ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO. 9, SEPTEMBER, 2017 : 14 - 17

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Persentase Heart Rate Reverse Penari Legong Keraton Lasem pada Mahasiswi Program Studi Seni Tari Institut Seni Indonesia Denpasar Tahun 2014

Ni Luh Tu Pertiwi1, I Made Muliarta2

ABSTRAK

Bali dengan kebudayaan yang kuat masih memiliki banyak masyarakat yang gemar menari tari tradisional. Salah satu tari khas Bali populer yang sampai saat ini masih sering ditarikan serta diajarkan kepada masyarakat Bali sejak usia dini adalah Tari Legong Keraton Lasem. Aktivitas menari Tari Legong Keraton Lasem tersebut dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan level aktivitas fisik selain olahraga moderen yang diakui dunia saat ini seperti basket, tenis, dan lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase heart rate reverse (%HRR) penari Legong Keraton Lasem pada mahasiswi Program Studi Seni Tari Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2014. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross-sectional dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Didapatkan 49 orang sampel penelitian berjenis kelamin perempuan yang memenuhi kriteria inklusi, dengan satu orang subjek drop out. Hasil penelitian ini didapatkan rerata denyut nadi istirahat, denyut nadi kerja, dan nadi kerja sampel adalah 77,74 denyut/menit, 129,37 denyut/menit, dan 51,89 denyut/menit. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan persentase heart rate reverse (%HRR) penari Legong Keraton Lasem pada mahasiswi Program Studi Seni Tari Institut Seni Indonesia Denpasar Tahun 2014 adalah sebesar 50,31%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menari Tari Legong Keraton Lasem dalam durasi 20 menit sebanyak 3-5 kali per minggu, Tari Legong Keraton Lasem dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk olahraga untuk meningkatkan kebugaran fisik.

Kata Kunci : heart rate reverse, Tari Legong Keraton Lasem, Denpasar

ABSTRACT

Bali with a strong culture still have a lot of people who love to dance traditional dances. One of the popular Balinese dance that is still often danced and taught to the Balinese people in early age is Legong Keraton Lasem. Activities dancing Legong Keraton Lasem Dance can be used as an attempt to increase the level of physical activity in addition to the modern sports world today recognized as basketball, tennis, and others. The purpose of this study was to determine the average resting heart rate, working pulse, work pulse, heart rate reverse percentage (% HRR) of Legong Keraton Lasem dancer on the Dance Studies Program’s student of Art Institute Indonesia Denpasar 2014. This study is cross-sectional descriptive study using consecutive sampling technique. Obtained 49 female sample that meet the inclusion criteria, with one subject dropped out. Result from this study was found that average resting heart rate, working pulse, and work pulse of samples was 77.74 pulse beats/minute, 129.37 beats/minute, and 51.89 beats/minute. Conclusion of this study was found percentage of heart rate reverse (%HRR) of Legong Keraton Lasem Dancer on The Dance Studies Program’s students of Art Institute Indonesia Denpasar 2014 was equal to 50.31%. It showed that dance a Legong Keraton Lasem in 20 minutes for 3-5 times a week, Legong Keraton Lasem could be categorized as a exercise for physical fitness.

Keyword : heart rate reverse, Legong Keraton Lasem Dance, Denpasar

  • 1    Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

  • 2    Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana


Diterima : 14 Agustus 2017

Disetujui : 28 Agustus 2017

Diterbitkan : 1 September 2017


PENDAHULUAN

Kemajuan perkembangan dunia teknologi membuat semua kegiatan saat ini menjadi mudah dan efisien. Pergeseran dari tangga menjadi eskalator dan lift, penggunaan komputer, gaya hidup duduk terus-menerus dalam bekerja (sedentary), dan penggunaan modalitas transportasi yang semakin meningkat mendukung rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang. Aktivitas yang demikian jika dilakukan terus menerus tanpa diimbangi oleh aktivitas yang

lebih berat, menyebabkan tubuh seseorang menjadi kurang bergerak atau hypokinetic.

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa hypokinetic atau physical inactivity merupakan salah satu dari empat faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif, selain penggunaan tembakau, penggunaan alkohol berlebih, dan diet yang tidak sehat.1,2 Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat keterkaitan antara hypokinetic dengan penyakit degeneratif. Di Indonesia,tahun 2008 prevalensi hypokinetic mencapai 32% untuk pria dan 28% untuk

perempuan.1

Berdasarkan diatas, peningkatan terhadap level aktivitas fisik kini menjadi penting untuk dilakukan agar terhindar dari penyakit degeneratif nantinya. Level aktivitas fisik dapat mengurangi risiko terjadinya osteoporosis, obesitas, depresi, dan kecemasan.3 Latihan atau olahraga merupakan suatu bentuk dari aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran fisik.4 Terdapat berbagai macam olahraga yang dapat dinikmati dan dipilih dalam meningkatkan level aktivitas fisik.

Di zaman modern seperti sekarang ini, masyarakat lebih memilih melakukan olahraga basket, futsal, tenis, gimnastik dalam menjaga kesehatannya. Namun tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmati aktivitas tersebut karena terkendala dari segi waktu dan ekonomi. Olahraga moderen tersebut mungkin dapat digantikan dengan aktivitas fisik menari tari tradisional. Indonesia memiliki tari sebagai budaya dalam negeri yang memiliki unsur aktivitas aerobik dan latihan pernapasan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa suatu kesenian tradisional berupa Tari Bali, yaitu Tari Baris yang ditarikan oleh seorang atau beberapa laki-laki ternyata dapat meningkatkan kepadatan tulang dan mencegah osteoporosis.5 Sedangkan pada penelitian lainnya menyebutkan bahwa gerak dalam Tari Baris dapat menunjang kebugaran fisik melalui peningkatan efisiensi kerja jantung dan peningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh.6

Berdasarkan hal diatas, aktivitas menari tarian tradisional dapat menjadi suatu pilihan yang dapat diambil manfaatnya untuk kesehatan tubuh kita. Selain Tari Baris, salah satu tari yang tidak kalah populer adalah Tari Legong Keraton Lasem, yang ditarikan oleh tiga orang wanita. Tari Legong Keraton dikatakan merupakan dasar dari seluruh Tari Bali yang ada saat ini dan Tari Legong Keraton

Tabel 1 Karakteristik Subjek

Variabel

Rerata

SB

Min

Maks

Umur (tahun)

19,37

1,39

17

23

DNI (denyut/menit)

77,47

8,82

60

96

DNK (denyut/menit)

129,37

16,99

93,46

159,67

NK (denyut/menit)

51,89

17,91

24,62

97,89

HRR (%)

50,31

-

-

-

Catatan : SB = simpang baku, Min = data minimal, Maks = data maksimal.


Lasem merupakan jenis Tari Legong Keraton yang paling sering ditarikan dan diajarkan kepada masyarakat Bali, khususnya perempuan sejak usia dini.7 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas fisik menari tarian tradisional dapat menjadi suatu pilihan olahraga di Provinsi Bali dan untuk mengetahui persentase heart rate reverse (%HRR) penari Bali khususnya penari pada Tari Legong Keraton Lasem.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2014 bertempat di Program Studi Seni Tari Institut Seni Indonesia Denpasar. Sebanyak 49 sampel diambil dengan cara non-probabilistik dengan teknik consecutive sampling.

Variabel pada penelitian ini terdiri dari denyut nadi istirahat (DNI), denyut nadi kerja (DNK), nadi kerja (NK), denyut nadi maksimal, dan persentase heart rate reverse (%HRR). Variabel tersebut diukur dengan menggunakan stopwatch. Pada penelitian ini diperoleh data primer berupa wawancara dan pengisian lembar identitas kepada sampel. Dilanjutkan dengan mengukur DNI sampel, kemudian mengukur DNK sampel setelah menari dengan metode 10 denyut, dan NK sampel. Rerata DNI, DNK, dan NK tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk mengetahui %HRR sampel.

Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2010. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif.

HASIL

Data penelitian didapatkan 49 orang subjek penelitian berjenis kelamin perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Satu orang subjek di drop out. Hasil analisis statistik deskriptif yang meliputi rerata, standar deviasi, data minimal, dan data maksimal dari variabel umur, DNI, DNK, NK, dan %HRR dapat dilihat pada Tabel 1.

Rerata umur subjek adalah 19,37 ± 1,39 tahun dengan rentangan umur minimal 17 tahun dan umur maksimal 23 tahun. Hal ini didasarkan pada pengambilan sampel yang dilakukan di seluruh semester Program Studi Seni Tari ISI Denpasar Tahun 2014 yaitu dari semester I, III, V, dan VII. Rerata DNI adalah 77,47 ± 8,82 denyut/menit dengan DNI minimal adalah 60 denyut/menit dan maksimal 96 denyut/menit. Pada metode 10 denyut didapatkan rerata DNK subjek adalah 129,37 ± 16,99 denyut/menit dengan DNK minimal adalah 93,46 denyut/menit dan maksimal adalah 159,67

denyut/menit. NK memiliki rerata 51,89 + 17,91 denyut/menit dengan rentangan data minimal dan maksimal adalah 24,62 dan 97,89 denyut/menit. Rerata denyut nadi maksimal subjek didapatkan dengan melakukan penghitungan terhadap variabel umur, yaitu diperoleh sebesar 180,63 ± 1,39 denyut/ menit dengan rentangan data minimal 177 denyut/ menit dan maksimal 183 denyut/menit.

Pada hasil rerata DNI, DNK, dan denyut nadi maksimal diatas, persentase HRR yang didapat adalah sebesar 50,31%. Dosis olahraga untuk kebugaran fisik yang direkomendasikan adalah bila suatu aktivitas fisik mencapai frekuensi sejumlah 3-5 sesi per minggu, durasi selama 20-60 menit per sesi, dan intensitas sekitar 40% atau 50% - 85% dari heart rate reverse (HRR) atau oxygen uptake reverse (VO2R).8 Durasi satu kali menari Tari Legong Keraton Lasem secara full dari papeson sampai pekaad (dari pembukaan sampai penutup) adalah ± selama 20 menit. Maka, berdasarkan persentase HRR dan durasi tari tersebut dapat dianjurkan bahwa dengan menari Tari Legong Keraton Lasem dalam durasi 20 menit sebanyak 3-5 kali per minggu, Tari Legong Keraton Lasem dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk olahraga untuk meningkatkan kebugaran fisik.

DISKUSI

Dalam teori dosis olahraga, selain tiga prinsip interaksi antara frekuensi, durasi, dan intensitas diatas. Tipe aktivitas fisik atau latihan yang dipergunakan sebagai suatu bentuk olahraga untuk meningkatkan kebugaran fisik menurut adalah latihan yang bersifat dinamis yaitu aktivitas yang menggunakan otot besar dan melatih daya tahan kardiovaskular.9 Aktivitas menari Tari Legong Keraton Lasem memiliki prinsip yang sesuai dengan tipe aktivitas yang dimaksud karena Tari Legong Keraton Lasem memiliki gerakan tari yang kompleks dan bersifat dinamis, bahkan tidak hanya menggunakan otot besar tetapi otot kecil juga ikut terlibat saat melakukan tarian ini. Gerakan tersebut baik dari mata, berupa seledet atau lirik ke kanan-kiri-atas-bawah, nglier atau gerakan memutar bola mata dari bawah kanan-ke atas-ke kiri atau sebaliknya, maupun gerakan pada otot wajah dan pada jari-jari tangan. Pada bagian trunkus dan ekstrimitas hampir keseluruhan otot mengalami kontraksi. Dari otot bahu saat gerakan agem, posisi tangan yang berpindah-pindah, hingga tungkai atas hingga kaki yang tidak kalah aktif bergerak seperti tanjek, ngencet, milpil, dan gerakan lainnya.10

Pada penelitian sebelumnya oleh Riyanta tahun 2013, mengenai pengaruh latihan Tari Legong terhadap kebugaran fisik ditemukan

bahwa perlakuan Tari Legong dapat meningkatkan kebugaran fisik lebih baik daripada perlakuan pada Senam Ayo Bersatu maupun kelompok kontrol. Dibuktikan dengan membandingkan rerata perbaikan waktu tempuh lari 2,4 km pada ketiga kelompok tersebut, dan hasil analisis ditemukan adanya perbedaan signifikan yang telihat dari nilai F > 3,34 dan nilai p ≤ 0,05.11 Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik berupa menari tarian tradisional tidak kalah efektifnya dalam menunjang peningkatan level aktivitas fisik dibandingkan dengan olahraga aerobik moderen lainnya seperti senam. Berdasarkan penelitian tersebut maka semakin menguatkan bahwa Tari Legong dapat menjadi suatu pilihan olahraga alternatif yang berbasis budaya dan kesenian tradisional.

Peningkatan level aktivitas fisik dalam memerangi terjadinya hypokinetic sebagai salah satu dari empat faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif,kinimenjadisemakinluasjangkauannya oleh semua kalangan dan tidak lagi hanya terpaku pada peningkatan aktivitas fisik melalui olahraga moderen yang diakui oleh dunia saja, seperti futsal, modern dance, basket, tenis, dan lain-lain. Indonesia khususnya Provinsi Bali yang memiliki karakter budaya kuat di tengah modernisasi seperti saat ini, tidak perlu memaksakan masyarakatnya yang gemar menari tari tradisional Bali baik yang berada di kota maupun di desa untuk berpindah ke olahraga. Olahraga dapat digantikan dengan aktivitas fisik menari tari tradisional seperti Tari Legong Keraton, khususnya pada penelitian ini adalah Tari Legong Keraton Lasem yang memiliki unsur aktivitas aerobik dan latihan pernapasan. Tari Legong Keraton Lasem bila dilakukan secara terencana, terstruktur, dengan frekuensi 3-5 kali per minggu, durasi 20 menit dan intensitas 50,31% dari HRR, serta selalu benar-benar melibatkan gerakan tubuh penarinya sesuai dengan pakem gerak tari tersebut secara berulang-berulang, sudah cukup dapat memenuhi kebutuhan olahraga penarinya. Berdasarkan hal tersebut, penari Legong Keraton Lasem tidak perlu menambah beban biaya, waktu, dan tenaga lagi oleh karena keharusan untuk tetap melakukan olahraga lainnya di luar menari tari tradisional, dan masyarakat Bali yang gemar menari pun juga tetap dapat melestarikan budaya dan kesenian lokal yang ada di Provinsi Bali.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari penari Tari Legong Keraton Lasem pada mahasiswi Program Studi Seni Tari Institut Seni Indonesia Denpasar tersebut, dapat diambil simpulan bahwa persentase heart rate reverse

(%HRR) penari Legong Keraton Lasem pada mahasiswi Program Studi Seni Tari Institut Seni Denpasar tahun 2014 adalah 50,31%.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organization. Noncommunicable Diseases Country Profile 2011. Geneva : WHO. 2011.

  • 2.    World Health Organization. Noncommunicable Diseases. 2013. [diakses 8 Februari 2014]. Diunduh dari: URL: www.who. int/mediacentre/factsheets/fs355/ en/eid.htm.

  • 3.    Kasaniemi, Y. A., Danfoth E. JR., Jensen MD., Kopelman PG., Lefebvre P., Reeder BA. Dose-Respone Issues Concering Physical Activity and Health : An Evidenced-Based Symposium. Medicine andScience in Sports and Exercise. 2001;33 : S351-84.

  • 4.    Departemen Kesehatan Rakyat Indonesia, Program Studi Kedokteran Olahraga FKUI, Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga,   dan Perhimpunan Pembina

KesehatanOlahragaRI.Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta. 2002.

  • 5.    Sutarsa, I N., W. C. Wulan, dan N. N. M. Agustini.Tari Baris Modern sebagai Modalitas Pencegahan Osteoporosis Tipe

Sekunder (Analisis Efek Fisiologis dan Prinsip Implementasi pada Kelompok Berisiko). Essential. 2007; 1(2):16-22.

  • 6.    Adiputra, N. Respon Tubuh terhadap Tari Baris Modern. Majalah Kedokteran Udayana. 1990; 70:22-27.

  • 7.    Gunuk. Tari Legong Keraton Lasem. 2011. [diakses 8 Februari 2014]. Diundur dari: URL:http://wayaninbali.wordpress.com/20 11/12/02/tari-legong-kraton/eid.htm.

  • 8.    American Collage of Sport Medicine. ACSM’S Guidelines for Exercise Testing and Prescription. Edisi ke-7. Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins. 2006.

  • 9.    Powers, Scott K., Howley, Edward T. Exercise Physiology : Theory and Aplication to Fitness and Performance. Edisi ke-7. New York : McGraw-Hill. 2009.

  • 10.    Pandji, I G.B.N. Perkembangan Legong Keraton Lasem Sebagai Seni Pertunjukkan. Denpasar : Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Bali. 1975.

  • 11.    Riyanta, Budhi K. G., Faradilla N., Anggreni. Pengaruh Latihan Tari Legong Terhadap Kebugaran Fisik Mahasiswi Semester VI dan VIII Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar : Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2013.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

17