ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.4 APRIL, 2019

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_V_V/ ∖-^J JOURNALS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) TERHADAP KEJADIAN DBD DI DESA PEMECUTAN KLOD, KECAMATAN DENPASAR BARAT

Made Sushmita Dharmasuari1, I Made Sudarmaja2,

1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2, Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Email : [email protected]

ABSTRAK

Faktor risiko yang berpengaruh terhadap penyebaran DBD adalah perilaku masyarakat dalam melakukan pencegahan DBD. Keberhasilan program pencegahan DBD bergantung pada tingkat pengetahuan masyarakat terhadap DBD, dan pemahaman terhadap pentingnya menerapkan upaya pencegahan DBD dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan masing – masing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan DBD terhadap kejadian DBD di Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Penelitian ini berjenis analitik, dengan metode pendekatan cross-sectional. Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling yang berjumlah 75 responden. Hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian DBD diperoleh nilai signifikansi 0,005 kurang dari α = 5% (0,005< 0,05) yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian DBD di Banjar Monang-Maning Desa Pemecutan Klod. Pada 75 responden, terdapat 3 responden memiliki perilaku pencegahan yang kurang (4%), 12 responden memiliki perilaku pencegahan yang cukup (16%), dan 60 responden (60%) memiliki perilaku pencegahan yang baik. Pada 3 responden yang memiliki perilaku pencegahan yang kurang (4%), tidak terdapat kejadian DBD pada seluruh responden (0%). Pada 12 responden dengan pengetahuan cukup, terdapat kejadian DBD pada 3 responden (25,0%). Pada 60 responden (60%) yang memiliki perilaku pencegahan yang baik, terdapat kejadian DBD pada 9 responden (75%). Setelah dilakukan uji Fisher’s Exact diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,644 lebih dari α = 5% (0,644 > 0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara perilaku pencegahan dan kejadian DBD.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Pengetahuan, Perilaku, Pencegahan

ABSTRACT

Risk factors affecting the spread of DHF are community behavior in preventing DHF. The success of the DHF prevention program depends on the level of community knowledge on DHF, and understanding of the importance of applying DHF prevention efforts by eradicating mosquito breeding in their respective environments. This study aims to determine the relationship between knowledge and behavior of prevention of DHF on the occurrence of DBD in Pemecutan Kelod Village, West Denpasar District. This research is analytic type, with cross-sectional approach method. Samples were chosen by consecutive sampling, ie the taking of research subjects who met the criteria were done in sequence to reach the required number of subjects. The sample of research is 75 respondents. The result of the analysis of the relationship of knowledge level with the occurrence of DHF obtained significance value 0.005 less than α = 5% (0.005 <0.05) indicating there is no relationship between the level of knowledge with the incidence of DBD in Banjar Monang-Maning Village Pemecutan Klod. In 75 respondents, 3 respondents had less prevention behavior (4%), 12 respondents had adequate prevention behavior (16%), and 60 respondents (60%) had good prevention behavior. In 3 respondents had less prevention behavior (4%) there was no DHF incidence (0%). In 12 respondents with sufficient knowledge, there were DBD incidence in 3 respondents (25.0%). In 60 respondents (60%) who had good prevention behavior, there were DHF incidence in 9 respondents (75%). After Fisher's Exact test, the significance value was 0.644 more than α = 5% (0.644> 0.05). This shows that there is a relationship between prevention behavior and DHF incidence.

I!--∖f—S Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I∖^J JOURNALS

Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, Knowledge, Behavior, Prevention

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan penyakit endemis demam berdarah dengue (DBD). Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki angka kejadian DBD yang tinggi setiap tahunnya. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk aedes aegypti betina ini masih menjadi masalah kesehatan di berbagai daerah di Indonesia. Data statistik terhadap kejadian DBD menunjukkan angka kejadian terbesar terjadi pada tahun 1998, yaitu pada 16 provinsi di Indonesia dengan Incident Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 2,0%. Jumlah penderita DBD di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 65.432 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 956 orang dan CFR mencapai 0,91. 2

Pada tahun 2009 Indonesia ditetapkan sebagai negara hiperendemik DBD oleh World Health Organization (WHO), dengan persebaran kasus DBD pada 32 dari 33 provinsi. Indonesia menduduki peringkat teratas sebagai negara dengan kasus DBD terbanyak dari seluruh negara di ASEAN pada tahun 2010. 3,4

Perubahan iklim yang membuat musim di Indonesia sulit diprediksi, menyebabkan kasus DBD selalu ada sepanjang tahun dan cenderung mengalami peningkatan. Provinsi Bali merupakan salah satu daerah dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia, khususnya di kota Denpasar. Daerah dengan jumlah kasus tertinggi pada tahun 2012 di Provinsi Bali adalah Kotamadya Denpasar dengan 1009 kasus, Kabupaten Badung 688 kasus dan Kabupaten Tabanan dan Gianyar masing-masing 288 kasus. Kematian terbanyak juga terjadi di Kotamadya Denpasar dengan 3 kematian pada tahun 2012. 5 Berdasarkan laporan Bidang Pengendalian Penyakit (P2) DBD Dinas Kesehatan Kota Denpasar, pada tahun 2014, tercatat 1.801 kasus DBD di

Kota Denpasar, dengan presentase tertinggi sebanyak 34% (628 kasus) di Kecamatan Denpasar Barat. 6

Salah satu faktor risiko yang penyebaran DBD adalah perilaku masyarakat dalam melakukan pencegahan penyebaran DBD, salah satunya adalah dengan pemberantasan sarang nyamuk. Hal yang berpengaruh terhadap berhasilnya pelaksanaan program pencegahan DBD adalah tingkat pengetahuan masyarakat terhadap berkembangnya vektor penular DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti, serta penerapan upaya pencegahan dengan memberantas sarang nyamuk di lingkungan sekitar. 7 Berdasarkan hal tersebut, peneliti bertujuan mencari hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan DBD terhadap kejadian DBD di Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat sebagai salah satu wilayah dengan kejadian DBD tertinggi di Bali.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juni 2015 bertempat di Desa Pemecutan Klod, Kecamatan Denpasar Barat. Penelitian analitik dengan metode pendekatan potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan DBD terhadap kejadian DBD di Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti, bertempat di salah satu wilayah yang memiliki angka kejadian DBD tertinggi yaitu di Denpasar yaitu Desa Pemecutan Klod, Kecamatan Denpasar Barat. Desa Pemecutan Klod terdiri dari lima belas banjar, namun penelitian ini dilakukan pada salah satu banjar yaitu Banjar Monang-Maning.

Pemilihan sampel dilakukan melalui metode consecutive sampling, yaitu pengambilan subjek penelitian yang

I!--∖f—∖ Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS IV-J JOURNALS memenuhi kriteria dilakukan secara berurutan hingga mencapai jumlah subjek yang diperlukan.

Penilaian     terhadap      tingkat

pengetahuan, perilaku pencegahan, dan kejadian DBD pada sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini telah melalui uji validitas dan reliabilitas oleh tiga orang ahli yang berkompeten, yang dikutip dari penelitian yan telah dilakukan pada tahun 2012 oleh Rahadian DA. tentang Perbedaan Tingkat Pengetahuan Ibu dan Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Endemis dan Non Endemis. 8 HASIL

Penelitian ini ditujukan pada warga yang berdomisili di Desa Pemecutan Klod, Kecamatan Denpasar Barat, khususnya di Banjar Monang Maning. Adapun jumlah responden yang telah diwawancara adalah 75 orang.

Pada penelitian ini, mayoritas pendidikan terakhir dari responden adalah SMA (52%). Kemudian disusul oleh akademi (12%), lainnya (12%), perguruan tinggi (8%), SD (8%), dan tidak tamat SD (4%). Pekerjaan responden mayoritas adalah ibu rumah tangga (52%), kemudian disusul oleh karyawan swasta dan wiraswasta yang berjumlah sama (20%), dan lainnya (8%). Mayoritas responden telah menetap di daerah tersebut selama ≥6 bulan (80%).

Jika ditinjau dari segi persebaran karakteristik    responden berdasarkan

kejadian DBD, didapatkan persebaran data tidak merata antara responden yang memiliki riwayat DBD dan responden yang tidak memiliki riwayat DBD di keluarganya. Sebagian besar responden tidak memiliki riwayat DBD di keluarganya (84%).

Tabel I : Karakteristik Sampel berdasarkan Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Lama Menetap, dan Riwayat DBD

Karakteristik

Frekuensi

Persentase (%)

Pendidikan SMA

39

52,0

Akademi

12

16,0

Lainnya

9

12,0

Perguruan

6

8,0

Tinggi SD

6

8,0

Tidak Tamat

3

4,0

SD

Pekerjaan

Ibu  Rumah

39

52,0

Tangga

Karyawan

15

20,0

Swasta

Wiraswasta

15

20,0

Lainnya

6

8,0

Lama Menetap < 6 bulan

15

20,0

≥ 6 bulan

60

80,0

Riwayat DBD Ya

12

16,0

Tidak

63

84,0

Pengetahuan tentang DBD diukur dengan menggunakan kuesioner. Poin pengetahuan tentang DBD pada kuisioner terdiri dari 22 pernyataan yang harus dijawab berdasarkan pengetahuan responden dengan kategori benar, salah, dan tidak tahu. Berdasarkan data, dari 75 responden diketahui sebanyak 48 responden memiliki pengetahuan yang kurang (64%), 15 responden memiliki pengetahuan yang baik (20%), dan 12 responden memiliki pengetahuan yang cukup (16%) terhadap DBD.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Tabel 2 : Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang DBD

Tingkat

Pengetahuan

Frekuensi

Persentase (%)

Kurang

48

64,0

Cukup

12

16,0

Baik

15

20,0

Berdasarkan data, dari 48 responden dengan pengetahuan kurang terhadap DBD, terdapat kejadian DBD pada 3 responden (25,0%) dan pada 45 responden lainnya (71,4%) tidak terdapat kejadian DBD. Sebanyak 12 responden dengan pengetahuan cukup, terdapat kejadian DBD pada 3 responden (25,0%) dan pada 9 responden lainnya (14,3%) tidak terdapat kejadian DBD. Sedangkan dari 16 responden dengan pengetahuan baik, terdapat kejadian DBD pada 6 responden (50,0%) dan pada 9 responden lainnya (14,3%) tidak terdapat kejadian DBD.

Tabel 3 : Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Kejadian DBD

Kejadian DBD

Tingkat

Pengetahuan


TIDAK (%)


YA (%)


Total (%)

48


Kurang

(71,4)

(25,0)

(64,0)

Cukup

9

3

12

(14,3)

(25,0)

(16,0)

Baik

9

6

15

(14,3)

(50,0)

(20,0)

Untuk mencari hubungan antara dua variabel tersebut, dilakukan uji Chi Square dengan hasil terdapat nilai harapan kurang dari 5 sebesar 33,3%, melebihi dari 20%

yang menjadi syarat uji Chi Square, sehingga hubungan antara dua variabel tersebut dicari dengan uji Fisher’s Exact dan diperoleh nilai signifikansi 0,005 yang kurang dari α = 5% (0,005< 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian DBD di Banjar Monang-Maning Desa Pemecutan Klod. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang DBD pada sebagian besar responden di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Kelod tergolong kurang baik.

Perilaku pencegahan DBD diukur dengan menggunakan kuesioner. Poin perilaku pencegahan DBD terdiri dari 15 pernyataan yang harus dijawab berdasarkan keseharian responden dengan kategori benar (sudah dilakukan) dan salah (belum dilakukan). Setiap pernyataan diberikan nilai berdasarkan penerapan dari perilaku pencegahan tersebut.

Berdasarkan data, dari 75 responden diketahui sebanyak 3 responden memiliki perilaku pencegahan yang kurang (4%), 12 responden memiliki perilaku pencegahan yang cukup (16%), dan 60 responden (60%) memiliki perilaku pencegahan yang baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan sebagian besar responden di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Klod tergolong baik.

Tabel 4 : Kategori Perilaku Pencegahan DBD

Perilaku

Pencegahan

Frekuensi

Persentase (%)

Kurang

3

4,0

Cukup

12

16,0

Baik

60

80,0

Dari 3 responden dengan pengetahuan kurang, tidak terdapat kejadian DBD pada seluruh responden. Pada 12 responden dengan pengetahuan cukup, terdapat kejadian DBD pada 3 responden

(25,0%) dan pada 9 responden lainnya (14,3%) tidak terdapat kejadian DBD. Sedangkan dari 60 responden dengan pengetahuan baik, terdapat kejadian DBD pada 9 responden (75,0%) dan pada 51 responden lainnya (81,0%) tidak terdapat kejadian DBD.

Untuk mencari hubungan antara dua variabel tersebut, dilakukan uji Chi Square dengan hasil terdapat nilai harapan kurang dari 5 sebesar 50,0 % , melebihi dari 20% yang menjadi syarat pada uji Chi Square, sehingga hubungan antara dua variabel tersebut dicari dengan uji Fisher’s Exact dan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,644, lebih dari α = 5% (0,644 > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku pencegahan dan kejadian DBD di Banjar Monang-Maning Desa Pemecutan Klod.

Tabel 5. Hubungan Perilaku Pencegahan dan Kejadian DBD

Perilaku

Pencegahan

Riwayat

Total (%)

TIDAK (%)

YA (%)

Kurang

3

0

3

(4,8)

(0,0)

(4,0)

Cukup

9

3

12

(14,3)

(25,0)

(16,0)

Baik

51

9

60

(81,0)

(75,0)

(80,0)

Pada penelitian ini terdapat keterbatasan dalam pengamatan terhadap perilaku pencegahan DBD yang dilakukan responden, yaitu pengamatan hanya dilakukan melalui wawancara dengan kuisioner pada satu waktu tanpa dilakukan follow up dan pengamatan langsung pada responden.

PEMBAHASAN

Mayoritas pendidikan terakhir dari responden adalah SMA (52%). Sebagian besar responden tidak memiliki riwayat DBD di keluarganya (84%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang DBD pada sebagian besar responden di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Klod tergolong kurang baik Pada penelitian ini, sebagian besar responden mengetahui bahwa DBD adalah penyakit dengan vektor nyamuk, namun tidak mengetahui secara spesifik agent penyebab DBD yaitu virus dengue dengan vektor nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, pemahaman tentang karakteristik nyamuk Aedes aegypti pada responden masih kurang. Sebagian besar responden tidak mengetahui ciri – ciri yang khas pada nyamuk Aedes aegypti yaitu berwarna hitam dan putih serta berkeliaran umumnya pada siang hari. Demikian juga pemahaman mengenai prinsip 3M yang masih keliru pada sebagian besar responden, yaitu Menguras, Menutup, dan Mengubur (bukan Mencuci).

Hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan tentang DBD dengan kejadian DBD di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Klod diperoleh nilai signifikansi 0,005, kurang dari 5% (0,005<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan kejadian DBD di Banjar Monang-Maning Desa Pemecutan Klod. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Aryati dkk. yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan kejadian DBD. 9

Pada analisis, hubungan tingkat pengetahuan tentang DBD dengan kejadian DBD di Banjar Monang Maning Desa Pemecutan Klod tidak memiliki korelasi yang signifikan secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan karena persebaran karakteristik responden yang tidak merata jika ditinjau dari kejadian DBD pada

responden. Sebagian responden yang berhasil diwawancara tidak memiliki riwayat DBD (84%). Namun, jika ditinjau dari segi praktik dan menurut literatur yang ada, hal tersebut dapat dicari korelasi nya secara klinis. Menurut Notoadmodjo, tingkat pengetahuan individu diperoleh dari hasil mengetahui suatu hal, melalui pengamatan dan pemahaman pada suatu objek.10 Berdasarkan hal tersebut, perbedaan hasil penelitian mungkin disebabkan oleh karena perbedaan karakteristik dari setiap sampel serta upaya sampel dalam memperoleh pengetahuan. Selain itu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan yaitu dari segi internal (jasmani dan rohani) dan eksternal (pendidikan, informasi media massa, ekonomi, sosial, dan pengalaman).10

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan sebagian besar responden di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Kelod tergolong baik. Berdasarkan teori dari Lawrence Green yang dikemukakan dalam penelitian oleh Notoadmodjo, ada 3 hal yang dapat mempengaruhi perilaku, yaitu faktor yang mempermudah (pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial), faktor pendukung (usia, kedudukan sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan sumber daya alam), dan faktor pendorong (sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan). 11 Perilaku sampel sebagian besar adalah baik, namun tidak didasari dengan pengetahuan dan sikap yang baik pula. Secara praktiknya, responden melakukan    komponen - komponen

pencegahan DBD dengan baik seperti perilaku 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar, walaupun pada sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang DBD.11 Hal ini dapat disebabkan oleh karena sampel tidak mengetahui mengenai penyakit DBD

namun tetap melaksanakan apa yang disarankan oleh para petugas kesehatan.

SIMPULAN

Pada analisis hubungan tingkat pengetahuan tentang DBD dengan kejadian DBD di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Klod diperoleh nilai signifikansi 0,005 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan kejadian DBD di Banjar Monang-Maning Desa Pemecutan Klod.

Sedangkan dari hasil analisis hubungan perilaku pencegahan DBD dengan kejadian DBD di Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Klod diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,644. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku pencegahan dan kejadian DBD di Banjar Monang-Maning Desa Pemecutan Klod.

SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan untuk meningkatkan     tingkat     pengetahuan

masyarakat tentang DBD. Penyuluhan mengenai DBD kepada warga dapat dilakukan secara rutin oleh Puskesmas setempat dengan pemantauan yang komprehensif terhadap perilaku pencegahan DBD di masyarakat. Masyarakat, hendaknya lebih giat mencari tahu mengenai DBD dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan DBD di lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Dit.jen P.P dan PL Kementerian Kesehatan RI, Data kasus DBD di Indonesia tahun Jakarta : Depkes RI. 2012.

  • 2.    Dep.kes RI, 1Data kasus DBD per Bulan di Indonesiaa. Jakarta : Depkes RI.2010


  • 3.    WH.O, 2009. Treatment, Prevention, and Control. New Edition. France : WHO Press.

  • 4.    WH.O, Statisticall annex. (diakses tanggal 20 Desember 2014)

Diunduh                     dari

http://www.wpro.who.int/nr/rdonlyre s/a60f077a-23d9-4787-     bd03-

a2cb1d6552a9/0/39statisticsaltables2 011.pdf

  • 5.    Dinkes Provinsi Bali. Data kasus DBD Provinsi Bali tahun 2012. Denpasar. 2012

  • 6.    Bidang Pengendalian Penyakit (P2) DBD Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Data kasus DBD di Kota Denpasar tahun 2014. Denpasar. 2014

  • 7.    Puji.yanthii,A, Triratna.watii. 2011. Pengetahuan dan Pengalaman Ibu Rumah Tangga Atas Nyamuk Demam     Berdarah Dengue.

Makara Kesehatan vol. 15, no. 1, (diakses 14 Desember 2014). Diunduh                     dari

http://journal.ui.ac.id/index/php/healt h/article/download/792/754

  • 8.    Raha.dian. 2012. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Ibu dan Tindakan

Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Endemis dan Non Endemis. Semarang :

Fakultas         Kedokteran

Universitas Diponegoro.

  • 9.    Ary.atiiKC, Sali.IW, Aryasih.I. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Bale Agung Kecamatan Negara Tahun 2012. Denpasar : Jurnal Kesehatan Lingkungan .2014 : 4(2):118 – 123.

  • 10.    Noto.atmodjoo,S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta 2007. h.133-51.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum