ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 5, MEI, 2018 : 211-216

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diagnosis cepat infeksi saluran kemih dengan menghitung jumlah leukosituria pada urinalisis metode flowcytometry sysmex UX-2000 dengan baku emas kultur urin di RSUP Sanglah Denpasar

Fernanda Savitri Mega Pratistha1, I Wayan Sudhana2, I Wayan Losen Adnyana3

ABSTRAK

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi bakteri pada saluran kemih, merupakan salah satu penyakit infeksi tersering di Negara berkembang. ISK menempati peringkat kedua, setelah infeksi luka operasi sebagai infeksi nosokomial. Kultur urin merupakan baku emas yang masih digunakan sampai saat ini untuk mendiagnosis ISK, namun memiliki kelemahan yaitu biaya yang mahal, dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil. Pemeriksaan urinalisis otomatis dengan metode flowcytometry dapat digunakan karena lebih praktis dan lebih cepat dalam mendiagnosis ISK. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi pada Urinalisis Otomatis metode Flowcytometry menggunakan Sysmex UX-2000. Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik dengan menggunakan data rekam medis pasien yang didiagnosis secara klinis mengalami ISK di RSUP Sanglah pada tahun 2016 sampai dengan 2017. Subjek penelitian berjumlah 100 orang dengan rentang usia 2 tahun sampai dengan diatas 65 tahun. Analisis statistik menggunakan program komputer SPSS.23 dan kurva ROC untuk mendapatkan cut-off point leukosituria paling optimal lalu dihitung sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dan akurasinya. Berdasarkan analisis kurva ROC didapatkan area under the curve (AUC) jumlah leukosituria berdasarkan metode flowcytometry sebesar 0,846 dan dengan menggunakan cut-off point ≥52,8/µL, memberikan hasil sensitivitas 82,3% spesifisitas 76,3%, nilai prediksi positif 85% nilai prediksi negatif 72,5% dan akurasi 80%. Alat Urinalisis Otomatis dengan metode Flowcytometry memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi yang tinggi sehingga dapat diterapkan untuk membantu diagnosis ISK.

Kata kunci: Infeksi Saluran Kemih, urinalisis metode flowcytometry, Kultur urin

ABSTRACT

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2 Divisi Ginjal dan Hipertensi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar 3Divisi Hematologi Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar


Urinary Tract Infection (UTI) is a bacterial infection of the urinary tract, one of the most common infectious diseases in developing countries. UTI menempati peringkat kedua, after surgical wound infection as a nosocomial infection. Urine culture is a gold standard that is often used to confirming the UTI diagnosis, but has some limitation that is expensive and time consuming to get results. The urine analyzer by flowcytometry method can be used because it is more practical and faster to diagnosed UTI. The aim of the study is to determine the sensitivity, specificity, and accuracy on the automatic urine analyzer by flowcytometry of Sysmex UX-2000. This study is a diagnostic test. Data used in this study is patient who is diagnosed UTI clinically in Sanglah Central Hospital from 2016 until 2017. Subject of the study were 100 people with aged 2 years till up to 65 years. The statistical analysis computer program SPSS.23 and ROC curve to get the most optimal cut off point for leukocytes count then calculated sensitivity, specificity, positif predictive value, negative predictive value and accuracy. Based on Receiver operating characteristic (ROC) curve analysis showed an area under the curve (AUC) for leukocytes count is 0.846 and applying cut off point ≥52.8/µL has a sensitivity 82,3%, specificity 76,3%, positive predictive value 85% negative predictive value 72.5% and accuracy 80%. Automatic Urine Analyzer by Flowcytometry Method has high Sensitivity, Specificity, and Accuracy so that it can be applied to help diagnosed UTI.

Keywords: Urinary Tract Infection, flowcytometry urine analyzer, Urine Culture

PENDAHULUAN

tersering (23.9%) di negara berkembang setelah infeksi luka operasi sebagai infeksi nosocomial. Sedangkan prevalensi ISK komunitas adalah sekitar 10%. Infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.1 ISK merupakan keadaan dimana saluran kemih terinfeksi oleh patogen sehingga menyebabkan adanya bakteri


Diterima : 4 April 2018

Disetujui : 24 April 2018

Diterbitkan : 8 Mei 2018


Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada negara berkembang tak terkecuali indonesia. Salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan adalah infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi bakteri pada saluran kemih. ISK menempati peringkat kedua

pada urin yang dihasilkan. ISK secara umum dibagi menjadi dua yaitu ISK atas yang melibatkan ginjal dan ISK bawah. Gejala yang paling umum ditimbulkan ISK adalah nyeri perut bawah atau nyeri pada regio suprapubis yang di perburuk pada saat buang air kecil dan disertai demam sumer-sumer. Beberapa orang lebih rentan untuk menderita ISK diantaranya adalah orang dengan abnormalitas struktur dan fungsi pada saluran kemih seperti adanya kista dan divertikel, serta defek neurologis yang menyebabkan retensi urin. Adanya benda asing pada saluran kemih, keabnormalitasan metabolik dan menurunnya status imunitas juga dapat memicu timbulnya ISK.2 Diagnosis ISK dapat ditegakkan apabila hasil anamnesis sesuai dengan gejala, pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nyeri tekan suprapubik yang dipastikan dengan pemeriksaan urin mikroskopik yang menunjukkan peningkatan >103 bakteri per lapang pandang.3

ISK dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri. Jenis bakteri penyebab ISK dapat diketahui dengan cara melakukan kultur pada urin yang dilakukan pada pasien dengan ISK berulang atau ISK dengan komplikasi.3

Diagnosis ISK selama ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mendukung adanya tanda dan gejala terjadinya ISK. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyakit yang terdiagnosis. Pemeriksaan penunjang ISK selama ini menggunakan baku emas berupa kultur urine untuk melihat adanya patogen penyebab ISK dan jumlah kolonisasi bakteri yang digunakan sebagai salah satu syarat dari diagnosis ISK.4 Kultur urin memiliki kelemahan berupa mahal dan lama serta dapat memperoleh hasil negative sampai 60-80% sehingga dibutuhkan baku standar diagnostik baru yang dapat mengantikan kultur urin.4,5 Sebuah alat diagnostik baru yang bekerja secara otomatis sudah mulai banyak digunakan pada beberapa senter kesehatan berupa metode flowcytometry yang dapat mendeteksi partikel dalam urin termasuk leukosit dan bakteria dalam waktu yang cepat dengan mewarnai partikel dalam urin menggunakan pewarna floresen, dalam studi dikatakan bahwa alat ini memiliki sensitivitas 89% dengan spesifisitas 79%.6

Pengobatan ISK berdasarkan pedoman praktik klinis dai fasilitas pelayanan kesehatan primer yang terbaru pada tahun 2014 dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu tata laksana nonfarmakologis yaitu dengan minum air putih minimal 2 liter/hari, dan menjaga kebersihan genitalia eksternal sedangkan tata laksana dengan medikamentosa berupa pemerian tablet trimetropim-sulfametaksasol sebanyak 2 tablet

untuk 2 kali minum selama 3 hari atau pemberian tablet ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari yang dikonsumsi selama 3 hari. Mengingat resistensi bakteri penyebab ISK yang dominan (E.Coli) pada kedua jenis obat diatas cukup tinggi, hal ini menjadi sebuah masalah yang harus diperhatikan untuk strategi penatalaksanaan kasus ISK. ISK yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi berupa ISK yang sering kambuh, gagal ginjal, dan sepsis.3

Diagnsosis tepat dari ISK dirasa sangat penting untuk diketahui agar dapat memberikan pasien pengobatan yang sesuai. Baku emas yang selama ini digunakan masih merupakan hal yang sulit dilakukan mengingat biaya yang tinggi dan waktu pemosresan yang lama. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat sebuah penelitian Uji Diagnostik mengenai nilai diagnostik dari urinalisis otomatis metode flowcytometry (Sysmex, UX-2000 corp., Japan) terhadap kultur urin sebagai baku standar untuk alat diagnosis penunjang ISK. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan pengambilan data rekam medis pasien di bagian ilmu penyakit dalam RSUP Sanglah Denpasar, dimana rumah sakit tersebut bukan hanya menjadi rujukan utama pasien se-Bali akan tetapi menjadi rujukan utama se-Indonesia Timur. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui nilai diagnostik urinalisis otomatis dengan metode Flowcytometry sysmex ux-2000 sehingga kedepannya dapat memudahkan dan mempercepat diagnosis ISK, sehingga didapatkan kemajuan dalam penanganan ISK.

METODE

Jenis penelitian merupakan uji diagnostik untuk menganalisis sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, dan nilai akurasi dari pemeriksaan Urinalisis metode flowcytometry. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah pada bulan Juni-Oktober 2017. Subjek penelitian berasal dari data rekam medis pasien yang mengalami ISK dan diperiksa kultur urin serta flowcytometry urin. Subjek dicari melalui metode konsekutif hingga terpeuhi jumlah subjek yang diinginkan. Analisis data melalui kurva ROC dan tabel 2x2 yang kemudian ditentukan nilai sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV), negative predictive value dan akurasi dalam mendiagnosis ISK.

HASIL

Penelitian ini menggunakan data rekam medis pasien yang didiagnosis secara klinis menderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) di

Tabel 1. Karakteristik Subjek

Karakteristik

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Usia

Mean ± SD

47,7 ± SD 19,2

Anak-anak (0-14)

9

9%

Remaja (15-24)

5

5%

Dewasa (25-59)

57

57%

Manula (≥60)

29

29%

Jenis Kelamin

Laki-laki

48

48%

Perempuan

52

52%

Kultur urin

Kultur positif

62

62%

Kultur negatif

38

38%

Total

100

100%

Tabel 2. Bakteri penyebab ISK berdasarkan kultur urin

Jenis Kuman

n

%

Eschericia coli

44

44%

Klebsiela pneumonia

9

8%

Acinetobacter baumanii

6

6%

Pseudomonas aeruginosa

4

4%

Enterobacter cloacae

3

3%

Enterococus taeccium

3

3%

Serratia fonticola

2

2%

Enterococcus faecalis

1

1%

Morganela morganii

1

1%

Providencia stuartii

1

1%

Proteus mirabilis

1

1%

Citobacter youngae

1

1%

Stapilokokus epidermis

1

1%

Tidak ada pertumbuhan

23

23%

Total

100

100%


RSUP Sanglah tahun 2016 sampai dengan 2017. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2017 dan didapatkan 100 jumlah subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat diketahui dari 100 subjek yang digunakan rerata usia pada kasus ISK adalah 47,7 tahun dengan proporsi terbanyak pada rentang usia 25 sampai dengan 59 tahun sebanyak 57 orang (57%). Berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa dari 100 subjek yang didiagnosis secara klinis mengalami ISK pada

periode tahun 2016 sampai dengan 2017, kasus paling sering dialami oleh perempuan dengan jumlah 52 orang (52%). Berdasarkan hasil kultur urin dapat diketahui diketahui dari 100 pasien yang didiagnosis secara klinis mengalami ISK terdapat 62 orang (62%) dengan hasil kultur positif, dan 38 orang (38%) hasilnya negatif. Jenis bakteri penyebab ISK berdasarkan kultur urin dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 diatas diketahui bahwa dari 100 sampel kultur urin terdapat tiga jenis bakteri terbanyak sebagai penyebab ISK yaitu Eschericia coli sebanyak 44 (44%), Klebsiela pneumonia sebanyak 9 (9%), dan Acinetobacter baumanii sebanyak 6 (6%). Nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan akurasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Dengan menggunakan jumlah kuman ≥105 CFU/mL pada kultur urin diperoleh cut-off point terbaik jumlah leukosituria menggunakan metode flowcytometry sebesar 52,8 cell/mL dan memberikan hasil sensitivitas 82,3%, spesifisitas 76,3% nilai prediksi positif 85% nilai prediksi negatif 72,5% dan akurasi 80%

Berdasarkan analisis kurva ROC didapatkan area under the curve (AUC) jumlah leukosituria berdasarkan metode flowcytometry Sysmex UX-2000 berdasarkan hasil kultur urin menggunakan jumlah kuman ≥105 CFU/mL adalah sebesar 0,846 (p<0,005) (Gambar 1.)

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan juli sampai dengan oktober 2017. Penelitian ini menggunakan data rekam medis pasien yang didiagnosis secara klinis menderita ISK di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016 sampai dengan 2017 yang mendapatkan pemeriksaan urinalisis menggunakan metode flowcytometry Sysmex UX-2000 dan kultur urin sebagai baku standar. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan jumlah 100 subjek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1 yang menjabarkan usia pasien ISK didapatkan hasil bahwa kasus ISK lebih sering terjadi pada sekelompok usia dengan rentang 25 sampai dengan 59 tahun yang termasuk dalam kategori dewasa dan ≥60 tahun . Pada penelitian yang dilakukan oleh Magliano dkk pada tahun 2012 di Italia Utara menyatakan bahwa pada usia ≥60 tahun paling banyak terjadi kasus ISK. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Sanjay dkk di Amerika pada tahun 2017 mendapatkan hasil yang hampir sama yaitu paling sering pada usia ≥45 tahun. Kejadian ISK meningkat pada usia dewasa dan manula disebabkan oleh karena adanya aktivitas

Tabel 3. Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan akurasi dari flowcytometri

No

Cut-off point leukosituria     Sensitivitas     Spesifisitas       PPV        NPV       Akurasi

(cell/µL)             %          %         %        %        %         AUC

1

40,5              85,5%        71,1%       82,3%      75%       80%        84,6%

2

52,8              82,3%        76,3%        85%      72,5%      80%        84,6%

3

59,4              80,6%        76,3%       84,7%     70,7%      79%        84,6%

*PPV (positive predictive value), NPV (negative predictive value), AUC (area under the curve)



Gambar 1. Kurva ROC jumlah leukosituria berdasarkan metode flowcytometry dengan jumlah kuman ≥105 CFU/mL,

AUC=0,846 (p<0,005)


sexual, penyakit kronis, gangguan fungsional genitourinaria, dan penggunaan obat-obatan tertentu.7

Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa subjek pada jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami ISK dibandingkan laki-laki dengan jumlah subjek sebesar 52 (52%) dari total subjek yang digunakan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan Sutanto pada tahun 2012 di RSUD dr. Moewardi yaitu didapatkan angka kejadian ISK pada perempuan lebih sering daripada laki-laki dengan proporsi 63 orang (65,6%). Penelitian yang dilakukan oleh Pradani di Surakarta pada tahun 2016 didapatkan hal yang sama yaitu perempuan lebih sering daripada laki-laki sebanyak 58 orang (56,86%). Banyak

yang mengatakan kejadian ini terjadi karna faktor anatomis dari alat genital perempuan yang memiliki uretra lebih pendek sehingga memudahkan untuk terjadinya ISK dibandingkan dengan laki-laki.8

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 sampel urin yang dilakukan kultur urin terdapat 62 sampel urin yang menghasilkan pertumbuhan bakteri sebesar ≥105 dan dinyatakan memiliki hasil positif. Pada pemeriksaan kultur urin terhadap 100 sampel urin didapatkan tiga belas jenis bakteri penyebab ISK pada subjek penelitian ini dengan Eschericia coli merupakan penyebab terbanyak dengan jumlah 44%. Penelitian yang dilakukan oleh Fergiawan Indra prabowo dkk pada tahun 2012 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta mendapatkan hasil yang sama yaitu Eschericia coli sebagai penyebab terbanyak ISK dengan jumlah 18 (72%) dari 25 sampel urin yang dilakukan kultur urin.

Dari penelitian Uji diagnostik ini berdasarkan didapatkan hasil cut-off point terbaik jumlah leukosituria menggunakan metode flowcytometry dengan menggunakan jumlah kuman ≥105 CFU/mL pada kultur urin adalah 52,8/mL memberikan nilai sensitivitas 82,3%, spesifisitas 76,3%%, nilai prediksi positif 85%, nilai prediksi negatif 72,5%, dan akurasi 80%. Nilai sensitivitas 82,3% berarti kemampuan jumlah leukosituria dengan metode flowcytometry senilai ≥52,8/mL menyatakan seseorang benar mengalami ISK sebesar 82,3% spesifisitas 76,3% berarti kemampuan jumlah leukosituria dengan metode flowcytometry senilai <52,8/mL menyatakan seseorang benar sehat sebesar 76,3% nilai prediksi positif 85% berarti kemungkinan seseorang dengan jumlah leukosituria ≥52,8/mL dinyatakan benar sakit sebesar 85% nilai prediksi negatif berarti kemungkinan seseorang dengan jumlah leukosituria <52,8/mL dinyatakan benar sehat sebesar 72,5%.

Hasil nilai cut-off point terbaik jumlah leukosituria menggunakan metode flowcytometry ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Adhi Kristianto dkk pada tahun

2016 di Rumah sakit Sadikin dan Rumah sakit M. Salamun di Bandung dengan hasil jumlah leukosituria ≥300,7/mL dengan menggunakan jumlah kuman pada kultur urin positif ≥105 dengan hasil sensitivitas 84,6% spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 95,5% dan nilai prediksi negatif 43,8%. Bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan nilai spesifisitas dan nilai prediksi negatif dengan nilai cut-off point jumlah leukosituria menggunakan metode flowcytometry ≥52,8/mL pada penelitian ini lebih tinggi yaitu 76,3% dan 72,5%

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Giesen dkk pada tahun 2016, pemeriksaan leukosituria metode flowcytometry memiliki sensitivitas 89% spesifisitas 79% nilai prediksi positif 38% dan nilai prediksi negatif 98% dengan menggunakan cut-off point jumlah leukosituria ≥31,8/mL dan jumlah kultur urin positif ≥105CFU/ ml urin. Penelitian kali ini memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi

Agpaoa dkk juga melakukan penelitian serupa pada tahun 2015 di Filipina namun dengan jumlah kultur urin positif yang berbeda yaitu ≥103 memiliki cut-off point terbaik jumlah leukosituria menggunakan metode flowcytometry senilai ≥27/ mL mendapatkan hasil sensitivitas 84,6% spesifisitas 65,4% nilai prediksi positif 71% dan nilai prediksi negatif 81%. Jika dibandingkan, penelitian ini memiliki nilai sensitivitas dan nilai prediksi negatif yang lebih rendah dengan nilai spesifisitas dan nilai prediksi positif yang lebih tinggi.

Banyaknya variasi cut-off point jumlah leukosituria dalam mendiagnosis ISK dapat disebabkan karena beberapa hal. Pertama terdapat perbedaan karakteristik sampel yang masuk dalam kriteria inklusi, seperti adanya variasi dalam usia sampel penelitian, dimana pada usia tua dapat terjadi penurunan dari sistem pertahanan tubuh sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah leukosit yang dihasilkan. Kedua perbedaan populasi dari setiap penelitian, karena faktor lingkungan juga akan mempengaruhi prevalensi terjadinya ISK disetiap wilayah sehingga akan berpengaruh juga terhadap jumlah sampel yang digunakan, dan ketiga akibat perbedaan definisi dalam jumlah biakan urin sebagai positif ISK yang digunakan dalam penelitian.9, 10

Diagnosis ISK membutuhkan waktu yang cepat dan penanganan yang adekuat sehingga ISK dapat terkontrol dengan baik. Keterlambatan dalam mendiagnosis ISK akan memperlambat penanganan ISK secara efektif sehingga kualitas kesehatan pasien akan menurun diikuti dengan peningkatan resiko terjadinya komplikasi. Pada penelitian ini didapatkan nilai AUC sebesar

  • 84,6% sehingga pemeriksaan urinalisis metode flowcytometry dengan nilai cut-off point jumlah leukosituria ≥52,8/mL memiliki akurasi yang baik secara statistik dan dapat diterapkan.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak memperdulikan pola pemberian antibiotika pada pasien yang menjadi sampel dalam penelitian, sehingga dapat meningkatkan terjadinya negatif palsu. Sampel pada penelitian ini juga menggunakan data rekam medis pasien, sehingga tidak dapat dikontrol dengan baik prosedur pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan urinalisis dan kultur urin.

SIMPULAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi urinalisis otomatis dengan metode flowcytometry adalah tinggi sehingga dapat diterapkan dalam membantu diagnosis ISK.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Pradani S. Pola kuman dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada penderita infeksi saluran kemih (ISK) di instalasi rawat inap rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta periode februari-maret tahun 2016. Publikasi universitas muhhamadiyah. 2016.

  • 2.    Rane A, Dasgupta R. Urinary Tract Infection . Springer. 2013.62(6);287-291.

  • 3.    Smelov V, Naber K, Johansen T. Improved Classification of Urinary Tract Infection : Future Consideration. European Association of Urology. 2016. 2(3);44-48.

  • 4.    Agpoa V, Mendoza J, Fernandez A. Predict Urinary Tract Infection and to Estimate Causative Bacterial Class in a Philipine Subspeciality Hospital. J Nephrol Ther. 2015. 6(1);64-69.

  • 5.    Broeren M, Bahcecu S, Vader H. Screening for urinary tract infection with Sysmex-UX2000 Urine Flow Cytometer. Journal of Clinical Microbiology. 2010. 12(6);128-134.

  • 6.    Giesen C, Greeno A, Thompson K. Performance of flow cytometry to screen urine for bacteria and white blood cell prior to urine culture. Clinical Biochemistry. 2013. 4(2);68-72.

  • 7.    Foxman B. Epidemiology of Urinary Tract Infection: Incidence, morbidity, and economic cost. Am J Med. 2002. 5(3);68-72.

  • 8.    Wsarachkitti B, Kherjonnit V, Pratumvinit B. Performance Evaluation and Comparison of the Fully Automated Urinalysis Analyzers UX 2000 and Cobas 6500. Laboratory Medicine. 2016. 4(3);81-84.

  • 9.    Krongvorakul J, Phundhusuwanakul S, Santanirand P, Kunakorn M. A flowcytometric urine analyzer for bacteria and white blood cell count plus urine dipstick test for rapid screening of bacterial urinary tract infection. Asian Biomedicine. 2012. 9(1);110-114.

  • 10.    Filia Clementy.Uji Diagnostik Leukosituria dan Bakteriuria Mikroskopis Langsung Sampel Urin Untuk Mendeteksi Infeksi Saluran Kemih. Publikasi Universitas Diponegoro. 2013.

216

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum