infeksi Nosokomial Pasien Pasca Sectio Sesarea pada Bagian Obgyn RSUP Dr. M. Djamil Padang. Bagian Mikrobiologi FK Unand. Padang. 2000.

  • 7.    Tennant, I., Harding, H. Microbial Isolates from Patients in An Intensive Care Unit, and Associated Risk Factors. West Indian Medical Journal. 2005: Vol. 54, No. 4.

  • 8.    Guntur, A. The Role of Cefepime: Empirical Treatment in Critical Illness. Dexa-medica journal. 2007.

  • 9.    Sri Budayanti dkk. Pola Bakteri dan Kepekaan     Bakteri     Terhadap

Antibiotika di RSUP Sanglah Periode

Juli-Desember 2014. Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik FK Unud-RSUP Sanglah. Denpasar. 2015; pp. 25-27.

  • 10.    Hemati dkk. The correlation between the presence of quorum sensing, toxinantitoxin system genes and MIC values with   ability   of biofilm

formation in  clinical  isolates of

Pseudomonas aeruginosa. Iran J. Microbiology. 2014; 6 (3) :133-139.

  • 11.    Jawetz, Melnick, & Adelberg's. Medical Microbiology. 24th Edition. USA: McGraw-HillCompanies. 2007; pp. 263-264.

  • 12.    Christian van Delden. Virulence Factors in Pseudomonas aeruginosa. Plenum Publishers New York2.2004; 22-26

  • 13.    Sauer, K., Cullen, M.C., Rickard, A.H., Zeef, L.A., Davies, D.G., and Gilbert, P. Characterization of nutrient-induced dispersion in Pseudomonas aeruginosa PAO1 biofilm. J Bacteriol 186.2004: 73127326.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

7