ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 5, MEI, 2018 : 234-240 ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

2Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Email: [email protected]


Diterima : 4 April 2018

Disetujui : 26 April 2018

Diterbitkan : 14 Mei 2018


Pola penggunaan obat tetes mata pada karyawan IT penderita computer vision syndrome di lingkungan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Cabang denpasar

Dinda Paramaningtyas Sudibya1, I Gusti Ayu Artini2, I Gusti Made Aman2

ABSTRAK

Umumnya 80% pekerjaan kantor diselesaikan dengan memanfaatkan komputer, meskipun pemakaian komputer sebenarnya dapat menimbulkan masalah sendiri. Kumpulan gangguan fisik yang menyerang pengguna komputer disebut dengan Computer Vision Syndrome (CVS), yang juga diderita sekitar 88-90% pengguna komputer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penggunaan obat tetes mata pada karyawan IT PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Cabang Denpasar yang mengalami CVS. Metode yang digunakan adalah deskriptif cross-sectional dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi, menggunakan media kuesioner kepada subjek uji yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data dari subjek uji kemudian diolah menggunakan penghitungan komputasi program SPSS untuk uji statistik deskriptif. Dari 60 pasien yang memenuhi kriteria, 40 orang (66,7%) mengalami CVS. Berdasarkan tingkat pengetahuan, diketahui bahwa jumlah subjek berpengetahuan baik tertinggi dalam kedua kelompok (51,7% pada kelompok CVS dan 25% pada kelompok non-CVS). Berdasarkan sikap terhadap kesehatan mata, peneliti menemukan bahwa 21 (35%) subjek dalam kelompok CVS memiliki sikap yang baik, begitu juga pada subjek non-CVS (18,3%). Berdasarkan keteraturan penggunaan obat tetes mata, jumlah tertinggi diperoleh dalam kategori cukup teratur (58,3%) dan paling sedikit pada kategori sangat teratur (3,3%) pada kelompok CVS, sedangkan pada kelompok non-CVS ditemukan angka tertinggi pada kategori cukup teratur (28,3%) dan terendah pada kategori kurang teratur (5%). Berdasarkan pola penggunaan obat tetes mata, ditemukan nilai tertinggi ditemukan pada kategori baik (38,3%) pada kelompok CVS, sedangkan pada kelompok non-CVS jumlah tertinggi ditemukan dalam kategori kurang (25%). Prevalensi insiden CVS pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dan kemungkinan disebabkan metode purposive sampling yang diterapkan dalam penelitian ini. Subjek uji dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat pendidikan tinggi, sehingga hal ini ikut memengaruhi sikap terhadap kesehatan mata, keteraturan dan pola penggunaan obat tetes mata.

Kata kunci: Computer Vision Syndrome (CVS), komputer, tetes mata

ABSTRACT

Generally 80% office works are done using computers, although computer usage actually can lead to some problems. The collective physical disorder suffered by computer users are called Computer Vision Syndrome (CVS), which also suffered by approximately 88-90% computer users. The aim of this study was to define eye drops usage pattern in IT staffs in Denpasar office branch of PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk who suffer CVS. Descriptive cross-sectional is the method used in this research by doing direct observation, and also using questionnaire as the medium given to study subject who met the inclusions and exclusions criterion. Data from study subject then proceed using SPSS for descriptive statistic. From 60 patients who met the criterion, 40 subjects (66.7%) suffer CVS. According to the education level, we found the highest number in subject with good knowledge (51.7% in CVS group and 25% in non-CVS group). According to the eye condition, researchers found that 21 (35%) subjects in CVS group have good behavior, also in non-CVS subjects (18.3%). According to the regularity of eye drops usage, we found the highest number in “regular enough” category (58.3%) and the lowest in “very regular” (3.3%) in CVS group, while in non-CVS group, the highest was found in “regular enough” (28.3%) and the lowest in “less regular” (5%). According to the eye drops usage patterns, we found the highest number in “good” category (38.3%) for CVS group, while in non-CVS group was in “less” category (25%). Incident prevalence of CVS in this study was different with the previous study and probably this is because of the purposive sampling performed in this study. Study subject in this study were majority have a high education background, therefore this also affected subject’s behavior towards eye health, regularity and pattern of eye drops usage.

