HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI
on
ISSN: 2303-2197
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.6,Juni, 2018
HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI
I Gusti Ayu Mahadewi1, I Gusti Ayu Indah Ardani2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Proses degeneratif pada populasi lansia ikut berkontribusi terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa pada lansia. Kesehatan jiwa sendiri merupakan indikator penting dalam penilaian kualitas hidup seseorang. Rendahnya kualitas hidup lansia disertai tingginya tingkat depresi mendorong untuk dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat depresi dan kualitas hidup pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah total sampling, dengan jumlah responden penelitian mencapai 40 orang. Analisis data yang dilakukan berupa univariat dan bivariat dengan uji regresi logistik. Analisis data secara statistik menunjukkan lebih dari 50% responden mengalami depresi. Hasil lainnya memaparkan bahwa lebih dari 50% responden hidup dengan kualitas buruk. Setelah dilakukan uji bivariat dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi dan kualitas hidup pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, tidak berhubungan signifikan secara statistik, namun dilihat dari nilai OR yang tinggi, tingkat depresi merupakan faktor resiko untuk kualitas hidup buruk.
Kata Kunci : kualitas hidup, depresi, lansia, panti werdha, wana seraya
ABSTRACT
Degenerative processes in the elderly population contributed to the emergence of mental health problems in the elderly. Mental health itself was an important indicator in the assessment of one's quality of life. The low quality of life of the elderly accompanied by high levels of depression encouraged to do research on the relationship of depression and quality of life to the elderly at Social Institution Wana Seraya Denpasar Bali. This study was a crosssectional analytic descriptive study. The sampling method used was total sampling, with the number of research respondents reached 40 people. Data analysis was done in the form of univariate and bivariate with logistic regression test. Statistical analysis showed more than 50% of respondents were depressed. Other results explained that more than 50% of respondents live with poor quality. After the bivariate test, it could be concluded that the depression level and quality of life of the elderly in the Social Institution Wana Seraya Denpasar Bali were not statistically significant, but in terms of high OR values, depression was a risk factor for poor quality of life.
Keywords: quality of life, depression, elderly, social institution, wana seraya
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara berstruktur tua, hal tersebut dapat dinilai dari presentase penduduk lansia dari tahun 2008 hingga 2012 yang mencapai lebih dari 7%.1 Jumlah penduduk lansia Provinsi Bali pada tahun 2013 mencapai 10,07% dari total penduduk.2
Meningkatnya jumlah populasi lansia menimbulkan berbagai masalah di bidang kesehatan dan kesejahteraan. Masalah kesehatan tersebut muncul akibat proses degeneratif.3,4 Masalah kesehatan
yang sering muncul pada lansia meliputi masalah kesehatan jiwa, dimana masalah kesehatan jiwa.5,6
Pada lansia, penurunan kualitas hidup dapat diakibatkan oleh masalah kesehatan jiwa yang muncul seiring proses menua. Depresi merupakan gangguan psikiatri pada lansia dengan angka kejadian tertinggi. Prevalensi lansia yang menderita depresi yang dihimpun dari seluruh ruang akut geriatri di Indonesia, mencapai 76,3% pada tahun 2009.7
Depresi dapat mengakibatkan penurunan berat kualitas hidup lansia. Hal ini didukung oleh penelitan Chan yang membuktikan bahwa pada populasi lansia yang mengalami depresi terjadi penurunan signifikan kualitas hidup secara umum.8 Dipertegas kembali oleh Akyol, yang menyatakan bahwa depresi berkontribusi terhadap rendahnya kualitas hidup pada lansia. Gejala umum depresi, seperti hilangnya energi, dan motivasi dapat mengarah pada penurunan fungsi fisik.9 Oleh karena itu, penting dilaksanakan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kualitas hidup populasi lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali.
BAHAN DAN METODE
Metode penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik crosssectional. Penelitian ini dilakukan bulan Maret 2015 sampai Juni 2015.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling. Sampel berjumlah 40 orang lansia. Kriteria inklusi berupa: lansia yang merupakan anggota di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar Bali, bersedia mengikuti wawancara, serta bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi berupa: responden dengan dementia, skizofrenia dan psikosis, serta memiliki keterbatasan fisik yang mengakibatkan responden sulit berkomunikasi.
Variabel bebas yang terkait berupa tingkat depresi, sedangkan variabel tergantung berupa kualitas hidup lansia. Penelitian ini juga memaparkan persebaran data demografi sampel, berupa jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan. Adapun definisi operasional variabel penelitian:
-
1. Tingkat depresi pada lansia: Depresi merupakan suatu gangguan mood yang
terdiri dari tiga gejala utama yakni afek depresif, hilangnya minat atau anhedonia, dan hilangnya energi. Selain tiga gejala utama, terdapat gejala lainnya seperti berkurangnya konsentrasi, kurangnya rasa percaya diri, perasaan bersalah, perasaan ingin bunuh diri, gangguan tidur, dan gangguan nafsu makan. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dan menggunakan kuisioner GDS (The Geriatric Depression Scale) yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, dengan hasil:
-
- Tidak depresi skor nilai = 0-4
-
- Depresi ringan skor nilai = 5-9
-
- Depresi sedang - berat = 10-15
-
2. Kualitas hidup lansia: tingkat presepsi responden mengenai fungsi kehidupan mereka. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dan menggunakan kuisioner WHOQOL-BREF yang telah
diterjemahkan dalam Bahaasa Indonesia, dengan hasil:
-
- Buruk skor nilai = 26-77
-
- Baik skor nilai = 78-130
Setelah terkumpul, data akan dianalisis univariat dan bivariat menggunakan metode simple logistic regression dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.
HASIL
Pada penelitian ini data demografi responden memaparkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 75% dan sebagian besar dalam katagori lanjut usia tua sebanyak 47,5%, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Dilihat dari karakteristik tingkat pendidikan, maka hampir semua responden (95%) memiliki tingkat pendidikan yang rendah (tidak tamat SD atau SMP), dan begitu juga halnya dengan status pekerjaan, sebagian besar responden tidak bekerja (75%).
Tabel 1.Karakteristik Demografi Lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali
Variabel |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Jenis Kelamin | ||
-Perempuan |
30 |
75,00 |
-Laki-laki |
10 |
25,00 |
Kelompok Umur | ||
-Lanjut usia (60-74 tahun) |
17 |
42,5 |
-Lanjut usia tua (75-90 tahun) |
19 |
47,5 |
-Lansia sangat tua (>90 tahun) |
4 |
10,0 |
Tingkat Pendidikan | ||
-Tinggi |
2 |
5,0 |
-Rendah |
98 |
95,0 |
Status Pekerjaan | ||
-Bekerja |
10 |
25,0 |
-Tidak bekerja |
30 |
75,0 |
Status Pernikahan | ||
-Menikah |
3 |
7,5 |
-Janda/duda |
32 |
80,0 |
-Tidak menikah |
5 |
12,5 |
Tabel 2.Distribusi Frekuensi dan Presentase Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali
Variabel |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Tingkat Depresi | ||
-Tanpa Depresi |
19 |
47,5 |
-Depresi ringan |
14 |
35,0 |
-Depresi sedang sampai |
7 |
17,5 |
berat |
Menurut status pernikahan sebanyak 80% telah kehilangan pasangan (janda atau duda). Tabel 2 memaparkan hasil sebanyak 47,5% tidak mengalami depresi, sebanyak 35,0% dengan depresi ringan, dan hanya
-
17,5% dengan depresi sedang sampai berat. Kualitas hidup responden pada Tabel 3, memaparkan bahwa lebih dari 50% responden hidup dengan kualitas buruk.
Tabel 3.Distribusi dan Frekuensi Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali
Variabel |
Frekuensi |
Persentase (%) | |
Kualitas Hidup | |||
-Baik |
18 |
45 | |
-Buruk |
22 |
55 |
Tabel 4.Hubungan Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan, Status Pernikahan dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali
Variabel Bebas |
Kualitas Hidup |
OR |
95% IK OR |
p | ||
Baik n (%) |
Buruk n (%) |
Total n (%) | ||||
Jenis Kelamin -Perempuan -Laki-laki |
14 (46,7) 4 (40,0) |
16 (53,3) 6 (60,0) |
30 (100,0) 10 (100,0) |
(ref) 1,312 |
0,307- 5,620 |
1,00* |
Kelompok Umur -Lanjut usia -Lanjut usia tua |
9 (52,9) 8 (42,1) |
8 (47,1) 11 (57,9) |
17 (100,0) 19 (100,0) |
(ref) 1,547 |
0,414-5,777 |
0,516 |
-Lansia sangat tua |
1 (25,0) |
3 (75,0) |
4 (100,0) |
3,375 |
0,290-39,322 |
0,332 |
Tingkat Pendidikan -Tinggi -Rendah |
1 (50,0) 17 (44,7) |
1 (50,0) 21 (55,3) |
2 (100,0) 38 (100,0) |
(ref) 1,235 |
0,072-21,241 |
1,000* |
Status Pekerjaan -Bekerja -Tidak bekerja |
6 (60,0) 12 (40,0) |
4 (40,0) 18 (60,0) |
10 (100,0) 30 (100,0) |
(ref) 2,250 |
0,552-9,697 |
0,300* |
Status Pernikahan - Menikah - Janda/duda |
0 (0) 16 (50,0) |
3 (100,0) 16 (50,0) |
3 (100,0) 32 (50,0) |
(ref) - |
- |
0,999 |
- Tidak Pernah Menikah |
2 (40,0) |
3 (60,0) |
5 (60,0) |
0,999 |
* Hasil Uji Fisher’s Exact
Berdasarkan Tabel 4, lansia dengan jenis kelamin laki-laki dengan kualitas hidup buruk (60%) lebih tinggi dibandingkan daripada perempuan (53,3%). Jenis kelamin laki-laki cenderung meningkatkan peluang untuk mengalami kualitas hidup buruk 1,312 kali dibandingkan perempuan, tetapi hal tersebut tidak bermakna secara statistik (p=1,00).
Lansia kelompok usia sangat tua lebih banyak yang mengalami kualitas hidup buruk (75%). Kelompok umur lanjut usia tua meningkatkan peluang untuk mengalami kualitas hidup buruk 1,547 kali dibandingkan kelompok umur lanjut usia, namun secara statistik tidak menunjukkan kebermaknaan (p=0,516). Begitu pula kelompok umur lansia sangat tua meningkatkan peluang 3,375 kali
dibandingkan kelompok umur lanjut usia, yang bermakna secara statistik (p=0,332).
Berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat pendidikan rendah lebih banyak mengalami kualitas hidup buruk (56,3%) dibandingkan tingkat pendidikan tinggi (50,0%). Tingkat pendidikan rendah meningkatkan peluang mengalami kualitas hidup buruk 1,235 kali dibanding tingkat pendidikan tinggi, tetapi tidak bermakna secara statistik (p=1,00).
Berdasarkan status pekerjaan, responden yang tidak bekerja lebih banyak mengalami kualitas hidup buruk (60,0%) dibandingkan responden yang bekerja (40,0%). Responden yang bekerja meningkatkan peluang 2,25 kali dibandingkan responden tanpa pekerjaan, namun tidak memiliki makna secara statistik (p=0,3).
Semua responden dengan status menikah mengalami kualitas hidup buruk, sedangkan yang tidak pernah menikah hanya 60%. Untuk ukuran asosiasi odd
ratio dan kemaknaan secara statistik (p value) tidak dapat dihitung, karena terdapat sel yang memiliki nilai 0.
Tabel 5.Tabulasi Silang Tingkat Depresi dengan Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali
Variabel Bebas |
Kualitas Hidup 95% Baik Buruk Total OR IK OR p n (%) n (%) n (%) |
Tingkat Depresi
|
10 (52,6) 9 (47,4) 19 (100,0) (ref) 6 (42,9) 8 (57,1) 14 (100,0) 1,481 0,369-5,946 0,579 2 (28,6) 5 (71,4) 7 (100,0) 2,778 0,428-18,038 0,284 |
Berdasarkan data analisis dengan uji simple regression logistic pada Tabel 5, diperoleh kualitas hidup buruk cenderung terjadi seiring meningkatnya derajat depresi, depresi sedang sampai berat lebih banyak yang mengalami kualitas hidup buruk (71,4%), depresi ringan meningkatkan peluang untuk mengalami kualitas hidup buruk 1,481 kali dibanding tidak depresi, tetapi tidak bermakna secaran statistik (p=0,579). Begitu pula dengan depresi sedang sampai berat meningkatkan peluang untuk mengalami kualitas hidup buruk 2,778 kali dibandingkan tidak depresi, tetapi tidak bermakna secara statistik (p=0,284).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diperoleh sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Populasi lansia yang didominasi oleh jenis kelamin perempuan didukung oleh fakta bahwa angka harapan hidup perempuan yang lebih tinggi.10 Perbedaan angka harapan hidup antara lansia perempuan dan laki-laki dapat disebabkan perbedaan pola pikir, aktifitas sehari-hari, dan kemampuan adaptasi.
Adapun sebagian besar lansia dalam penelitian berada dalam kelompok umur lanjut usia tua (75-90 tahun), serta berstatus pendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan lansia kemungkinan disebabkan oleh situasi bangsa Indonesia 60-70 tahun yang lalu, dimana fasilitas
pendidikan dan kemampuan ekonomi masyarakat pada era tersebut masih sangat terbatas. Kondisi ini berbeda dengan situasi saat ini dimana fasilitas pendidikan serta status ekonomi masyarakat sudah jauh lebih berkembang.10
Jumlah responden yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan yang tidak bekerja. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan menurunnya kondisi fisik responden seiring bertambahnya umur. Kebanyakan responden juga telah ditinggal meninggal oleh pasangan hidupnya sehingga menyandang status janda atau duda.
Hasil penelitian menunjukkan tingginya angka kejadian depresi di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya. Tingginya angka depresi pada lansia dapat disebabkan berbagai faktor, diantaranya berupa faktor biologis, fisis, psikologis, dan sosial.7 Beberapa faktor pencetus depresi berat yang ditemukan pada responden dengan depresi berat berdasarkan hasil wawancara, berupa disabilitas dan kurang mampunya lansia beradaptasi dengan lingkungan sosial panti.
Berdasarkan data penelitian, sebagian besar lansia memiliki kualitas hidup buruk. Adapun sebagian besar responden mengaku seiring dengan pertambahan usia terdapat penurunan kondisi fisik, keterbatasan aktivitas akibat penyakit yang diderita, kurangnya rekreasi, kehilangan pasangan hidup, keterbatasan
uang. Kondisi-kondisi tersebut merupakan faktor yang memungkinkan penurunan kualitas hidup.
Berdasarkan Tabel 4, jenis kelamin dan kualitas hidup lansia tidak berhubungan secara statistik. Kesimpulan tersebut didukung oleh pernyataan Haris, bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan secara statistik dengan berbagai aspek kualitas hidup lansia (p>0,05).11 Demikian pula dengan tingkat pendidikan dan kualitas hidup pada lansia tidak berhubungan signifikan. Tingkat pendidikan tidak mempunyai hubungan dengan kualitas hidup secara keseluruhan karena populasi lansia cenderung menerima keadaan yang terjadi pada dirinya.11
Hasil analisis lainnya memaparkan tingkat depresi dan kualitas hidup responden tidak berhubungan signifikan secara statistik. Namun, dilihat dari nilai OR yang tinggi, tingkat depresi merupakan faktor resiko bagi lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali untuk mengalami kualitas hidup buruk, tetapi tidak signifikan secara statistik.
Penelitian yang dilakukan Haris mengungkapkan kesimpulan berbeda, yaitu depresi dan kualitas hidup lansia daerah Kalianyar, Jakarta, saling berhubungan secara signifikan.12 Perbedaan hasil ini dapat dipengaruhi oleh faktor sampel dan metode penelitian, serta tempat penelitian, dimana Penelitian Haris dilakukan dengan menggunakan metode cluster random sampling dengan jumlah sampel yang lebih luas sebanyak 103 lansia yang bertempat tinggal di rumah bersama keluarga, sedangkan jumlah responden pada penelitian ini terbatas hanya berjumlah 40 lansia yang berdomisili di Panti Jompo. Mengingat jumlah populasi pada penelitian ini sangat terbatas, yang berada di satu-satunya panti werdha di Denpasar, maka penelitian ini menggunakan metode total sampling. Perbedaan hasil penelitian Haris dengan hasil penelitian ini juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, dimana lansia yang berdomisili di panti jompo cenderung kurang mendapat dukungan emosional dari keluarga dibandingkan
dengan lansia yang berdomisili di rumah bersama keluarga.11
Kesimpulan yang tidak sejalan dengan peneliian ini juga diungkapkan oleh Suranto, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan korelasi negatif lemah kejadian depresi dengan kualitas hidup pada lansia pada dua panti wreda daerah Yogyakarta.13 Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh faktor besar sampel, Suranto, menggunakan jumlah sampel yang lebih luas sebanyak 107 lansia yang berasal dari dua panti werdha di Yogyakarta, sedangkan penelitian ini menggunakan jumlah sampel yang lebih terbatas sebanyak 40 lansia yang berasal dari satu-satunya panti werdha di Denpasar. Selain itu, terdapat perbedaan kebudayaan, serta cara pengelolaan panti werdha pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Suranto, dimana berdasarkan hasil observasi pada penelitian ini, terdapat banyak kegiatan positif yang berhubungan dengan budaya Bali yang terdapat di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, seperti kegiatan pesantian, serta beberapa responden masih aktif membuat canang dan sarana upakara.13
Penelitian ini menyatakan hasil yang berbeda dengan teori yang diungkapkan oleh Miller dan Rosse, yang menyatakan depresi memiliki hubungan yang erat dengan kualitas hidup lansia.14,15 Pada responden juga didapatkan kesimpulan bahwa tingkat depresi dan kualitas hidup tidak berhubungan signifikan secara statistik. Hasil tersebut dapat disebabkan oleh tidak semua faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yang dapat dikontrol oleh peneliti. Faktor tersebut antara lain kondisi fisik; hubungan sosial dengan anak, keluarga, teman, dan tetangga; faktor lingkungan sosial ditunjukkan melalui hubungan dengan tetangga; keaktifan dalam kegiatan sosial; kondisi keuangan; dan tingkat kemandirian.16
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, beberapa responden yang mengalami depresi tetapi memiliki kualitas hidup baik, mengaku terpenuhinya kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan dan
papan) selama tinggal di panti, yang diperoleh baik dari pemerintah maupun pengunjung panti. Sebagian besar responden mengaku masih memiliki keluarga, namun tidak mampu secara finansial, sehingga responden mengatakan kebutuhan hidupnya lebih terjamin setelah hidup di Panti Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali. Selain itu, responden juga mengaku kondisi lingkungan panti yang bersih, nyaman dan aman, terdapatnya fasilitas kesehatan berupa klinik kesehatan yang dijaga oleh petugas kesehatan, serta terdapatnya dukungan sosial dari sesama penghuni panti yang mengalami nasib serupa. Sianipar tahun 2013 mengungkapkan hal serupa, dimana semakin baik interaksi yang dilakukan, maka semakin tinggi tingkat kualitas hidup lansia (p=0,001).17 Selain itu, beberapa responden dengan depresi ringan masih dapat mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang diwajibkan oleh panti, seperti kegiatan senam sehat setiap hari jumat, kegiatan pesantian, kegiatan gotong royong serta beberapa kegiatan lainnya yang dapat mengarahkan lansia agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Beberapa kondisi tersebut yang dapat menyebabkan diperolehnya hasil penelitian berupa tingkat depresi dengan kualitas hidup lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar Bali, tidak berhubungan signifikan secara statistik.
SIMPULAN
Sebagian besar lansia yang berdomisili di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali, mengalami depresi. Sindroma depresi yang paling banyak diderita adalah katagori depresi ringan.
Gambaran kualitas hidup lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali, masih tergolong kurang memuaskan, hal tersebut terlihat dari hasil dimana lebih dari separuh dari total jumlah responden yang hidup dengan kualitas buruk.
Pada kesimpulan, dapat dipaparkan secara statistik, tingkat depresi dengan kualitas hidup pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali, tidak memiliki hubungan yang signifikan. Namun
bila menelaah nilai odd ratio yang cukup tinggi, dapat disimpulkan tingkat depresi merupakan faktor resiko lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali untuk mengalami kualitas hidup buruk, tetapi tidak signifikan secara statistik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, Sp.KJ, yang telah banyak memberikan saran dalam penyempurnaan jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Abikusno, N. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI; 2013.
-
2. BPS. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2014.
-
3. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2007.
-
4. Yuliawati, A., Baroya, N. 2014. Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Jurnal Pustaka Kesehatan. 2014; 2(1).
-
5. WHOQOL Group. Delopmental of The World Health Organization: Quality of Life Assesment. [online] 2000 [diakses: 5 Januari 2015]. Diunduh dari: www.who.int/mental_health
-
6. Murphy, K., Shiel, A., Hodgins, M. Improving Quality of Life for Older People in Long Stay Care Settings in Ireland. National Council on Ageing and Older People. 2006;93:26
-
7. Prabosuseno, Sari, N. K. Depresi pada Pasien Usia Lanjut. Dalam : Setiyohadi B, Sudoyono A.W., Alwi I., Setiati S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009; h.845-850
-
8. Chan, S.W., Chiu, H.F., Chien, W.T, Goggins, W. Predictor of Change in Health-related Quality of Life among Older People with Depression. International Psychogeriatric.
2009;21(6): 1171-1179.
-
9. Akyol, Y., Durmus, D. Quality of life and Level of Depressive Symptoms in Geriatric Population. Turk J Rheumatol. 2010; 25: 165-73
-
10. BPS. Pedoman Pencacahan Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2009.
-
11. Haris, R.E., Steven, R., Handajani, S. Y. Kualitas Hidup pada Lansia dengan Gangguan Kognitif dan Mental: Studi Cross Sectional di Kelurahan Kalianyar, Jakarta Barat. [online] 2014 [diakses: 1 November 2015].
Damianus Journal of Medicine. Diunduh dari:
http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/da mianus
-
12. Sutikno, Ekawati. Hubungan antara Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup. [online]. 2011 [diunduh: 28 Desember 2014]. Jurnal Kedokteran Indonesia. Diunduh dari: http://jki-ina.com/index.php/jki/article/view/
-
13. Suranto. Hubungan antara Simposium Depresi dan Kualitas Hidup pada Populasi Usia Lanjut di Panti Werdha Daerah Istimewa Yogyakarta [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2012.
-
14. Miller, C.A. Nursing for Wellness in Older Adults. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; h. 298.
-
15. Roose, P.S., Sackeim, H.A.. Late-life Depression. New York: Oxford
University Press; 2004.
-
16. Natuveli, G., Blane, D. Quality of Life in Older Ages. British Medical Buletin. 2008;85:113-126.
-
17. Sianipar A.F. Hubungan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup pada Lansia di Panti Werdha Budhi Dharma Bekasi Tahun 2013. [online] 2013 [diunduh: 1 November 2015]. E-jurnal Ayurveda. Diunduh dari:
http://ayurvedamedistra.wordpress.co m
8
http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum
Discussion and feedback