ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 5, MEI, 2018 : 230-233 ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Sub Bagian Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah

Corresponding email:

[email protected]


Infeksi saluran kemih berhubungan dengan peningkatan nilai prostate specific antigen pada pasien benign prostate hyperplasia di Rumah Sakit Sanglah

Nyoman Khrisna Dharmawan1, Gede Wirya Kusuma Duarsa2

ABSTRAK

Peningkatan nilai Prostate Specific Antigen ( PSA ) disebabkan oleh berbagai hal terkait kelainan pembesaran pada prostat seperti kanker prostat dan Benign Prostate Hyperplasia (BPH), Infeksi saluran kemih (ISK) bisa menyebabkan inflamasi dan iritasi pada sel epitel prostat sehingga bisa menyebabkan pembengkakan pada prostat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ISK berhubungan dengan peningkatan nilai PSA pada pasien BPH. Penelitian ini dilakukan dengan cara mencatat pasien yang datang ke poliklinik urologi dengan diagnosis BPH antara bulan Juli sampai Oktober 2015, Kemudian pasien dievaluasi dengan diambil sample urinnya untuk selanjutnya dikultur guna mengetahui apakah pasien mengalami ISK atau tidak. Kemudian juga diambil sample darahnya untuk mengetahui kadar nilai PSA dengan cut-off point 4ng/ml. Analisa statistik yang digunakan yaitu tes uji normalitas Saphiro wilk, dan Chi-Square untuk mengetahui korelasi antara PSA dan ISK. Didapatkan 24 pasien BPH yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 12 pasien BPH dengan kultur urin positif dan 12 pasien BPH dengan kultur urin negative dengan rerata usia sampel pada penelitian adalah 64 ±2 tahun. Mean rank PSA pada kelompok pasien BPH dengan kultur urin positif adalah 17,25 sedangkan pada pasien BPH dengan kultur urin negative sebesar 7,75 (p=0,001), Pada uji korelasi Chi Square didapat 6 pasien pada kelompok pasien BPH dengan kultur urin positif memiliki nilai PSA tinggi dan sisanya mempunyai psa rendah (p=0,005).Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara nilai PSA dengan kultur urin pada pasien dengan BPH

Kata kunci: Benign prostate hyperplasia, infeksi saluran kemih, prostate specific antigen

ABSTRACT

Increasing the value of Prostate Specific Antigen (PSA) is caused by various things related to abnormal enlargement of the prostate such as prostate cancer and benign prostate hyperplasia (BPH), urinary tract infection (UTI) can cause inflammation and irritation of the epithelial cells of the prostate that can cause swelling of the prostate. This study aims to determine whether UTI associated with increased PSA value in patients with BPH. This research was conducted by recording a patient who came to the urology clinic with a diagnosis of BPH between July and October 2015, then patients were evaluated with a urine sample taken for further cultured to determine if the patient has a UTI or not. Then also taken blood samples to determine levels of PSA values with a cut-off point of 4 ng / ml. The statistical analysis used is the test Shapiro Wilk normality test, and Chi-Square to determine the correlation between PSA and UTI. Obtained 24 BPH patients were divided into 2 groups: 12 patients with BPH with positive urine culture and 12 BPH patients with negative urine culture with a mean age of the sample in the study was 64 ± 2 years. The mean rank of PSA in BPH patient group with positive urine culture was 17.25, while in BPH patients with negative urine cultures of 7.75 (p = 0.001), In the test Chi Square correlation obtained 6 patients in this group of patients BPH with positive urine culture had a high PSA values and the rest have lower psa (p = 0.005). There can be concluded that the relationship between the PSA value by urine culture in patients with BPH

Keywords: Benign Prostate Hyperplasia, Urinary Tract Infection, Prostate Specific Antigen

Diterima : 4 April 2018

Disetujui : 26 April 2018

Diterbitkan : 14 Mei 2018


PENDAHULUAN

Hiperplasia Prostat Benigna (BPH) merupakan salah satu dari sebagian besar penyakit penuaan pada pria lanjut usia, mempunyai keterkaitan dengan menunjukkan gejala gangguan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) yang mempengaruhi kualitas hidup dengan mengganggu

aktivitas sehari-hari.1 BPH secara histologi merupakan pembesaran prostat yang diakibatkan oleh proliferasi dari sel stromal dan epithel yang terjadi pada zona transisi dan kelenjar periurethral. Komplikasi dari penyakit BPH adalah Infeksi Saluran Kencing (ISK).2

Epidemiologi pada pasien BPH sendiri tercatat ada sekitar 800 juta orang yang mengalami

BPH di seluruh dunia tahun 2000 menurut WHO, 40-49 tahun dan sebanyak 28% pada umur lebih dari 70 tahun.3 Sebuah studi multisenter yang dilakukan di berbagai negara di Asia menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan di Amerika. Prevalensi meningkat dari 18% untuk laki-laki di usia 40-49 tahun menjadi 56% bagi mereka yang berusia 40-79 tahun.4 Apabila dilihat secara histologi, umumnya penyakit BPH terjadi pada 20% pria di usia 40-50 tahun, dan meningkat secara drastis pada usia 60-70 tahun, yaitu sekitar 90%. Di Indonesia, BPH menempati urutan kedua setelah batu saluran kemih. Pasien BPH bergejala di Indonesia yang berjumlah sekitar 80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031.5

Studi epidemiolologi prostatitis yang dilakukan di Amerika Serikat, menemukan bahwa prostatitis merupakan diagnosis terhadap 2.000.000 kunjungan pertahunnya, lebih rincinya 700.000 kunjungan oleh pria berumur 18-50 tahun dan 900.000 kunjungan oleh pria >50 tahun. Studi lanjutan juga dilakukan dan diperoleh pasien dengan riwayat BPH mempunyai 7.7 kali lipat kemungkinan pernah mengalami prostatitis.2

Pada pasien BPH dan ISK sama-sama ditemukan adanya kenaikan kadar Prostate Specific Antigen (PSA) dalam darah, berbagai studi telah membuktikan bahwa kenaikan PSA dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pembesaran prostat yang diakibatkan oleh inflamasi luar pada infeksi saluran kemih, dan inflamasi pada diri sendiri (self inflammation) karena distrupsi pada sel epitel prostat (BPH).6, 12

Studi yang dilakukan oleh Ulleryd dkk (1999) menemukan bahwa mayoritas dari laki-laki yang menderita ISK mempunyai kadar median PSA sebesar 14.1 ng/mL saat fase akut infeksi, dimana tetap tinggi selama beberapa selang waktu, bahkan sampai 6 bulan untuk kembali ke level normal.7 ISK sendiri juga terbukti mempunyai hubungan terhadap terjadinya BPH.8 Berdasarkan kajian di atas, penulis ingin melakukan penelitian terhadap hubungan nilai PSA dengan ISK pada pasien BPH di RS Sanglah.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik yang merupakan suatu bentuk penelitian yang memberi gambaran tentang realitas pada objek yang diteliti secara obyektif. Dengan menggunakan pendekatan waktu cross sectional. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien BPH dengan atau tanpa ISK yang tercatat dalam rekam medis pada bulan Juli hingga Oktober 2015. Kriteria eksklusi pada penelitian ini

adalah pasien dengan keganasan prostat, pasien yang mendapat terapi antibiotik, dan pasien dengan penggunaan kateter urin. Subjek penelitian ini direkrut melalui metode konsekutif hingga terkumpul 24 orang subjek penelitian. Analisis statistik yang digunakan adalah uji Mann Whitney untuk membandingkan nilai PSA dan uji Chisquare untuk mengetahui hubungan ISK dengan BPH. Nilai dianggap bermakna apabila p<0.05.

HASIL

Subjek penelitian berjumlah 24 orang yang terdiri atas 12 orang BPH dengan ISK (kultur urin positif) dan 12 orang pasien BPH tanpa ISK (kultur urin negatif, rerata usia pada subjek penelitian ini adalah 64 ± 2 tahun. Perbandingan nilai PSA pada pasien ISK dan tanpa ISK dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Mann-Whitney

Variabel

Kelompok

Rerata Rank

Nilai Z Nilai p

Kultur urin

17,25

Nilai

(+)

-3,291 0,001

PSA

Kultur Urin

7,75

(-)

Pada Tabel 1, dapat di ketahui Nilai Rank untuk kelompok kultur positif adalah 17,25 dan nilai Rank untuk kultur negatif adalah 7,75, nilai rank menggambarkan jumlah rerata nilai PSA pada setiap kelompok. Nilai p pada uji Mann-Whitney adalah 0,001, hal ini menunjukkan secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai PSA pada kedua kelompok. Nilai PSA lebih tinggi pada kelompok kultur urin positif. Analisis hubungan antara ISK dan PSA pada pasien BPH dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan ISK dengan PSA pada pasien BPH

Variabel

Kultur Urin Positif

Kultur Urin Negatif

Nilai p

PSA Tinggi

6 (50%)

6 (50%)

0,005*

PSA Rendah

0 (0%)

12 (100%)

*Uji Chi-Square

Pada Tabel 2, Nilai PSA yang tinggi memiliki kecendrungan yang sama pada pasien dengan kultur urin positif dan kultur urin negative, sedangkan nilai PSA rendah cenderung dimiliki

oleh pasien dengan kultur urin negatif, nilai p dari uji Chi-Square adalah 0,005, sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara nilai PSA dengan kultur urin pada pasien dengan BPH.

PEMBAHASAN

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan suatu penyakit kelainan pada prostat yang umumnya menyerang pasien lanjut usia. Umumnya penderita penyakit BPH menunjukkan gejala yang khas seperti nokturia, frekuensi dan urgensi urin, penurunan laju aliran urin, pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, dan hesitancy/keragu-raguan untuk berkemih yang sering dirangkum menjadi lower urinary tract symptoms (LUTS). BPH secara histologi merupakan pembesaran prostat yang diakibatkan oleh proliferasi dari sel stromal dan epithel yang terjadi pada zona transisi dan kelenjar periurethral. Saat sel epitel melipat gandakan diri diluar batas normal dalam kondisi jinak seperti BPH atau ganas pada kondisi kanker prostat, hal itu akan menyebabkan pelepasan glycoprotein secara berlebihan yang disebut Prostate Specific Antigen (PSA). PSA kemudian akan mengalami difusi kedalam jaringann sirkulasi di sekitar epitel dan akhirnya menyebabkan peningkatan kadar PSA dalam darah.9

Penyakit BPH yang tidak ditangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi diantaranya infeksi saluran kencing (ISK). ISK sendiri juga merupakan faktor pencetus dari pembesaran prostat jinak, Peradangan sel epitel prostat akan menyebabkan distrupsi sel epitel prostat dan memaksa PSA untuk berdifusi pada jaringan sirkulasi darah sekitar.3

Pernyataan ini sesuai dengan hasil uji chi square pada dua kelompok pasien BPH dengan kultur urin positif dan negative, dimana dari jumlah 24 orang sampel didapatkan 6 sample dari kelompok pasien BPH dengan kultur urin positif mempunya nilai PSA tinggi melebihi batas normal yang telah di tentukan (4ng/ml), sedangkan pasien BPH dengan kultur urin negative nilai psa dalam batas normal dengan nilai p=0,005. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ulleyrd dkk (1999) juga didapatkan bahwa 58 dari 70 pasien mengalami kenaikan kadar PSA saat menderita ISK dan kemudian turun menjadi normal dalam 57%, 58%, 68% dan 76% di masing-masing 1, 3, 6 dan 12 bulan.7

ISK dapat menyebabkan peningkatan kadar PSA, karena dekatnya posisi anatomi antara saluran kemih dengan prostat. Infeksi dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada sel prostat sehingga kadar PSA naik. Kadar PSA yang meningkat pada

pasien ISK, mencerminkan mekanisme pertahanan bawaan dari prostat.10, 11

SIMPULAN

Terdapat hubungan antara nilai PSA dengan kultur urin pada pasien dengan BPH. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada nilai PSA antara kelompok kultur urin positif dan kultur urin negatiF pada pasien BPH, dan nilai PSA secara statistik lebih tinggi pada kelompok dengan kultur urin positif.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Piovesan A, Freire G, Torricelli F, Cordeiro P, Yamada R, Srougi, M. Incidence of histological prostatitis and its correlation with PSA density. Clinics. 2009. 64(11);1049-1051.

  • 2.    Krieger J, Lee S, Jeon J, Cheah P, Liong M, Riley D. Epidemiology of prostatitis. International Journal of Antimicrobial Agents. 2008. 31;85-90.

  • 3.    Roehrborn C. Male Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) and Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Medical Clinics of North America. 2011. 95(1);87-100.

  • 4.    Beckman TJ, Mynderse LA. Evaluation and Medical Management of Benign Prostatic Hyperplasia. Mayo Clinic proceedings. 2005. 80(10);1356-1362.

  • 5.    Hasbullah B. Angka Kejadian Komplikasi Lambat Pascaoperasi Prostatektomi Transvesikaldan Reseksi Transuretral pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Biomedika. 2009. 1(1);1-5.

  • 6.    Lepor H. Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of Benign Prostatic Hyperplasia. Reviews in Urology. 2004. 6(9);34-41.

  • 7.    Ulleryd P, Zackrisson B, Aus G, Bergdahl S, Hugosson J, Sandberg T. Prostatic involvement in men with febrile urinary tract infection as measured by serum prostate-specific antigen and transrectal ultrasonography. BJU Int. 1999. 84(4);470–474.

  • 8.    Daniels N, Ewing S, Zmuda J, Wilt T, Bauer D. Correlates and prevalence of prostatitis in a large community-based cohort of older men. Urology. 2005. 66(5);964-970.

  • 9.    Purnomo B. Dasar - Dasar Urologi Edisi ke-3. Jakarta: CV Sagung Seto. 2011. p. 123-142.

  • 10.    Townes C, Ali A, Gross N, Pal D, Williamson S, Heer R, Robson C, Pickard R, Hall J. Prostate specific antigen enhances the innate defence of prostatic epithelium against Escherichia coli infection. The Prostate. 2013.73(14);1529-1537.

  • 11.    Zackrisson B, Ulleryd P, Aus G, Lilja H, Sandberg T, Hugosson J. Evolution of free, complexed, and total serum prostate-specific antigen and their ratios during 1 year of followup of men with febrile urinary tract infection. Urology. 2003.62(6);287-281.

  • 12.    Duarsa GWK, Lesmana R, Mahadewa TGB. High serum prostate specific antigen as a risk factor for moderate-severe prostate inflammation in patients with benign prostatic hyperplasia. Bali Med J. 2016;4(3):148-151.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

233