Keywords: Computer Vision Syndrome (CVS), computer, eye drops

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi menuntut manusia untuk berhubungan dengan komputer. Pemakaian komputer saat ini sudah semakin luas. Hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari pemakaian komputer. Manusia seolah-olah sudah sangat tergantung pada kemampuan komputer yang memang diciptakan untuk membantu aktivitas manusia. Komputer banyak digunakan di area perkantoran, lembaga penelitian ataupun perusahaan. Tidak heran jika dikatakan bahwa komputer merupakan salah satu penemuan teknologi terpenting pada abad ke – 20.

Umumnya 80% pekerjaan kantor diselesaikan dengan memanfaatkan komputer. Peran komputer yang sangat luas dewasa ini, ditambah penggunaan internet yang semakin populer menyebabkan para pekerja menghabiskan waktunya di depan komputer sedikitnya 3 jam per hari.1

Meskipun sudah banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pemakaian komputer, namun belum banyak yang menyadari bahwa pemakaian komputer juga dapat menimbulkan masalah tersendiri, terutama bila bekerja dengan komputer dalam waktu yang lama dan terus-menerus. The University of North Carolina di Asheville mengelompokkan beban kerja pada pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut: 1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus-menerus; 2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama waktu kerja antara 2-4 jam sehari secara terus-menerus; dan 3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus-menerus.2 Ditinjau dari energi radiasi, dalam hal ini radiasi komputer, sebenarnya tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia secara langsung. Namun yang harus diperhatikan ialah durasi paparan radiasi terhadap tubuh, khususnya mata. Intensitas yang rendah tetapi dalam waktu lama bisa menimbulkan gangguan fisiologis.3

Kumpulan gangguan fisik yang menyerang pengguna komputer disebut dengan Computer Vision Syndrome (CVS). Sekitar 88 - 90 % pengguna komputer mengalami CVS. Sindrom ini disebabkan oleh berkurangnya aliran air mata ke mata atau disebabkan oleh terlalu besarnya refleksi maupun imbas silau dari komputer. Ketika menatap komputer, maka kedipan mata berkurang sebesar 2/3 kali dibandingkan kondisi normal, yang mengakibatkan mata menjadi kering, teriritasi, tegang dan lelah. Pencahayaan dari komputer yang tidak tepat juga akan mengakibatkan ketegangan

dan kelelahan pada mata. Kejadian CVS juga dinyatakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.1

Gejala CVS dibedakan menjadi keluhan gejala pada mata, muskuloskeletal, dan umum (AOA, 2007). Mayoritas, sekitar 75 – 90 % pengguna komputer mengeluhkan gejala oftalmikus. Frekuensi dan lamanya seseorang bekerja dengan komputer dapat mengakibatkan keluhan serius pada mata. Keluhan yang sering diungkapkan oleh pekerja komputer adalah kelelahan mata, dimana hal ini merupakan suatu bentuk gejala awal, diikuti mata terasa kering, mata terasa terbakar, pandangan menjadi kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, nyeri pada leher, bahu dan otot punggung, dan tekanan darah tidak normal.2

AOA dan Federal Occupational Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan sangat banyak dikeluhkan para pekerja. Dalam hal ini, tentunya produktivitas dan performa pekerja mengalami penurunan yang cukup signifikan, seperti kelelahan yang dapat menyebabkan seseorang kurang waspada dalam menghadapi sesuatu. Kelelahan mata dapat menjadi penyebab kelelahan mental. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan penurunan kecepatan berpikir. Bila mata pekerja mencoba mendekatkan dengan objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi dipaksa dan mungkin terjadi pandangan rangkap atau kabur. Kejadian ini menimbulkan sakit kepala di sekitar daerah atas mata. Apabila melihat objek pada jarak dekat, maka mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola mata. Bila usaha ini gagal mempertahankan konvergensi, maka bayangan akan jatuh pada dua tempat yang berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak, maka orang akan melihat dua objek. Penglihatan ini menyebabkan rasa tidak nyaman.

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), menyarankan untuk melakukan istirahat selama 15 menit setelah pemakaian komputer selama 2 jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Penelitian Nourmayanti (2010) menemukan bahwa terdapat korelasi positif radiasi komputer terhadap kelelahan mata pada petugas Operator Komputer Sistem Informasi RSU Prof Dr R Soeharso Surakarta, bahwa 59,5 % menyebabkan mata pedih dan sakit kepala. Selain itu gangguan kelelahan mata juga dipengaruhi oleh jarak pandang pengguna komputer dengan layar monitor, dimana hal ini akan mempengaruhi

produktivitas dan kinerja.4

Berdasarkan uraian diatas, penelitian mengenai computer vision syndrome sangat menarik untuk dilakukan oleh karena dampaknya yang cukup luas pada karyawan dengan lingkungan pekerjaan yang memiliki risiko berhadapan dengan layar monitor komputer dalam durasi yang cukup lama, khususnya pada kesehatan mata karyawan IT di lingkungan kantor PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, Cabang Denpasar.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi, menggunakan media kuesioner yang disebarkan pada karyawan IT PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Cabang Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – September 2017. Penelitian ini mengkaji mengenai tingkat pengetahuan, sikap subjek terhadap kesehatan mata, serta pola penggunaan obat tetes mata, dimana pada pola penggunaan obat tetes mata terbagi lagi dalam keteraturan penggunaan obat tetes mata, dan

Tabel 1. Karakteristik Subjek

Variabel

Jumlah (n = 60)

Persentase (%)

Kelompok Usia

20-30 tahun

38

63,3 %

30-40 tahun

22

36,7%

Jenis Kelamin

Laki-laki

36

60%

Perempuan

24

40%

Tingkat Pendidikan

Sarjana 1

40

66,7%

Diploma 3

20

33,7%


Tabel 2. Gambaran CVS berdasarkan kelompok usia

Variabel

Kelompok Usia

Total

20-30 th

30-40 th

Mengalami CVS

19 (31,7%)

21 (35,0%)

40 (66,7%)

Tidak mengalami CVS

19 (31,7%)

1 (1,7%)

20 (33,3%)

Total

38 (63,3%)

22 (36,7%)

60 (100,0%)


ketepatan dalam penggunaan obat tetes mata. Kuesioner yang digunakan adalah CVS-Q at workplace. Subjek penelitian dicari melalui metode konsekutif hingga tercapai jumlah subjek yang diinginkan.

HASIL

Pada penelitian ini digunakan metode pengumpulan data melalui sistem kuesioner terkait dengan keluhan computer vision syndrome (CVS), pengetahuan mengenai CVS, sikap responden terhadap kesehatan mata, jenis obat tetes mata, keteraturan penggunaan tetes mata, dan pola penggunaan tetes mata pada 60 responden di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Cabang Denpasar. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui subjek dengan rentang usia 20-30 tahun berjumlah 38 orang (63,3%), subjek dengan rentang usia 3040 tahun berjumlah 22 orang (36,7%), Jumlah subjek dengan jenis kelamin laki-laki adalah 36 (60%), jenis kelamin perempuan dengan jumlah 24 (24%), subjek dengan tingkat pendidikan sarjana 1 berjumlah 40 (66,7%), dan diploma 3 sebanyak 20 (33,7%). Gambaran CVS berdasarkan kelompok usia dapat di lihat pada Tabel 2.

BerdasarkanTabel 2, dapat diketahui bahwa pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak pada usia 30-40 tahun yaitu sebanyak 21 orang (35%), sedangkan pada subjek yang tidak mengalami CVS lebih banyak pada kelompok usia 20-30 tahun yaitu sebanyak 19 orang (31,7%). Gambaran CVS berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, pada subjek yang mengalami CVS lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 (38,3%), sedangkan pada kelompok subjek yang tidak mengalami CVS lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 13 (21,7%). Gambaran CVS berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan CVS yaitu sebanyak 31 (51,7%), sedangkan hasil yang sama juga ditemukan pada kelompok subjek yang tidak mengalami CVS, lebih banyak memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 15 (25%). Gambaran CVS berdasarkan sikap terhadap kesehatan mata dapat dilihat pada Tabel 5.

Ditinjau dari Tabel 5, dapat diketahui bahwa pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak memiliki sikap yang baik akan kesehatan mata yaitu sebanyak 21 (35%), sedangkan pada

Tabel 3. Gambaran CVS berdasarkan jenis kelamin

Variabel

Jenis Kelamin

Total

Laki-laki

Perempuan

Mengalami CVS

31 (38,3%)

9 (28,3%)

40 (66,7%)

Tidak mengalami CVS

19 (21,7%)

5 (11,7%)

20 (33,3%)

Total

36 (60,0%)

24 (40,0%)

60 (100,0%)


kelompok subjek yang tidak mengalami CVS ditemukan hal yang sama yaitu lebih banyak memiliki sikap yang baik akan kesehatan mata yaitu sebanyak 11 (18,3%). Gambaran CVS berdasarkan keteraturan penggunaan obat tetes mata dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4. Gambaran CVS berdasarkan tigkat pengetahuan

Variabel

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik

Cukup

Mengalami CVS

31 (51,7%)

9 (15%)

40 (66,7%)

Tidak mengalami CVS

15 (25%)

5 (8,3%)

20 (33,3%)

Total

36 (60,0%)

24 (40,0%)

60 (100,0%)


Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui pada kelompok subjek yang mengalami CVS, terbanyak menggunakan obat tetes mata secara cukup teratur yaitu sebanyak 35 (58,3%), sedangkan tersedikit dengan penggunaan obat tetes mata sangat teratur yaitu sebanyak 2 (3,3%). Kemudian pada kelompok subjek yang tidak mengalami CVS, lebih banyak menggunakan tetes mata secara cukup teratur yaitu sebanyak 17 (28,3%), sedangkan lebih sedikit menggunakan obat tetes mata yang kurang teratur yaitu sebanyak 3 (5%). Gambaran CVS berdasarkan ketepatan penggunaan tetes mata dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 5. Gambaran CVS berdasarkan sikap terhadap kesehatan mata

Variabel

Sikap Terhadap Kesehatan Mata

Total

Baik

Cukup

Mengalami CVS

21 (35,0%)

19 (31,7%)

40 (66,7%)

Tidak mengalami CVS

11 (18,3%)

9 (15,0%)

20 (33,3%)

Total

32 (53,3%)

28 (46,7%)

60 (100,0%)


Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak memiliki pola penggunaan obat tetes mata yang tepat yaitu sebanyak 23 (38,3%), sedangkan pada kelompok subjek yang tidak mengalami CVS lebih banyak memiliki pola penggunaan obat tetes mata yang kurang yaitu sebanyak 15 (25%).

PEMBAHASAN

Tabel 6. Gambaran CVS berdasarkan keteraturan penggunaan obat tetes mata


Variabel

Pola Keteraturan

Total

Kurang Teratur

Cukup Teratur

Sangat Teratur

Mengalami CVS

3 (5,0%)

35 (58,3%)

2 (3,3%)

40 (66,7%)

Tidak mengalami CVS

3 (5,0%)

17 (28,3%)

0 (0%)

20 (33,3%)

Total

6 (10,0%)

52 (86,7%)

2 (3,3%)

60 (100,0%)


Jumlah subjek yang terlibat pada penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Didapatkan data mengenai prevalensi CVS pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Cabang Denpasar dengan jumlah subjek yang mengalami CVS sebanyak 40 orang (66,7%) dan yang tidak mengalami CVS sebanyak 20 orang (33,7%). Beban kerja yang terbilang cukup besar ditemukan oleh peneliti sesuai dengan pengelompokan oleh The University of North Carolina di Asheville yang menyatakan pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus-menerus.2

Tabel 7. Gambaran CVS berdasarkan ketepatan penggunaan obat tetes mata.


Intensitas penggunaan komputer yang rendah tetapi dalam waktu lama bisa menimbulkan gangguan fisiologis (Debby et. al, 2013), dimana sesuai dengan temuan peneliti, beban kerja dengan intensitas penggunaan komputer dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan timbulnya keluhan – keluhan pada mata yang terdapat pada CVS.5

Variabel

Pola Penggunaan

Total

Tepat

Kurang Tepat

Mengalami CVS

23 (38,3%)

17 (28,3%)

40 (66,7%)

Tidak mengalami CVS

5 (8,3%)

15 (25,0%)

20 (33,3%)

Total

28 (46,7%)

32 (53,3%)

60 (100,0%)


Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak pada usia 30-40 tahun yaitu sebanyak 21 orang (35%). Studi oleh William (2016) mengenai penggunaan obat tetes mata pada 28 pasien dengan keluhan subjektif mata, didapatkan rerata usia berada pada dekade ke empat kehidupan yang lebih banyak mengalami keluhan mata.

Temuan ini merupakan temuan yang serupa oleh peneliti.6

Pada usia yang lebih tua ataupun lebih muda lebih mudah untuk terjadi.7 Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada produksi air mata.8 Struktur air mata terdiri atas air, elektrolit, antibodi, lisosom, dan lemak yang melapisi permukaan mata, berkurangnya air mata menyebabkan mata lebih meningkatkan resiko untuk timbulnya berbagai penyakit mata, salah satunya adalah Computer Vision Syndrome.9 Proses terssebut menyebabkan pada orang yang lebih tua lebih rentan untuk mengalami suatu CVS. Melalui temuan dari penelitian ini, korelasi yang sama terdapat pada studi yang dilakukan Bhanderi (2008), produksi air mata mengalami penurunan dengan meningkatnya usia, dan penguapan air mata senyatanya akan mengalami penurunan dengan adanya peningkatan usia. Hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengaruh usia dengan meningkatnya kejadian CVS.10

Ditilik dari hasil penelitian, pada subjek yang mengalami CVS lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 (38,3%). Suatu studi yang dilakukan oleh Ranasinghe (2016) mengenai prevalensi dan faktor resiko dari CVS pada 2210 subjek, mendapatkan bahwa gender perempuan lebih banyak mengalami keluhan mata. Hal ini dikaitkan dengan faktor resiko dari CVS yaitu penggunaan lensa kontak yang lebih sering digunakan oleh jenis kelamin perempuan.11 Disamping itu, keluhan mata kering dua kali lebih sering dialami perempuan (4,8%) dibandingkan laki – laki (2,2%), pada studi Versura (2005), dinyatakan bahwa penipisan tear film pada wanita terjadi lebih cepat dibandingkan pada laki – laki. Terutama pada wanita yang menopause, keluhan mata kering yang merupakan gejala CVS yang lebih tinggi dijumpai pada wanita.12

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan CVS yaitu sebanyak 31 (51,7%). Penelitian yang dilakukan oleh Tamsuri (2011) mengenai pengetahuan kesehatan mata pada 322 remaja, mendapatkan hasil bahwa proporsi tingkat pengetahuan baik pada subjek adalah 14%, pengetahuan cukup adalah 47,7%, dan pengetahuan kurang adalah 38,3%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas dari remaja memiliki tingkat pengetahuan yang kurang akan kesehatan mata. Temuan tersebut merupakan temuan yang bertolak belakang dengan yang di temukan oleh peneliti.

Tidak hanya berlandaskan pada pertanyaan umum saja, namun pertanyaan spesifik yang

dilontarkan pada kuesioner mengenai jarak yang tepat antara mata dengan monitor saat berhadapan dengan layar mampu dijawab dengan tepat oleh 49 responden (81,6%). Pengetahuan spesifik terhadap suatu kebiasaan sehari – harinya dapat dijawab dengan baik oleh responden, walaupun masih terdapat 11 orang yang memilih jawaban yang kurang tepat (18,3%). Mengingat pengaturan jarak monitor ini tentunya merupakan suatu kesatuan yang dapat mempengaruhi tingkat kualitas kesehatan mata utamanya pada pengguna komputer dengan intensitas yang cukup tinggi dalam kesehariannya.13

Berdasarkan data kuesioner, didapatkan data bahwa subjek yang mengalami CVS memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan CVS itu sendiri yakni sebesar 31 responden (51,7%), sedangkan hasil yang sama juga ditemukan pada kelompok subjek yang tidak mengalami CVS, lebih banyak memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 15 (25%). Korelasi antara tingkat pengetahuan dan kejadian CVS yang masih diderita oleh subjek tentunya tetap dipengaruhi oleh banyak faktor yang dimulai dari kepribadian, bakat bawaan, intelegensi, kebiasaan, umur dan usia, lingkungan dan pendidikan. Pengetahuan adalah sebuah hasil penelusuran, dan hal ini terjadi setelah seseorang menggunakan pengindraan akan suatu objek tertentu sesuatu obyek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sehingga dapat di simpulkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang di ketahui melalui proses penginderaan terhadap objek tertentu baik melalui pendidikan ataupun pengalaman.14

Pada penelitian ini tingkat pendidikan subjek berada pada level sarjana 1 dan diploma 3 dengan proporsi 66.3% dan 33.7% secara berurutan. Keadaan ini tentunya memberikan pengaruh akan dampak pengetahuan akan kesehatan mata. Seperti telah diketahui bahwa tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil dari kuesioner yang disebar oleh peneliti, semakin tinggi tingkat pendidikan maka hal tersebut berbanding lurus terhadap tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh subjek.

Melalui hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak memiliki sikap yang baik akan kesehatan mata yaitu sebanyak 21 (35%). Penelitian oleh Maloring (2013) terkait sikap terhadap kesehatan mata pada pasien katarak mendapatkan hasil sebagai berikut yaitu sikap baik dengan

proporsi 85.7%, dan sikap kurang yaitu 14.3%. Hasil tersebut sesuai dengan apa yang ditemukan dalam penelitian ini.15

Temuan yang sama terdapat pada studi Al Rasheed (2017) menyatakan bahwa pada 711 responden terdapat sikap yang baik akan kepedulian terhadap kesehatan mata yakni sebesar 68,2%. Penelitian ini melibatkan beberapa segmen usia yang terbilang lebih luas, yang mendapatkan hasil bahwa kepedulian terhadap kesehatan mata ditinjau lebih baik pada orang yang lebih tua. Hal ini disinyalir dikarenakan tingkat pengalaman, dan kualitas pendidikan yang semakin tinggi, sesuai dengan temuan peneliti yang melibatkan subjek dengan tingkat kualitas pendidikan yang terbilang cukup tinggi dan tidak melibatkan subjek dengan usia yang terbilang sangat muda atau usia sekolah.16

Mata merupakan panca indra satu – satunya yang berfungsi sebagai indra pengelihatan, pada subjek penelitian penggunaan indra pengelihatan sangat penting dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari. Sehingga kepedulian sikap akan kesehatan matapun tentunya akan baik.

Pada kelompok subjek yang mengalami CVS, terbanyak menggunakan obat tetes mata secara cukup teratur yaitu sebanyak 35 (58.3%), sedangkan tersedikit dengan penggunaan obat tetes mata sangat teratur yaitu sebanyak 2 (3.3%). Suatu studi oleh Skilling (2005) mengenai intervensi penggunaan tetes mata pada pengguna komputer yang memiliki keluhan subjektif pada 50 subjek. Pada penelitian tersebut semakin teratur seseorang menggunakan obat tetes mata maka keluhan pada mata akan berkurag.17

Penggunaan obat tetes mata yang direkomendasikan adalah yang berfungsi sebagai pengganti air mata. Hal ini sesuai dengan isi kuesioner yang menyatakan para subjek menggunakan obat tetes mata walau hanya dengan keluhan yang ringan saja, kecenderungan penggunaan obat tetes mata tersebut berkaitan dengan pekerjaan para subjek yang mengantisipasi adanya keluhan mata lanjutan dengan cara memberi pengganti air mata sehingga pekerjaan di depan komputer menjadi lebih ergonomis.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui pada kelompok subjek yang mengalami CVS lebih banyak memiliki pola penggunaan obat tetes mata yang baik yaitu sebanyak 23 (38.3%). Pada suatu studi oleh Stone (2009), mengenai penggunaan tetes mata secara tepat pada pasien dengan glaukoma. Pada penelitian tersebut secara garis besar telah melakukan cara penetesan obat tetes mata secara tepat. Pada 92.8% pasien menyatakan tidak memiliki masalah dalam menggunakan obat tetes mata, dan 61.9% pasien tidak pernah meleset dalam

melakukan penetesan obat tetes mata. Temuan tersebut sesuai dengan apa yang ditemukan oleh peneliti, bahwa pada sebagian besar subjek telah melakukan penetesan mata secara tepat.18

Ditilik dari segi higienitas, ketepatan subjek dalam memperhatikan segi higienitas dalam menggunakan obat tetes mata telah dilakoni oleh 41 responden (68,3%) yang memilih untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum meneteskan obat tetes mata, dan sebanyak 33 responden (55%) memilih untuk mempergunakan media cermin agar tetesan tepat mengenai mata dan tidak meleset. Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Stone (2009), bahwa metode penggunaan obat tetes mata berdasarkan ketepatan tidak menimbulkan keluhan yang berat atau menemukan kesulitan dalam pengaplikasian obat tetes mata itu sendiri.18

SIMPULAN

Prevalensi CVS pada PT. Telekomunikasi Indonesia adalah 66,7%. Kelompok usia 30-40 tahun lebih banyak mengalami CVS dibandingkan dengan usia subjek yang lebih muda. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami CVS dibandingkan dengan perempuan pada studi yang dilakukan di PT. Telekomunikasi Indonesia. Tingkat pengetahuan subjek akan kesehatan mata adalah baik. Subjek dengan CVS cukup teratur dalam menggunakan obat tetes mata. Subjek peneltian telah memahami bagaimana menggunakan obat tetes mata secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Reddy SC, Low CK, Lim YP, Low LL, Mardina F, Nursaleha MP. Computer Vision Syndrome: A Study Of Knowledge And Practices In University Students. Nepal J Ophthalmol. 2013.5(10);161-168

  • 2.    Jatinder B, Neeraj N, Bali RT. Computer vision syndrome: A study of the knowledge, attitudes and practices in Indian Ophthalmologists. J In Opth. 2007. 55(2);289–293.

  • 3.    Rosenfiel M. Computer Vision Syndrome: A Review Of Ocular Causes And Potential Treatments. Ophthalmic & Physiological Optics. 2011. 31(4);502–515.

  • 4.    Nourmayanti D. Skripsi: ‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. E-prints FKIK UIN Syarif Hidayatulah. 2010.2(1);116-122.

  • 5.    Ishak. Desain Ergonomi Stasiun Kerja. Jurnal Saintikom. 2011. 10(1);13-22.

  • 6.    William N, Sruthi S, Diane H, Lyndon J. The Relief of Dry Eye Signs and Symptoms Using a Combination of Lubricants. Lid Hygiene and Ocular Nutraceuticals. 2016.6(3);28-34.

  • 7.    Yan Z, Liang H, Hao C, Fan L. Computer Vision Syndrome: A widely spreading but largely unknown epidemic among computer users. Computers in Human Behavior. 2008. 24(1);2026–2042.

  • 8.    Clayton B, Vishnu S, Khattak A. Computer Vision Syndrome : a review. Survey of ophthalmology. 2005. 60(3);253-262.

  • 9.    Lurati R. Computer vision syndrome implication for occupational health nurse. Work Place Health and Safety Journals. 2017.20(10);1-5.

  • 10.    Bhanderi, D., Sushikumar, Vikas. A Community –Based Study pf Asthenopia in Computer Operators. IJO. 2008. 56 (1);51-55.

  • 11.    Ranashinghe P, Wathurapatha WS, Perera YS, Lamabadusurya DA, Kulatunga S, Jayawaqrdhana N. Computer vision syndrome among computer office workers in developing country: an evaluation of prevalence and risk. BMC Res Note. 2016. 9(1);1-9.

  • 12.    Madhupriya LM, Hegde SK. Computer vision syndrome and associated factors among

medical and engineering students in Chennai. Annals of Medical and Science Research. 2017. 4(2);179-185.

  • 13.    Permenkes RI No 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran. 2016. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

  • 14.    Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. 2005. Jakarta: Rineka Cipta.

  • 15.    Maloring N, Kaawoan A, Onibala F. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan perawatan pada pasien post operasi katarak di Balai Kesehatan Mata masyarakat Sulawesi Utara. JKSU. 2013. 2(1);1-9.

  • 16.    Al R, Waleed BA, Amron, AA, Zarban MS. Almasri AS, Mirza RK. Public Awareness regarding Common Eye Diseases among Saudi Adults in Riyadh City: A Quantitative Study. JORC. 2017.8(3);102-110.

  • 17.    Skilling FC, Weaver TA, Kenneth PK, Ford JG, Dussis EM. Effect of two eyedrop product on computer users with subjective ocular discomfort. Clin Res Opth. 2005.76(1);47-54.

  • 18.    Stone JL, Robin AL, Covert DW, Cagle GD. An objective evaluation of eyedrop installation in patients with glaucoma. Clinical Science. 2009. 127(6);734-736.

240

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum