ISSN: 2303-2197

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.6,Juni, 2018

KARAKTERISTIK AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TCu 380A DI PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN PERIODE JANUARI HINGGA JUNI 2014

Oktaviarum Slamet Utama1, I Gusti Putu Mayun Mayura2

1. Program Studi Pendidikan Dokter dan 2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang memiliki masalah jumlah penduduk tinggi. Program nasional untuk menanggulangi masalah tersebut adalah KB yang dilakukan melalui peningkatan penggunaan kontrasepsi jangka panjang non hormonal seperti AKDR TCu 380A. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik akseptor AKDR TCu 380A di Puskesmas IV Denpasar Selatan periode Januari hingga Juni 2014. Rancangan deskriptif retrospektif dengan sampel penelitian berupa data sekunder akseptor AKDR TCu 380A di Puskesmas IV Denpasar Selatan. Hasil penelitian diperoleh proporsi 70,64% dari seluruh akseptor KB. Karakteristik umur tertinggi pada 30-34 tahun berjumlah 23 akseptor (29,9%) dan terendah pada umur 15-19 tahun berjumlah 1 akseptor (1,3%). Karakteristik paritas tertinggi pada paritas dua berjumlah 31 akseptor (40,3%) dan terendah pada paritas lebih atau sama dengan empat berjumlah 9 akseptor (11,7%). Karakteristik pendidikan tertinggi pada tamat SMA berjumlah 50 akseptor (64,9%) dan terendah pada tidak tamat SD dan tamat perguruan tinggi berjumlah 2 akseptor (2,6%). Karakteristik tertinggi pada tidak bekerja berjumlah 47 akseptor (61%) dan terendah pada pegawai pemerintah, petani dan nelayan masing-masing 1 akseptor (1,3%). Karakteristik tertinggi pada tanpa komplikasi berjumlah 70 akseptor (90,9%) dan sisanya sebesar 7 akseptor (9,1%) dengan komplikasi. Akseptor AKDR TCu 380A di Puskesmas IV Denpasar Selatan mayoritas berada pada kelompok umur 30-34 tahun sebanyak 23 akseptor (29,9%), paritas dua sebanyak 31 akseptor (40,3%), berpendidikan tamat SMA sebanyak 50 akseptor (64,9%), tidak bekerja sebanyak 47 akseptor (61%) dan tanpa komplikasi sebanyak 70 akseptor (90,9%).

Kata Kunci: AKDR TCu 380A, karakteristik, komplikasi.

ABSTRACT

Indonesia is a country that has problems with high population. The national program to solve the problem is through family planning, one of them is done through the increase of the use of longterm non-hormonal contraception such as CuT 380A IUCD. The aim of this study is to investigate the characteristics of CuT 380A IUCD acceptors at Puskesmas IV South Denpasar from January to June 2014. Retrospective descriptive design of the study sample in the form of secondary data of CuT 380A IUCD acceptors at Puskesmas IV South Denpasar.There were 70.64% CuT 380A IUCD acceptors from a total of family planning acceptors. The age characteristics in group of 30-34 years were the higest with 23 acceptors (29.9%) and the lowest were in the age group of 15-19 years with 1 acceptor (1.3%). Most acceptors had two parities with 31 acceptors (40.3%) and the lowest acceptors in more or equal to four parities with 9 acceptors (11.7%). Most acceptors were educated with 50 acceptors graduated from high school (64.9%) and the lowest acceptors did not complete their primary school and graduated from college with a total of 2 acceptors (2.6%). Most acceptors are unemployee totaled 47 acceptors (61%) and the lowest number are government officials , farmers and fishermen with each of them with one acceptor (1.3%). Most acceptors did not get complications with 70 acceptors (90.9%) and the remaining 7 acceptors (9.1%) had complications. The characteristics of CuT 380A IUCD acceptors at Puskesmas IV South Denpasar from January to June 2014 were mostly from the age group of 30-34 years with 23 acceptors (29.9%), two parities with 31 acceptors (40.3%), graduated from senior high school with 50 acceptors (64.9%), unemployee with 47 acceptors (61%) and those without complications with 70 acceptors (90.9%).

Keywords: CuT 380A IUCD, characteristics, complications.

PENDAHULUAN                           terjadi satu juta kelahiran baru per hari

Data World Health Organization       dimana tidak direncanakan sebesar 50%

(WHO) didapatkan bahwa di seluruh dunia       dan tidak diharapkan sebesar 25%. 50.000

dari 150.000 kasus abortus provokatus yang terjadi per hari merupakan abortus ilegal dan komplikasi abortus menyebabkan lebih dari 500 wanita meninggal dunia tiap harinya.1

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki masalah jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Indonesia menduduki urutan keempat dari negara di seluruh dunia pada tahun 2007. Kondisi tersebut memerlukan perhatian dan penanganan serius serta berkelanjutan demi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB) nasional untuk pembangunan yang berorientasi pada masa depan yang lebih baik.2

Definisi KB menurut UU No. 10 Tahun 1992 yaitu upaya meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Aspek demografis berupa pengendalian angka kelahiran sangat ditekankan pada pelayanan KB ini. Oleh karena itu, pelaksanaan program KB di Indonesia terus mengalami perkembangan khususnya sebelum dan sesudah ICPD-1994.2

Salah satu pelaksanaan program KB dilakukan melalui peningkatan penggunaan kontrasepsi jangka panjang seperti Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), implan (susuk), dan sterilisasi. AKDR terdapat dua bentuk yaitu bentuk terbuka linear dan bentuk tertutup sebagai cincin. AKDR terbuka linear antara lain adalah Lippes loop, TCu-380A, Dalkon shield, Saf-T-coil, CU-7, Spring coil, dan Margulies spiral. AKDR bentuk tertutup sebagai cincin antara lain adalah cincin Gravanberg, cincin Hall-Stone, Birnberg bow, Ota ring, Antigon F, Ragab ring, dan lain-lain. Adapula AKDR yang mengandung hormonal seperti mirena dan levonova.1

Dari hasil laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan jumlah PUS (Pasangan Usia

Subur) yang menggunakan AKDR pada tahun 2012 sebanyak 6,74% dari 57,9% total pengguna alat kontrasepsi metode modern, sedangkan di Bali pengguna AKDR tahun 2012 sebanyak 31,93% dari 59,6% total pengguna alat kontrasepsi metode modern.4

Menurut data Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Puskesmas IV Denpasar Selatan pada Desember 2013 di Desa Pedungan tercatat 1678 PUS yang menggunakan kontrasepsi, yaitu AKDR TCu 380A sebanyak 1139 PUS, suntikan sebanyak 380 PUS, Pil sebanyak 58 PUS, implan sebanyak 24 PUS, MOW sebanyak 68 PUS, MOP sebanyak 2 PUS, kondom sebanyak 7 PUS dan yang tidak menggunakan KB sebanyak 387 PUS.5

Berdasarkan data tersebut, AKDR memiliki peminat yang cukup banyak. Hal ini dikarenakan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: efektivitas tinggi (satu kegagalan dalam 125-170 kehamilan dalam satu tahun pertama), aman, reversibel dan ekonomis digunakan oleh wanita menyusui dan postpartum, metode jangka panjang (bisa mencapai 8 tahun proteksi dan tidak perlu diganti), follow up minimal setelah tiga hingga enam minggu pertama (kecuali akseptor memiliki keluhan), hubungan seksual tidak terganggu, tidak takut hamil sehingga meningkatkan kenyamanan seksual, tidak mempengaruhi pengobatan lain, dan bisa dilepas kapanpun sesuai keinginan pasien.6

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, peneliti tertarik melakukan studi epidemiologi mengenai karakteristik akseptor AKDR TCu 380A di Puskesmas IV Denpasar Selatan periode Januari hingga Juni 2014. Data tersebut nantinya diharapkan dapat menjadi evaluasi dalam penatalaksanaan AKDR sehingga berimplikasi pada penurunan morbiditas dan mortalitas akseptor akibat komplikasi AKDR.

BAHAN DAN METODE

Penelitian deskriptif retrospektif ini dilakukan di Puskesmas IV Denpasar Selatan pada bulan Januari hingga Juni 2015. Pengumpulan data menggunakan data sekunder akseptor AKDR TCu 380A di

Puskesmas IV Denpasar Selatan periode bulan Januari hingga Juni 2014. Analisis dilakukan dengan cara univariat dengan melihat hasil perhitungan frekuensi dan prevalensi dari hasil penelitian yang nantinya akan diperhitungkan sebagai tolak ukur untuk pembahasan dan kesimpulan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik dan frekuensi umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, lama pemakaian, serta komplikasi.

HASIL

Berdasarkan pencatatan dan pengelolaan yang didapat dari data sekunder dengan proporsi 70,64% akseptor KB di Puskesmas IV Denpasar Selatan periode Januari hingga Juni 2014 yang menggunakan AKDR TCu 380A, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1 Frekuensi dan Persentase Akseptor AKDR TCu 380A berdasarkan Umur

Umur

N (%)

15-19 tahun

1 (1,3)

20-24 tahun

19 (24,7)

25-29 tahun

19 (24,7)

30-34 tahun

23 (29,9)

35-39 tahun

9 (11,7)

≥ 40 tahun

6 (7,8)

Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar terjadi pada kelompok umur 30-34 tahun yaitu sebanyak 23 orang (29,9%), dan terendah berada pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebanyak 1 orang (1,3%).

Tabel 2 Frekuensi dan Persentase Akseptor AKDR TCu 380A Berdasarkan Paritas

Paritas

N (%)

P1

23 (29,9)

P2

31 (40,3)

P3

14 (18,2)

≥ P4

9 (11,7)

Berdasarkan Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa akseptor AKDR TCu 380A berdasarkan paritas sebagian besar

terjadi pada kelompok P2 yaitu sebanyak 31 orang (40,3%) dan terendah berada pada kelompok ≥ P4 yaitu sebanyak 9 orang (11,7%).

Tabel 3 Frekuensi dan Persentase Akseptor AKDR    TCu380A

Berdasarkan Pendidikan

PendidikanN (%)

Tidak tamat SD             2(2,6)

Tamat SD              10 (13)

Tamat SMP            13 (16,9)

Tamat SMA           50 (64,9)

Tamat PT              2(2,6)

Berdasarkan Tabel 3   diatas

menunjukkan bahwa sebagian besar terjadi pada kelompok tamat SMA yaitu sebanyak 50 orang (64,9%) dan terendah berada pada dua kelompok yaitu kelompok tidak tamat SD dan tamat Perguruan tinggi yaitu masing-masing sebanyak 2 orang (2,6%). Tabel 4 Frekuensi dan Persentase Akseptor

AKDR

Berdasarka

TCu     380A

n Pekerjaan

Pekerjaan

N (%)

Pegawai Pemerintah

1 (1,3)

Pegawai Swasta

20 (26)

Petani

1 (1,3)

Nelayan

1 (1,3)

Tidak Bekerja

47 (61)

Lain-lain

7 (9,1)

Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa akseptor AKDR TCu 380A     sebagian besar terjadi pada

kelompok tidak bekerja yaitu sebanyak 47 orang (61%) dan terendah berada pada tiga kelompok yaitu kelompok pegawai pemerintah, petani dan nelayan yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (1,3%). Tabel 5 Frekuensi dan Persentase Akseptor

AKDR    TCu    380A

Berdasarkan Komplikasi

Komplikasi

N (%)

Ada

7 (9,1)

Tidak

70 (90,9)

Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukkan bahwa akseptor AKDR TCu 380A berdasarkan komplikasi sebagian besar terjadi pada kelompok tidak ada

komplikasi yaitu sebanyak 70 orang (90,9%) dan sisanya yaitu 7 orang (9,1%) mengalami komplikasi saat pemasangan AKDR TCu 380A.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar akseptor AKDR TCu 380A berada pada kelompok umur 3034 tahun yaitu berjumlah 23 akseptor (29,9%), dimana pada kelompok umur ini akseptor memiliki risiko tinggi untuk melahirkan sehingga mengakhiri masa kesuburan dengan alat kontrasepsi jangka panjang dan efektif .

Pada kelompok umur 15-19 tahun memiliki jumlah akseptor paling sedikit yaitu 1 akseptor (1,3%) dikarenakan sebagai pasangan usia subur baru masih aktif mengharapkan kehamilan.

Penelitian ini sesuai dengan penelitan Fajrin tahun 2012 yaitu 47% responden memiliki usia diatas 30 tahun. Responden yang berusia di atas 30 tahun memiliki kekhawatiran mengalami kehamilan disebabkan oleh adanya risiko tinggi bagi ibu yang melahirkan di usia ini.7

Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sri Panuntun pada tahun 2004, yaitu penggunaan AKDR memiliki hubungan yang signifikan terhadap usia ibu. Sebagian besar pengguna AKDR memiliki usia diatas 35 tahun. 8

Namun hasil penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Wulandari dkk pada tahun 2013 yaitu hasil analisis uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara umur terhadap keikutsertaan AKDR dengan nilai p sebesar 0.063.8

Karakteristik akseptor AKDR selanjutnya adalah paritas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa akseptor AKDR TCu 380A paritas dua merupakan akseptor terbanyak yaitu 31 akseptor (40,3%). Hal ini dikarenakan AKDR TCu 380A dapat membantu dalam mengatur jarak kehamilan yang efektif sehingga tepat digunakan oleh akseptor dengan paritas ≤ 2.

Sedangkan kelompok paritas ≥ 4 memiliki jumlah paling sedikit sebab petugas kesehatan lebih mengarahkan mereka dalam penggunaan kontrasepsi mantap dibandingkan AKDR TCu 380A dikarenakan kehamilan risiko tinggi bagi ibu dan anak apabila terjadi kegagalan saat penggunaan AKDR. Hal ini dilakukan demi tercapainya pola perencanan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Maryatun pada tahun 2009 yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan paritas terhadap pemakaian metode AKDR. Peluang membatasi kelahiran semakin tinggi pada ibu yang semakin banyak memiliki jumlah anak yang dilahirkan. 9 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fajrin pada tahun 2012, dimana terdapat 55% pasangan usia subur yang memiliki anak >2 orang yang menggunakan AKDR.7

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, tingkat pendidikan tamat SMA memiliki jumlah akseptor AKDR TCu 380A tertinggi sebesar 50 akseptor (64,9%). Semakin tinggi pendidikan akseptor maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Pengetahuan yang memadai adalah salah satu indikator keberhasilan penggunaan AKDR sehingga akan membuat akseptor KB tidak ragu dalam memilih AKDR TCu 380A.

Tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi memiliki jumlah terkecil. Hal ini bukan dikarenakan kurangnya pengetahuan melainkan memang penduduk sekitar jarang yang memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi. Tingkat pendidikan tidak tamat SD juga memiliki jumlah terkecil dikarenakan tingkat kesadaran warga yang meningkat mengenai pendidikan disertai program pemerintah yang mewajibkan warga negaranya untuk menempuh pendidikan 9 tahun jadi tidak berhubungan langsung dengan minat penggunaan AKDR TCu 380A.

Penelitian yang dilakukan Fajrin pada tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 60% akseptor AKDR memiliki tingkat pendidikan SMP-SMA. Faktor pendidikan berhubungan dengan kemampuan memahami karakteristik alat

kontrasepsi yang digunakan seperti bentuk, cara dan jangka waktu penggunaan, follow up, efek samping serta perbedaannya dengan alat kontrasepsi lain.7

Menurut penelitian Destyowati pada tahun 2011, akseptor terbanyak memiliki pedidikan SMA yaitu sebesar 24 orang (51,5%). Pengalaman memilih alat kontrasepsi berkaitan dengan pendidikan yang relatif tinggi terkait meningkatnya pengetahuan khususnya tentang AKDR. 10

Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian Wulandari dkk pada tahun 2013 dimana hasil analisis menunjukkan pendidikan tidak memiliki hubungan signifikan terhadap keikutsertaan kontrasepsi AKDR.8

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa tidak ada hubungan antara tingkat penidikan terhadap pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah dan karakteristik akseptor yang berbeda pada masing-masing penelitian.

Hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan penulis menunjukkan akseptor AKDR TCu 380A di Puskesmas IV Denpasar Selatan periode Januari hingga Juni 2014 sebagian besar tidak bekerja yaitu 47 orang (61%). Sedangkan pegawai pemerintah, petani, dan nelayan adalah akseptor dengan jumlah paling rendah yaitu masing-masing sebesar 1 akseptor (1,3%). Hal ini dikarenakan pekerjaan mempengaruhi kesenjangan informasi dan praktek yang memotivasi seseorang dalam memperoleh dan berbuat sesuatu sehingga akseptor yang bekerja sedikit memiliki waktu untuk mencari informasi dan mendapat penyuluhan mengenai kesehatan meskipun secara ekonomi mampu membayar fasilitas kesehatan yang diperlukan.

Menurut penelitian lain yang dilakukan di Desa Gong Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie umumnya akseptor AKDR merupakan wanita Ibu Rumah Tangga sebesar 75% dari 85 akseptor.11

Penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, dkk pada tahun 2013 yaitu pekerjaan akseptor tidak memiliki hubungan bermakna terhadap penggunaan

AKDR (p=1.000). Hasil penelitian dilaporkan bahwa jumlah ibu bekerja yang menggunakan AKDR lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.8

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis didapatkan hasil 70 akseptor (90,9%) tidak mengalami komplikasi saat pemasangan dan penggunaan AKDR TCu 380A. Hal ini dikarenakan alat kontrasepsi ini tidak menggunakan hormonal sehingga tidak ada efek samping akibat hormon tambahan serta kemampuan tenaga medis yang kompeten dalam pemasangan AKDR TCu 380A. Sisanya sebanyak 7 akseptor (9,1%) mengalami komplikasi berupa keputihan dan erosi ringan.

Keputihan adalah keluarnya cairan berlebihan dari vagina. Penyebab keputihan yaitu adanya benda asing dalam vagina, keganasan pada serviks uteri, infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), dan gangguan hormonal. akseptor AKDR memiliki risiko keputihan dan infeksi. Hal ini dikarenakan rangsangan AKDR dan benangnya mempengaruhi perubahan sel serviks maupun endometrium akibat proses reaksi sel-sel stroma, sel-sel kolumnar endoserviks, kelenjar endometrium, dan sel skuamosa dari ektoserviks. AKDR TCu 380A umumnya tidak menimbulkan infeksi jika sudah disterilisasikan sebelum pemasangan. Infeksi umumnya sudah terjadi pada traktus genitalis sebelum dilakukan pemasangan baik subakut maupun menahun.1

Iritasi yang terus menerus dapat menyebabkan erosi pada mulut rahim. Jasad renik menjadi patogen pada vagina akibat perubahan pH karena hilangnya sel penutup mulut rahim dan satu lapis epitel basal yang dapat diperberat dengan adanya infeksi.1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bimantara pada tahun 2008, pada kelompok AKDR TCu 380A dari 127 akseptor AKDR terdapat 72 akseptor tidak memiliki keluhan. Keluhan terbanyak adalah keputihan sebanyak 33 akseptor (25,98%). Hasil pemeriksaan sitologi dijumpai 78 kasus (61,41%) normal, 37 kasus (29,13%) peradangan, 7 kasus (5,51%) displasia, 2 kasus (1,58%) koilosit,

1 kasus (0,79%) aktinomises, 1 kasus (0,7%) leptotrix, dan 1 kasus (0,7%) spora homodendrum. 12

SIMPULAN

Proporsi akseptor AKDR TCu 380A di Puskesmas IV Denpasar Selatan periode Januari hingga Juni 2014 berjumlah 70,64% akseptor dari 109 akseptor KB dengan mayoritas berada pada kelompok umur 30-34 tahun berjumlah 23 akseptor (29,9%), paritas dua berjumlah 31 akseptor (40,3%), pendidikan tamat SMA berjumlah 50 akseptor (64,9%), tidak bekerja berjumlah 47 akseptor (61%), dan tidak mengalami komplikasi berjumlah 70 akseptor (90,9%).

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Affandi, Albar. Kontrasepsi. In:

Anwar, M., Baziad, A., Prabowo, R.P. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. P. 437-455.

  • 2.    Wulansari, Pita. Hartanto H. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta: EGC. 2006.

  • 3.    BKKBN. Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan KB. Bandung: BKKBN. 2009.

  • 4.    BKKBN. SDKI:    persentase

pemakaian alat kontrasepsi modern nasional dan Bali; 2014. [updated 2014 November 23]. Available from: http://www.bkkbn.go.id

  • 5.  Data Puskesmas 4  Denpasar

Selatan. Penggunaan   Program

Keluarga Berencana Oleh Pasangan Usia Subur di desa Pedungan.

2013.

  • 6.    Pathfinder            International.

Intrauterine Devices (IUDs). 2nd edition. Pathfinfer International: Watertown MA. 2008.

  • 7.    Fajrin N. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD Pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. 2012. p: 52-57.

  • 8.    Wulandari S, Sukidjo N, Sutanto PH. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Keikutsertaan KB IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2013. Jakarta:    Universitas Respati

Indonesia. 2013. p:4-5.

  • 9.    Maryatun. Karakteristik Akseptor Pengguna Alat Kontrasepsi IUD dan Non IUD. Surakarta: Stikes Aisyiyah Surakarta. 2009. p:5.

  • 10.    Destyowati M. Hubungan Tingkat Pengetahuan     Ibu     Tentang

Kontrasepsi IUD dengan Minat Pemakaian Kontrasepsi IUD di Desa Harjobinangun Kecamatan Grabak Kabupaten Purworejo Tahun 2011. Purworejo: Akademi Kebidanan. 2011. p: 34-36.

  • 11.    Husna     A.     Gambaran

Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur yang Sudah Menikah terhadap Penggunaan AKDR di Gampong Gong Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie Tahun 2013. Banda Aceh: STIKES U'budiyah. 2013. p: 45.

  • 12.    Bimantara DC. Hubungan Sitologi Serviks Uteri dengan Pemakaian AKDR Cu T380A Jangka Panjang. Sumatera Utara:   Universitas Sumatera

Utara. 2008. p: 23-33.

6

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum