ISSN: 2303-1395

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019

Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK KUALITAS TIDUR BURUK PADA GURU-GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI DENPASAR

Ni Luh Putu Wulan Budyawati1, Desak Ketut Indrasari Utami2,1 Putu Eka Widyadharma2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Email: [email protected]

ABSTRAK

Data epidemiologi saat ini menunjukkan adanya peningkatan angka keluhan pasien terhadap kualitas tidur. Diperkirakan setiap tahun, antara 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur, dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Melihat data tersebut diatas, terdapat kemungkinan orang dengan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi serta kesiapan fisik dan mental seperti guru SMA, justru memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional. Sampel dikumpulkan dengan menggunakan teknik total sampling dengan terlebih dahulu memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index untuk menilai kualitas tidur, Epworth Sleep Scale untuk menilai skala mengantuk, serta Depression, Anxiety, and Stress Scale untuk mengukur skala depresi, cemas dan stres. Sebanyak 67 responden telah memenuhi kriteria sampel. 44,78% responden memiliki kualitas tidur yang buruk, dengan karakteristik: tidak terdapat perbedaan proporsi kualitas tidur buruk pada laki-laki maupun perempuan (50%), dan proporsi kualitas tidur buruk yang paling banyak adalah pada kelompok umur di bawah 30 tahun (33,3%), lama bekerja sebagai guru lebih dari 24 bulan (76,7%), bertugas sebagai guru mata pelajaran dan bukan sebagai wali kelas (56,7%), serta status sudah berkeluarga (73,3%). Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa proporsi kualitas tidur buruk lebih kecil dibandingkan kualitas tidur baik pada guru-guru SMA Negeri di Denpasar. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh karena banyaknya faktor yang menimbulkan kualitas tidur yang buruk. Karakteristik kualitas tidur buruk pada penelitian ini tidak semuanya sama dengan hasil penelitian sebelumnya.

Kata Kunci: kualitas tidur buruk, guru SMA, Pittsburgh Sleep Quality Index

ABSTRACT

Based on recent epidemiological studies, there are increasing numbers of sleeping quality complaint among patients. Approximately, 20-40% adults have difficulties in sleep. On the other hand, people who work in sectors that need better concentration may have a poorer sleeping quality. One of populations that needs attention according to those facts is senior high school teachers. This research is a descriptive study with cross-sectional design. Samples was collected by conducted a total sampling methode with concern to the inclusion and exclusion criterias. Pittsburgh Sleep Quality Index, Epworth Sleep Scale, and Depression, Anxiety, and Stress Scale were the questionnaire used to collect the data needed. The score was calculated and interpreted in the end of study. Among 67 subjects who were met the inclusion criteria, 30 subjects (44.78%) have poor sleeping quality with characteristics: proportion on poor sleeping quality among men was equal to women (50%), the most frequent age group who has poor sleeping quality was under 30 years old (33.3%), the working period as a teacher was more than 24 months (76.7%). Teachers who had a task to be a specific subject teacher and not as a homeroom teacher (56.7%) and married (73.3%) were the frequent characteristics found related with poor sleeping quality. For the conclusion, the proportion of poor is smaller than good

ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019

I—∖z~∖ Λ I Directoryof OPEN ACCESS IJOURNALS

sleeping quality in senior high school teachers in Denpasar. This is maybe due to many factos that cause poor sleep quality. Poor sleep quality characteristics in this research is not all the same as the previous research result.

Keywords: poor sleeping quality, senior high school teacher, Pittsburgh Sleep Quality Index

PENDAHULUAN

Tidur bermanfaat untuk memperbaiki fungsi dan kinerja tubuh setelah manusia beraktivitas8. Sebuah data epidemiologi menjelaskan bahwa telah terjadi peningkatan angka keluhan pasien terhadap kualitas tidur. Hal tersebut didukung oleh hasil survei yang mengindikasikan bahwa 15-35% dari populasi remaja dan orang dewasa mengeluhkan gangguan kualitas tidur yang sering mereka alami, seperti gangguan memasuki tidur atau gangguan mempertahankan tidur sehingga durasi tidur menjadi memendek. Menurut data, diperkirakan tiap tahun, 20-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius.

Dampak dari kualitas tidur yang buruk juga dirasakan oleh banyak orang yaitu seperti penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lelah, lemah, tanda vital tidak stabil, kondisi neuromuscular yang buruk, proses penyembuhan luka lambat, dan penurunan daya imunitas tubuh7. Selain itu, kualitas tidur yang buruk juga dapat menyebabkan dampak psikologis yang negatif bagi manusia seperti stres, depresi, cemas, tidak konsentrasi dan koping tidak efektif7,12 .

Data-data tersebut diatas menimbulkan kemungkinan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi serta kesiapan fisik dan mental, seperti guru justru memiliki kualitas tidur yang buruk. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan yang diharapkan memberikan bimbingan untuk menghasilkan kualitas lulusan yang diharapkan6.

Bila seorang guru memiliki kualitas tidur yang buruk maka kesiapan fisik, psikis dan kesiapan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran akan menjadi terganggu, sehingga tujuan pendidikan tidak akan bisa dicapai.

Melihat masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi guru yang memiliki kualitas tidur buruk di SMA Negeri di Denpasar serta meneliti lebih dalam mengenai karakteristik dari guru-guru yang memiliki kualitas tidur buruk tersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah mendapatkan izin penelitian pada manusia dari unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana dengan nomor protokol 359.01.1.2015. Penelitian berlokasi di delapan SMA Negeri di kota Denpasar mulai bulan Maret sampai November 2015. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan design penelitian crosssectional. Pengambilan sampel dilakukan melalui metode total sampling dengan kriteria inklusi : Merupakan guru tetap dan bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar informed consent. Sedangkan kriteria eksklusi : pernah mengalami cedera kepala, stroke, infeksi otak, parkinson, atau gangguan psikiatri berat.

Sesuai dengan perkiraan sampel minimal dan kriteria inklusi serta eksklusi, jumlah sampel yang didapat pada penelitian ini adalah sebanyak 67 sampel.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index, Epworth Sleep Scale, dan Depression, Anxiety, and Stress Scale yang telah disiapkan. Masing-masing wawancara menghabiskan lima sampai sepuluh menit. Setelah wawancara peneliti menghitung skor total dari masing-masing kuesioner dan selanjutnya melakukan pengolahan data.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index dan Epworth Sleep Scale 4. Pittsburgh Sleep Quality Index memiliki pertanyaan yang mencakup 7 komponen yang berkaitan dengan kualitas tidur yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan disfungsi siang hari. Dari kuesioner ini diperoleh nilai yang berupa Sleep Index dan kemudian skor dari Sleep Index inilah yang akan menentukan bagaimana kualitas tidur dari sampel. Skor total <5 menunjukkan kualitas tidur yang baik, sedangkan skor >5 menunjukkan kualitas tidur yang buruk. 2,3,9

Epworth Sleep Scale terdiri dari 8 komponen yang berhubungan dengan skala mengantuk pada seseorang. Kuesioner ini merupakan skala yang berfungsi untuk menilai tingkat mengantuk di siang hari (daytime sleepiness), sehingga dapat diketahui apakah seseorang mendapatkan tidur yang cukup pada malam harinya atau mengalami gangguan tidur sehingga mengantuk di siang hari.

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Skor 0-6 menunjukkan skala mengantuk ringan, skor 7-8 menunjukkan skala mengantuk sedang, skor >9 menunjukkan skala mengantuk berat.

Selain kedua kuesioner diatas, penelitian ini juga menggunakan kuesioner Depression, Anxiety, and Stress Scale yang terdiri dari 42 item, mencakup komponen depresi, kecemasan serta stres secara bersamaan10,11. Skor untuk depresi >9, skor untuk cemas >7, dan skor untuk stres >14.15

Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS ver.20. Kemudian data dianalisis secara deskriptif. Hasil disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui angka proporsi dan karakteristik sampel yang diteliti.

HASIL

Dalam penelitian ini didapatkan 67 responden yang memenuhi kriteria eligibilitas dan bersedia menjadi sampel. Karakteristik sampel meliputi jenis kelamin, umur, lama dinas, tugas di sekolah, dan status perkawinan. Jumlah responden dengan kualitas tidur buruk laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang sama (50%). Usia di bawah 30 tahun (34,33%), lama dinas lebih dari 24 tahun (71,64%), hanya bertugas sebagai guru mata pelajaran tanpa menjadi wali kelas (65,67%), dan sudah menikah (73,13%) merupakan karakteristik responden dengan frekuensi tertinggi. Data selengkapnya dapat dilihat di Tabel 1.

Dilakukan pula pengukuran terhadap skala mengantuk menggunakan kuesioner Epworth Sleep Scale dan skala depresi, cemas, dan stres menggunakan kuesioner Depression, Anxiety, and Stress Scale dari 44,78% responden dengan kualitas tidur buruk. Sebanyak 46,67% responden yang memiliki kualitas tidur buruk ternyata memiliki skala mengantuk yang tinggi. Sebanyak 6,67% responden dengan kualitas tidur buruk menunjukkan tanda dan gejala dari depresi sedang, 3,33% menunjukkan tanda dan gejala cemas berat serta stres berat. Data selengkapnya telah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Karakteristik responden dan Proporsi Kualitas Tidur

Karakteristik responden

Fekuensi (n)

Persentase( %)

Jenis kelamin

Laki-laki

31

46,27

Perempuan

36

53,73

Umur (tahun)

<30

23

34,33

30-39

9

13,44

40-49

13

19,40

>50

22

32,83

Lama      dinas

(bulan)

<12

7

10,45

12-23

12

17,91

>24

48

71,64

Tugas guru

Guru       mata

44

65,67

pelajaran

Guru       mata

23

34,33

pelajaran    dan

wali kelas

Status

perkawinan

Sudah menikah

49

73,13

Belum menikah

18

26,87

Tabel 2. Proporsi Mengantuk, Depresi, Cemas, dan Stres pada Guru dengan Kualitas Tidur Buruk

Komponen Penilaian

Frekuensi (n)

Persentase (%)

ESS

Skala mengantuk

rendah

Skala mengantuk

4

13,33

rata-rata

Skala mengantuk

14

46,67

tinggi

DASS-D (Depresi)

Normal

24

80

Depresi Ringan

4

13,33

Depresi Sedang

2

6,67

DASS-A (Cemas)

Normal

16

53,33

Cemas Ringan

7

23,33

Cemas Sedang

6

20

Cemas Berat

1

3,33

DASS-S (Stres)

Normal

21

70

Stres Ringan

6

20

Stres Sedang

2

6,33

Stres Berat

1

3,33

/— λ directoryof OPEN ACCESS I—V√ JOURNALS

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti dapat menjawab pertanyaan mengenai proporsi kualitas tidur yang buruk pada guruguru SMA Negeri di Denpasar. Data menunjukkan bahwa dari semua responden yang telah menjawab kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index dengan lengkap, ternyata 44,78% responden memiliki kualitas tidur yang buruk sementara 55,22% memiliki kualitas tidur yang baik. Angka tersebut menunjukkan angka yang cukup besar. Kualitas tidur seseorang menjadi buruk dapat disebabkan oleh multifaktor. Kelainan fisik maupun psikis dalam tubuh, sangat mempengaruhi kualitas tidur yang dimiliki oleh seseorang, seperti adanya penyakit sistemik atau adanya depresi.15

Sesuai dengan isi dari kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index yang terdiri dari tujuh komponen yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur malam, efisiensi tidur, gangguan tidur malam hari, penggunaan obat tidur, dan terganggunya aktifitas di siang hari, penilaian individu disini sangat bersifat subjektif yang juga mempengaruhi pengisian kuesioner.

Persentase 44,78% tersebut di atas kemungkinan akan dapat meningkat apabila peneliti melakukan penelitian menjelang Ujian Nasional (UN), Ujian Tengah Semester (UTS), atau disaat aktivitas atau kegiatan guru-guru bertambah, hal tersebut dikarenakan saat momen-momen tersebut, para guru mendapatkan tugas yang lebih ekstra dibandingkan dengan bertugas di hari biasanya.

Menurut hasil penelitian ini, proporsi kualitas tidur buruk pada laki-laki dan perempuan adalah sama. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Janet dkk5 yang menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kejadian kualitas tidur buruk pada laki-laki dan perempuan yang dilakukan pada empat populasi yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur bisa berpengaruh pada laki-laki maupun perempuan dan tidak pada satu pihak saja.

Kelompok usia yang paling sering mengalami kualitas tidur yang buruk berdasarkan penelitian ini adalah pada kelompok usia 20-29 tahun. Hal ini terkait dengan lebih sering terjadinya ketidakstabilan hormon antara hormon kortisol dan melatonin pada usia ini, dimana terjadi peningkatan hormon kortisol yang bisa disebabkan oleh stres pada pekerjaan, tugas kuliah ataupun tugas kantor. Di samping itu untuk wanita, usia ini merupakan usia yang tepat untuk mengurus anak dan keluarga sehingga

durasi tidur akan memendek dan menyebabkan terjadinya kualitas tidur yang buruk.17

Doi dkk5 menemukan bahwa usia lebih muda adalah faktor risiko untuk kualitas tidur yang buruk dan berpendapat bahwa usia muda lebih rentan terhadap tekanan dalam pekerjaan karena mereka belum bisa melakukan coping (upaya untuk menghindari dan menghilangkan stres pada individu). Semakin tinggi strategi coping maka stres akan semakin rendah, begitu pula apabila strategi coping rendah maka stres akan semakin tinggi.5

Namun ternyata penelitian tentang hubungan antara usia dan kualitas tidur mempunyai hasil yang bervariasi. Beberapa penelitian besar mendapatkan hasil bahwa kualitas tidur akan memburuk dengan bertambahnya usia. Seperti misalnya penelitian yang dilakukan oleh Klink, Quan, Kaltenborn, dan Lebowitz7 melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara umur dengan kejadian gangguan tidur. Selain itu, menurut Breslau dkk7 pekerja yang lebih muda akan lebih mudah mengantuk pada siang hari. Berlawanan dengan penelitian-penelitian tersebut, Kuppermman dkk17 menyatakan tidak ada hubungan antara usia dan gangguan tidur pada pekerja telekomunikasi.

Hubungan antara beban kerja dengan kualitas tidur yang buruk lebih kompleks daripada yang diharapkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Breslau dkk13, hanya pekerjaan yang berlebihan (work overload) yang bisa menimbulkan perbedaan yang signifikan untuk menyebabkan kualitas tidur yang buruk. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa mengerjakan tugas yang berulang-ulang akan menjadi sebuah stresor yang berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk. Data dari Swedia, seorang peneliti menemukan bahwa beban kerja yang berat terkait dengan masalah tidur yang lebih sering.

Guru mata pelajaran lebih banyak mengalami kualitas tidur yang buruk, hal ini mungkin disebabkan karena guru yang mengajar satu bidang pelajaran akan melakukan pekerjaan yang sama berulang yaitu mengajar dari kelas ke kelas, sehingga menimbulkan stresor yang menyebabkan kualitas tidur menjadi buruk.

Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa responden yang sudah berkeluarga memiliki kualitas tidur buruk lebih banyak dibandingkan yang belum. Hal ini kembali dikaitkan dengan tanggung jawab yang bertambah sehingga dapat menyebabkan peningkatan kejadian cemas, stres, ataupun depresi yang berujung kepada ketidakseimbangan hormon dalam tubuh. Jika terjadi peningkatan kortisol dan penurunan melatonin maka

/— λ directoryof OPEN ACCESS I—V√ JOURNALS

seseorang akan sulit untuk memulai tidur sehingga kualitas tidur bisa menjadi buruk. Namun, dalam sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Jerithea, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur pada anak dengan usia orang tua, etnis dan status perkawinan.17

Mengenai      faktor-faktor      yang

mempengaruhi kualitas tidur, faktor fisik merupakan faktor yang paling banyak diakui oleh responden sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas tidurnya. Faktor fisik yang dimaksudkan bisa berupa kelelahan akibat bekerja berlebihan, sesak nafas, nyeri atau pegal, hidung pilek atau tersumbat, atau saat mereka sedang sakit dan beberapa faktor seperti menjaga bayi sampai larut malam dan mengerjakan tugas dari kantor atau kampus.17

Kelelahan didefinisikan sebagai rasa lelah subjektif yang disebabkan oleh latihan yang keras atau stres atau kondisi yang mengganggu efisiensi dalam bekerja yang berakhir pada aktivitas mental atau fisik yang memanjang atau dirasakan sebagai rasa memuakkan terhadap pekerjaan yang monoton terus menerus.17 Pada sebuah penelitian terhadap perawat menemukan bahwa perawat yang mendapatkan shift malam memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi dan kualitas tidur yang lebih buruk dibandingkan perawat pada shift siang.16

Banyak penelitian yang mengaitkan antara keadaan sakit dengan kualitas tidur yang buruk pada pasien. Seperti misalnya pada pasien epilepsi akan terjadi gangguan tidur yang sering terutama insomnia, begitu pula kualitas tidur buruk akan terjadi pada pasien yang menderita hipertensi, parkinson, dan sebagainya.13

Faktor psikis yang dapat memberikan pengaruh terhadap terjadinya kualitas tidur yang buruk adalah cemas, stres, tegang, marah dan takut. Dari total 44,78% responden dengan kualitas tidur yang buruk, masalah psikis yang paling banyak ditemukan adalah rasa cemas, diikuti oleh stres dan depresi. Jika seseorang mengalami kecemasan maka seseorang akan sulit memulai tidur yang dapat menyebabkan latensi tidur memanjang, durasi tidur memendek, terbangun saat malam atau dini hari, bahkan penggunaan obat tidur yang menyebabkan penambahan skor dalam Pittsburgh Sleep Quality Index, sehingga seseorang akan dapat mengalami kualitas tidur yang buruk.5

Begitu juga dengan stres dan depresi. Saat seseorang merasa stres atau depresi akan terjadi peningkatan hormon adrenalin dan kortisol yang kerjanya berlawanan dengan kerja hormon melatonin, sehingga orang tersebut akan susah memulai tidur. Menurut data dari National Sleep Foundation pada tahun 2005, 18% orang

dewasa yang berumur 18 sampai 64 tahun telah didiagnosa dengan depresi dan telah diungkapkan bahwa mereka yang mengalami depresi akan mengalami gangguan tidur. Selain itu, sebuah penelitian korelasi menegaskan bahwa keparahan gangguan tidur secara signifikan terkait dengan gejala cemas dan depresi yang dimiliki seseorang.12

Faktor lingkungan juga mengambil peran sebagai penyebab kualitas tidur yang buruk. Hal-hal seperti pemakaian tempat tidur, cahaya, suara/bising ternyata dapat memberikan pengaruh pada pemanjangan latensi tidur. Ketika seseorang merasa terganggu akan hal-hal tersebut, seseorang akan sulit memulai tidur, maka terjadilah pemanjangan latensi tidur, dan durasi tidur yang memendek, sehingga terjadilah perburukan pada kualitas tidur itu sendiri. Doi dkk5 juga menemukan bahwa poor bedroom environment atau lingkungan tempat tidur yang buruk, adalah salah satu penyebab kualitas tidur yang buruk yang ditemukan pada pegawai di Jepang.17

Jika dikaitkan dengan skala mengantuk dengan penggunaan kuesioner Epworth Sleep Scale, orang dengan kualitas tidur yang buruk mempunyai banyak kesempatan untuk mengantuk bahkan tertidur, baik disaat membaca, menonton televisi, duduk santai di tempat umum, duduk dan berbicara dengan seseorang, bahkan di dalam mobil saat sedang menunggu lampu hijau. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan penggunaan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index dan Epworth Sleep Scale pada ras kulit hitam dan kulit putih tahun 2006 yaitu bahwa semakin buruk kualitas tidur seseorang maka skor skala mengantuknya akan semakin tinggi atau semakin tinggi skor Pittsburgh Sleep Quality Index maka skor Epworth Sleep Scale juga akan semakin meningkat.14

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian mengenai kualitas tidur pada guru dengan menggunakan lebih banyak sampel penelitian dan dilanjutkan dengan mencari penyebab pasti dari kualitas tidur buruk dan intervensi yang dapat dilakukan untuk menghindari kualitas tidur yang buruk agar guru dapat bekerja dengan lebih optimal.

SIMPULAN

Proporsi kualitas tidur buruk yang terjadi pada guru-guru SMA Negeri di Denpasar menunjukkan angka yang cukup tinggi, meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan guruguru yang memiliki kualitas tidur baik. Kualitas tidur buruk memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan, dan guru dengan

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


kelompok umur di bawah 30 tahun, lama bekerja sebagai guru lebih dari 24 bulan, bertugas sebagai guru mata pelajaran dan bukan sebagai wali kelas, serta status sudah berkeluarga merupakan karakteristik guru dengan proporsi kualitas tidur buruk paling banyak.

UCAPAN TERIMAKASIH

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Anonim.     2013.     “Faktor    yang

Mempengaruhi Kualitas Tidur”. [diakses di

http://midwifevery2.blogspot.com/2013/1 0/faktor-yang-mempengaruhi-kualitas.html pada 13 Februari 2015]

  • 2.    Anonim. Sleep Quality Assessment.

[diunduh                              di:

www.aurora.edu/documents/wellness/tool

box/assessment.pdf  pada tanggal 10

November 2014]

  • 3.     Smyth, Carole. 2007. The Pittsburgh

Sleep Quality Index (PSQI). Hartford Institute for Geriatric Nursing. College of Nursing, Newyork University.

[diunduh                              di:

consultgerirn.org/uploads/File/trythis/try_t his_6_1.pdf pada tanggal 10 November 2014]

  • 4.     Smyth, Carole. 2012. The Epworth

Sleepiness Scale (ESS). Hartford Institute for Geriatric Nursing. College of Nursing, Newyork University.

[diunduh                              di:

consultgerirn.org/uploads/File/trythis/try_t his_6_2.pdf pada tanggal 30 Januari 2015]

  • 5.     Destiana, Agustin. 2012 “Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Kualitas Tidur pada Pekerja Shift di PT Krakatau Tirta Industri Cilegon”. Universitas Indonesia. Depok

  • 6.    Haiz, Muhammad. 2013. “Peran Kinerja Guru dalam Meningkatkan Kwalitas Pendidikan ditinjau dari input, Proses, dan Output”. [diakses di:    http://haiz-

fisika.blogspot.com/2013/03/peran-kinerja-guru-dalam -meningkatkan.html pada 13 Februari 2015]

  • 7.    Indrawati B, Nova. 2012. “Perbandingan

Kualitas Tidur Mahasiswa yang Mengikuti UKM dan Tidak Mengikuti UKM pada Mahasiswa Reguler FUI”. Universitas Indonesia. Depok

  • 8.    John E. Hall, Ph.D. Guyton dan Hall Buku

Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Keduabelas. Singapore : Elsevier.2014

  • 9.    Kevin J. Sethi, B.S. 2012. A Comparison

Of The Pittsburgh Sleep Quality Index, A New Sleep Questionnaire, And Sleep Diaries. University of North Texas. Kevin

Terimakasih disampaikan kepada Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 sampai dengan 8 Denpasar atas izin yang diberikan, beserta Bapak/Ibu guru yang sudah meluangkan waktunya untuk mengikuti penelitian, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

J. Sethi, B.S. 2012. A Comparison Of The Pittsburgh Sleep Quality Index, A New Sleep Questionnaire, And Sleep Diaries. Texas. University of North Texas

  • 10.    Debora, Damanik Evelina. 2013. Tes DASS.           [diakses           di:

http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/Indone sian/DASS42%20Bahasa%20Indonesia% 20Damanik.doc pada tanggal 13 Februari 2015]

  • 11.    Diah, S Yesssy. 2012. “Stress dan Pengukurannya”.       [diakses       di:

https://yessydiah.wordpress.com/2012/06/ 20/stress-dan-pengukurannya/       pada

tanggal 13 Februari 2015]

  • 12.    Widoyoko, Eko Putro. 2013. “Analisis Pengaruh   Kinerja Guru Terhadap

Motivasi Belajar Siswa. [diakses di https://www.academia.edu/8036899/analis is_pengaruh_kinerja_guru_terhadap_moti vasi_belajar_siswa?login pada tanggal 13 Februari 2015]

  • 13.    Buysse, Daniel J, Hall, Martica, Matthews, Karen A. “Relationships Between the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Epworth Sleepiness Scale (ESS), and Clinical/Polysomnography Measures in a Community Sample”. American Academy of Sleep Medicine. J Clin Sleep Med. 2008 ; 4(6):563-571

  • 14.   Samatra, Purwa, Kesanda, Phala,

Adnyana, Oka, Widyadharma, Eka. The Effect of Partial Sleep Deprivation in Decrease of Cognitive Function in Resident Doctors    of Udayana.

International Journal of Science and Research (IJSR).2017 ; Vol 6(4): 215-218

  • 15.    Indah Lestari, Yuliantry, DK Indrasari, Utami, Budiarsa IGN, Widyadharma, Eka. 2015. Poor Quality of Sleep Correlated with Elderly Cognitive Impairment. Conference paper presented in National Congress of Indonesian Neurological Association, Makassar. hal 1-5

  • 16.    Antara, Agus, Adnyana, Oka, Samatra Purwa. Korelasi Kualitas Tidur dengan Nyeri Kepala Primer pada Siswa-Siswi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Amlapura Kabupaten Karangasem. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 2015 ; vol 46(3). 156160

    DOAJ


    DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


  • 17.    Kang, Jeong Mi, dkk. “Factors Associated with Poor Sleep Quality in Primary Care”. Korean Journal of Family Medicine. 2013; 34(2): 107–114.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

7