ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.12,Desember, 2018

Il—λ directoryof OPEN ACCESS IJOURNALS

KARAKTERISTIK DISMENORE PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN 2015 DI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

Luh Nyoman Mas Amita1, I Nyoman Gede Budiana2, I Wayan Artana Putra3, I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya4

  • 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2SMF Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah-Universitas Udayana Bali-Indonesia

Email:[email protected]

ABSTRAK

Dismenore adalah nyeri haid yang biasanya bersifat kram dan berpusat pada perut bagian bawah yang terasa sebelum atau selama menstruasi. Banyak remaja melaporkan dampak negatif dari dismenore pada kehidupan mereka, sehingga penting untuk mengetahui informasi sebanyak-banyaknya mengenai dismenore. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik dismenore pada mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2015 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Data dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 131 responden, sebagian besar kasus dismenore terjadi pada usia menarche 12–13 tahun (56,5%), memiliki riwayat keluarga (58,8%), lama menstruasi 3-7 hari (92,4%), dan mengalami derajat nyeri ringan (57,3%). Gejala penyerta terbanyak yaitu rasa nyeri bagian bawah perut (94,7%), IMT terbanyak yaitu berat badan normal (56,5%), dan dampak terbanyak yaitu produktivitas menurun (72,5%). Sebagian besar responden (46,6%) mengalami dismenore sejak > 12 bulan setelah menarche, waktu timbulnya dismenore sebagian besar (48,9%) < 12 jam sejak mulainya

menstruasi, waktu hilangnya gejala dismenore sebagian besar (53,4%) terjadi 24-48 jam sejak mulai menstruasi, sebagian besar responden memiliki kebiasaan berolahraga (54,2%), dan usaha untuk mengurangi dismenore terbanyak yaitu tidur/istirahat (97,7%).

Kata kunci: Karakteristik, Dismenore

ABSTRACT

Dysmenorrhea is a menstrual pain that is usually susceptible to cramps and centered on the lower abdomen that feels before or during menstruation. Many adolescents report the negative effects of dysmenorrhea on their lives, so it's important to know as much as possible about dysmenorrhea. The purpose of this study is to determine the characteristics of dysmenorrhea in the student of Doctor Education Study Program class of 2015 at the Faculty of Medicine Udayana University. This study is a cross sectional descriptive study conducted at Faculty of Medicine, Udayana University. The data in this study is primary data obtained from the questionnaire distribution. Data were analyzed using SPSS program. The results showed that of 131 respondents, most of the cases of dysmenorrhea occurred at the age of menarche 12-13 years (56.5%), had a family history (58.8%), 3-7 days menstrual period (92.4%), and experienced mild degree of pain (57.3%). The most accompanying symptoms were lower abdominal pain (94.7%), BMI mostly normal weight (56.5%), and the most impact was decreased productivity (72.5%). The majority of respondents (46.6%) had dysmenorrhoea since >12 months after menarche, duration of dysmenorrhea mostly (48.9%) <12 hours from the onset of menstruation, the time of dysmenorrhea end (53.4%) occurred 24 -48 hours since the start of menstruation, most respondents had exercise habits (54.2%), and attempts to reduce most dysmenorrhea is sleep/rest (97.7%).

Keywords: Characteristics, Dysmenorrhea

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya percepatan perkembangan fisik, emosional, sosial, dan mental. Salah satu tanda seorang wanita telah menginjak masa remaja ditandai dengan menstruasi.

Menstruasi adalah proses alami yang dialami oleh wanita normal yang ditandai dengan adanya perdarahan dan datang secara berulang setiap bulan dari masa pubertas sampai menopause, kecuali pada masa kehamilan.1 Pada fase menstruasi, sering kali seorang wanita akan merasakan adanya masalah. Masalah yang paling sering dialami adalah dismenore.

Dismenore adalah nyeri haid yang biasanya bersifat kram dan berpusat pada perut bagian bawah yang terasa sebelum atau selama menstruasi.2 Derajat dismenore yang dirasakan untuk setiap wanita tentu tidak sama. Ada yang masih bisa beraktivitas dan ada pula yang tidak bisa beraktivitas karena nyeri yang dirasakan. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut, berbagai usaha biasanya dilakukan, baik farmakologi, non farmakologi maupun pembedahan.3

Penelitian yang dilakukan diberbagai negara menunjukkan bahwa kejadian dismenore pada remaja cukup tinggi, dimana prevalensinya sangat luas yaitu antara 16% dan 91% pada wanita usia reproduksi.4   Beberapa faktor yang

dilaporkan dapat meningkatkan risiko terjadinya dismenore yaitu stres, masa menarche terlalu dini, periode menstruasi yang terlalu panjang, riwayat keluarga dengan dismenore, indeks massa tubuh (IMT) kurang atau lebih, dan merokok.2,5

Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak remaja melaporkan dampak negatif dari dismenore pada kehidupan mereka. Dismenore dapat menyebabkan masalah fisik maupun psikologis yang menyebabkan penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan status fungsional atau aktivitas sehari-hari, fungsi psikologis, dan status fisik remaja. Dismenore juga dilaporkan sebagai alasan

utama absensi pada wanita.1,6 Oleh karena itu, penting untuk mengetahui informasi sebanyak-banyaknya mengenai dismenore untuk meningkatkan kualitas hidup bagi wanita.

Berbagai penelitian telah dilakukan di beberapa negara untuk menentukan prevalensi, faktor risiko, dampak, dan usaha yang biasanya dilakukan untuk mengatasi dismenore. Namun, data-data mengenai dismenore tersebut masih belum banyak ditemukan di Indonesia, sehingga diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui karakteristik dismenore pada remaja putri di Indonesia, khususnya pada penelitian ini peneliti mengambil sampel di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebagai salah satu kampus kedokteran di Provinsi Bali. Diharapkan dengan adanya data-data tersebut akan dapat dilakukan lebih banyak rencana intervensi untuk tindakan pencegahan dalam menanggulangi masalah dismenore ini.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini berupa penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar selama 6 bulan (Maret–September 2017) mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2015 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Adapun kriteria inklusi sampel yaitu mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2015 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang sudah menandatangani surat persetujuan penelitian. Kriteria eksklusi yaitu mahasiswi yang tidak mengumpulkan kuesioner penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling dalam pengumpulan sampel. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner. Permintaan informed consent dari

I—Yr^1 λ  Idirectoryof

OPEN ACCESS

I__∕          JOURNALS

responden dilakukan untuk memastikan kesediaan dalam mengisi kuesioner. Jika responden bersedia, selanjutnya responden diminta untuk menjawab secara lengkap pertanyaan berdasarkan kuesioner yang tersedia. Setelah seluruh data terkumpul, data diolah dan dianalisis secara deskriptif kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

HASIL

Berdasarkan kuesioner yang disebar didapatkan jumlah mahasiswi yang masuk dalam kriteria inklusi adalah sebanyak 131 orang. Tabel 1 memperlihatkan bahwa kasus dismenore sebagian besar terjadi pada responden yang mengalami menarche pada usia antara 12–13 tahun yaitu sebanyak 74 orang (56,5%). Hasil ini menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki usia menarche dalam rentang normal.

Tabel 1. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Usia Menarche

Usia Menarche

n (%)

< 12 tahun

20 (15,3)

12-13 tahun

74 (56,5)

> 13 tahun

37 (28,2)

Total

131 (100)

Berdasarkan riwayat keluarga, sebagian besar kasus dismenore dialami oleh responden yang memiliki riwayat keluarga dengan dismenore yaitu sebanyak 77 orang (58,8%) (Tabel 2), dan dari 77 orang tersebut, sebagian besar anggota keluarganya yang pernah mengalami dismenore adalah ibu responden (40,5%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi Anggota Keluarga Responden yang Pernah Mengalami Dismenore

Anggota Keluarga

n (%)

Ibu

53 (40,5)

Saudara kandung

38 (29,0)

Tabel 4 menunjukkan bahwa kasus dismenore sebagian besar terjadi pada responden yang lama menstruasinya 3-7 hari yaitu sebanyak 121 orang (92,4%).

Tabel 4. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Lama Menstruasi

Lama Menstruasi

n (%)

< 3 hari

4 (3,1)

3-7 hari

121 (92,4)

> 7 hari

6 (4,6)

Total

131 (100)

Berdasarkan derajat

nyeri, sebagian

besar responden mengalami dismenore dengan derajat nyeri ringan yaitu sebanyak 75 orang (57,3%) seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Kasus Dismenore

Berdasarkan

Dismenore

Derajat Dismenore

n (%)

Nyeri ringan

75 (57,3)

Nyeri sedang

28 (21,4)

Nyeri berat

28 (21,4)

Total

131 (100)

Responden pada penelitian ini memiliki gejala yang bervariasi dan dari beberapa gejala tersebut, hampir semua responden mengalami rasa nyeri bagian bawah perut. Hanya sebagian kecil saja yang pernah sampai pingsan saat mengalami dismenore (Tabel 6).

Tabel 2. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Riwayat Keluarga

Riwayat Keluarga

n (%)

Ada

77 (58,8)

Tidak

54 (41,2)

Total

131 (100)

I—Yr^1 λ  Idirectoryof

OPEN ACCESS

I_J∖^JΓ—∖^√ JOURNALS

Tabel 6. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Gejala Penyerta

Gejala Penyerta         n (%)

Nyeri bawah perut        124 (94,7)

Paha terasa ngilu          26 (19,8)

Mual               16 (12,2)

Pusing              34 (26,0)

Sakit pada punggung       45 (344)

bawah                   ,

Sakit pada kaki bagian belakang              14 (10,7)

Diare                14 (10,7)

Susah buang air besar       14 (10,7)

Pingsan               3 (2,3)

Tabel 7 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam IMT dengan berat badan normal yaitu sebanyak 74 orang (56,5%). Sisanya termasuk ke dalam kategori berat badan kurang, berisiko obes, dan obes I. Tidak ada responden pada penelitian ini yang menderita obes II.

Tabel  9  memperlihatkan bahwa

sebagian besar responden (46,6%) mulai mengalami dismenore sejak > 12 bulan setelah menarche.

Tabel 9. Distribusi Kasus Dismenore

Berdasarkan Onset Dismenore Pertama

Onset Dismenore n (%)

Pertama

Sejak menstruasi pertama kali                    ,

6-12 bulan setelah menarche                  ,

> 12 bulan setelah

menarche             61 (46,6)

Total              131 (100)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa waktu timbulnya dismenore pada sebagian besar responden (64 orang) adalah <  12 jam sebelum mulainya

menstruasi dan hanya 7 orang responden yang baru mengalami dismenore > 24 jam

Tabel 7. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan IMT

IMT            n (%)

Berat badan kurang        22 (16,8)

Berat badan normal        74 (56,5)

Berisiko menjadi obes       19 (14,5)

Obes I               16 (12,2)

Obes II                0 (0)

Total              131 (100)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa   sebagian   besar   responden

merasakan dampak dari dismenore pada kehidupan mereka. Dampak yang paling banyak    dialami    adalah    berupa

produktivitas   yang   menurun   yaitu

sebanyak 95 orang (72,5%). Sedangkan dampak yang paling sedikit adalah bolos sekolah.

Tabel 8. Distribusi Kasus Dismenore

Berdasarkan Dampak yang Ditimbulkan

Dampak yang Ditimbulkan

Bolos sekolah            8 (6,1)

Produktivitas menurun      95 (72,5)

Tidak merasa terganggu      28 (21,4)

Total              131 (100)

sejak mulainya menstruasi.

Tabel 10. Distribusi Kasus Dismenore

Berdasarkan Onset Timbulnya Dismenore

Onset Timbulnya

Dismenore

  • <    12 jam sebelum        64 (489)

mulainya menstruasi              ,

12-24 jam sejak         60 (458)

mulainya menstruasi              ,

  • >    24 jam sejak mulainya menstruasi                 ( , )

Total              131 (100)

Pada Tabel 11 terlihat bahwa waktu hilangnya   gejala   dismenore   pada

responden sebagian besar (53,4%) terjadi 24-48 jam sejak mulainya menstruasi.

Tabel 11. Distribusi Kasus Dismenore

Berdasarkan Onset Hilangnya Dismenore

Onset Hilangnya Dismenore

  • <    24 jam sejak          18 (137)

mulainya menstruasi              ,

24-48 jam sejak         70 (534)

mulainya menstruasi              ,

  • >    48 jam sejak          43 (328)

mulainya menstruasi              ,

Total              131 (100)

Il—∖r>l λ directoryof OPEN ACCESS I__JOURNALS

Tabel 12 memperlihatkan bahwa kasus dismenore pada penelitian ini lebih banyak dialami oleh responden yang memiliki kebiasaan berolahraga yaitu sebanyak 71 orang (54,2%). Namun bila dilihat dari frekuensi olahraga yang dilakukan, hanya sebagian kecil responden pada penelitian ini yang melakukan olahraga > 3 kali seminggu dan sisanya hanya melakukan olahraga < 3 kali seminggu (Tabel 13).

Tabel 12. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan Olahraga       n (%)

Ya                71 (54,2)

Tidak              60 (45,8)

Total                  131 (100)

Tabel 13.Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Aktivitas Olahraga Responden Setiap Minggunya

Frekuensi Olahraga       n (%)

  • < 3 kali seminggu         62 (87,3)

  • > 3 kali seminggu         9 (12,7)

Total               71 (100)

Berbagai usaha biasanya akan dilakukan oleh responden untuk mengurangi dismenore yang dialaminya. Tabel 14 menunjukkan bahwa usaha yang paling banyak dilakukan oleh responden untuk mengurangi dismenore adalah dengan tidur/istirahat dan usaha yang paling sedikit dilakukan adalah minum jamu.

Tabel 14. Distribusi Kasus Dismenore Berdasarkan Usaha untuk Mengurangi Dismenore

Usaha Untuk

Mengurangi Dismenore

n (%)

Minum obat          40 (30,5)

Minum jamu           9 (6,9)

Olahraga             14 (10,7)

Tidur/istirahat           128 (97,7)

Mengatur pola makan      19 (14,5)

Pemeriksaan ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnya merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi dismenore dan dari Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini tidak pernah datang ke dokter maupun fasilitas kesehatan lainnya untuk memeriksakan dismenore yang

dialaminya. Alasan terbanyak responden tidak memeriksakan diri adalah karena masih bisa menahan rasa sakit yang dialaminya (Tabel 16).

Tabel 15.Distribusi Responden yang Melakukan Pemeriksaan ke Dokter atau Fasilitas Kesehatan Lainnya

Periksa ke Dokter/Fasilitas

Kesehatan Lainnya

Pernah                12(9,2)

Tidak pernah           119 (90,8)

Total              131(100)

Tabel 16. Distribusi Alasan Responden

Tidak Memeriksakan Diri ke Dokter atau Fasilitas Kesehatan Lainnya

Alasan Tidak Periksa       n (%)

Merupakan hal yang       54 (45,4)

wajar

Masih dapat mehanan      65 (54,6)

rasa sakit

Takut periksa             0 (0)

Total              119 (100)

PEMBAHASAN

Berdasarkan usia menarche didapatkan hasil sebagian besar responden mengalami menarche pada usia antara 12–13 tahun. Dilfa Juniar pada penelitiannya yang dilakukan di Jakarta Pusat juga mendapatkan hasil yang serupa, yaitu didapatkan hasil bahwa sebagian besar (56,25%) respondennya juga mengalami menarche pada usia tersebut. 7 Begitu pula dengan penelitian Ga Eul JEon dkk8 di Korea, Dr. Heba A. Osman dan Dr. Amira A. El-Houfey9 di Universitas Assuit, Mesir serta penelitian yang dilakukan oleh Nayana S. George dkk10 dan Salvi Shah dkk11 di India pada populasi yang berbeda juga ditemukan hasil yang serupa. Berdasarkan hasil review epidemiologi yang dilakukan oleh Hong Ju dkk4 didapatkan hasil dari empat buah penelitian cross-sectional, tiga dari penelitan tersebut tidak menemukan adanya efek yang signifikan pada usia menarche dan hanya satu penelitian yang melaporkan adanya penurunan dismenore

Iλ Idirectoryof OPEN ACCESS IJOURNALS pada wanita dengan usia menarche yang lebih dari 12 tahun.

Terdapat perbedaan antara hasil penelitian dengan teori yang ada. Teori menyatakan bahwa menarche pada usia dini (< 12 tahun) adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya dismenore.5 Hal ini karena pada usia tersebut, alat reproduksi wanita belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, sehingga kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya rasa sakit ketika menstruasi.12 Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena pengaruh keturunan, status gizi, dan kesehatan umum dari populasi penelitian.

Berdasarkan riwayat keluarga, sebagian besar responden memiliki riwayat keluarga dismenore. Solomon Hailemeskel dkk13    pada penelitiannya juga

mendapatkan hasil yang serupa, yaitu dari 368 mahasiswi di Ethiopia yang mengalami dismenore sebagian besar (65,8%) respondennya juga memiliki riwayat keluarga dengan dismenore. Beberapa penelitian lainnya juga mendapatkan hasil yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Nayana S. George dkk10 mendapatkan hasil 50,2%, penelitian yang dilakukan oleh Nahal Habibi dkk14 mendapatkan hasil 55,3%, dan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Heba A. Osman dan Dr. Amira A.   El-Houfey9

mendapatkan hasil 62% responden memiliki riwayat keluarga dismenore.

Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko seorang wanita menderita dismenore, karena pada umumnya seseorang akan memiliki kondisi anatomis dan fisiologis yang hampir sama dengan keluarganya.15 Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan teori yang ada yaitu adanya pengaruh riwayat keluarga terhadap kejadian dismenore. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki riwayat keluarga dismenore akan memiliki kemungkinan untuk menderita dismenore pula.

Berdasarkan lama menstruasi, kasus dismenore sebagian besar terjadi pada

responden yang lama menstruasinya 3-7 hari. Ga Eul JEon dkk8 pada penelitiannya juga mendapatkan hasil yang serupa, yaitu didapatkan hasil bahwa kasus dismenore juga terjadi paling banyak pada remaja yang lama menstruasinya 3-7 hari yaitu sebanyak 87,41%.

Menstruasi yang normal biasanya berlangsung 3-7 hari, namun bila lebih dari 7 hari maka dikatakan bisa menderita dismenore yang lebih berat. Ika Novia dan Nunik Puspitasari pada hasil penelitiannya menjelaskan bahwa menstruasi yang berlangsung lama akan menyebabkan uterus menjadi semakin sering berkontraksi, akibatnya prostaglandin yang dikeluarkan akan semakin banyak. Produksi prostaglandin yang berlebihan itulah yang menyebabkan timbulnya dismenore.16 Uterus yang berkontraksi terus-menerus juga akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke uterus dan uterus tidak mendapatkan oksigen yang adekuat sehingga bisa menyebabkan terjadinya nyeri saat menstruasi.2

Terdapat ketidaksesuaian antara hasil penelitian dengan teori yang ada. Hal ini bisa disebabkan karena responden pada penelitian ini hanya mengalami dismenore ringan, yang mana produksi prostaglandin dan kontraksi uterus yang dihasilkan tidak sebanyak dismenore sedang maupun berat.

Berdasarkan derajat nyeri, sebagian besar responden mengalami derajat nyeri ringan. Salvi Shah dkk11 pada penelitiannya juga mendapatkan hasil yang serupa, yaitu dari 89 responden yang mengalami dismenore, sebagian besar (65,17%) juga mengalami dismenore dengan derajat nyeri ringan. Namun, beberapa penelitian lainnya mendapatkan hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Rafia Bano dkk17, Nahal Habibi dkk14, dan Dilfa Juniar7 mendapatkan hasil sebagian besar responden pada penelitian mereka menderita dismenore dengan derajat nyeri sedang. Sedangkan Dr. Heba A. Osman dan Dr. Amira A. El-Houfey pada penelitiannya mendapatkan hasil sebagian

Iλ Idirectoryof OPEN ACCESS IJOURNALS besar responden mengalami derajat nyeri berat. 9

Adanya variasi dari beberapa hasil penelitian ini disebabkan karena nyeri merupakan hal yang bersifat subyektif. Hal ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan dari     definisi     operasional     atau

pengklasifikasian mengenai derajat nyeri pada masing-masing penelitian.

Berdasarkan gejala penyerta, hampir semua responden mengalami rasa nyeri bagian bawah perut. Akshara Mathew dkk18    pada penelitiannya juga

mendapatkan hasil yang serupa, yaitu didapatkan hasil dari 225 responden yang mengalami dismenore hampir semua respondennya juga mengalami rasa nyeri bagian bawah perut yaitu sebanyak 224 orang (99,6%). Penelitian yang dilakukan oleh Salvi Shah dkk11 dan Dr. Heba A. Osman dan Dr. Amira A. El-Houfey9 juga mendapatkan hasil yang serupa, yaitu dari beberapa lokasi nyeri yang biasanya dialami saat dismenore, bagian bawah perut merupakan lokasi yang paling banyak dikeluhkan mengalami nyeri oleh responden pada penelitian tersebut.

Salah satu hal utama yang dapat menyebabkan terjadinya dismenore adalah produksi prostaglandin. Jika prostaglandin yang diproduksi berlebihan dan dilepaskan ke dalam aliran darah maka selain nyeri yang dirasakan juga dapat dijumpai gejala lainnya.19 Hal inilah yang menyebabkan responden memiliki gejala yang bervariasi saat mengalami dismenore.

Berdasarkan IMT, sebagian besar responden memiliki IMT yang normal. Rafia Bano dkk17 dan Akshara Mathew dkk18    pada penelitiannya    juga

mendapatkan hasil yang serupa. Namun, Ika Novia dan Nunik Puspitasari mandapatkan hasil yang berbeda yaitu dari 100 responden didapatkan sebagian besar responden (52%) memiliki status gizi lebih.16

Status gizi lebih dikatakan dapat menyebabkan terjadinya dismenore karena seseorang yang memiliki berat badan lebih akan memiliki jaringan lemak yang

berlebihan pula di dalam tubuhnya yang membuat pembuluh darah pada organ reproduksi wanita mengalami hiperplasi. Akibatnya, saat menstruasi aliran darah akan menjadi terganggu dan dapat menimbulkan dismenore.12,16

Status gizi rendah bisa terjadi karena kurangnya asupan makanan, termasuk asupan zat besi yang bisa menyebabkan terjadinya anemia. Anemia adalah salah satu faktor konstitusi yang dapat mengakibatkan daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri menjadi menurun sehingga dapat mengakibatkan timbulnya dismenore saat menstruasi.20

Terdapat ketidaksesuaian antara hasil penelitian dengan teori yang ada. Hal ini terjadi karena status gizi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi dismenore. Selain itu, variasi ini juga dapat disebabkan karena perbedaan proporsi antara responden yang memiliki IMT normal dengan IMT kurang atau lebih. Sebagian besar responden pada penelitian ini memiliki IMT normal, sehingga terlihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami dismenore memiliki IMT normal.

Berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari adanya dismenore, didapatkan hasil bahwa dampak yang paling banyak dialami oleh responden adalah berupa produktivitas yang menurun. Ika Novia dan Nunik Puspitasari pada penelitiannya juga mendapatkan hasil yang serupa, yaitu dari 71 responden yang mengalami dismenore, juga didapatkan hasil bahwa dampak dari dismenore yang dirasakan oleh sebagian besar responden adalah produktivitas yang menurun, yaitu sebanyak 59,2%.16

Penelitian yang dilakukan oleh Dilfa Juniar juga mendapatkan hasil sebagian besar responden menyatakan bahwa dismenore mengganggu dan membatasi aktivitas keseharian mereka. Pada saat dismenore, responden juga melaporkan adanya perubahan mood. Mereka merasa lebih emosional dan merasa tidak mampu melakukan tugas sehari-hari karena rasa

sakit yang dirasakannya. 7 Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nayana S. George dkk10 yang melaporkan bahwa sebagian besar responden pada penelitiannya (55,5%) tidak mengalami efek dari dismenore pada aktivitas keseharian mereka. Variasi ini disebabkan karena hal ini bersifat subyektif dan tergantung pada derajat nyeri yang dialami oleh responden.

Berdasarkan onset dismenore pertama, sebagian besar responden mulai mengalami dismenore sejak > 12 bulan setelah menarche. Giovanni Grandi dkk21 dan Nayana S. George dkk10  pada

penelitiannya mendapatkan hasil  yang

berbeda dengan penelitian ini.  Pada

penelitiannya tersebut didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden sudah

mengalami dismenore sejak menstruasi pertama kali. Teori menyatakan bahwa timbulnya dismenore primer biasanya terjadi pada masa remaja yaitu segera setelah (6-24 bulan) menarche.5

Berdasarkan hasil penelitian ini, waktu timbulnya dismenore pada sebagian besar responden adalah <  12 jam sebelum

mulainya menstruasi. Namun, Nayana S. George dkk10 dan Dr. Heba A. Osman dan Dr. Amira A.   El-Houfey9   pada

penelitiannya mendapatkan hasil yang berbeda. Pada penelitiannya tersebut didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mulai mengeluhkan dismenore saat hari pertama menstruasi. Perbedaan hasil ini disebabkan karena waktu munculnya gejala dismenore memang berbeda untuk setiap wanita. Ada yang muncul sebelum menstruasi, ada yang bersamaan dengan mulainya menstruasi dan ada juga yang berlangsung untuk beberapa hari selama menstruasi.

Berdasarkan hasil penelitian, waktu hilangnya gejala dismenore pada responden sebagian besar terjadi 24-48 jam sejak mulainya menstruasi. Giovanni Grandi dkk21 dan Salvi Shah dkk11 pada penelitiannya juga mendapatkan hasil serupa. Namun Dilfa Juniar mendapatkan hasil yang berbeda yaitu dari 240

responden pada penelitiannya sebagian besar (70,83%) hanya mengalami nyeri selama < 24 jam.7 Dismenore biasanya berlangsung selama 8-72 jam dan nyeri yang paling parah dirasakan saat hari pertama atau hari kedua menstruasi.5 Selama 48 jam produksi prostaglandin akan terus berkurang yang diikuti dengan berkurangnya rasa nyeri haid. Sehingga lebih dari 48 jam dismenore yang dialami kemungkinan akan hilang.

Pada penelitian ini kasus dismenore lebih banyak dialami oleh responden yang memiliki kebiasaan berolahraga. Ga Eul JEon dkk8 dan Dilfa Juniar7 pada penelitiannya juga mendapatkan hasil serupa. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ika Novia dan Nunik Puspitasari. Pada penelitiannya tersebut, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (56%) tidak pernah melakukan olahraga.16

Kurangnya kebiasaan berolahraga dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah pada otot uterus sehingga dapat menimbulkan dismenore. Olahraga yang dilakukan sebelum dan selama menstruasi sangat dianjurkan karena bisa melancarkan aliran darah sehingga dapat mengatasi dismenore yang dialami.22 Selain itu, olahraga juga dapat merangsang terbentuknya hormon endorfin. Hormon ini merupakan hormon yang dihasilkan oleh otak dan susunan saraf tulang belakang yang bisa berfungsi sebagai obat penenang alami yang akan membuat seseorang menjadi nyaman dan rileks. Kondisi seperti ini akan membuat tubuh menghentikan semua produksi hormon yang dapat mengakibatkan dismenore dan juga menghentikan hormon yang dihasilkan saat stress.20

Perbedaan hasil ini disebabkan karena hanya sebagian kecil dari responden pada penelitian ini yang melakukan olahraga > 3 kali seminggu dan sisanya hanya melakukan olahraga < 3 kali seminggu. Semakin sering responden berolahraga maka akan mempunyai kemungkinan yang

Iλ Idirectoryof OPEN ACCESS IJOURNALS lebih besar untuk tidak menderita dismenore.

Pada penelitian ini, usaha yang paling banyak dilakukan oleh responden untuk mengurangi dismenore adalah dengan tidur/istirahat. Rafia Bano dkk17, Nayana S. George dkk10, dan Dilfa Juniar7 pada penelitiannya juga mendapatkan hasil yang serupa. Namun Dr. Heba A. Osman dan Dr. Amira A. El-Houfey pada penelitiannya mendapatkan hasil yang berbeda. Pada penelitiannya didapatkan hasil bahwa sebagian besar (39,4%) responden mengkonsumsi minuman herbal untuk mengurangi dismenore.9 Sedangkan Ika Novia dan Nunik Puspitasari pada penelitiannya mendapatkan hasil sebagian besar responden meminum jamu untuk mengatasi dismenore yang dialaminya, karena di lokasi penelitian, responden masih percaya dengan ramuan turun temurun.16 Adanya variasi hasil ini dapat terjadi karena perbedaan lokasi penelitian seperti yang dijelaskan oleh Ika Novia dan Nunik Puspitasari pada penelitiannya. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh perbedaan derajat nyeri yang dialami oleh responden, yang mana pada penelitian ini responden hanya mengalami derajat nyeri ringan sehingga hanya dengan tidur/istirahat keluhannya dapat membaik.

Sebagian besar responden pada penelitian ini tidak pernah datang ke dokter maupun fasilitas kesehatan untuk memeriksakan dismenore yang dialaminya dengan alasan terbanyak karena masih bisa menahan rasa sakit tersebut. Dilfa Juniar pada penelitiannya juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu kebanyakan responden menangani dismenore sendiri, hanya 5,6% responden yang pernah berkonsultasi ke fasilitas kesehatan mengenai dismenore yang diderita.7 Sedangkan Ika Novia dan Nunik Puspitasari pada penelitiannya mendapatkan hasil yang sama namun dengan alasan yang berbeda. Pada penelitiannya tersebut didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden tidak melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan karena mereka menganggap

dismenore merupakan hal yang wajar.16 Perbedaan alasan ini terjadi karena sebagian besar responden pada penelitian ini hanya mengalami dismenore ringan.

SIMPULAN

Simpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu dari 131 responden, sebagian besar kasus dismenore terjadi pada usia menarche 12–13 tahun (56,5%), memiliki riwayat keluarga (58,8%), lama menstruasi 3-7 hari (92,4%), dan mengalami derajat nyeri ringan (57,3%). Gejala penyerta terbanyak yaitu rasa nyeri bagian bawah perut (94,7%), IMT terbanyak yaitu berat badan normal (56,5%), dan dampak terbanyak yaitu produktivitas menurun (72,5%). Sebagian besar responden (46,6%) mengalami dismenore sejak > 12 bulan setelah menarche, waktu timbulnya dismenore sebagian besar (48,9%) < 12 jam sebelum mulainya menstruasi, waktu hilangnya gejala dismenore sebagian besar (53,4%) terjadi 24-48 jam sejak mulainya menstruasi, sebagian besar responden memiliki kebiasaan berolahraga (54,2%), dan usaha untuk mengurangi dismenore terbanyak yaitu tidur/istirahat (97,7%)

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Khodakarami B, Masoumi SZ, Faradmal J, Nazari M, Saadati M, Sharifi F, Shakhbabaei M. The Severity of Dysmenorrhea and its Relationship with Body Mass Index among Female Adolescents in Hamadan, Iran. J Midwifery Reprod Health. 2015;3(4):444-450.

  • 2.    Harel Z. Mini-review : dysmenorrhea in adolescents and young adults : etiology and management. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2006;19:363-371.

  • 3.    Osayande AS, Mehulic S. Diagnosis and Initial Management of Dysmenorrhea. American Family Physician. 2014;89(5):341-346.

  • 4.    Ju H, Jones M, Mishra G. The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea. American Journal of Epidemiology. 2014;36(1):104-113.

  • 5.    Berkley KJ. Primary Dysmenorrhea: An Urgent Mandate. International Association for the Study of Pain. 2013;21(3):1-8.

  • 6.    Gagua T, Tkeshelashvili B, Gagua D. Primary dysmenorrhea: prevalence in adolescent population of Tbilisi, Georgia and risk factors. J Turkish-German Gynecol Assoc. 2012;13:162-8.

  • 7.    Juniar D. Epidemiology of Dysmenorrhea    among    Female

Adolescents in Central Jakarta. Makara J. Health Res. 2015;19(1):21-26.

  • 8.    JEon GE, Cha NH, Sok SR. Factors Influencing the Dysmenorrhea among Korean Adolescents in Middle School. J. Phys. Ther. Sci. 2014;26(9):1337– 1343.

  • 9.    Osman HA, El-Houfey AA. Prevalence of Dysmenorrhea and its Impact on Quality of Life among Nursing Students at Assuit University, Egypt. International Journal of Nursing Didactics. 2016;6(02):23-29.

  • 10.    George NS, Priyadarshini S, Shetty S. 2014.    Dysmenorrhoea Among

Adolescent Girls -Characteristics And Symptoms Experienced During Menstruation. Nitte University Journal of Health Science, 4(3), 45-52.

  • 11.    Shah S, Makwana K, Shah P. Menstrual     Characteristics     and

Prevalence of Dysmenorrhea among Female Physiotherapy Students. International Journal of Medicine & Health Research. 2015;1(1):1-8.

  • 12.    Widjanarko B. Dismenore Tinjauan Terapi pada Dismenore Primer. Majalah Kedokteran Damianus. 2006;5(1).

  • 13.    Hailemeskel S, Demissie A, Assefa N. Primary dysmenorrhea magnitude, associated risk factors, and its effect on academic performance: evidence from female university students in Ethiopia. International Journal of Women’s Health. 2016;8:489–496.

  • 14.    Habibi N, Huang MSL, Gan WY, Zulida R, Safavi SM. Prevalence of Primary Dysmenorrhea Fand Factors Associated with Its Intensity Among Undergraduate Students: A CrossSectional Study. Pain Management Nursing. 2015;16(6):855-861.

  • 15.    Patruno. Dysmenorrhea. In: Ehrenthal, D.B. Woment Healthy Menstrual Disorders. USE:   The American

College of Physicians. 2006.

  • 16.    Novia I, Puspitasari N. Faktor risiko yang    mempengaruhi    kejadian

dismenore. The Indonesian Journal of Public Health. 2008;4(2):96-104.

  • 17.    Bano R, AlShammari E, Aldeabani HKS. Study of the Prevalence and Severity of Dysmenorrhea among the UniversityStudents of Hail City. International Journal of Health Sciences & Research. 2013;3(10):15-22.

  • 18.    Mathew A, Varghese DM, Shaju MV, Joseph N, Tamrakar A. Dysmenorrhea among Adolescent Girls in Selected Schools at Mangalore with View to Develop and Distribute an Information Booklet. IOSR Journal of Nursing and Health Science. 2015;4(1):34-39.

  • 19.    Prawirohardjo, S. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam:  Saifuddin AB,

Rachimhadhi T, editors. Ilmu Kandungan. 2nd. Ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. h. 204-229.

  • 20.    Sylvia W, Lorrainne M. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 2006.

  • 21.    Grandi G, Ferrari S, Xholli A, Cannoletta M, Palma F, Romani C, Volpe A, Cagnacci A. Prevalence of menstrual pain in young women : what is dysmenorrhea?. Journal of Pain Research. 2012;5:169-174.

  • 22.    Icesma SK, Margareth ZH. Kehamilan, persalinan, dan nifas. Yogyakarta: Nuha Medika. 2013.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

1