ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.2,Februari, 2019

Il——∖ λ directoryof OPEN ACCESS IJOURNALS

PREVALENSI ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI KOTA DENPASAR

I Gusti Agung Ayu Sriningrat1, Putu Cintya Denny Yuliyatni2, Luh Seri Ani2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

E-mail: ayusriningrat96@gmail.com

ABSTRAK

Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat global pada remaja putri yang dipengaruhi oleh faktor kehilangan darah, pola makan, aktivitas fisik dan kondisi sosial ekonomi. Anemia menimbulkan berbagai dampak yaitu terhadap pertumbuhan dan perkembangan, daya tahan terhadap penyakit infeksi, aktivitas, konsentrasi, dan kecerdasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kejadian anemia dan kecenderungan anemia berdasarkan asupan nutrisi, status gizi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua pada remaja putri di Kota Denpasar. Jenis penelitian deskriptif cross-sectional yang dilaksanakan di SMP dan SMA Kota Denpasar. Total sampel sebanyak 74 orang dengan menggunakan teknik cluster sampling. Kadar hemoglobin diukur dengan alat easytouch GCHb, status gizi (indeks massa tubuh) diperoleh dengan pengukuran berat dan tinggi badan, sedangkan asupan nutrisi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua diperoleh dengan wawancara. Didapatkan hasil sebanyak 34 responden (45,9%) mengalami anemia. Kejadian anemia cenderung terjadi pada remaja putri dengan asupan energi kurang (55,6%), asupan protein kurang (66,7%), asupan zat besi kurang (50%), asupan vitamin C kurang (52,4%), status gizi kurus (100%), siklus menstruasi pendek (57,1%), durasi panjang (55,6%), aktivitas tinggi (58,3%) dan pendapatan orang tua rendah (49,2%). Remaja putri cenderung menderita anemia sehingga deteksi dini kadar hemoglobin disarankan.

Kata kunci: prevalensi, anemia, remaja putri, deteksi dini, asupan nutrisi

ABSTRACT

Anemia is a global public health problem among female adolescent affected by blood loss factors, dietary habit, physical activity, and socio-economic condition. Anemia has several impacts on growth and development, resistance to infectious diseases, activity, concentration, and intelligence. This study aimed to determine the prevalence of anemia and the tendency of anemia based on nutritional intake, nutritional status, menstrual pattern, physical activity and parental income among female adolescent in Denpasar. The cross-sectional descriptive study conducted at Junior High School and Senior High School in Denpasar. Total sample of 74 people choosed by cluster sampling technique. Levels of hemoglobin were measured by easytouch GCHb, nutritional status (body mass index) obtained by weight and height measurement, while the nutritional intake, menstrual pattern, physical activity and parental income obtained by interview. The result was 34 respondents (45,9%) had anemia. Anemia tends to occur in female adolescent with poor intake of energy (55,6%), poor intake of protein (66,7%), poor intake of iron (50%) and poor intake of vitamin C (52,4%), low nutritional status (100%), short menstrual cycles (57,1%), long duration (55,6%), high physical activity (58,3%) and low parental income (49,2%). Female adolescent tend to suffer from anemia so early detection of hemoglobin levels is recommended.

Keywords: prevalence, anemia, female adolescent, early detection, nutritional intake

DOAJ

PENDAHULUAN

Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat global yang perlu perhatian khusus. Pada tahun 2008, prevalensi anemia secara global menurut WHO mencapai 24,8%. Prevalensi anemia di Indonesia tidak begitu jauh dengan angka prevalensi anemia global tersebut yaitu sebesar 21,7% dimana prevalensi kejadian anemia tersebut sudah masuk ke dalam kategori masalah kesehatan masyarakat sedang sehingga hal ini harus mendapat perhatian khusus.3,4

Remaja adalah kelompok usia yang sangat beresiko terhadap kejadian anemia karena kebutuhan gizi khususnya zat besi melebihi kebutuhan kelompok usia lain akibat percepatan pertumbuhan dan peningkatan aktivitas fisik yang dilakukan. WHO mendefinisikan remaja adalah seseorang yang berada dalam rentang umur 10 sampai 19 tahun baik belum maupun sudah menikah. Terdapat sekitar 1,2 miliar remaja di dunia yaitu sama dengan seperlima dari populasi dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5 juta atau 27% dari kelompok remaja di negara berkembang mengalami anemia.5

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, jumlah remaja di Indonesia sudah mencapai sekitar 64 juta atau 27,6% total penduduk Indonesia.6 Ditemukan proporsi kejadian anemia di Indonesia lebih tinggi pada perempuan (23,9%) dibandingkan pada laki-laki (18,4%).3 Penelitian lain menemukan proporsi kejadian anemia lebih tinggi pada remaja putri (30%) dibanding remaja putra (20,9%).7 Hal tersebut berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada remaja putri diantaranya asupan nutrisi, status gizi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua.8

Anemia pada remaja putri berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan, daya tahan terhadap penyakit infeksi, aktivitas, konsentrasi dan kecerdasan serta daya tangkap. Sebagai calon ibu, kebutuhan zat besi remaja putri lebih banyak agar tidak terjadi defisiensi sebelum hamil. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan berdampak pada kelahiran bayi antara lain lahir prematur, abnormal, berat badan lahir rendah, bahkan kematian ibu.10

Pada tahun 2011, jumlah remaja putri di Kota Denpasar mencapai 21.186 jiwa.6 Dari jumlah tersebut, belum terdapat data kejadian anemia pada remaja putri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia pada remaja putri di Kota Denpasar dan gambaran status anemia berdasarkan karakteristik responden.

METODE PENELITIAN

Jenis rancangan deskriptif cross-sectional yang dilaksanakan di SMP dan SMA Denpasar dari bulan Oktober sampai bulan Desember 2017. Total sampel sebanyak 74 orang dipilih dengan teknik

menggunakan cluster sampling. Kriteria inklusi meliputi remaja putri yang sudah menstruasi secara teratur dan bersedia menjadi responden dengan menandatangi informed consent.

Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan alat easytouch GCHb, status gizi (Indeks Masa Tubuh) ditentukan dengan pengukuran berat dan tinggi badan, sedangkan asupan nutrisi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua diperoleh dengan wawancara.

Asupan nutrisi diantaranya asupan energi, protein dan vitamin C diperoleh dengan food recall 24 jam terbagi menjadi kategori cukup (≥80% AKG) dan kurang (<80% AKG), sedangkan asupan zat besi dibagi berdasarkan rerata asupan zat besi keseluruhan responden (≥6,3 mg dan <6,3 mg) dikarenakan jumlah responden dengan asupan cukup dan kurang sangat jauh beda. Status Gizi dibagi berdasarkan z-skor sesuai umur yaitu obesitas (z-skor ≥ +2), gemuk (+1 ≤ z-skor < +2), normal (-2 z-skor < +1), dan kurus (-3 ≤ z-skor < -2). Pola menstruasi terdiri atas lama siklus menstruasi yang meliputi <25 hari, 25-35 hari dan >35 hari dan durasi menstruasi yang meliputi <7 hari dan ≥7 hari. Aktivitas fisik dibagi berdasarkan perhitungan skor Baecke yaitu aktif dan tidak aktif. Pendapatan orang tua dibagi menjadi kategori tinggi (>UMR) dan rendah (<UMR) dimana UMR Denpasar sebesar Rp. 2.173.000,00.

Data dianalisis dengan perangkat komputer secara deskriptif untuk melihat kecenderungan kejadian anemia remaja putri berdasarkan asupan nutrisi, status gizi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua.

Penelitian ini telah mendapat keterangan kelayakan etik dengan nomor 2275/UN.14.2/KEP/2017.

HASIL

Tabel 1 menunjukkan sebanyak 34 responden (45,9%) mengalami anemia. Rerata umur dari keseluruhan responden adalah 14,7 tahun dengan umur termuda 12 tahun dan tertua 17 tahun. Diperoleh proporsi terbanyak pada responden dengan asupan energi kurang (48,6%), asupan protein kurang (36,5%), asupan zat besi kurang (59,5%), asupan vitamin C kurang (85,1%), status gizi normal (71,6%), lama siklus menstruasi 25-35 hari (79,7%), durasi menstruasi <7 hari (87,8%), tidak aktif (67,6%) dan pendapatan orang tua rendah (79,7%).

Pada tabel 2 dapat dilihat kecenderungan anemia terjadi pada responden dengan asupan energi kurang, asupan protein kurang, asupan zat besi kurang, asupan vitamin C kurang, status gizi kurus, siklus menstruasi pendek (<25 hari), durasi panjang (>7 hari), aktif, dan pendapatan orang tua rendah.

DOAJ

Tabel 1. Proporsi status anemia, asupan nutrisi, pola menstruasi, aktivitas fisik, dan pendapatan orang tua (n=74)

Variabel

n

Frekuensi (%)

Status anemia

Anemia

34

(45,9)

Tidak Anemia

40

(54,1)

Asupan energi (kkal)

Kurang

36

(48,6)

Cukup

38

(51,4)

Asupan protein (g)

Kurang

27

(36,5)

Cukup

47

(63,5)

Asupan zat besi (mg)

< 6,3 mg

44

(59,5)

≥ 6,3 mg

30

(40,5)

Asupan vitamin c (mg)

Kurang

63

(85,1)

Cukup

11

(14,9)

Status gizi

Kurus

1

(1,4)

Normal

53

(71,6)

Gemuk

16

(21,6)

Obesitas

4

(5,4)

Lama siklus menstruasi

<25 hari

7

(9,5)

25-35 hari

59

(79,7)

>35 hari

8

(10,8)

Durasi menstruasi

<7 hari

65

(87,8)

≥7 hari

9

(12,2)

Aktivitas fisik

Tidak Aktif

50

(67,6)

Aktif

24

(32,4)

Pendapatan orang tua

Rendah

59

(79,7)

Tinggi

15

(20,3)

Tabel 2. Gambaran status anemia berdasarkan asupan nutrisi dan status gizi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua, (n=74)

Variabel

Status Anemia

Anemia

Tidak Anemia

n

(%)

n

(%)

Asupan energi

Kurang

20

(55,6)

16

(44,4)

Cukup

14

(36,8)

24

(63,2)

Asupan protein

Kurang

18

(66,7)

9

(33,3)

Cukup

16

(34)

31

(66)

Asupan zat besi

<6,3 mg

22

(50)

22

(50)

≥6,3 mg

12

(40)

18

(60)

Asupan vitamin c

Kurang

33

(52,4)

30

(47,6)

Cukup

1

(9,1)

10

(90,9)

Status gizi

Kurus

1

(100)

0

(0)

Normal

28

(52,8)

25

(47,2)

Gemuk

4

(25)

12

(75)

Obesitas

1

(25)

3

(75)

Lama siklus menstruasi

<25 hari

4

(57,1)

3

(42,9)

25-35 hari

27

(45,8)

32

(54,2)

>35 hari

3

(37,5)

5

(62,5)

Durasi menstruasi

≥ 7 hari

5

(55,6)

4

(44,4)

<7 hari

29

(44,6)

36

(55,4)

Aktivitas fisik

Aktif

14

(58,3)

10

(41,7)

Tidak Aktif

20

(40)

30

(60)

Pendapatan orang tua

Rendah

29

(49,2)

30

(50,8)

Tinggi

5

(33,3)

10

(66,7)

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


PEMBAHASAN

Kejadian anemia pada responden ditemukan sebesar 45,9%. Berdasarkan klasifikasi WHO mengenai tingkat masalah kesehatan, proporsi kejadian

anemia tersebut sudah termasuk ke dalam kategori masalah kesehatan masyarakat berat.2 Proporsi kejadian anemia tersebut relatif lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian anemia remaja putri


di Kabupaten Rembang tahun 2011 yaitu sebesar 40,5% dan penelitian anemia di Abiansemal tahun 2009 yang menemukan kejadian anemia sebesar 34,8%.8,9 Hal tersebut diduga karena perbedaan cara pengambilan sampel untuk mengukur kadar hemoglobin. Pengukuran kadar hemoglobin pada penelitian ini hanya menggunakan alat digital easytouch GCHb. Sedangkan yang dianjurkan oleh International Committee for Standardization in Hematology adalah dengan metode cyanmethemoglobin karena metode ini mempunyai


I—∖s—∖ λ  Idirectoryof

OPEN ACCESS

I_/U/—∖U JOURNALS

standar yang stabil sehingga dapat dilakukan pengukuran kadar hemoglobin dengan teliti.11 Penemuan kejadian anemia tersebut juga diduga karena faktor asupan nutrisi, status gizi, pola menstruasi, aktivitas fisik dan pendapatan orang tua responden.8

Serupa dengan sebuah penelitian tahun 2011 di Pulau Selayar, penelitian ini menemukan kecenderungan anemia terjadi pada remaja putri yang asupan nutrisinya kurang. Hal tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa asupan nutrisi baik asupan energi, protein, zat besi maupun vitamin C dapat mempengaruhi kejadian anemia. Energi dapat dihasilkan oleh berbagai sumber seperti karbohidrat, protein dan lemak. Bila asupan karbohidrat sebagai sumber energi utama tercukupi, maka protein yang juga sebagai sumber energi dapat berperan dalam fungsi lain yaitu transport zat besi ke dalam sel. Jenis protein yang dapat meningkatkan transport dan penyerapan zat besi adalah protein hewani. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein hewani akan mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah.8

Zat besi merupakan zat gizi utama yang berperan penting sintesis hemoglobin sehingga kurangnya asupan zat besi yang diperoleh dari bahan makanan menyebabkan kadar hemoglobin menurun. Selain itu, jumlah zat besi dalam tubuh juga dipengaruhi oleh faktor penghambat penyerapan zat besi. Faktor penghambat penyerapan zat besi banyak terdapat dalam bahan makanan seperti fitat yang terkandung dalam kacang-kacangan, biji-bijian; posfitin yang terkandung dalam kuning telur; oksalat yang terkandung dalam sayuran; dan tannin yang terkandung dalam teh dan kopi. Di samping faktor penghambat, terdapat juga faktor pemacu penyerapan besi yaitu vitamin C. Suasana asam dan sifat reduktor vitamin C diperlukan dalam penyerapan zat besi, dimana penyerapan zat besi akan meningkat empat kali lipat dengan bantuan vitamin C.8

Asupan nutrisi dapat menentukan status gizi. Penelitian ini menemukan semakin rendah status gizi maka semakin besar kecenderungan untuk menderita anemia. Penelitian anemia remaja putri di Karangrayung tahun 2009 juga menemukan bahwa remaja putri yang status gizinya di bawah normal cenderung mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putri dengan status gizi normal. Status gizi bergantung pada asupan zat gizi. Status gizi kurang terjadi bila tubuh kekurangan zat gizi yang esensial, salah satunya adalah zat besi. Maka dari itu, status gizi yang kurang menunjukkan status zat besi dalam tubuh yang kurang.13

Adanya siklus menstruasi tiap bulan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian anemia remaja putri.14 Ditemukan kejadian


anemia remaja putri cenderung terjadi pada yang memiliki siklus menstruasi pendek dan durasi menstruasi panjang. Penemuan tersebut sejalan dengan sebuah penelitian dengan hasil proporsi anemia remaja putri dengan siklus pendek mencapai 72,1%.15 Selain itu, ditemukan proporsi anemia remaja putri dengan durasi panjang mencapai 72,7%.16 Hal tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa semakin lama berlangsungnya menstruasi, semakin banyak darah yang keluar sehingga zat besi di dalam tubuh juga semakin berkurang. Jika kekurangan zat besi berlanjut, maka akan timbul kondisi iron depleting state yaitu penurunan cadangan zat besi. Kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya penyediaan zat besi untuk eritropoesis sehingga terjadi kondisi iron deficient erythropoiesis. Oleh karena kondisi tersebut kadar hemoglobin mulai menurun akibatnya terjadilah anemia.12

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian anemia remaja putri adalah aktivitas fisik dan pendapatan orang tua. Didapatkan kecenderungan anemia remaja putri terjadi pada yang tergolong aktif, dimana proporsinya mencapai 58,3%. Penemuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian mengenai kejadian anemia pada remaja putri di Pekalongan tahun 2016 dan penelitian di Bekasi tahun 2008. Sebuah teori mendukung hasil tersebut, dimana remaja putri yang aktif memerlukan banyak energi sehingga kebutuhan nutrisinya meningkat. Bila kebutuhan nutrisi tersebut tidak terpenuhi maka terjadi kekurangan gizi, salah satunya zat besi yang mengakibatkan timbulnya anemia. Penyebab lainnya adalah kurangnya konsumsi faktor pemacu penyerapan zat besi seperti vitamin C dan protein hewani serta banyak mengkonsumsi faktor penghambat penyerapan zat besi. Hal ini diperkuat oleh teori yang mengatakan remaja putri dengan aktifitas fisik tinggi memiliki resiko defisiensi zat besi lebih besar, dimana kebutuhan zat besi akan meningkat hingga 1-2 mg/hari bila seseorang melakukan aktivitas berat.17,18

Berdasarkan pendapatan orang tua, remaja putri dengan pendapatan orang tua rendah lebih cenderung menderita anemia. Serupa dengan penelitian anemia remaja putri tahun 2011 di Kabupaten Rembang, dimana proporsi kejadian anemia remaja putri dengan pendapatan orang tua rendah lebih besar daripada yang pendapatan orang tuanya tinggi. Sebuah teori mendukung hasil tersebut, apabila pendapatan meningkat, penyediaan makanan yang bermutu akan meningkat. Sebaliknya jika pendapatan kurang akan menyebabkan penurunan penyediaan makanan baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi, salah satunya


DOAJ

adalah zat besi sehingga dapat menimbulkan      9.

terjadinya anemia.9

SIMPULAN

Prevalensi anemia pada remaja putri di Kota Denpasar sebesar 45,9%. Kejadian anemia pada     10.

remaja putri di Kota Denpasar cenderung terjadi pada remaja putri dengan asupan energi kurang, asupan protein kurang, asupan zat besi kurang dan aspuan vitamin C kurang, status gizi kurus, siklus menstruasi      11.

pendek, durasi panjang, aktivitas tinggi dan pendapatan orang tua rendah.

DAFTAR PUSTAKA

targets 2015 anaemia policy brief. 2014.

  • 2.   World Health Organization. Global anemia

prevalence and number of individuals affected.13.

2008.

  • 3.    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.     Riset    kesehatandasar

(RISKESDAS) 2013. 2013:1-384.14.

  • 4.    World Health Organization, Chan M. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. 2011:16.

  • 5.    Biradar, S. S., Biradar, S. P., Alatagi, A. C.,       15.

Wantamutte, A. S., & Malur, P. R. Prevalence of anaemia among adolescent girls: a one year cross-sectional study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012;6(3): 372377.

  • 6.    Badan     Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional [internet]. Jumlah balita, remaja, dan lanjut usia per wilayah. 2011.       16.

[diakses pada tanggal 30 Juni 2015]. Tersedia pada:

http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/MDKReports/ KS/tabel102.aspx.

  • 7.    Permaesih, D., Herman, S. Faktor-faktor yang      17.

mempengaruhi anemia pada remaja. E-Journal Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 2005:33;162171.

  • 8.    Wijayanti, Y. Faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri siswa SMK An Nuroniyah Kemadu Kecamatan Sulang      18.

Kabupaten Rembang tahun 2011. Universitas Negeri Semarang. 2011.


Seriani, L., Sutarsa, N., Indraguna, IGN., Dharmadi, M.,Weta, W. Penyuluhan anemia dan pemeriksaan kadar hemoglobin pada siswi SMAN 1 Abiansemal Badung. Universitas Udayana. 2009:8(2):74-76.

Nursari, D. Gambaran kejadian anemia pada remaja putri SMP Negeri 18 Kota Bogor tahun 2009. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2010.

Febianty, N., Sugiarto, C., Sadeli, L. Perbandingan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode sahli dan autoanalyzer pada orang normal. 2012.

Kirana, D. P. Dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 2 Semarang. Universitas Diponogoro. 2011.

Inayati, P. C. Kejadian anemia pada santri putri pondok pesantren Al-Hidayah Kecamatan Karangrayung. Universitas Negeri Semarang. 2009.

Yamin, T. Hubungan pengetahuan, asupan gizi dan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Kabupaten Kepulauan Selayar tahun 2012. Universitas Indonesia. 2012.

Sumiati, Hermawan, A. D., Marlenywati. Hubungan antara kebiasaan sarapan pagi, siklus menstruasi dan berolahraga dengan anemia gizi besi pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali. Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan. 2014;92-102.

Lestari, E. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Institut Pertanian Bogor. 2013.

Khairunnisa, C. H. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran. 2016.

Arumsari, E. Faktor risiko anemia pada remaja putri peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi. Institut Pertanian Bogor. 2008.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

6