ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 5, MEI, 2018 : 198-202 ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan usia berhubungan terhadap meningkatnnya risiko terjadinya disfungsi ereksi pada pasien benign prostat hyperplasia di rumah sakit sanglah bulan Juni sampai Oktober tahun 2015

I Gusti Ayu Irma Vitriani1 , Gede Wirya Kusuma Duarsa2

ABSTRAK

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit degenaratif yang memiliki komplikasi berupa disfungsi ereksi. Meningkatnya kejadian disfungsi ereksi (DE) pada kasus BPH sering disertai dengan faktor risiko usia serta penyakit komorbid seperti diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Teknik pengumpulan sampel dengan metode consecutive sampling yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar. Subjek penelitian adalah pasien laki-laki dengan BPH yang kontrol di Poli Urologi. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa diabetes mellitus tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya DE pada pasien BPH dengan nilai p=0,504. Hipertensi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya disfungsi ereksi pada pasien BPH dengan nilai p=0,116. Obesitas tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya DE pada pasien BPH dengan nilai p= 0,058. Faktor usia yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya DE pada pasien BPH dengan nilai p=0,016. Kesimpulan dari penelitian adalah diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas tidak memiliki hubungan terhadap terjadinya DE pada pasien BPH, sedangkan usia memiliki hubungan yang erat terhadap terjadinya DE pada pasien BPH.

Kata kunci: Benign Prostate Hyperplasia, DE, Diabetes Mellitus, Hipertensi, Obesitas, Usia

ABSTRACT

  • 1    Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2    Bagian Bedah Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


Benign Prostate Hyperplasia (BPH) is a degenerative disease that has complications of erectile dysfunction. Increased incidence of erectile dysfunction (ED) in cases of BPH is often accompanied by age risk factors as well as comorbid diseases such as diabetes mellitus, hypertension and obesity. This research uses cross-sectional study design. The technique of collecting samples by consecutive sampling method conducted in RSUP Sanglah Denpasar. The subjects were male patients with controlled BPH in Poly of Urology. The subjects were men who suffer Benign Prostate Hyperplasia (BPH) who visited the Poli Urology and treated at Sanglah Hospital. From this study showed that diabetes mellitus did not have a significant relationship to increase incident of ED in BPH, p=0.504. Hypertension has no significant relationship to increase incident of ED in BPH, p= 0.116. Obesity does not have a significant relationship to increase ED in BPH, p =0.058. While only age had a significant relationship to increase ED in BPH, p=0.016. The conclusion of the study is Diabetes Mellitus, Hypertension and Obesity not linked to increase incident of ED in BPH, while age has a close relationship to to increase incident of ED in BPH.

Keywords: Benign Prostate Hyperplasia, ED, diabetes mellitus, hypertension, obesity, age

Diterima : 4 April 2018

Disetujui : 26 April 2018

Diterbitkan : 14 Mei 2018


PENDAHULUAN

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit degeneratif ditandai dengan terjadinya pembelahan sel yang bersifat cepat namun tidak menunjukan suatu keganasan pada zona transisi dari sel epitel prostat dengan komplikasi jangka panjang berupa obstruksi saluran kencing. Kasus BPH mempunyai angka yang tinggi

pada laki-laki usai lanjut.1 Bertambahnya usia seorang laki-laki sangat berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan insiden Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) secara signifikan terutama untuk laki-laki yang memasuki usia dekade kelima.2 Di United States, sekitar 14 juta laki-laki terdiagnosa BPH. Insiden BPH meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya beberapa persen yang terjadi pada usia dibawah 40 tahun, dan

didapatkan data bahwa sebesar 88% mengenai usia di atas 80 tahun.3

Hasil dari penelitian yang dilakukan di Eropa didapatkan bahwa kasus BPH sebesar 90% terjadi pada laki-laki yang berusia lebih dari 80 tahun dan 50% terjadi pada usia 41-50 tahun. Penelitian tersebut melakukan pengambilan sampel pada prostat yang diteliti, kemudian dilakukan pengamatan secara histopatologi.4 Gangguan fungsi seksual merupakan salah satu dampak dari BPH. Gangguan fungsi seksual tersebut berupa terjadinya disfungsi ereksi pada pasien lower urinary tract symptoms (LUTS) akibat BPH.

Pasien BPH dengan disfungsi ereksi juga menunjukkan bahwa tedapat penyakit komorbid yang menyertainya.5 Faktor komorbid tersebut seperti penyakit metabolik sindrom memiliki asosiasi yang kuat meningkatkan kejadian BPH/ LUTS, khususnya pada pasien penderita diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas yang dapat dilihat dari BMI. Metabolik sindrom juga berperan terhadap kejadian disfungsi ereksi pada pasien dengan BPH.6 Penelitian yang telah dilakukan pada penderita stroke di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado didapatkan bahwa penyakit komorbid seperti Diabetes Mellitus, Obesitas, dan Dislipidemia memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan kejadian disfungsi ereksi pada pasien BPH.7 Kejadian disfungsi ereksi sendiri sangatlah jarang terjadi di Provinsi Bali terutama kasus yang ada di Rumah Sakit Sanglah. Berdasarkan kajian di atas, penulis ingin melakukan penelitian terhadap hubungan penyakit diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan usia terhadap kejadian disfungsi ereksi pada pasien BPH di Rumah Sakit Sanglah tahun 2015.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan jenis observasi analitik dengan desain cross-sectional. Penelitian ini dilakuakan di Poli Bedah Urologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali pada bulan Juni-Oktober 2015. Sampel yang digunakan adalah pasien dengan diagnosis BPH sebagai populasi target dan pasien dengan diagnosis BPH disertai gejala disfungsi ereksi sebagai populasi terjangkau. Pengambilan sampel yang ada menggunakan sistem probabilitas, yaitu systematic random sampling yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar. Namun, apabila besar sampel yang didapat tidak memenuhi sampel minimal yang telah ditetapkan, maka pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Jumlah sampel yang digunakan sebesar 49 sampel.

Diagnosis pasien BPH diketahui dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis yang ada di Poli Bedah UrologiRSUP Sanglah

Denpasar Bali. Pasien terdiagnosis dengan BPH dicari apakah memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas serta faktor usia. Untuk mengetahui hubungan terhadap kejadian disfungsi ereksi. Pada pasien BPH yang mengalami disfungsi ereksi diketahui dengan menggunakan Score International Index Of Erectile Function (IIFE), dengan kategori normal (22-25), disfungsi ereksi ringan (17-21), disfungsi ereksi ringan-sedang (1216), disfungsi ereksi sedang (8-11) dan disfungsi ereksi berat (1-7). Pengisian tabel Score IIEF dilakukan oleh dokter pemeriksa yang berwenang. Analisis data yang digunakan menggunakan analisis univariat yang berfungsi untuk melakukan pengolahan data mengenai karakteristik, distribusi dan frekuensi dari variabel terikat maupun variabel tergantung yang diteliti. Hasil tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel, sehingga akan memperlihatkan proprosi masing-masing dari setiap variabel yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui asosiasi yang bersifat signifikan antara variabel terikat dengan variabel tergantung dengan menggunakan uji chi-square, sehingga dapat mempengaruhi hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

HASIL PENELITIAN

Sebanyak 49 sampel dianalisis dalam penelitian ini. Subjek penelitian sebanyak 45 orang (91,8%) yang berusia >40 tahun dan empat orang (8,2%) yang berusia <40 tahun dengan data berdistribusi normal. Berdasarkan riwayat diabetes mellitus, sebanyak tiga orang (6,1%) dan non diabetes melitus sebanyak 46 orang (93,9%) dengan data berdistribusi tidak normal. Subjek debngan riwayat hipertensi, sebanyak 13 orang (26,5%) mengalami Hipertensi dan sebanyak 36 orang (73,5%) mengalami non-hipertensi dengan data yang berdistribusi tidak normal.

Berdasarkan perhitungan Body Mass Index (BMI), sebanyak 16 orang (32,7%) mengalami obesitas dan 33 orang (67,3%) adalah non-obesitas dengan data berdistribusi tidak normal. Empat puluh sembilan data responden yang didapat di Poli Urologi, RSUP Sanglah pada bulan Juni-Oktober 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 43 responden (87,8%) terdiagnosis disfungsi ereksi pada pasien BPH dan sebanyak enam orang (12,2%) responden terdiagnosis non-disfungsi ereksi. Berikut merupakan tabel yang menunjukan karakteristik, distribusi, dan frekuensi serta proporsi pada masing-masing variabel yang telah diteliti.

Hasil dari Tabel 1 digunakan untuk dapat mengetahui distribusi variabel yang diteliti, sehingga memudahkan menganalisis data sampel yang diperoleh lebih lanjut untuk menghubungkan

Tabel 1. Karakteristik, Distribusi dan Frekuensi Variabel Penelitian

Variabel

n

%

Rerata ± SB

Median (min-max)

Uji K-S

Usia

<40 tahun

45

91,8

>40 tahun

4

8,2

Riwayat penyakit

Diabetes

3

6,1

20,00 (10-20)

Non -diabetes

46

93,9

Hipertensi

13

26,5

120,00 (110-150)

Non-hipertensi

36

73,5

Obesitas

16

32,7

Non-obesitas

33

67,3

54,11 ± 13,628

diagnosis

Disfungsi Ereksi

43

87,8

Non-disfungsi Ereksi

6

12,2

Usia

49

100

63,80 ± 10,842

p=0,087

Diabetes

20,00 (10-20)

P=0,000

Hipertensi

120,00 (110-150)

p=0,000

Obesitas

23,4000 (14,69-35,10)

p= 0,0200


n = jumlah sampel; SB = Simpang Baku; K-S = Kolmogorov-Smirnov Test; p= Test of Normality Kolmogorov-Smirnov


Tabel 2. Hubungan antara Diabetes Melitus dengan kejadian Disfungsi Ereksi pada Pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Januari-Desember 2014.


Riwayat

Status DE

Total

Nilai p

DE

non DE

n

%

n

%

n

%

DM

3

100

0

0

3

100

0,504

Non DM

40

87

6

13

45

100


antar variabel. Hasil analisis akan memudahkan untuk mengetahui hubungan yang signifikan.

Tabel 2 didapatkan bahwa pasien BPH dengan riwayat diabetes mellitus sebanyak tiga orang dan mengalami disfungsi ereksi atau sebesar 100%, sedangkan pasien dengan riwayat non-diabetes mellitus sebanyak 40 orang yang mengalami disfungsi ereksi atau sebesar 87,3%. Data tersebut menunjukkan jumlah disfungsu ereksi pada pasien BPH dengan riwayat nondiabetes mellitus lebih besar dibandingkan dengan

riwayat diabetes mellitus.

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan bahwa pasien BPH dengan hipertensi yang terkait dengan disfungsi ereksi sebanyak 13 orang atau sebesar 100%. Pasien BPH dengan non-hipertensi sebanyak 30 0rang atau sebesar 83,3%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa pasien BPH dengan obesitas mengalami disfungsi ereksi sebanyak 12 orang atau sebesar 75%, sedangkan pasien dengan non-obesitas sebesar 31 orang atau sebesar 93,9%.

Tabel 5 menunjukkan hasil pada pasien BPH yang mengalami disfungsi ereksi terjadi pada usia <40 tahun sebanayak dua orang atau sebesar 50% dari yang non disfungsi ereksi, sedangkan pada usia >40 tahun terjadi disfungsi ereksi sebanyak 41 orang atau sebesar 91,1% dibandingkan dengan non disfungsi ereksi.

PEMBAHASAN

Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah penyakit yang bersifat degenaritif dan dapat menimbulkan gangguan fisiologis dalam tubuh laki-laki usia lanjut. Manifestasi klinis pada BPH disebabkan proliferasi atau hiperplasia pada jaringan prostat zona transisi yang menyebabkan obstruksi pada saluran kencing dan menimbulkan gelaja LUTS.8 Pasien dengan BPH memiliki hubungan yang erat terhadap terjadinya disfungsi ereksi.5 menurut penelitian pasien BPH dengan usia di atas 50 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya disfungsi ereksi.3 Penyakit komorbid seperti Diabetes Meliitus, Hipertensi dan Obesitas dianggap juga memiliki peranan penting terjadinya disfungsi ereksi pada pasien BPH.6 Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah pada bulan Juni-Oktober 2015, Tabel 2 menunjukan bahwa uji statistik statistik chi-square test diperoleh hasil secara statistik tidak bermakna dengan nilai p=0,504, memiliki arti bahwa p > α (0,05). Hasil uji statistik tersebut dapat disimpulkan tidak adanya hubunga antara diabetes mellitus dengan terjadinya disfungsi ereksi pada pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Juni-oktober 2015.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori dari studi yang diutarakan oleh Lopez (2013) yang menyatakan bahwa 55% pasien memiliki disfungsi ereksi. Pasien dengan kontrol metabolik yang tidak memadai pada diabetes melitus memiliki risiko lebih tinggi secara signifikan (rasio odds 5,5; kepercayaan 95% interval 2,3-81).9 Pasien dengan diabetes mellitus mengalami kondisi hiperglikemia yang akan meningkatkan terjadinya stres oksidatif. Peningkatan stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah dan saraf yang berdampak terhadap penurunan produksi

Tabel 3. Hubungan antara Hipertensi dengan kejadian Disfungsi Ereksi pada Pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Januari-Desember 2014.


Riwayat

Status DE

Total

Nilai p

DE

non DE

n

%

n

%

n

%

Hipertensi

13

100

0

0

13

100

0,116

Non Hipertensi

30

83,3

6

16,7

36

100


Tabel 4. Hubungan antara Obesitas dengan kejadian Disfungsi Ereksi pada Pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Januari-Desember 2014.


Riwayat

Status DE

Total

Nilai p

DE

non DE

n

%

n

%

n

%

Obesitas

12

75

4

25

16

100

0,058

Non Obesitas

31

93,9

2

6,1

33

100


Tabel 5. Hubungan antara usia dengan kejadian Disfungsi Ereksi pada Pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Januari-Desember 2014.


Usia

Status DE

Total

Nilai p

DE

non DE

n

%

n

%

n

%

<40tahun

2

50,0

2

50,0

4

100

0,016

>40tahun

41

91,1%

4

8,9%

45

100


Nitride Oxide (NO) yang dihasilkan pembuluh darah. Nitride Oxide berperan dalam vasodilatasi pembuluh darah jaringan erektil untuk terjadinya ereksi penis.9

Tabel 3 menunjukan bahwa uji statistik chisquare test diperoleh secara statistik tidak bermakna dengan nilai p=0,116, memiliki arti bahwa p > α (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara Hipertensi dengan terjadinya Disfungsi Ereksi pada Pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Juni-oktober 2015. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penilitian Fafiolu, 2014, menyatakan bahwa sebanyak 133 (65,8%) responden mengalami disfungsi ereksi dan 34,2% non disfungsi ereksi. Prevalensi disfungsi ereksi lebih tinggu pada kasus hipertensi (75%) dibandingkan normotensives (56,9%) dan ini bermakna secara statistik, p = 0,007.10 Hipertensi terjadi karena peningkatan resistensi perifer akibat kerusakan endotel. Hipetensi berperan dalam terjadinya peningkatan stres oksidatif yang

berpengaruh terhadap kemampuan vasodilatasi pembuluh darah terutama di sinusioid dari corpus carvenosum yang berperan dalam fungsi ereksi normal.11

Tabel 4 menunjukan bahwa uji statistik chi-square test diperoleh secara statistik tidak bermakna dengan nilai p=0,058, memiliki arti bahwa p > α (0,05). Analisis statistik tersebut disimpulkan bahwa tidak adanya korelasi yang signifikan antara obesitas dengan terjadinya disfungsi ereksi pada pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Juni-oktober 2015. Kesimpulanan dari uji statistik ini berlawanan dengan teori yang terdapat pada penelitian oleh Hiola, 2013.12 Penelitian menurut Hiola menunjukkan hasil bahwa obesitas berhubungan dengan disfungsi ereksi. Hiola menyatakan melalui perhitungan statistik uji Mann Whitney, obesitas memiliki hubungan yang bermakna terhadap disfungsi ereksi dengan nilai p < 0,025. Hubungan yang bermakna juga didapatkan pada nilai IMT terhadap setiap komponen disfungsi seksual (libido ereksi, orgasme dan ejakulasi) dengan nilai P < 0,025.12 Pasien dengan obesitas akan mengalami peningkatan hormon estrogen akibat aromatisasi androgen di jaringan adiposa perifer, sehingga hal tersebut akan menyebabkan feedback negative ke hipotalamus-hipofisis dan produksi testosteron akan menurun. Obesitas berperan juga terhadap kerusakan endotel pembuluh darah yang berfungsi menghasilkan Nitride Oxide (NO), dimana NO memiliki peran untuk vasodilatasi pembuluh darah pada jaringan corpus carvenosum di penis.12 Uji statistik chisquare test pada Tabel 5 diperoleh secara statistik bermakna dengan nilai p=0,016, hasil ini memiliki arti bahwa p < α (0,05). Analisis statistik tersebut disimpulkan terdapat korelasi antara usia dengan terjadinya disfungsi ereksi pada pasien BPH di RSUP Sanglah pada bulan Juni-oktober 2015. Hasil analisis statistik ini sejalan dengan teori pada studi yang dilakukan oleh Fafiolu (2014) menunjukkan bahwa penelitian dengan menggunakan analisis multivariat, faktor usia merupakan variabel yang memiliki hubungan yang paling bermakna. Laki-laki dengan usia ≥ 65 tahun, memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya disfungsi ereksi dibandingkan laki-laki berusia <45 tahun.10 Bertambahnya usia menyebabkan terjadinya penurunan produksi hormon testosterone, sehingga menyebabkan peningkatan Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) dan berkurangnya produksi dari 5a-reduced steroid pada organ reproduksi. Proses degeneratif akibat usia menyebabkan berkurangnya produksi Growth Hormone (GH) yang berdampak terhadap berkurangnya massa otot, akumulasi lemak di dalam tubuh, berkurangnya mineral

tulang, penurunan libido yang nantinya akan berdampak terhadap fungsi ereksi dari jaringal erektil di corpus carvenosum.13

SIMPULAN

Melalui kajian pustaka, analisis statistik serta pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa bahwa pasien dengan penyakit komorbid seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan obesitas tidak terdapat korelasi atau hubungan yang bernilai signifikan terhadap kejadian disfungsi ereksi pada pasien BPH. Hanya faktor usia yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya disfungsi ereksi pada pasien BPH pada bulan Juni-Oktober tahun 2015 di RSUP Sanglah Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Hasbullah, Bakri. Angka Kejadian Komplikasi Lambat Pascaoperasi Prostatektomi Transvesikal dan Reseksi Transuretral pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Biomedika, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2009.

  • 2.    Palinrungi AM. Terapi Medikamentosa Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Medika Nusantara, April-Juni, 2001; 22 (2): 360-69.

  • 3.    Mc Nicholas, T. A.; Kirby, R. S.; Lepor, H.: Evaluation and Nonsurgical Management of Benign Prostatic Hyperplasia. In: Campbell’s Urology 10th ed. WB Saunders Co. 2611-2654 (2011).

  • 4.    Joel J Heidelbough, MD. Management of Erectyl Dysfunction. American Family Physician. Univercity Of Michigan, 81 (3), 305-312. 2010.

  • 5.    Song, dkk. Lower Urinary Tract Symptoms, Erectile Dysfunction, and Their Correlation in Men Aged 50 Years and Above: A Cross-Sectional Survey in Beijing, China. Beijing Medicine Research and Development Fund (No. 20051027). 2015.

  • 6.    Corona, Giovanni, dkk. Benign Prostatic

Hyperplasia: A New Metabolic Disease of the Aging Male and Its Correlation with Sexual Dysfunctions. International Journal of Endocrinology Volume 2014, Article ID 329456, 14 pages. 2014.

  • 7.    Ciandra, dkk. Gambaran Disfungsi Ereksi Dan Hubungan Diabetes Melitus Dan Hipertensi Terhadap Kejadian DisfungsiEreksi Pada Penderita Stroke Di Poli Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-Klinik:Manado. 2014.

  • 8.    Andayani. Jurnal Benign Prostatic Hyperplasia (Bph) Treatments. Stase Ilmu Penyakit Bedah Rsud Dr Harjono Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah: Surakarta. 2013

  • 9.    Dodie, Nathasya J, dkk. Pengaruh Lamanya Diabetes Melitus Terhadap Terjadinya Disfungsi Ereksi. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 3, November 2013 1120.

  • 10.    Fafiolu. Erectile Dysfunction Among Male Hypertensives in a Tertiary Health Facility in South-West Nigeria. Canadian Center of Science and Education: Global Journal of Health Science; Vol. 7, No. 1; 2015 ISSN 19169736 E-ISSN 1916-9744.

  • 11.    Antou , Edmond Kevin Rainier. Pengaruh Hipertensi Terhadap Disfungsi Ereksi. Jurnal e-Biomedik (eBM),Volume 2, Nomor 3, November 2014.

  • 12.    Hiola, Zuriaty, dkk. 2013. Pengaruh Obesitas Terhadap Terjadinya Disfungsi Seksual Pria. Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ramtulangi. Vol. 1, No. 1, 2013.

  • 13.    Kevin T, dkk. Management Of Benign Prostatic Hyperplasia (Bph). American Urological Association Guideline: Chapter I. Tahun 2010

202

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum