POLA PENGGUNAAN PARASETAMOL ATAU IBUPROFEN SEBAGAI OBAT ANTIPIRETIK SINGLE THERAPY PADA PASIEN ANAK
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.8,AGUSTUS, 2018
I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I_J‰m√∕ X-J JOURNALS
POLA PENGGUNAAN PARASETAMOL ATAU IBUPROFEN SEBAGAI OBAT
ANTIPIRETIK SINGLE THERAPY PADA PASIEN ANAK
Made Ayu Nadine Indira Surya1, I Gusti Ayu Artini2, Desak Ketut Ernawati 3 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2,3Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]
ABSTRAK
Pada pemberian dari obat antipiretik terdapat adanya fever phobia yang menyebabkan orang tua memberikan obat antipiretik pada keadaan suhu tubuh anak yang tidak digolongkan dalam keadaan demam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan parasetamol atau ibuprofen sebagai antipiretik single therapy pada pasien anak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang dimana sampel dipilih melalui metode consecutive sampling. Terdapat 34 responden yang menggunakan parasetamol sebagai obat antipiretik pilihan utamanya dari 50 responden yang bersedia berpartisipasi dalam pengisian kuisioner,. Pada penggunaan parasetamol sebagai obat antipiretik untuk demam anak, sebanyak 42,2% responden menjawab suhu yang menjadi patokan dalam pemberian obat adalah >370C dengan pemberian tiap 4 jam sekali (35,3%) dan penurunan suhu dicapai dalam 2–4 jam (44,1%). Pada penggunaan ibuprofen mayoritas responden melaporkan penggunaannya pada saat suhu tubuh anak >390C (43,8%) dengan pemberian tiap 4 jam sekali (43,8%) dan penurunan suhu dicapai dalam waktu <2 jam (56,2%). Kedua obat ini diberikan dalam sediaan sirup menggunakan sendok takar obat yang ada didalam kemasan. Acuan dosis obat didapatkan dari dokter. Pada penelitian ini masih didapatkan orang tua yang tidak mengetahui cara pemberian antipiretik yang tepat meliputi patokan suhu pemberian, dosis penggunaan obat, dan interval penggunaan.
Kata kunci: Parasetamol, Ibuprofen, Demam Anak
ABSTRACT
Fever phobia on parents would cause an improperly used of antipyretic like when their children’s temperature was not classified as fever. The purpose of the study was to determine the pattern of paracetamol or ibuprofen used as antipyretic single therapy on paediatric patient. The study is descriptive study with cross-sectional design and consecutive sampling method. There were 34 respondents of 50 respondents mentioned they have used paracetamol as the first choice of antipyretic. Respondents gave paracetamol to their children when the temperature is >370C (42.2%) and given once every 4 hours (35.5%). The decreasing temperature could be achieved on 2–4 hours (44.1%). Respondent who used ibuprofen gave this medication when their child temperature was >390C (43.8%) and given once every 4 hours (43.8%). The decreasing temperature could be achieved on <2 hours (56.2%). Both of these medication were in syrup preparation and given by standard spoon provided by the drug producer. Knowledge about the dosage of the drug from their doctor. This study found some parents who did not know the administration of antipyretic properly including the right temperature to give antipyretic, dosage, and interval of uses.
Keywords : Paracetamol, Ibuprofen, Child Fever
I!--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_> ^ √/ ι^√ JOURNALS
PENDAHULUAN
Demam merupakan suatu kondisi pada saat suhu tubuh diatas normal yaitu 38º Celsius.1 Pada penanganan demam terdapat berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk menurunkan panas seperti melakukan penanganan tanpa obat dan penanganan dengan obat. Penanganan dengan obat dilakukan dengan memberikan obat antipiretik pada saat suhu tubuh anak >390C.2 Obat antipiretik yang umumnya digunakan saat ini adalah parasetamol atau ibuprofen karena kedua obat ini dinilai relatif aman untuk anak dan usia dewasa.3 Seiring berjalannya waktu, demam konsisten menyebabkan tingginya tingkat kecemasan pada orang tua dan kewaspadaan pada praktisi kesehatan akan terjadinya pendarahan pada otak, panas yang tinggi, bahkan kematian pada anak.3,4 Kesalahan konsep dalam memanagemen demam yang terjadi karena kesalahan persepsi dari orangtua akan memicu terjadinya fever phobia. Pada masyarakat sering ditemukan adanya kasus orangtua yang memberikan antipiretik pada suhu anak <380C dan membangunkan anaknya untuk diberikan antipiretik. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah kesalahan dalam pemberian dosis karena orang tua yang panik saat pemberian obat.
Penelitian ini dibuat untuk mengetahui bagaimana pola pengggunaan dari parasetamol atau ibuprofen sebagai antipiretik single therapy pada pasien anak. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk studi selanjutnya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Data dikumpulkan dengan cara menggunakan kuisioner yang berisi tentang karakteristik responden dan pola penggunaan antipiretik single therapy pada anak yang dibagikan kepada orang tua yang memenuhi kriteria inklusi di TK Laksana Kumara, sedangkan metode pengambilan data secara potong lintang. Penelitian ini dilakukan di TK Laksana Kumara dari bulan Maret 2017– Desember 2017.
Populasi target pada penelitian ini adalah orang tua yang memberikan antipiretik single therapy pada anaknya. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah orang tua di TK Laksana Kumara pada tahun 2017 yang menggunakan obat antipiretik single therapy pada anaknya. Subyek penelitian adalah semua orang tua yang memenuhi kriteria inklusi dan
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
eksklusi. Kriteria inklusi yang digunakan adalah orang tua siswa TK Laksana Kumara yang memberikan obat antipiretik single therapy, orang tua yang anaknya mengalami demam dalam satu bulan terakhir, dan orang tua yang bersedia menjawab kuisioner yang disediakan. Kriteria eksklusi yang digunakan adalah orang tua yang menolak berpartisipasi dalam penelitian.
HASIL
Total murid yang terdapat di TK Laksana Kumara adalah sebanyak 114 murid dan terdapat sebanyak 53 responden yang bersedia menjawab kuisioner namun responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 50 dari orang tua murid TK Laksana Kumara pada tahun 2017 yang menggunakan obat antipiretik single therapy pada anaknya.
Pada Tabel 1 didapatkan usia responden mayoritas berada pada rentang 30–39 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 52% bekerja sebagai ibu rumah tangga, 42% sebagai wirausaha, dan sisanya sebagai karyawan. Untuk tingkat pendidikan responden yang telah ditempuh adalah 42% tingkat pendidikan sarjana.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik |
Jumlah |
Persentase |
Responden |
(n=50) |
(%) |
Usia orang tua | ||
30 – 39 tahun |
21 |
42 |
40 – 49 tahun |
13 |
26 |
Lainnya (50 tahun keatas) |
9 |
18 |
20 – 29 tahun |
7 |
14 |
Jenis kelamin | ||
Perempuan |
44 |
88 |
Laki – laki |
6 |
12 |
Pekerjaan orang tua Ibu rumah tangga |
26 |
52 |
Wirausaha |
21 |
42 |
Karyawan |
3 |
6 |
Tingkat pendidikan orang tua | ||
Sarjana (S1,S2,dst) |
21 |
42 |
SMA/K |
15 |
30 |
Diploma (D1,D2,dst) |
15 |
20 |
SMP |
4 |
8 |
TK | ||
SD |
- |
- |
Profil responden dalam pemilihan obat antipiretik parasetamol atau ibuprofen dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat 34 responden yang menggunakan parasetamol sebagai obat antipiretik pilihan utamanya dari 50 responden yang bersedia menjawab kuisioner.
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
Penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Soedibyo, dkk.5 yang pada penelitian yang dilakukan, dicantumkan nama-nama antipiretik yang mudah ditemui di toko obat maupun apotek. Berdasarkan dari kandungan obat antipiretik yang tertera, didapatkan bahwa penggunaan antipiretik terbanyak adalah obat antipiretik dengan kandungan parasetamol (Biogesic®, Bodrex Yunior®, Panadol®, Tempra®).
Pada penggunaan obat parasetamol maupun ibuprofen, kebanyakan responden berusia 30 tahunan dan berjenis kelamin perempuan. Responden yang memilih parasetamol sebanyak 48,5% yang bekerja sebagai wirausaha dan 64,7% yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memilih menggunakan obat ibuprofen. Pada penggunaan obat parasetamol didapatkan sebanyak 42,8% telah menempuh pendidikan sarjana dan untuk tingkat pendidikan terendah bagi pengguna parasetamol adalah tingkat pendidikan SMP sebanyak 8,6%.
Pada ibuprofen, tingkat pendidikan tertinggi yang telah ditempuh adalah sarjana sebanyak 37,5% dan tingkat pendidikan terendah yang telah ditempuh 4
adalah tingkat pendidikan SMP sebanyak 6,2%. Sumber informasi mengenai obat antipiretik yang digunakan mayoritas didapat melalui dokter/paramedis, yaitu 94,1% pada penggunaan obat parasetamol dan 75% pada penggunaan ibuprofen. Selain dari dokter/paramedis, sumber informasi kedua terbanyak pada penggunaan obat parasetamol adalah melalui teman /keluarga sebanyak 5,9%.
Tabel 2. Profil Responden dalam | ||
Karakteristik Responden |
Parasetamol (%) (n=34) |
Ibuprofen (%) (n=16) |
Usia | ||
30 – 39 tahun |
14 (41,2) |
7 (43,8) |
40 – 49 tahun |
9 (26,5) |
4 (25) |
Lainnya (50 tahun |
6 (17,6) |
3 (18,8) |
keatas) | ||
20 – 29 tahun | ||
5 (14,7) |
2 (12,5) | |
Jenis kelamin | ||
Perempuan |
28 (82,4) |
16 (100) |
Laki – laki |
6 (17,6) |
- |
Pekerjaan | ||
Ibu rumah tangga |
15 (45,5) |
11(64,7) |
Wirausaha |
16 (48,5) |
5 (29,4) |
Karyawan |
2 (6) |
1 (5,9) |
Tingkat pendidikan | ||
Sarjana (S1,S2,dst) |
15 (42,8) |
6 (37,5) |
SMA/K |
11 (31,4) |
5 (31,2) |
Diploma (D1,D2,dst) |
6 (17,2) |
4 (25) |
SMP |
3 (8,6) |
1 (6,2) |
TK |
- |
- |
SD |
- |
- |
Sumber informasi | ||
Melalui |
32 (94,1) |
12 (75) |
dokter/paramedis | ||
Melalui internet | ||
Lainnya(iklan,apotek |
- |
3 (18,8) |
,tidak mengisi) | ||
Melalui | ||
teman/keluarga |
2 (5,9) |
1 (6,2) |
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
Pemilihan Obat Parasetamol atau Ibuprofen
Sebanyak 18,8% responden yang menggunakan ibuprofen mendapatkan informasi melalui lainnya seperti iklan dan apotek sedangkan satu responden tidak mengisi.
Pada Tabel 3 dapat dilihat penggunaan parasetamol kebanyakan digunakan pada saat anak demam sebanyak <2 kali dalam sebulan. Suhu yang menjadi patokan dalam pemberian parasetamol adalah >37oC sebanyak 42,4%, <37oC sebanyak 30,3%,dan sebanyak 27,3% memilih menggunakan obat ini pada saat suhu tubuh anak >39oC. Terdapat sebanyak 44,1% penurunan suhu yang terjadi selama 2–4 jam setelah obat diberikan namun hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang mengalami penurunan suhu tubuh dalam waktu <2 jam (41,2%). Mayoritas responden memberikan obat ini setiap 4 jam sekali (35,3%) dengan bentuk sediaan sirup (94,1%) dan pemberiannya dengan menggunakan sendok takar obat (73,5%) yang telah disediakan langsung didalam kemasan obat parasetamol tersebut. Acuan pemberian dosis obat ini utamanya didapatkan melalui anjuran dokter (58,8%) dan terdapat orang tua yang
menggunakan acuan pemberian dosis yang sesuai dengan kemasan (41,2%).
Tabel 3. Pola Penggunaan Antipiretik Parasetamol dalam Penanganan Demam Anak
Pola Penggunaan Antipiretik Parasetamol
Parasetamol (%)
(n=34)
Demam dalam 1 bulan terakhir
< 2 kali |
31 (94) |
2– 4 kali |
2 (6) |
>4 kali |
- |
Suhu penggunaan | |
>37oC |
14 (42,4) |
<37oC |
10 (30,3) |
>39oC |
9 (27,3) |
>41oC |
- |
Penurunan suhu | |
2 – 4 jam |
15 (44,1) |
<2 jam |
14 (41,2) |
>4 jam |
3 (8,8) |
Lainnya (tidak tahu) |
2 (5,9) |
Interval penggunaan | |
Tiap 4 jam |
12 (35,3) |
Tiap 8 jam |
8 (23,5) |
Jika anak demam |
7 (20,6) |
Tiap 6 jam |
6 (17,6) |
Lainnnya (tiap 12 jam) |
1 (3) |
Sediaan obat | |
Sirup |
32 (94,1) |
Puyer |
2 (5,9) |
Tablet |
- |
Kapsul |
- |
Supposituria |
- |
Dosis yang diberikan |
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
Sendok takar obat |
25 (73,5) |
Sendok teh |
7 (20,6) |
Sendok makan |
- |
Lainnya (puyer) |
2 (5,9) |
Acuan pemberian dosis | |
Anjuran dokter |
20 (58,8) |
Sesuai kemasan |
14 (41,2) |
Teman/keluarga |
- |
Pada Tabel 4, sebanyak 100% responden mengunakan ibuprofen pada pasien anak riwayat demam <2 kali dalam satu bulan terakhir. Sebanyak 43,8% menggunakan obat ini ketika suhu anak mencapai >39oC dengan 56,2% penurunan dicapai <2 jam setelah pemakaian. Sebanyak 43,8% responden memberikan ibuprofen tiap 4 jam sekali. Sediaan obat yang paling banyak digunakan adalah sediaan sirup (93,8%) dan responden memberikannya dengan menggunakan sendok takar obat (75%). Acuan dalam pemberian dosis ini didapatkan melalui anjuran dari dokter (56,2%) dan sisanya sesuai dengan yang tertera kemasan.
Tabel 4. Pola Penggunaan Antipiretik Ibuprofen dalam Penanganan Demam Anak
>39oC |
7 (43,8) |
>37oC |
5 (31,2) |
<37oC |
3 (18,8) |
>41oC |
1 (6,2) |
Penurunan suhu | |
<2 jam |
9 (56,2) |
2 – 4 jam |
6 (37,5) |
>4 jam |
1 (6,2) |
Lainnya (tidak tahu) |
- |
Interval penggunaan | |
Tiap 4 jam |
7 (43,8) |
Tiap 8 jam |
5 (31,2) |
Tiap 6 jam |
2 (12,5) |
Jika anak demam |
1 (6,2) |
Lainnnya (tiap 12 jam) |
1 (6,2) |
Sediaan obat | |
Sirup |
15 (93,8) |
Tablet |
1 (6,2) |
Kapsul |
- |
Supposituria |
- |
Puyer |
- |
Dosis yang diberikan | |
Sendok takar obat |
12 (75) |
Sendok teh |
3 (18,8) |
Lainnya (tablet) |
1 (6,2) |
Sendok makan |
- |
Acuan pemberian dosis | |
Anjuran dokter |
9 (56,2) |
Sesuai kemasan |
7 (43,3) |
Teman/keluarga |
- |
Pola Penggunaan Antipiretik Ibuprofen |
Ibuprofen (%) (n=16) |
Demam dalam 1 bulan terakhir |
16 (100) |
< 2 kali |
2– 4 kali
>4 kali
Suhu penggunaan
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini hanya 27,3% responden yang memberikan obat parasetamol pada saat suhu tubuh anak >39oC apabila dilihat dalam hal penggunaannya. Berdasarkan Ikatan
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
Dokter Anak Indonesia (IDAI)2 , obat antipiretik boleh diberikan pada suhu tubuh anak >390C. Pedoman IDAI tersebut serupa dengan pedoman WHO untuk penggunaan obat parasetamol diindikasikan apabila suhu tubuh anak >390C.2 Pada penelitian dari Soedibyo, dkk.5 mengenai parasetamol dan ibuprofen , didapatkan bahwa sebagian besar dari respondennya (57,6%) memberikan antipiretik pada suhu yang masih kurang dari 38oC. Penelitian lain yang juga mendapatkan hasil serupa seperti penelitian Crocetti, penelitian Schmitt, penelitian Blumental di Inggris, dan penelitian Kramer yang menunjukkan orang tua tidak mengetahui batasan demam pada anak sehingga cenderung memberikan antipiretik secara berlebihan. Berbeda dengan responden yang menggunakan ibuprofen pada penelitian ini, terdapat sebanyak 43,8% menggunakan ibuprofen pada saat suhu tubuh anak >390C. Responden yang menggunakan parasetamol atau ibuprofen pada penelitian ini masih banyak yang belum mengetahui kapan anak dapat diberikan obat antipiretik dalam penanganannya.
Apabila dilihat dari penurunan suhu, dilaporkan pada penggunaan parasetamol penurunan suhu dicapai tidak
terlalu jauh antara penurunan dalam 2 – 4 jam (44,1%) dengan <2 jam (41,2%). Pada penggunaan ibuprofen sebanyak 56,2% penurunan dicapai pada saat <2 jam penggunaan. Kedua hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Soedibyo, dkk.5 mengenai gambaran persepsi orang tua tentang penggunaan antipiretik dimana pada penelitian tersebut diamati penurunan suhu setelah pemberian obat antipiretik dan didapatkan hasil, baik itu untuk penggunaan parasetamol maupun ibuprofen, suhu tubuh sudah mulai turun dalam waktu kurang dari 2 jam sesudah pemberian antipiretik.
Pada umumnya dosis yang digunakan untuk parasetamol pada anak sebanyak 10–15 mg/kg/dosis tiap 4 jam. 6,7 Parasetamol bekerja dalam waktu satu jam dan paruh waktu eliminasinya pada anak – anak berkisar antara 2–5 jam. Parasetamol akan diekskresi melalui urin sehingga parasetamol baik apabila diberikan kembali tiap interval 4 jam pada anak demam.8 Pemberian dalam interval tiap 4 jam tersebut agar dapat mencegah pemberian parasetamol yang berlebih dikarenakan dosis parasetamol yang berlebih akan menimbulkan efek berbahaya yang bisa menyebabkan kerusakan pada hati yang terkadang tidak terlihat efeknya dalam 4 sampai dengan 6
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
hari. Banyak kasus yang melaporkan bahwa hepatotoksisitas yang berat pada anak ditimbulkan dari jumlah kumulatif toksin yang disebabkan oleh pemberian yang berulang dibandingkan dengan intoksikasi yang akut dengan pemberian dosis tunggal yang berlebih.9 Pemberian tiap interval 4 jam juga mencegah pemberian obat dalam dosis yang kurang namun pada penelitian ini didapatkan bahwa hanya sebanyak 35,3% orang tua memberikan parasetamol interval tiap 4 jam sehari. Hasil ini masih tergolong rendah sehingga kemungkinan orang tua memberikan parasetamol dengan dosis yang kurang masih tinggi. Dosis yang kurang ini akan menyebabkan efektifitas kerja obat tidak tercapai.
Pada ibuprofen pada anak usia diatas 6 bulan sebanyak 5–10 mg/kg/dosis tiap 8 jam dan apabila dilihat dari data penelitian yang dilakukan terdapat sebanyak 43,8% yang memberikan ibuprofen tiap 4 jam, 31,2% yang memberikan tiap 8 jam, dan 12,5% memberikan ibuprofen tiap 6 jam. Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak orang tua yang meberikan ibuprofen secara berlebih apabila kita lihat dari interval pemberiannya tiap 4 dan 6 jam. Pemberian ibuprofen secara oral diserap dalam waktu 30 sampai dengan 90
menit dan durasinya 6 sampai dengan 8 jam.10 Pemberian dalam kurun waktu tiap 8 jam dimaksudkan agar penurunan demam pada anak dapat tercapai. Eksresi melalui ginjal merupakan jalur paling penting dalam eliminasi akhir dan kurang dari 1% diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah.11 Ibuprofen yang diberikan secara berlebihan akan menimbulkan dampak berupa ulkus di saluran pencernaan dan pendarahan sehingga efek samping yang sering ditemukan adalah mual, sakit pada epigastrik, maag. 6,7,11,12
Sediaan obat yang digunakan untuk pemberian obat parasetamol atau ibuprofen pada penelitian ini mayoritas adalah dengan menggunakan sediaan sirup. Penelitian ini sama halnya dengan penelitian Ramahayake, dkk.9 tentang penggunaan parasetamol, tidak terdapat penggunaan parasetamol dalam sediaan tablet pada anak. Walaupun dalam pemberian obat parasetamol atau ibuprofen mayoritas menggunakan sendok takar yang telah disediakan dalam kemasan, masih ada responden yang memberikan parasetamol dengan menggunakan sendok teh sebanyak n=20,6% dan pemberian ibuprofen sebanyak n=18,8% menggunakan sendok teh yang menunjukkan adanya kesalahan dalam pemberian dosis dari obat. Pengetahuan
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
mengenai alat pengukur dosis yang digunakan untuk memberikan obat sediaan sirup sangat penting untuk mendapatkan dosis yang tepat.
Pada penelitian Ramahayake, dkk.9 terdapat sebanyak 69,8% pengggunaan sendok takar yang sudah terstandarisasi oleh produk obat parasetamol yang dibeli, 13,9% menggunakan sendok teh sebagai takaran, dan sebanyak 23,2% menggunakan tetesan obat. Terdapat sebanyak 83% menggunakan sendok yang sudah terstandar dan sisanya menggunakan sendok teh pada penggunaan dalam sediaan sirup. Terdapat hanya 6 orang yang mengetahui dosis yang tepat dari pengguna sendok teh. Penelitian lain yang mendukung adalah pada penelitian Soedibyo, dkk.5 juga masih ditemukan orang tua yang memberikan obat parasetamol dan ibuprofen dengan sendok teh (n=50%) sedangkan yang menggunakan sendok takar obat hanya 37,2% dan sisanya (12,8%) menggunakan sendok makan. Dengan adanya penggunaan obat antipiretik yang tidak sesuai dengan dosis optimalnya maka tujuan dari pemberian obat ini yaitu untuk menurunkan demam anak bisa tidak tercapai dikarenakan adanya kemungkinan dosis yang diberikan kurang maupun
malah menimbulkan efek samping dari obat tersebut muncul.
Mayoritas responden yang menggunakan parasetamol mendapatkan informasi mengenai obat ini dari dokter/paramedis yang merawat (94,1%) dan pada penggunaan ibuprofen juga ditemukan hal yang sama (75%). Penelitian ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Soedibyo, dkk.5, sumber informasi penggunaan dari antipiretik baik itu parasetamol maupun ibuprofen didapat dari pengalaman sebelumnya dalam penggunaan obat antipiretik (48,7%), anjuran dokter langganannya (38,5%) dan lainnya dari orang tua/teman (6,4%), iklan (5,1%), dan paramedis (1,3%). Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa sumber informasi dalam penggunaan obat antipiretik terbanyak didapatkan dari dokter sedangkan informasi dari iklan sendiri belum banyak mempengaruhi responden dalam hal pemilihan obat.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa acuan dalam pemberian obat parasetamol didapat dari anjuran dokter (58,8%) dan sisanya mengikuti aturan yang tertera pada kemasan obat. Pada pemberian ibuprofen juga didapatkan hal yang sama dimana responden yang
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
mengikuti anjuran dokter sebanyak 56,2% dan sisanya mengikuti aturan yang tertera pada kemasan. Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Ramahayake, dkk.9 yang didapatkan sebanyak 75% responden mengikuti anjuran dari dokter dalam pemberian dosis parasetamol sementara 26% mengikuti rekomendasi dosis yang tertera pada produk yang digunakan namun sebanyak 6% dari responden memutuskan untuk memberikan dosis obat parasetamol berdasarkan dari keparahan gejala yang timbul. Pada penelitian yang dilakukan dinilai acuan dosis yang diberikan responden terhadap anak tepat karena melihat dari hasil penelitian tidak terdapat responden yang memberikan obat dengan sembarangan. Walau hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ramahayake, dkk.9, pada penelitian tersebut didapatkan responden yang masih belum dapat menentukan dosis yang tepat.
Pada penelitian ini didapatkan beberapa penanganan lain yang juga dilakukan untuk menangani demam pada anak seperti berobat ke dokter (42%), kompres (28%), istirahat dan banyak konsumsi air (4%), obat herbal (2%). Apabila terapi yang dilakukan gagal, sebanyak 90% responden memilih untuk
membawa ke dokter. Penelitian ini sama halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Soedibyo, dkk.5, terdapat sebayak 82% responden yang menjawab akan membawa anaknya untuk pergi berobat ke dokter apabila obat antipiretik yang digunakan tidak efektif untuk menurunkan demam anak, 9% akan mengompres anak, dan 9% akan mengganti obat yang digunakan. Hasil lain yang didapat dari penelitian ini adalah sebanyak 6% akan mengompres anaknya, 2% akan mengganti obat yang digunakan, dan tidak ada yang memilih untuk menggunakan obat herbal atau meningkatkan dosis dari obat yang digunakan.
Kekurangan dari penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini tidak dapat mewakili gambaran dari penggunaan parasetamol atau ibuprofen di masyarakat dan jumlah antara responden yang menggunakan parasetamol dan ibuprofen tidak seimbang sehingga penggunaan keduanya sulit untuk dibandingkan dan kedepannya diharapkan penelitian ini diperluas lagi sehingga data yang didapat lebih beragam. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang dimana hanya melihat bagaimana pola dari penggunaan parasetamol atau ibuprofen. Berdasarkan instrumen yang digunakan, kuisioner ini mengambil patokan dari
I!--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_√ ∖^√ JOURNALS
jurnal penelitian terdahulu sehingga kuisioner yang digunakan tidak berasal dari kuisioner yang baku.
SIMPULAN
Pada penelitian mengenai “Pola Penggunaan Parasetamol Atau Ibuprofen Sebagai Obat Antipiretik Single Therapy Pada Pasien Anak” terdapat 34 responden yang menggunakan parasetamol sebagai obat antipiretik pilihan utama dari 50 responden yang bersedia untuk mengisi kuisioner. Pada penelitian ini masih didapatkan orang tua yang tidak mengetahui bagaimana cara pemberian antipiretik yang tepat.
Obat parasetamol diberikan pada anak pada saat suhu tubuh >370C dan pada penggunaan ibuprofen diberikan pada saat suhu anak >390C. Obat parasetamol atau ibuprofen diberikan tiap 4 jam sekali pada demam anak. Penurunan suhu dengan penggunaan parasetamol dicapai dalam waktu 2–4 jam dan pada penggunaan ibuprofen dicapai dalam waktu <2 jam. Kedua obat ini mayoritas diberikan dalam bentuk sediaan sirup dan menggunakan sendok takar obat yang telah tersedia dalam kemasan. Acuan yang digunakan dalam pemberian dosis obat didapatkan dari dokter.
SARAN
Pada penelitian ini didapatkan masih ada orang tua yang belum dapat memberikan obat antipiretik, baik itu parasetamol atau ibuprofen dengan tepat sehingga kedepannya diharapkan tenaga medis dapat berperan aktif dalam hal mengedukasi orang tua dalam pemberian obat antipiretik yang tepat serta memberikan edukasi mengenai efek samping yang didapat apabila pemberian dari antipiretik tidak tepat. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menggunakan sampel yang lebih banyak dan beragam sehingga hasilnya dapat menggambarkan kondisi yang ada di masyarakat dan dibuat dalam studi analitik untuk dapat melihat bagaimana hubungan antar faktor – faktor yang mempengaruhi dalam pemberian obat antipiretik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih atas kerjasama dari pihak TK Laksana Kumara yang telah bersedia dalam pengisian kuisioner penelitian. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dr. I Gusti Ayu Artini, M.Sc dan Desak Ketut Ernawati, S.Si, Apt, PGPharm, M. Pharm, PhD yang telah menjadi pembimbing
I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
-
I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS
dalam penelitian ini dari awal hingga akhir pelaksanaan penelitian.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ketua dan Sekretaris Blok Elective Study yang telah menuntun dan memfasilitasi penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Ismoedijanto. Demam pada anak. Sari Pediatri. 2000; 2(2):103–108.
-
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis. 2009. Tersedia di :http ://www .academia .edu/8306474/ikatan_dokter_anak_ indonesia_2009_pedoman_pelayan an_medis_ikatan_dokter_anak_ind onesia [diakses pada 23 Juni 2015]
ld-2011-300424 [diakses pada 25 Juni 2015]
-
5. Soedibyo,S., Souvriyanti, E. Gambaran persepsi orang tua tentang penggunaan antipiretik sebagai obat demam. 2006:142– 146.
-
6. Sullivan, J.E., Farrar, H.C. Fever and antipyretic use in children. Pediatrics. 2011; 127(3):580–587. Tersediadi:http://doi.org/10.1542/p eds.2010-3852 [diakses pada 25 Juni 2015]
-
7. Kliegman, R., Stanton, B., Geme, J., dkk. Nelson textbook of pediatrics edisi ke 20. Elsevier. 2016.
-
3. Banks, T., Paul, S. P., Wall, M. Managing fever in children with a single antipyretic. Nursing times. 2011;109(7):24–5. Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/23513937 [diakses pada 23 Juni 2015]
-
4. Purssell, E. Systematic review of studies comparing combined treatment with paracetamol and ibuprofen, with either drug alone. Archives of disease in childhood. 2011; 96(12):1175–1179. Tersedia di:http://doi.org/10.1136/archdischi
-
8. Medscape. Acetaminophen (OTC). Tersediadi:https://reference.medsca pe.com/drug/tylenol-
acetaminophen-343346#10[diakses pada tanggal 14 November 2017]
-
9. Ramahayake, R., Jayasinghe, L., Kanaganayagam, N. Knowledge and practices of paracetamol administration among caregivers of pediatric age group patients. Journal of family medicine and primary care. 2017.
I--∖z—S A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS
I_√Vr√∕ ∖^√ JOURNALS
-
10. Tucci, J., Bandiera, E., Darwiche, R., dkk. Paracetamol and ibuprofen for paediatric pain and fever. Journal of pharmacy practice and research. 2009; 39(3):223–225.
-
11. Katzung,B., Masters,S., Trevor,A. Basic and clinical pharmacology edisi ke 12. 2011.
-
12. Kuchar, E., Han, A., Bodalska, K., dkk. General safety of oral ibuprofen. Analysis of data from the spontaneous reporting system in Poland. 2014:687–690.
13
Discussion and feedback