ISSN: 2303-1395               E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.4 APRIL, 2019

--∖r—∖ Λ j DIRECTORY OF OPEN ACCESS I__' V √.   ∙ . √ JOURNALS

KARAKTERISTIK PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) DENGAN KANDIDIASIS OROFARING DI VCT RSUP SANGLAH BALI PERIODE SEPTEMBER 2015 – SEPTEMBER 2016

Firly Clarissa Suyanto1, Luh Made Mas Rusyati2, IGAA Elis Indira2

  • 1    Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2    Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kandidiasis orofaring merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita HIV/AIDS yang secara klinis ditandai dengan adanya lesi berbentuk pseudomembran atau atropik pada mukosa oral dan faring. Kejadian HIV/AIDS mengalami peningkatan yang signifikan selama dekade terakhir, baik secara global maupun di Indonesia. Hal ini diikuti dengan meningkatnya jumlah kandidiasis orofaring. Namun, data di Indonesia yang membahas mengenai jumlah kasus kandidiasis orofaring pada pasien HIV/AIDS masih sedikit. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring di VCT RSUP Sanglah Bali periode September 2015 – September 2016. Penelitian ini adalah penelitian deskritif potong lintang (cross sectional) yang dilakukan di Voluntary Counseling and Testing (VCT) RSUP Sanglah Denpasar. Data yang diperoleh berupa data sekunder register pasien periode September 2015 – September 2016. Data dianalisis menggunakan program Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 289 pasien HIV/AIDS, sejumlah 103 pasien menderita kandidiasis orofaring (35,6%) dengan persentase tertinggi terdapat pada pasien jenis kelamin laki-laki (68%), kelompok usia 30-39 tahun (35,92%), tingkat pendidikan SMA (40,78%), jenis pekerjaan tidak diketahui (39,81%), domisili Denpasar (52,43%), faktor risiko heteroseksual (52,43%), dan memiliki sindroma wasting sebagai infeksi oportunistik penyerta selain kandidiasis orofaring (36,89%).

Berdasarkan hasil penelitian, pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring terbanyak pada pasien laki-laki, kelompok usia 30-39 tahun, tingkat pendidikan SMA, jenis pekerjaan tidak diketahui, domisili Denpasar, faktor risiko heteroseksual, dan memiliki sindroma wasting.

Kata kunci: Karakteristik, HIV/AIDS, Kandidiasis Orofaring

ABSTRACT

Oropharyngeal Candidiasis is one of the most common opportunistic infections seen in patients with HIV/AIDS that is clinically marked in the form of pseudomembrane or atrophic lesion in oral and pharynx mucous. The incidence of HIV/AIDS has significantly risen over the past decade, globally and in Indonesia. This leads to the increment of various opportunistic infections, especially oropharyngeal candidiasis. However, there are only a few evidences reporting the number of HIV/AIDS patients with oropharyngeal candidiasis in Indonesia. The aim of this study is to determine the prevalence and characteristics of HIV/AIDS patients with oropharyngeal candidiasis in Sanglah General Hospital within September 2015 – September 2016.

This study is a cross-sectional descriptive study conducted at Voluntary Counseling and Testing (VCT) Sanglah General Hospital Bali. The datas are obtained in the form of patients registry from September 2015 – September 2016. These datas are then analyzed using Microsoft Excel. The result of the study shows that out of 289 patients who suffer from HIV/AIDS, 103 patients have oropharyngeal candidiasis, which are mostly men (68%), between 30-39 years old (35.92%), majority are high school graduate (40.78%), unknown

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

jobs (39.81%), reside in Denpasar (52.43%), heterosexual (52.43%), and have wasting syndrome as associated opportunistic infection (36.89%).

To conclude this study, HIV/AIDS patients with oropharyngeal candidiasis are mostly men, between 30-39 years old, high school graduate, unknown jobs, reside in Denpasar, heterosexual, and have wasting syndrome as associated opportunistic infection.

Keywords: Characteristic, HIV/AIDS, Oropharyngeal Candidiasis

PENDAHULUAN

Dewasa ini, infeksi Candida sedang marak dibicarakan karena meningkatnya kasus infeksi pada pasien-pasien imunokompromais. Kandidiasis adalah istilah yang mengacu pada suatu infeksi jamur primer atau sekunder yang disebabkan oleh spesies jamur dengan genus Candida. Candida merupakan flora komensal normal yang hidup dalam kulit dan mukosa orofaring, saluran cerna, dan vagina. Namun apabila keseimbangan flora normal seseorang terganggu, maka sifat komensal Candida ini dapat berubah menjadi patogen. Candida albicans merupakan spesies umum penyebab infeksi oportunistik yang dapat bersifat lokal mengenai mulut, tenggorokan, kulit, jari-jari tangan, kuku, bronkhi, paru, saluran pencernaan, dan vagina maupun menjadi sistemik misalnya septikemia. Beberapa dekade belakangan, insiden infeksi oleh spesies Candida non albicans semakin meningkat di negara-negara berkembang dan juga di negara maju. Spesies Candida non albicans yang paling sering menyebabkan kandidiasis adalah C. tropicalis, C. glabrata, C. krusei, dan C. parapsilosis. Manifestasi klinisnya pun sangat bervariasi dimulai dari akut, subakut, hingga kronis.1

Kandidiasis terjadi di seluruh dunia dan mampu menyerang segala usia serta jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut studi yang dilakukan oleh Pruthvi dkk2, kandidiasis terjadi pada 71% pasien HIV-positif, sedangkan Nagalingeswaran dkk1

menyatakan kandidiasis terjadi pada 70% pasien HIV-positif dan Singh dkk2 menyebutkan kandidiasis terjadi pada 65% pasien HIV-positif.

Pasien imunokompromais adalah pasien yang respons imunnya menurun akibat dari pemakaian obat imunosupresan, radiasi, malnutrisi dan adanya proses penyakit misalnya keganasan, infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) dan lain sebagainya. Kejadian HIV/AIDS mengalami peningkatan yang signifikan selama dekade terakhir, baik secara global maupun di Indonesia. Dalam keadaan tersebut pasien mengalami gangguan berat pada imunitas selularnya, sehingga rentan terhadap berbagai macam infeksi oportunistik, termasuk infeksi protozoa, virus, bakteri, dan jamur. Infeksi oportunistik yang disebabkan oleh jamur merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas serta menurunnya kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Menurut beberapa penelitian yang sudah dilakukan, pada pasien imunokompromais, terutama pasien HIV/AIDS, infeksi jamur yang paling sering ditemukan adalah kandidiasis orofaring. Pada hampir seluruh pasien dengan HIV/AIDS positif terdapat kolonisasi dari Candida dan 90-95% akan berkembang menjadi lesi seiring berjalannya penyakit. Rendahnya kadar CD4+ dan tingginya kadar HIV RNA dalam plasma

I--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS IJOURNALS memiliki korelasi yang signifikan dengan karier Candida oral dan kandidiasis orofaring pada pasien HIV/AIDS.3,4

Menurut Thompson dkk5 dan Patel dkk6, sebelum era Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART), kandidiasis orofaring dikatakan sebagai manifestasi klinis yang paling umum dijumpai pada pasien HIV/AIDS yaitu sekitar 90% dan merupakan indikasi awal adanya infeksi HIV. Kandidiasis orofaring adalah infeksi oportunistik yang menyerang palatum keras dan lunak, faring, lidah, dan mukosa bukal. Infeksi ini memberikan gambaran lesi yang bervariasi, seperti bercak kemerahan, curd-like lesion yang berwarna putih dan mudah diangkat, atau membentuk pseudomembran.     Prevalensi     tertinggi

kandidiasis orofaring dapat dilihat pada pasien dengan CD4+ <200/mm3 atau viral load >10.000 kopi/ml. Sejak HAART diperkenalkan pada tahun 1990an, insiden kolonisasi dan infeksi mukosa mulut yang disebabkan oleh Candida menurun, begitu juga dengan insiden infeksi oportunistik lainnya.6

Sejauh ini, belum ada data terbaru mengenai prevalensi dan karakteristik pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring di RSUP Sanglah Bali. Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring di VCT RSUP Sanglah Bali periode September 2015 – September 2016.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain potong lintang (cross sectional) untuk melihat prevalensi dan karakteristik pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring di VCT RSUP Sanglah Bali selama periode September 2015 -September 2016. Subjek yang menjadi sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu pasien HIV/AIDS segala usia dengan kandidiasis orofaring dan pasien HIV/AIDS segala usia dengan kandidiasis orofaring beserta infeksi oportunistik lainnya yang berobat ke VCT RSUP Sanglah Bali pada periode September 2015 - September 2016. Pemilihan sampel menggunakan teknik total

sampling. Peneliti akan melakukan pencatatan langsung berdasarkan penelusuran data sekunder berupa register pasien di VCT RSUP Sanglah Bali periode September 2015 – September 2016. Data yang diambil berupa data demografi pasien (usia, jenis kelamin, domisili, pekerjaan, dan tingkat pendidikan), infeksi oportunistik lainnya yang menyertai serta faktor risiko (heteroseksual, laki-seks-laki, wanita pekerja seksual, pria pekerja seksual, pelanggan PSK, pengguna jarum suntik, dan pasangan risiko tinggi). Pengolahan data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk teks dan grafik.

HASIL

Hasil penelitian di VCT RSUP Sanglah Bali periode September 2015 – September 2016 didapatkan jumlah pasien HIV/AIDS adalah sebanyak 289 pasien. Dari

289 pasien, sejumlah 103 pasien menderita kandidiasis orofaring (35,6%).

Pada Gambar 1 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pasien HIV/AIDS dengan

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ <_>/ X-J JOURNALS

kandidiasis orofaring terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki yaitu sejumlah 70 orang (68%), sedangkan pasien berjenis kelamin perempuan sebesar 33 orang (32%). Rentang usia terbanyak adalah pasien pada kelompok usia 30-39 tahun yaitu sebanyak 37 orang (35,92%).

Pada Gambar 3 terlihat persentase tingkat pendidikan pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring terbanyak didapatkan pada pasien dengan pendidikan SMA yaitu sejumlah 42 orang (40,78%). Gambar 4 menunjukkan persentase tertinggi berdasarkan

pekerjaan adalah tidak diketahui sejumlah 41 orang (39.81%). Pada Gambar 5, pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring paling banyak memiliki asal domisili Denpasar yakni sebanyak 54 orang (52,43%). Gambar 6 menunjukkan persentase faktor risiko terbesar pada pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring adalah heteroseksual yaitu sejumlah 54 orang (52,43%). Infeksi oportunistik terbanyak pada pasien HIV/AIDS adalah kandidiasis orofaring disertai sindroma wasting yaitu sejumlah 38 orang (36,89%) yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 1. Persentase pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berdasarkan jenis kelamin

Kelompok Usia (tabun)

Gambar 2. Persentase pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berdasarkan kelompok usia




Gambar 3. Persentase pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berdasarkan tingkat pendidikan

Gambar 4. Persentase pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berdasarkan pekerjaan

Gambar 5. Persentase pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berdasarkan domisili

Gambar 6. Persentase pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berdasarkan faktor risiko



Gambar 7. Persentase Kandidiasis Orofaring beserta Infeksi Oportunistik Penyerta Lainnya pada

Pasien                                                                    HIV/AIDS

PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan di VCT RSUP Sanglah Bali selama periode September 2015 – September 2016 meliputi 103 pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring yang lebih dari setengahnya berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 70 orang (68%) dan 33 lainnya berjenis kelamin perempuan (32%). Menurut Nandasari, laki-laki lebih berisiko terkena HIV/AIDS dikarenakan pekerjaan laki-laki lebih mobile dibandingkan perempuan dan rentan terhadap HIV/AIDS seperti supir dan wiraswasta.7 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laksana, laki-laki bisa berorientasi seks heteroseksual maupun homoseksual dimana laki-laki homoseksual mempunyai risiko lebih tinggi terkena HIV/AIDS dibandingkan laki-laki heteroseksual karena memiliki perilaku seksual berisiko seperti hubungan seks lebih dari satu pasangan, tidak menggunakan pengaman, dan seks anal. Memiliki pasangan seks lebih dari satu, terutama laki-laki homoseksual, membuat

semakin banyak laki-laki yang memiliki risiko terkena HIV/AIDS.8

Berdasarkan usia, sebagian besar pasien berumur antara 30 – 39 tahun (35,92%). Kedua hasil ini sama dengan temuan pada penelitian Sofro di RSUD Kariadi Semarang yang menunjukkan bahwa distribusi pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring terbanyak pada laki-laki dan pada kelompok usia 30 – 39 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan usia 30 – 39 tahun merupakan usia reproduktif yang aktif secara seksual, mengingat salah satu cara penularan infeksi HIV/AIDS adalah dengan kontak cairan tubuh. Temuan ini berbeda dengan penelitian Tarini di Pokdisus HIV/AIDS Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta yang menyatakan bahwa pasien paling banyak adalah pasien laki-laki kelompok umur 20-29 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan Jakarta adalah kota metropolitan yang aktivitas seksual penduduknya lebih dini.4

Hampir sebagian besar pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring tingkat pendidikannya Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni sejumlah 42 orang (40,78%). Temuan ini berbeda dengan penelitian Sofro yang mengungkapkan pendidikan terakhir terbanyak pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 30,95%.4 Hal ini mungkin dikarenakan sudah banyak dilakukannya penyuluhan tentang perbedaan antara HIV dan AIDS, tanda dan gejala HIV/AIDS, serta mode penularan, pencegahan, dan penanggulangan HIV/AIDS. Sebuah penelitian yang dilakukan di salah satu sekolah di Gianyar menunjukkan bahwa penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa/i seputaran HIV/AIDS. Hal ini dinilai dari peningkatan nilai rata-rata test sebelum penyuluhan yaitu 64% dan menjadi 87% setelah dilakukan penyuluhan. Meningkatnya    pengetahuan    mengenai

HIV/AIDS membuat masyarakat lebih memahami tentang gejala HIV/AIDS serta cara penularannya sehingga apabila muncul gejala-gejala tersebut terutama pada masyarakat berisiko tinggi maka masyarakat dapat mengetahuinya dan segera mencari pengobatan.9

Ditinjau dari distribusi pekerjaan, hampir setengahnya yaitu 41 orang (39,81%) pekerjaannya tidak diketahui, diikuti dengan pegawai swasta sebanyak 39 orang (37,86%). Sedangkan     yang     tidak     memiliki

pekerjaan/pengganguran hanya 1 orang (0,97%). Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengenai temuan ini. Pertama, pasien yang berobat malu dan takut untuk mengatakan pekerjaan yang sesungguhnya karena kemungkinan mereka bekerja sebagai PSK. Kemungkinan kedua adalah kelalaian

petugas yang mengisi register VCT atau kurangnya pengetahuan petugas mengenai pentingnya mengisi data tersebut. Kemungkinan ketiga adalah mereka merupakan pekerja informal. Kemungkinan terakhir ialah mereka malu untuk mengakui bahwa sebenarnya mereka pengangguran. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian di RSCM yang menunjukkan bahwa yang paling banyak adalah pengangguran.4

Berdasarkan domisili pasien, sebanyak 54 subjek (52,43%) berasal dari kota Denpasar. Hal ini mungkin dikarenakan lokasi RSUP Sanglah adalah di kota Denpasar dan masyarakat kota Denpasar sudah lebih mengenal gejala-gejala HIV/AIDS sehingga lebih banyak yang mencari pengobatan. Kota Badung menempati urutan kedua terbanyak yakni 12 pasien (11,65%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 54 pasien (52,43%) adalah heteroseksual dan 15 pasien (14,56%) adalah pelanggan PSK. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haverkos, pasien yang dikategorikan heteroseksual didefinisikan sebagai subjek yang menyangkal adanya faktor risiko lain seperti homoseksual (laki seks laki), pengguna jarum suntik, dan resipien darah, serta pernah melakukan kontak heteroseksual dengan pasangan yang terinfeksi atau memiliki risiko tinggi HIV/AIDS. Yang didefinisikan sebagai pasangan risiko tinggi adalah homoseksual, laki-laki biseksual, pengguna jarum suntik, dan resipien darah. Haverkos juga mengatakan bahwa terjadi perubahan epidemik dari homoseksual dan pengguna jarum suntik ke kontak heteroseksual. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh transmisi primer dari kelompok yang berisiko tinggi ke kontak heteroseksual yang meningkat.10 Lebih

I--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS IJOURNALS tingginya angka HIV/AIDS pada kelompok heteroseksual dikarenakan terbatasnya data

penelitian tentang HIV/AIDS pada kelompok homoseksual. Keterbatasan ini dapat dipengaruhi terutama oleh stigma buruk masyarakat terhadap kelompok homoseksual sehingga kelompok ini lebih cenderung menutup diri yang mengakibatkan faktor-faktor risiko penularan HIV/AIDS pada kelompok homoseksual masih tersembunyi.8

Transmisi perinatal yang didefinisikan sebagai penularan HIV dari ibu ke anak selama kehamilan, melahirkan, dan menyusui, menduduki tempat ketiga yaitu sebanyak 13 pasien (12,62%). Sebuah studi retrospektif yang dilakukan dari tahun 2003 sampai 2011 di RSCM Jakarta menyimpulkan dari 238 bayi yang terekspos HIV yang mendapatkan terapi berdasarkan protokol Prevention of Mother-to-Child Transmission (PMTCT), hanya 6 bayi (2,5%) yang terkonfirmasi terinfeksi. Protokol PMTCT ini terdiri dari terapi Anti Retroviral (ARV) untuk ibu dan bayi, operasi sesarian elektif, dan menghindari menyusui.11 Angka yang didapatkan di VCT RSUP Sanglah ini bisa terbilang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan studi yang dilakukan di RSCM. Hal ini dikarenakan jumlah kasus ibu hamil dengan HIV yang cenderung meningkat di RSUP Sanglah yang mungkin disebabkan oleh jumlah kasus HIV di masyarakat yang meningkat serta kesadaran masyarakat akan bahaya penularan HIV bagi ibu yang terinfeksi kepada bayinya yang juga meningkat. Sehingga, ibu hamil yang positif terinfeksi datang ke poliklinik PMTCT RSUP Sanglah untuk memperoleh pelayanan supaya penularan ke bayinya dapat dicegah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah dari tahun 2005 – 2014,

sebagian besar (40,65%) pasien yang berobat ke poliklinik PMTCT merupakan rujukan dari poliklinik VCT RSUP Sanglah. Sebuah penelitian mendapatkan jumlah ibu hamil dengan HIV di RSUP Sanglah tahun 2005 adalah sebanyak 4 orang dan pada tahun 2009 sudah mencapai 28 orang.12,13

Sejumlah 38 pasien (36,89%) tidak hanya mengalami kandidiasis orofaring sebagai infeksi oportunistik tetapi juga disertai dengan sindroma wasting. Menurut CDC, sindroma wasting memiliki kriteria yaitu kehilangan >10% berat badan ditambah dengan diare kronis (setidaknya 2 kali BAB per hari selama 30 hari atau lebih) atau kelemahan kronis dan panas (30 hari atau lebih, intermiten atau konstan) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain selain HIV. Menurut Sinha, sindroma wasting bisa disebabkan karena kurangnya asupan makanan akibat kandidiasis orofaring, ulkus oral, obat-obatan, depresi, malabsorpsi, serta meningkatnya kebutuhan energi. Sindroma wasting nantinya akan memberi dampak disfungsi imun sekunder yang selanjutnya akan menyebabkan infeksi oportunistik lainnya.14 Temuan ini sesuai dengan penelitian Sofro di RSUD Kariadi Semarang yang mendapatkan data yakni sebanyak 22 pasien (52,38%) HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring berstatus gizi dibawah normal atau underweight yang diukur menggunakan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).4

Penelitian di VCT RSUP Sanglah Bali ini mendapatkan faktor risiko yang berupa heteroseksual, pelanggan PSK, perinatal, homoseksual, PSK, pengguna jarum suntik, dan pasangan risiko tinggi, serta infeksi oportunistik lainnya yang menyertai kandidiasis orofaring pada pasien HIV/AIDS


seperti sindroma wasting, gastroenteritis, tuberkulosis, Pneumocystis carinii Pneumonia, stroke non hemorrhagic, Community-acquired Pneumonia, infeksi cytomegalovirus, Stevens-Johnson Syndrome. Penelitian Tarini di RSCM Jakarta maupun Sofro di RSUD Kariadi Semarang tidak menyertakan informasi mengenai infeksi oportunistik lainnya.

Kelemahan penelitian ini terdapat pada kurang baiknya pengisian register VCT sebagai data sekunder, terutama pengisian mengenai pekerjaan dan pendidikan. Selain itu pada penelitian ini tidak memeriksa kadar CD4+ dan tidak melakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap sampel swab orofaring.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring terbanyak adalah pada pasien laki-laki, kelompok usia 30-39 tahun, tingkat pendidikan SMA, jenis pekerjaan tidak diketahui, domisili Denpasar, faktor risiko heteroseksual, dan memiliki sindroma wasting.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kalalo JGK, Tjitrosantoso HM, Goenawi LR. Studi Penatalaksanaan Terapi pada Penderita HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Kota Manado. J Farmasi Univ Samrat. 2012; 1(2): 98-103.

  • 2.    Berberi A, Noujeim Z, Aoun G. Epidemiology of Oropharyngeal Candidiasis       in       Human

Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome Patients and CD4+ Counts. Journal of International Oral Health. 2015; 7(3): 20-23.

  • 3.    Maheswari M, Kaur R, Chadha S. Candida Species Prevalence Profile in HIV Seropositive Patients from a Major Tertiary Care Hospital in New Delhi, India. Journal of Pathogens. 2016; 2016

  • 4.    Sofro MAU, Angita I, Isbandiro B. Karakteristik Pasien HIV/AIDS dengan Kandidiasis Orofaringeal di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Med Hosp. 2013; 1(3): 164-168

  • 5.    Thompson GR, Patel PK, Kirkpatrick WR. Oropharyngeal Candidiasis in the Era of Antiretroviral Therapy. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2010; 109(4): 488-495

  • 6.    Patel PK, Erlandsen JE, Kirkpatrick WR. The Changing Epidemiology of Oropharyngeal Candidiasis in Patients with HIV/AIDS in the Era of Antiretroviral    Therapy.    AIDS

Research and Treatment. 2012; 2012

  • 7.    Nandasari F, Hendrati LY. Identifikasi Perilku Seksual dan Kejadian      HIV      (Human

Immunodeficiency Virus) pada Sopir Angkutan Umum di Kabupaten Sidoarjo.       Jurnal       Berkala

Epidemiologi. 2015; 3(1): 377-386

  • 8.    Laksana ASD, Lestari DWD. Faktor-Faktor Risiko Penularan HIV/AIDS pada Laki-Laki dengan Orientasi Seks Heteroseksual dan Homoseksual di Purwokerto. Mandala of Health. 2010; 4(2): 113-123

  • 9.  Sawitri AAS, Cintya P, Seriani L.

Penyuluhan Tentang Pecegahan dan Penularan HIV/AIDS pada Siswa/I SMP Kertha Wisata Tegalalang Gianyar. Udayana Mengabdi. 2012; 11(2): 52-54.

  • 10. Haverkos HW, Chung RC, Perez

LCN. Is there an epidemic of HIV/AIDS among heterosexuals in the USA?. Postgrad Med J. 2003; 79: 444-448

  • 11. Muktiarti D, Kurniati N, Akib AAP,

Munasir Z. Outcomes of Prevention of HIV Mother-to-Child Transmission in Cipto Mangunkusumo Hospital. Paediatrica Indonesiana. 2012; 52(5): 294-299

  • 12. Aryana D, Bagus M. Karakteristik Ibu

Hamil dengan HIV di RSUP Sanglah Denpasar Periode Tahun 2005-2010. E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana. 2015; 3(4)

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

  • 13.    Negara IKS, Anantasika AAN, Putra A. Characteristics of Pregnant Women with HIV Infection Following Prevention of Mother to Child Transmission of HIV (PMTCT) Program in Sanglah General Hospital

2005-2014.  Bali Medical Journal.

2016; 5(1): 147-151.

  • 14.    Sinha S, Tahir M. AIDS Wasting Syndrome:  Current Concepts in

Management. Medicine Update. 2007; 87: 502-504.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum