ISSN: 2303-1395

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.8,AGUSTUS, 2018

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

PREDIKTOR KEPATUHAN PENGGUNA ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS LELAKI SEKS DENGAN LELAKI DI KLINIK BALI MEDIKA TAHUN 2013 & 2014

Ni Nyoman Trisna Wardani1, Komang Ayu Kartika Sari 2 1Program Studi Pendidikan Dokter, 2Bagian IKK/IKP Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Peningkatan kualitas hidup seorang pasien dengan HIV/AIDS dapat dicapai dengan meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi antiretroviral (ARV). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prediktor yang memengaruhi status kepatuhan dan waktu pasien cenderung untuk mulai tidak patuh sehingga diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kepatuhan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam menjalani terapi ARV. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional-analitik dengan pendekatan longitudinal. Dengan menggunakan 236 rekam medis ODHA lelaki seks dengan lelaki (LSL) di Klinik Bali Medika yang menjalani terapi mulai dari tahun 2013 dan 2014. Data yang dapat dikumpulkan berdasarkan tanggal pengambilan kembali obat ARV, umur, pekerjaan, efek samping, adanya pendamping minum obat (PMO), jumlah CD4, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan dilakukan analisis univariat, bivariat, dan survival dengan uji Chi-Square. Delapan puluh enam (36,4%) pasien dari 236 sampel yang diteliti, ditemukan patuh dalam pengobatannya. Pada analisis bivariat tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara umur, pekerjaan, efek samping, PMO, jumlah CD4, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan dengan status kepatuhan. Namun, jika dilihat dari proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi terjadinya pada umur <40 tahun (64,5%), ODHA LSL yang memiliki pekerjaan (64,3%), tidak memiliki efek samping (64,1%), berpendidikan tinggi (65,1%), tidak memiliki PMO (63,6%), memiliki CD4 500 sel (73,9%), dan yang tinggal di luar Kuta (64,7%). ODHA LSL yang tergolong pada kelompok tidak patuh penelitian ini cenderung untuk mulai tidak patuh pada bulan kedua pengobatan.

Kata kunci:    prediktor, kepatuhan, ARV

ABSTRACT

Improved life quality of a patient with HIV / AIDS can be achieved by increasing patient adherence to antiretroviral therapy (ART). This study was conducted to determine the predictors that may affect adherence status and the time of the patients are more likely to be adherent which is expected to support people living with HIV/AIDS (PLWHA) in increasing ARV therapy adherence. This analytical and observasional study uses longitudinal approach. By using 236 medical records of men sex with men (MSM) PLWHA at Bali Medika Clinic who started ARV since 2013 and 2014. Data can be collected by the date of ARV retrieval, age, occupation, side effects, health care provider, CD4 count, place of residence, and education level. This study was analyzed by univariate, bivariate, and survival analysis with Chi-Square test. Eighty six (36.4%) patients of 236 samples were found as adherent patient in their therapy. On bivariate analysis, there is no significantly relationship between independent variables and dependent variable. However, the higher proportion of nonadherent have seen at age <40 years (64.5%), MSM PLWHA have a job (64.3%), does not have side effects (64.1%), highly educated (65.1 %), does not have a health care provider (63.6%), have CD4 count ≥500 cells (73.9%), and living outside Kuta (64.7%). MSM PLWHA were classified in the nonadherent group are more likely to be nonadherent in early of ninth to tenth months of treatment.

Keywords: predictor, adherence, ARV

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

PENDAHULUAN

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan acquired immune defiency syndrome atau yang biasa dikenal dengan AIDS.1 Seringkali kejadian HIV/AIDS disebut sebagai fenomena “gunung es” karena data kasus yang dilaporkan tidak mencerminkan kejadian yang sebenarnya.2

Global summary of the AIDS epidemic 2013 yang dimiliki oleh WHO, melaporkan sebanyak 35 juta orang hidup dengan HIV dimana 3,2 juta diantaranya adalah anak-anak3 Dari data Ditjen PP & PL Kemenkes RI, prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk di Indonesia adalah sebesar 23,48. Sedangkan jumlah kumulatif kasus HIV & AIDS berdasarkan Provinsi, di Bali sendiri terdapat 9.637 penduduk dengan HIV dan 4.261 penduduk dengan AIDS.4

Sampai saat ini HIV/AIDS belum dapat disembuhkan, namun masih dapat dikendalikan. Antiretroviral yang sering disebut ARV merupakan satu-satunya obat yang dianggap memberikan manfaat besar dalam menekan perkembangan virus HIV di dalam tubuh.5 Dalam penggunaan obat ARV diperlukan tingkat kepatuhan yang tinggi untuk mendapatkan keberhasilan terapi dan mencegah resistensi. Untuk mendapatkan respon penekanan jumlah virus sebesar 85% diperlukan kepatuhan penggunaan obat 90-95%.6


Pada penelitian kepatuhan pengobatan ARV yang telah dilakukan pada 74 pasien ODHA di Kabupaten Mimika Papua tahun 2012 terdapat 41 orang (55,41%) yang tidak patuh7. Sedangkan penelitian yang dilakukan di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar pada 68 pasien dengan HIV/AIDS, didapatkan proporsi tidak patuh dalam penelitian ini sebesar 39,71%.8

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan ODHA LSL dalam menjalani terapi ARV. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Martoni6 menyatakan bahwa tingkat pengetahuan pasien merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi kepatuhan. Sedangkan penelitian lain menemukan faktor umur juga dapat memengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani terapi ARV.9 Penelitian kualitatif di Amerika Serikat yang dilakukan pada 31 homoseksual muda berkulit hitam, stigma terhadap HIV dan pemikiran negatif mengenai homoseksual menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.10

Meskipun keberhasilan dalam proses pengobatan ARV dapat memberikan kehidupan yang lebih lama dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik, tidak sedikit ODHA LSL yang tidak patuh dengan prosedur-prosedur terapi ARV.11 Masalah ini tentu harus mendapatkan perhatian yang serius dari masyarakat terutama bagi pemerintah, penyedia layanan, pasien, dan keluarga pasien agar tidak bertambah parahnya http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum


ISSN: 2303-1395

I--∖f—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I⅛^√ JOURNALS

penyakit, terjadinya resistensi obat hingga kegagalan terapi.


METODE DAN BAHAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional-analitik dengan pendekatan longitudinal. Jumlah sampel yang digunakan dalam studi ini adalah sebanyak 236 orang. Dimana semua ODHA LSL yang sudah mendapat terapi ARV di Klinik Bali Medika selama satu tahun pada tahun 2013 dan 2014 merupakan sampel pada studi ini.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah jumlah CD4, efek samping, umur, tempat tinggal, PMO, pekerjaan, dan tingkat pendidikan pasien. Sedangkan variabel tergantung adalah status kepatuhan pasien. Data yang digunakan pada studi ini adalah data sekunder yang didapat dari rekam medis pasien.

Data yang terkumpul dilakukan analisis univariat untuk menganalisa secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi tiap variabel penelitian dan analisis bivariat untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dengan menggunakan uji Chi-Square. Sedangkan


analisis survival untuk mengetahui pada bulan berapa responden mulai tidak patuh. Kemudian pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS di komputer.

HASIL

Berdasarkan hasil analisis univariat yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar sampel memiliki umur <40 tahun (93,2%). Perbedaan yang besar juga terlihat pada status pekerjaan, dimana sebagian besar sampel memiliki pekerjaan berjumlah 221 orang (93,6%). Pada variabel efek samping, jumlah sampel yang melaporkan tidak adanya efek samping dua kali lebih banyak daripada ada efek samping. Dari segi pendidikan hampir seluruh sampel memiliki tingkat pendidikan yang baik (89,8%). Untuk proporsi sampel yang tidak memiliki PMO juga besar yaitu 97,9%.

Pada variabel jumlah CD4 yang dimiliki sampel dibagi menjadi empat kelompok, dimana untuk kelompok sampel yang memiliki jumlah CD4 sebesar 200-349 sel mendapat proporsi yang paling tinggi yaitu sebesar 43,6%. Hal yang serupa juga terdapat pada sampel yang tinggal di luar wilayah Kuta, dimana kelompok ini mendapatkan proporsi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tinggal di seputaran Kuta (Tabel 1).


Tabel 1. Sosiodemografi dan karakteristik sampel di Klinik Bali Medika (n=236)

Variabel       Frekuensi (f)


Persentase (%)


I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Umur

40 Tahun

16

6,8

<40 Tahun

220

93,2

Status

Pekerjaan

Tidak

15

6,4

Bekerja

Bekerja Efek

221

93,6

Samping

Tidak Ada

153

64,8

Ada

83

35,2

Tingkat Pendidikan Tinggi

212

89,8

Rendah

PMO

24

10,2

Ada

5

2,1

Tidak Ada

231

97,9

Jumlah CD4

<200 sel

58

24,6

200-349 sel

103

43,6

350-499 sel

52

22,0

500 sel

23

9,7

Tempat Tinggal Seputaran Kuta

66

28,0

Di luar Kuta

170

72,0

Dari seluruh total sampel yang mengikuti       sampel sangat kurang. Hanya terdapat 86 orang

penelitian ini didapatkan tingkat kepatuhan       (36,4%) yang patuh dalam menjalani

pengobatan     ARV

Status      Frekuensi (f)           Persentase (%)

selama satu tahun di

Klinik Bali Medika periode tahun 2013 dan 2014 (Tabel 2).

Tabel 2. Status kepatuhan sampel di Klinik Bali Medika (n=236)

Kepatuhan

Patuh

86

36,4

Tidak Patuh

150

63,6

Jumlah ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sisanya yang merupakan kelompok sampel yang tidak patuh, yaitu memiliki proporsi sebesar 63,6% dengan jumlah seluruhnya150 orang.

Variabel

Status Kepatuhan

Patuh       Tidak

n (%)       Patuh

n (%)

RR

95% CI RR

P

Umur

40 Tahun

<40 Tahun

Status pekerjaan

8 (50%)

78 (35,5%)

8 (50%) 142 (64,5%)

0,775

0,470-1,277

0,243

Tidak bekerja

Bekerja

Efek samping

7 (46,7%)

79 (35,7%)

8 (53,3%) 142 (64,3%)

0,830

0,739-2,306

0,395

Tidak ada

Ada

Tingkat pendidikan

55 (35,9%)

31 (37,3%)

98 (64,1%) 52 (62,7%)

1,022

0,834-1,254

0,831

Tinggi

Rendah

PMO

Ada

Tidak ada

Jumlah CD4

74 (34,9%)

12 (50%)

2 (40%)

84 (36,4%)

138 (65,1%) 12 (50%)

3 (60%) 147 (63,6%)

1,302

0,943

0,862-1,966

0,458-1,941

0,145

1,000

<200 sel

21 (36,2%)

37 (63,8%)


200-349 sel

38 (36,9%)

65 (63,1%)

350-499 sel

21 (40,4%)

31 (59,6%)

500 sel

6 (26,1%)

17 (73,9%)

Tempat tinggal

Seputaran Kuta

26 (39,4%)

40 (60,6%)

Di luar Kuta

60 (35,3%)

110 (64,7%)


0,971

0,498-1,894

0,931

0,838

0,388-1,810

0,653

1,608

0,550-4,706

0,386

0,937

0,749-1,172

0,557


Tabel 3. Distribusi silang karakteristik ODHA LSL berdasarkan status kepatuhan di Klinik Bali Medika (n=236)

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tinggi meningkatkan ketidakpatuhan pengambilan obat 1,3 kali, dibandingkan dengan sampel yang memiliki pendidikan rendah. Tidak ada efek samping juga meningkatkan ketidakpatuhan dalam pengobatan ARV sebesar 1,02 kali jika dibandingkan dengan adanya efek samping. Jumlah CD4 500 sel memberikan efek terbesar dalam meningkatkan ketidakpatuhan yaitu sebesar 1,6 kali dibandingkan dengan jumlah CD4 <200sel.

Sedangkan untuk jumlah CD4 200-349 sel menurunkan ketidakpatuhan sebesar 3% dan jumlah CD4 350-499 sel menurunkan ketidakpatuhan sebesar 17% dibandingkan dengan jumlah CD4<200 sel. Kelompok umur 40 tahun juga menurunkan ketidakpatuhan sebesar 23% dibandingkan dengan kelompok umur <40 tahun. Pada sampel yang tidak memiliki pekerjaan memberikan efek menurunkan ketidakpatuhan sebesar 17% dibandingkan dengan yang bekerja. Sampel yang memiliki PMO menurunkan ketidakpatuhan sebesar 6% dibandingkan yang tidak memiliki PMO. Dan pada sampel yang tinggal di wilayah Kuta memiliki efek menurunkan ketidakpatuhan sebesar 7% dibandingkan dengan sampel yang tinggal di luar wilayah Kuta.

Survival Fun

ction

Bulan kedua

Bulan kedua

Bulan ketiga

hp/eum


I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Gambar 1. Grafik Survival Kaplan-Meier

Gambar 1 menunjukkan bahwa ODHA LSL mulai tidak patuh pada bulan kedua pengobatan. Dimana kejadian ketidakpatuhan paling banyak juga terjadi pada bulan kedua dengan sebanyak 61 orang (40,67%) dengan surviving estimate 0,737.

Pembahasan

Kepatuhan terhadap terapi sangat penting bagi manajemen penyakit kronis. Kepatuhan yang baik merupakan hal yang penting dalam keberhasilan terapi ARV. Maka dari itu penting bagi kita untuk memerhatikan dengan ketat tingkat kepatuhan seorang pasien dalam menjalani pengobatan karena bukti bahwa ketidakpatuhan biasanya akan terkait dengan hasil yang merugikan dan biaya perawatan yang lebih tinggi.

Hasil dari penelitian ini didapatkan 93,2% sampel memiliki umur <40 tahun. Seperti yang diungkapkan dalam hasil penelitian Cauldbeck9 dimana dengan mayoritas responden memiliki umur <40 tahun menyatakan umur merupakan faktor yang berpengaruh dalam status kepatuhan. Hal ini berhubungan dengan tingkat kepedulian pasien dengan penyakit AIDS yang sedang dialaminya. Banyak anggapan yang mengatakan semakin tua semakin lemah tubuh seseorang, alasan inilah yang mungkin menyebabkan orang yang lebih tua lebih peduli dengan kesehatannya.

Dalam penelitian sebelumnya mengatakan status pekerjaan dan tingkat pendidikan pasien memiliki hubungan yang bermakna terhadap status kepatuhan.7,12 Saat pasien dapat mengatur pengobatannya dengan baik dan merasakan dampak kesehatan setelah melakukan terapi juga dapat membuat pasien menjadi lebih patuh mengikuti terapi.13

Sedangkan menurut penelitian pada tahun 2011, efek samping merupakan prediktor terbaik untuk status kepatuhan karena semakin berat dan banyak efek samping yang dimiliki oleh terapi menyebabkan pasien semakin enggan untuk menjalani terapi.14 Pada penelitian lain didapatkan hasil lost to follow up 1,8 kali lebih tinggi terjadi pada pasien yang tidak memiliki PMO.15 Derajat keparahan penyakit juga dapat memengaruhi seorang pasien untuk patuh atau tidak dalam menjalani pengobatannya. Dimana derajat keparahan penyakit diklasifikasikan berdasarkan jumlah CD4.16 Tempat tinggal responden juga dianggap

Il--∖f—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I⅛^√ JOURNALS

berpengaruh terhadap kepatuhan, karena tinggal di daerah perkotaan berhubungan dengan biaya transportasi dan gangguan dalam mendapatkan terapi lebih rendah.17

Tingkat kepatuhan pada penelitian ini sebesar 36,4%, angka ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat kepatuhan yang didapatkan pada penelitian di Ethiopia yang berdasarkan dari indikator kepatuhan dosis, waktu, serta makanan yaitu sebesar 72,4%.18 Hal serupa juga ditemukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang pada bulan Desember 2011-Maret 2012 dengan hasil 74,5% responden tergolong dalam kelompok patuh dan 87% di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto responden memiliki tingkat kepatuhan yang sedang.6,19 Sebagian besar responden pada penelitian sebelumnya juga memiliki tingkat kepatuhan 95%.20

Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan jumlah sampel, kriteria kepatuhan, dan perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing sampel di tiap daerah. Tingkat kepatuhan yang tinggi di daerah-daerah tertentu ini mungkin juga dikarenakan mayoritas sampel mendapatkan konseling yang ketat pada saat memulai terapi ARV.18 Tingkat kepatuhan yang rendah pada penenlitian ini juga dapat disebabkan karena sampel pada studi ini menggunakan pasien yang berjenis kelamin laki-laki. Dimana menurut pendapat peneliti Obirikorang, dkk kemungkinan besar wanita lebih peduli dengan pengobatannya.21

Hasil temuan analisis bivariat dengan uji Chi-Square menggambarkan semua variabel bebas pada penelitian ini tidak memiliki hubungan atau pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap status kepatuhan sampel. Hasil yang tidak signifikan ini mungkin karena pengelompokkan pada tiap variabel, yang mengakibatkan sebagian besar sampel berada pada kelompok umur tertentu sehingga proporsi antar kelompok menjadi terpaut jauh atau tidak seimbang.

Namun jika dilihat dari besar efek, jumlah CD4 500 sel (stadium I) memberikan efek terbesar dalam meningkatkan ketidakpatuhan yaitu sebesar 1,6 kali jika dibandingkan dengan jumlah CD4 <200 sel (stadium IV). Penemuan yang sama juga didapatkan pada studi sebelumnya, responden ditemukan lebih patuh saat berada pada fase simptomatis daripada fase asimtomatis.18,22 Hal ini mungkin disebabkan karena pada pasien dalam stadium I merasa diri masih sehat sehingga menganggap belum memerlukan pengobatan yang ketat.

Hal yang berbeda justru ditemukan oleh peneliti lain, bahwa dengan membagi sampel penelitian menjadi dua kelompok, pasien yang memiliki CD4> 200 sel, skor wilayah lingkungan yang lebih tinggi, & persepsi mengenai kesehatan secara umum serta skor kehidupan secara menyeluruh yang lebih baik

Il--∖f—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I⅛^√ JOURNALS

dilaporkan memiliki kepatuhan yang tinggi dalam enam bulan follow up, meskipun hasilnya ini masih belum signifikan karena nilai P=0,599.17

Salah satu hipotesa dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan status kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan ARV. Jika dilihat dari besar efek yang ditimbulkan tingkat pendidikan tinggi meningkatkan ketidakpatuhan pengambilan obat 1,3 kali dibandingkan dengan sampel yang memiliki pengetahuan rendah. Sejalan dengan penelitian kepatuhan yang dilakukan dengan visual analog scale (VAS) indikator didapatkan hasil yang tidak signifikan secara statistik, bahwa responden yang berpendidikan rendah memiliki kepatuhan yang lebih tinggi.17 Hal ini tentu bertentangan dengan studi lain yang menemukan sampel berpendidikan tinggi lebih patuh jika daripada sampel yang berpendidikan rendah.7

Tidak ada efek samping juga ditemukan meningkatkan ketidakpatuhan dalam pengobatan ARV sebesar 1,02 kali jika dibandingkan dengan adanya efek samping pada studi ini. Hal yang berbeda diungkapkan studi pada tahun 2011, bahwa responden yang memiliki efek samping cenderung untuk lebih tidak patuh pada pengobatannya.14

Didapatkan sebanyak 50% sampel pada kelompok umur 40 tahun patuh, sedangkan untuk usia <40 tahun yang patuh hanya sebesar 35,5%. Seperti variabel lainnya, variabel umur juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap kepatuhan.

Pada sebuah ulasan mengenai kepatuhan terapi ARV menyatakan masih ada hasil yang tidak konsisten dari hasil studi-studi yang sudah dilakukan. Misalkan saja, satu penelitian menemukan ada hubungan antara umur dengan tingkat kepatuhan yang rendah dan pada hasil penelitian yang lain menyatakan tidak ada hubungan umur pada kepatuhan maupun ketidakpatuhan pasien yang menjalani pengobatan ARV.23

Pada generalisasi ODHA LSL yang tidak memiliki pekerjaan dalam penelitian ini memberikan efek menurunkan ketidkapatuhan sebesar 17% dibandingkan dengan yang bekerja. Hal ini mungkin disebabkan pasien takut diberhentikan karena terlalu sering meninggalkan pekerjaannya.7 Sedangkan hasil meta-analisis pada 28 studi yang dipublikasikan antara tahun 1996-2014, secara keseluruhan ditemukan bahwa pasien HIV yang bekerja 27% memiliki kecenderungan untuk lebih patuh dibandingkan dengan yang tidak bekerja.24 Kemungkinan bahwa pekerjaan memfasilitasi kepatuhan pengobatan, karena terkait dengan meningkatkan dukungan sosial, dan kesejahteraan psikososial seperti hasil beberapa penelitian sebelumnya.25

Hasil lain dari penelitian ini adalah ODHA LSL yang memiliki PMO menurunkan ketidakpatuhan sebesar 6% dibandingkan yang tidak memilik PMO. Dimana, hanya lima orang (2,1%) yang melaporkan memiliki PMO dan PMO itu sendiri sebagian besar merupakan kerabat pasien yang belum tentu memiliki 9                                                  http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS

IJOURNALS

pengalaman merawat pasien HIV/AIDS sebelumnya. Sedangkan sisanya, sebanyak 231 orang (97,9%) melaporkan tidak memiliki PMO. Temuan yang sama didapatkan oleh Widyanthini dengan hasil lost to follow up 1,8 kali lebih tinggi terjadi pada pasien yang tidak memiliki PMO.15

ODHA LSL yang tinggal di wilayah Kuta memiliki efek menurunkan ketidakpatuhan sebesar 7% dibandingkan dengan sampel yang tinggal di luar wilayah Kuta. Sama halnya dengan penelitian Sasaki, dkk12 juga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tempat tinggal dan kepatuhan. Seperti jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini, jumlah responden yang ada dalam penelitian Sasaki pun lebih banyak pada kelompok responden yang tinggal di daerah tertentu (pedesaan).

Meskipun tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status kepatuhan sampel, akses ke pelayanan kesehatan yang melayani terapi ARV (Klinik Bali Medika) bisa menjadi masalah bagi pasien yang tinggal di luar wilayah Kuta. Ini didukung dengan fakta bahwa lalu lintas menuju Klinik Bali Medika (Kuta) merupakan lalu lintas padat di Bali. Sehingga waktu tempuh yang dibutuhkan ke tempat pelayanan menjadi lebih panjang dari yang sebenarnya akibat kemacetan. Maka dapat dikatakan jarak tempat tinggal pasien yang jauh dari Klinik Bali Medika mungkin menjadi salah satu gangguan terhadap kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

ODHA LSL mulai tidak patuh pada bulan kedua pengobatan. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis dalam hasil penelitian pada responden di India yang mengungkapkan bahwa pasien yang menjalani terapi kurang dari enam bulan atau >10 tahun cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.9

Sejalan dengan penelitian lainnya yang juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara lamanya menjalani terapi dengan status kepatuhan. Dimana, pasien yang memulai terapi ARV 24 bulan lebih cenderung untuk tidak patuh dengan OR=3,18 dan nilai P=0,009.2 Hal ini mungkin dikarenakan pasien yang belum terbiasa mengonsumsi obat dengan jadwal yang ketat serta efek samping yang mungkin mengakibatkan pasien enggan untuk mengonsumsi obatnya secara rutin.

Simpulan

Sebagian besar ODHA LSL di Klinik Bali Medika yang sudah menjalani pengobatan selama satu tahun tidak patuh dalam menjalani pengobatan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas (umur, status pekerjaan, efek samping, tingkat pendidikan, PMO, jumlah CD4, dan tempat tinggal sampel) dengan status kepatuhan ODHA LSL di Klinik Bali Medika. Mayoritas pasien ODHA LSL mulai tidak patuh dari bulan kedua pengobatan.

Daftar pustaka

  • 1.    Stolley, K.S. dan Glass, J.E. 2009. HIV/AIDS. 1st. Ed. California: ABC-CLIO.

ISSN: 2303-1395                    E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.8,AGUSTUS, 2018

I--∖f—∖ Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__V \__J JOURNALS

  • 2.    Hardisman. 2009. HIV/AIDS di Indonesia: Fenomena gunung es dan peranan pelayanan kesehatan primer. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 5 (3), 236-240.

  • 3.    World Health Organization. 2014. WHO: Global summary of the AIDS epidemic 2013.

  • 4.    Kementerian Kesehatan RI. 2014. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

  • 5.    Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman pelayanan kefarmasian untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.

  • 6.    Martoni, W. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien HIV/AIDS di poliklinik khusus rawat jalan bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Desember 2011-Maret 2012.

  • 7.    Ubra, R. R. 2012. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan minum ARV pada pasien HIV di Kabupaten Mimika - Provinsi Papua Tahun 2012” (tesis). Depok: Universitas Indonesia.

  • 8.    Susila, I. G. N. P. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum ARV pada pasien ODHA di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2013.

  • 9.    Cauldbeck, M. B., O'Connor, C., O'Connor, M. B., Saunders, J. A., Rao, B., Mallesh, V. G., dkk. 2009. Adherence to anti-retroviral therapy among HIV patients in Bangalore, India. AIDS Research and Therapy, 6:7.

  • 10.    Arnold, E. A., Rebchook, G. M., Kegeles, S. M. 2014. ‘Triply Cursed’: Racism, homophobia and HIV-related stigma are barriers to regular HIV testing, treatment adherence and disclosure among young black gay men. Culture, Health & Sexuality: An International Journal for Research, Intervention and Care 16 (6), 710-722.

  • 11.    Hull, M. W., Harris, M., Montaner, J. S. G. 2010. HIV Therapy. In: Cohen, J., Powderly, W. G. & Opal, S. M., editors. Infectious diseases. 3rd. Ed. China: Elsevier. p.1030.

  • 12.    Sasaki, Y., Kakimoto, K., Dube, C., Sikazwe, I., Moyo, C., Syakantu, G., dkk. 2012. Adherence to antiretroviral therapy (ART) during the early months of treatment in rural Zambia: Influence of demographic characteristics and social surroundings of patients. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials, 11:34.

  • 13.    Curioso, W. H., Kepka, D., Cabello, R., Segura, P., Kurth, A. E. 2010. Understanding the facilitators and barriers of antiretroviral adherence in Peru: A qualitative study. BMC Public Health, 10:13.

ISSN: 2303-1395                    E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.8,AGUSTUS, 2018

I--∖f—> Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_∕∖__t/ \__J JOURNALS

  • 14.    Mindachew, M., Deribew, A., Tessema, F., Biadgilign, S. 2011. Predictors of adherence to isoniazid preventive therapy among HIV positive adults in Addis Ababa, Ethiopia. BMC Public Health, 11:916.

  • 15.    Widyanthini, D. N. 2014. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan loss to follow up pada ODHA yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali tahun 2002 – 2012” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

  • 16.    Sterling, T. R. dan Chaisson, R. 2010. General Clinical Manifestation of Human Immunodeficiency Virus Infection (Including the Acute Retroviral Syndrome and Oral, Cutaneous, Renal, Ocular, Metabolic, and Cardiac Disease). In: Mandell, G. L., Bennett, J. E. & Dolin, R. editors. Principles and practise of infectious diseases. 7th. Ed. USA: Elsevier. p.1707.

  • 17.    Peltzer, K., Preez, N. F., Ramlagan, S., Anderson, J. 2010. Antiretroviral treatment adherence among HIV patients in KwaZulu-Natal, South Africa. BMC Public Health, 10:111.

  • 18.    Tiyou, A., Belachew, T., Alemseged F., Biadgilign, S. 2010. Predictors of adherence to antiretroviral therapy among people living with HIV/AIDS in resourcelimited setting of Southwest Ethiopia. AIDS Research and Therapy, 7:39.

  • 19.    Galistiani, G. F. dan Mulyaningsih, L. 2013. Kepatuhan pengobatan antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Media Farmasi 10 (2), 94-103.

  • 20.    Sugiharti, Yuniar, Y., & Lestary, H. 2014. Gambaran kepatuhan orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dalam minum obat ARVdi Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011-2012.

  • 21.    Obirikorang, C., Selleh, P. K., Abledu, J. K., Fofie, C. O. 2013. Predictors of adherence to antiretroviral therapy among HIV/AIDS patients in the Upper West Region of Ghana.

  • 22.    Biressaw, S., Abegaz, W. E., Abebe, M., Taye, W. A., Belay, M. 2013. Adherence to antiretroviral therapy and associated factors among HIV infected children in Ethiopia: Unannounced home-based pill count versus caregivers’ report. BMC Pediatrics, 13:132.

  • 23.    Reisner, S. L., Mimiaga, M. J., Skeer, M., Perkovich, B., Johnson, C. V., Safren, S. A. 2009. A review of HIV antiretroviral adherence and intervention studies among HIV–infected youth.

  • 24.    Nachega, J. B., Uthman, O. A., Peltzer, K., Richardson, L. A., Mills, E. J., Amekudzi, K., dkk. 2015. Association between antiretroviral therapy adherence and employment status: Systematic review and meta-analysis. Bull World Health Organ, 93: 29-41.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

  • 25.    Sousa-Ribeiro, M., Sverke, M., Coimbra, L. 2014. Perceived quality of the psychosocial environment and well-being in employed and unemployed older adults: the importance of latent benefits and environmental vitamins. Econ Ind Democracy.

  • 26.    Wasti, S. P., Simkhada, P., Randall, J., Freeman, J. V., Teijlingen E. V. 2012. Factors influencing adherence to antiretroviral treatment in Nepal: A mixed-methods study. Plos One, 7(5).

13

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum