PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI AIR DETERJEN TERHADAP MORTALITAS LARVA AEDES AEGYPTI
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.7,Juli, 2018
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI AIR DETERJEN TERHADAP MORTALITAS LARVA AEDES AEGYPTI
A.A.A. Karina Damayanti1, I Made Sudarmaja2, I Kadek Swastika2 1Program Studi Pendidikan Dokter
2Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email: karinaaadamayanti@gmail.com
ABSTRAK
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di negara-negara tropis, contohnya di Indonesia. Dalam pencegahannya, diperlukan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dengan memutus siklus hidup nyamuk tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan tingkat mortalitas larva dalam berbagai konsentrasi air deterjen selama pengamatan 24 dan 48 jam, serta mengetahui nilai LC50 dan LC90. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental menggunakan 7 perlakuan dengan konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm dan 1 buah kontrol. Masing-masing kelompok menggunakan 25 ekor larva yang didapat dari hasil rearing di Laboratorium Parasitologi FK Unud, dan dibuatkan pengulangan sebanyak 4 kali. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna dalam tingkat mortalitas larva selama dua kali pengamatan. Pengamatan 24 jam didapatkan perbedaan yang bermakna pada konsentrasi 300 ppm dengan kontrol, 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, dan 50 ppm (p<0,05) dalam hal tingkat mortalitas larva. Pengamatan 48 jam didapatkan perbedaan bermakna pada konsentrasi 300 ppm, 200 ppm dengan kontrol, 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, dan 50 ppm (p<0,05). LC50 dan LC90 dalam pengamatan 24 jam berturut-turut sebesar 142,315 ppm dan 240,871 ppm. Sedangkan LC50 dan LC90 dalam pengamatan 48 jam sebesar 102,350 ppm dan 185,156 ppm. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai informasi tambahan oleh instansi terkait penanggulangan penyakit demam berdarah dan dasar penelitian lebih lanjut.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Air Deterjen, Mortalitas Larva, Aedes aegypti
ABSTRACT
Dengue hemorrhagic fever is a common disease that usually found in tropical countries for example Indonesia. In order to prevent it, we need to eradicate Aedes aegypti mosquitoes as the main vector by stop the mosquitoes’ life cycle. The purpose of this research is to know the differences of mortality rate from Aedes aegypti larvae in various concentrations of detergent solution in 24 hours and 48 hours observations and also to know the LC50 and LC90 value. This research is used experimental design with 7 treatment group with concentration 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm and 1 control. In each group, it was using 25 Aedes aegypti larvae that were obtained from the rearing in Parasitological Laboratory of Medical Faculty Udayana University. Then, that were created 4 times repetition. This study found significant differences in larvae mortality from 2 times observations. In 24 hours observation found that significant differences in 300 ppm with control, 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, and 50 ppm (p<0.05) in case of larvae mortality. In 48 hours observation, the significant differences found in 300 ppm, 200 ppm with control, 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, and 50 ppm (p<0.05). LC50 and LC90 in 24 hours observations respectively were 142.315 ppm and 240.871 ppm. While LC50 and LC90 in 48 hours observations were 102.350 ppm and 185.156 ppm. This study results are expected to be use as additional information by departments related to the prevention of dengue fever and become basic research for further study.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Detergent, Larvae Mortality, Aedes aegypti
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di negara yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Penyakit akut yang dapat mengenai semua kelompok usia ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dimana Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor yang banyak terdapat di Asia. Penyakit demam berdarah ini disebabkan oleh virus dengue yang berkembang dalam tubuh vektor dan hostnya.
Penyebaran dan kemunculan empat serotipe dengue dari Asia ke Amerika, Afrika, dan Mediterania Timur menunjukkan ancaman pandemi global. Pada tahun 2012, WHO mencatat demam berdarah dengue sebagai sebagai penyakit virus paling penting yang ditularkan oleh nyamuk di dunia.1 Pada tahun 2010, tercatat jumlah kasus demam berdarah dengue di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebanyak 150.000 kasus. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadi faktor pendukung dalam bekembangnya penyakit ini. Berdasarkan data yang didapat, Bali merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang berisiko tinggi terhadap penyakit demam berdarah dengue. 2,3
Dalam proses pengendalian penyebaran penyakit demam berdarah dengue, mengendalikan vektor merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh semua masyarakat, bukan hanya instansi kesehatan ataupun petugas kebersihan. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang susah diberantas karena penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan nyamuk Aedes berkembang di wilayah pemukiman penduduk. 1
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan memutus rantai dari siklus hidup nyamuk Aedes. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan perkembangan vektor ini, seperti penyuluhan kesehatan, pemberatasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M, abatisasi, dan fogging, namun hasilnya masih kurang optimal. Hal itu disebabkan karena upaya-upaya tersebut masih mengandalkan pada fogging untuk membunuh nyamuk dewasa. 1
Nyamuk Aedes aegypti memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Salah satu kemampuan adaptasi
dari nyamuk ini yaitu mampu berkembang biak pada air yang bukan habitat alaminya. Telur nyamuk Aedes aegypti bahkan dapat bertahan dan berkembang menjadi nyamuk dewasa pada media air deterjen dengan konsentrasi 10 ppm, 2,7 ppm, dan 1 ppm.4 Hal berbeda mengenai tempat pekembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dikemukakan oleh Sudarmaja dan Mardihusodo yang menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti memilih air PDAM dan air sabun 0,5 g/liter untuk menaruh telurnya dibandingkan dengan air deterjen 0,5 g/liter.5
Berdasarkan masalah tersebut, penulis tertarik untuk meneliti kegunaan deterjen dalam menghambat perkembangan larva nyamuk Aedes. Oleh karena itu, penulis mengambil topik masalah mengenai bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi air deterjen terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen murni yang menggunakan rancangan the randomized post test only control group design. Penelitian ini dilakukan pada satu tempat, yaitu di Laboratorium Parasitologi FK Udayana,
dari tahap persiapan hingga tahap pelaksanaannya. Penelitian dilakukan kurang lebih selama tiga bulan, dari bulan Maret 2015 sampai bulan Mei 2015. Sampel dalam penelitian ini adalah larva nyamuk yang diperoleh dari pemeliharaan telur nyamuk Aedes aegypti. Telur didapatkan dari Laboratorium Parasitologi FK Udayana. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu larva nyamuk Aedes aegypti instar III atau IV dan tidak ada cacat.
Penelitian ini menggunakan satu kelompok kontrol dan tujuh kelompok perlakuan. Kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah kelompok larva nyamuk Aedes aegypti yang diletakkan dalam kontainer berisi air jernih. Kelompok perlakuan adalah kelompok larva nyamuk Aedes aegypti yang diletakkan dalam kontainer berisi air deterjen dengan berbagai konsentrasi sebagai berikut: 300 ppm, 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, 3 ppm, dan 1 ppm. Kedua kelompok, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, diamati selama 24 jam dan 48 jam.
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Tingkat mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti yaitu rata-rata jumlah larva nyamuk Aedes aegypti yang mati selama pengamatan 24 jam
dan 48 jam serta nilai LC50 dan LC90 selama 24 jam dan 48 jam dalam penelitian ini yang didapat dari analisis probit. Variabel kendali dalam penelitian ini meliputi bahan dan ukuran kontainer yang digunakan, tingkat kelembapan, cahaya, dan suhu ruangan yang akan disesuaikan sehingga sama untuk semua kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Variabel pengganggu seperti pH dan kadar oksigen terlarut tidak diukur dalam penelitian ini.
Pada tahap persiapan, telur nyamuk Aedes aegypti yang diletakkan dalam kontainer yang berisi air jernih untuk dibiakan sehingga menetas menjadi larva. Dalam kurang lebih empat hari, larva berkembang menjadi larva instar III atau IV dan dipindahkan ke air deterjen berbagai konsentrasi. Masing-masing 25 ekor larva nyamuk Aedes aegypti instar III atau IV diletakkan pada delapan buah kontainer, dengan satu buah kontainer berisi air jernih sebagai kontrol dan tujuh sisanya berisi air deterjen dengan konsentrasi 300 ppm, 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, 3 ppm, dan 1 ppm sebagai kelompok perlakuan. Penelitian ini akan dilakukan pengulangan (replikasi) sebanyak empat kali, sehingga jumlah
telur dalam satu kelompok perlakuan dan kontrol akan terdapat 100 ekor larva instar III atau IV. Larva dalam kontainer dibiarkan selama kurang lebih dua hari tanpa intervensi apapun, dengan observasi setiap hari selama 24 jam dan 48 jam dan dilakukan pencatatan jumlah larva nyamuk yang mati dari tiap kontainer. Nilai LC50 dan LC90 juga dihitung pada pengamatan 24 jam dan 48 jam menggunakan analisis probit.
Analisis perbedaan tingkat mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti dalam berbagai konsentrasi air deterjen diuji dengan uji one-way anova. Sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Leuvene test. Data dikatakan berdistribusi normal bila dengan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk didapatkan nilai p>0,05 (α = 0,05). Data dianggap homogen bila nilai p>0,05 pda uji Leuvene test.
HASIL
Mortalitas larva baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dengan berbagai konsentrasi air deterjen
(1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm) diamati dalam waktu 24 dan 48 jam dan
masing-masing disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Mortalitas Larva Aedes aegypti Pada Berbagai Konsentrasi Air Deterjen
Dalam Pengamatan 24 Jam
No. Konsentrasi Jumlah |
Pengulangan Rerata Persentase |
larva uji |
kematian kematian I II III IV |
1. kontrol 25 |
2 0 1 0 0,75 3% |
2. 1 ppm 25 |
3 3 0 1 1,75 7% |
3. 3 ppm 25 |
5 4 1 3 3,25 13% |
4. 10 ppm 25 |
1 0 1 1 0,75 3% |
5. 50 ppm 25 |
7 3 7 6 5,75 23% |
6. 100 ppm 25 |
19 9 7 8 10,75 43% |
7. 200 ppm 25 |
20 25 25 25 23,75 95% |
8. 300 ppm 25 |
25 25 25 25 25,00 100% |
Mortalitas ditemukan meningkat kelompok perlakuan dengan konsentrasi
seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Pada konsentrasi 50 ppm, mortalitas ditemukan sebesar 13%, 100 ppm sebesar 27%, 200 ppm sebesar 78% dan 300 ppm sebesar 98%. Hal tersebut tidak ditemukan pada
air deterjen 10 ppm ke bawah. Pada konsentrasi 1 ppm mortalitas larva sebesar 7%, konsentrasi 3 ppm sebesar 5%, dan konsentrasi 10 ppm hanya sebesar 2%. Pada kelompok kontrol tidak ditemukan adanya kematian larva.

Gambar 1. Grafik Persentase Kematian Larva Aedes aegypti Pada Pengamatan 24 Jam
Mortalitas pada pengamatan 48 jam (hari kedua) disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Mortalitas Larva Aedes aegypti Pada Berbagai Konsentrasi Air Deterjen
Dalam Pengamatan 48 Jam
No. |
Konsentrasi |
Jumlah larva uji |
Pengulangan |
Rerata kematian |
Persentase kematian | |||
I |
II |
III |
IV | |||||
1. |
kontrol |
25 |
2 |
0 |
1 |
0 |
0,75 |
3% |
2. |
1 ppm |
25 |
3 |
3 |
0 |
1 |
1,75 |
7% |
3. |
3 ppm |
25 |
5 |
4 |
1 |
3 |
3,25 |
13% |
4. |
10 ppm |
25 |
1 |
0 |
1 |
1 |
0,75 |
3% |
5. |
50 ppm |
25 |
7 |
3 |
7 |
6 |
5,75 |
23% |
6. |
100 ppm |
25 |
19 |
9 |
7 |
8 |
10,75 |
43% |
7. |
200 ppm |
25 |
20 |
25 |
25 |
25 |
23,75 |
95% |
8. |
300 ppm |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25,00 |
100% |
Pada pengamatan 48 jam, ditemukan mortalitas larva sebesar 3% pada kelompok kontrol. Ditemukan persentasi kematian larva meningkat pada konsentrasi 3 ppm menjadi 13%, konsentasi 10 ppm menjadi 3%, konsentrasi 50 ppm menjadi 23%,
konsentrasi 100 ppm menjadi 43%, konsentrasi 200 ppm menjadi 95%, dan konsentrasi 300 ppm menjadi 100%. Grafik persentase kematian larva Aedes aegypti pada pengamatan hari kedua disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 2. Grafik Persentase Kematian Larva Aedes aegypti Pada Pengamatan 48 Jam
Dari data pengamatan tersebut selanjutnya ditentukan lethal concentration (LC) 50 dan lethal concentration (LC) 90 dengan menggunakan analisis probit pada program SPSS. Didapatkan LC50 untuk pengamatan 24 jam sebesar 142,315 ppm dan LC90 sebesar 240,871 ppm. Sedangkan untuk pengamatan 48 jam didapatkan LC50 sebesar 102,350 ppm dan LC90 sebesar 185,156 ppm. Dimana selama pengamatan 24 jam tidak terdapat larva yang mati pada kontrol, sedangkan pada kontrol selama pengamatan 48 jam didapatkan 3 ekor larva Aedes aegypti yang mati.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan pada 24 jam dan 48 jam menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dari tingkat mortalitas larva Aedes aegypti pada berbagai konsentrasi air deterjen (p<0,05). Uji statistic one-way anova digunakan untuk menentukan nilai p. Data dalam penelitian ini terdistribusi normal karena tiap kelompok perlakuan menggunakan sampel dalam jumlah yang besar yaitu 100 ekor larva, sesuai teori “central limit theorem”. Teori tersebut menyatakan bahwa satu sampel yang terdiri dari 30 atau lebih elemen
dapat dikatakan cukup besar untuk mendapatkan distribusi yang mendekati normal.6
Pada pengamatan 24 jam didapatkan tingkat mortalitas tertinggi sebesar 98% pada konsentrasi 300 ppm, disusul kemudian konsentrasi 200 ppm sebesar 78%, konsentrasi 100 ppm sebesar 27%, 50 ppm sebesar 13%, 1 ppm sebesar 7%, 3 ppm sebesar 5%, 10 ppm sebesar 2%, dan terakhir pada kontrol tidak ditemukan larva yang mati. Uji Tamhene dilakukan untuk melihat letak perbedaan dari tingkat mortalitas larva pada data yang heterogen. Perlakuan dengan konsentrasi 300 ppm menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol (p<0,05) dalam hal tingkat mortalitas larva Aedes aegypti. Kelompok perlakuan dengan konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, dan 50 ppm dengan konsentrasi 300 ppm juga menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara mortalitas kelompok kontrol, konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, 10 ppm, dan 50 ppm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi dkk. (2006) yang menunjukkan bahwa Aedes aegypti dapat hidup dan
berkembang hingga menjadi nyamuk dewasa pada media air deterjen dengan konsentrasi 1 ppm, 2,7 ppm, dan 10 ppm.
Pada pengamatan 48 jam didapatkan tingkat mortalitas tertinggi sebesar 100% pada konsentrasi 300 ppm, disusul kemudian konsentrasi 200 ppm sebesar 95%, konsentrasi 100 ppm sebesar 43%, 50 ppm sebesar 23%, 3 ppm sebesar 13%, 1 ppm sebesar 7%, dan 10 ppm sebesar 3% serta kontrol sebesar 3%. Letak perbedaan tingkat mortalitas dinilai dengan uji Tamhane. Perbedaan tingkat mortalitas larva Aedes aegypti yang bermakna ditemukan pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 300 ppm dan 200 ppm dengan kelompok kontrol (p<0,05).
Kandungan surfaktan yang terdapat pada deterjen mempengaruhi mortalitas dari larva. Biasanya, 20 hingga 40% komposisi dari deterjen adalah surfaktan, sedangkan sisanya adalah bahan kimia yang berfungsi untuk meningkatkan daya bersih deterjen.7 Surfaktan yang terdapat pada deterjen dapat mengakibatkan denaturasi protein (termasuk enzim) yang ada pada makhluk hidup.8,9 Surfaktan juga dapat mengganggu
pengambilan oksigen oleh larva Aedes aegypti.4 Selain itu, busa-busa di atas permukaan air yang dihasilkan dari deterjen ini diduga menyebabkan menurunnya kandungan oksigen terlarut yang terdapat pada air karena tidak bisa bertambahnya oksigen yang disebabkan hubungan antara air dan udara bebas tertutup.10 Diduga juga karena kandungan surfaktan pada deterjen dapat berinteraksi dengan sel dan membran sel sehingga menghambat pertumbuhan sel.11 Hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada larva Aedes aegypti.
Hasil analisis probit selama pengamatan 24 jam didapatkan LC50 dengan menggunakan air deterjen yaitu sebesar 142,315 ppm, yang artinya dengan konsentrasi air deterjen sebesar 142,315 ppm dapat membunuh hingga 50% dari populasi larva Aedes aegypti. Sedangkan LC90 yang dapat membunuh hingga 90% dari populasi larva didapatkan pada konsentrasi 240,871 ppm. Hasil dari LC50 yang didapat pada penelitian ini kurang lebih sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarmaja dan Swastika, dimana pada penelitian tersebut didapatkan LC50 dan LC95 selama pengamatan 24 jam dengan
menggunakan air deterjen secara berturut-turut sebesar 0,1367 g/liter dan 0,2175 g/liter yang setara dengan 136,856 ppm dan 217,748 ppm.10
Pada pengamatan 48 jam didapatkan LC50 terletak pada konsentrasi 102,350 ppm yang artinya dengan konsentrasi tersebut dapat membunuh hingga 50% dari populasi larva Aedes aegypti dalam waktu 48 jam. LC90 yaitu konsentrasi air deterjen yang dapat membunuh hingga 90% dari populasi larva Aedes aegypti selama pengamatan 48 jam terletak pada konsentrasi 185,156 ppm. Dalam pengamatan selama 48 jam didapatkan 3 ekor larva Aedes aegypti yang mati pada kontrol.
Terdapat sedikit perbedaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarmaja dan Swastika. Pada penelitian tersebut didapatkan konsentrasi 0,24 g/liter yang setara dengan 240,274 ppm dapat membunuh hingga 100% dalam 24 jam. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya faktor biologis seperti kemampuan beradaptasi larva terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, generasi larva yang digunakan, maupun faktor kimia seperti kandungan senyawa aktif atau jenis
surfaktan yang terkandung dalam deterjen yang digunakan.12,13 Selain itu, penelitian lain dengan menggunakan air deterjen dilakukan oleh Garno terhadap larva nyamuk Culex sp. didapatkan nilai LC50 terletak pada konsentrasi 600 ppm pada pengamatan 26 jam.10
DAFTAR PUSTAKA
-
1. World Health Organization. Global Strategy for Dengue Prevention and Control. Geneva: World Health Organization; 2012. h. 1-4.
-
2. Prasetya WA, Kurniati DPY. Pengaruh Pemicuan Masalah Demam Berdarah Berbasis Masyarakat Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pencegahan DBD pada Kader PKK di Kelurahan Sesetan Tahun 2013. Denpasar: Community Health.
2014;2.(1):63-73.
-
3. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan; 2007. h. 1-28.
-
4. Hadi UK, Sigit SH, Agustina E.
Habitat Jentik Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) pada Air
Terpolusi di Laboratorium. Institut Pertanian Bogor; 2006. h. 1-13.
-
5. Sudarmaja M, Mardihusodo SJ. Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner.
2009;10.(4):205-7.
-
6. Salim OC. Distribusi Normal.
Jurnal Kedokteran Trisakti. 1999;18.(2):107-11.
-
7. Santi SS. Penurunan Konsentrasi
Surfaktan Pada Limbah Detergen Dengan Proses Photokatalitik Sinar UV. Jurnal Teknik Kimia. 2009;4.(1):261-5.
-
8. Anonim. Soaps and Detergents.
Second Edition. Washington DC: The Soap and Detergent Association; 1994.
-
9. Yunita R. Studi Biodegradasi Surfaktan Linear Alkylbenzene
Sulfonates (LAS) Menggunakan
Isolat Bakteri dari Situ Universitas Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2012.
-
10. Garno YS. Daya Tahan Beberapa Organisme Air Pada Pencemar Limbah Deterjen. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2000;1.(3):212-8.
-
11. Bountyfa MAM, Subekti S. Pengaruh Medium Yang Tercemar Deterjen Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Alginat Dan Klorofil Sargassum sp. Journal of Marine and Coastal Science. 2012;1.(1):13-21.
-
12. Sudarmaja M, Swastika K. Effectiveness of Detergent Solution as Larvaside for Aedes aegypti Larvae from Denpasar. Naskah Lengkap 2nd International
Conference and Workshop from Molecular to Clinical Aspect of HIV/AIDS, Tuberculosis and Malaria di Malang 23-25 Juni; 2011.
-
13. Shadana M, Lesmana SD, Hamidy MY. Efek Larvasida Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya) Terhadap Larva Aedes aegypti. Universitas Riau; 2013.
10
Discussion and feedback