PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO.5, MEI, 2017
PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI
Akbar Pratama1, Luh Putu Ratna Sundari 2 1Program Studi Pendidikan Dokter, 2Bagian Ilmu Faal
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri di Indonesia adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. Pekerja batu padas adalah pekerjaan yang beresiko terkena polusi udara akibat paparan debu hasil olahan batu padas. Serpihan batu padas yang menyerupai karang dapat menjadi debu yang dapat dihirup oleh para pekerja yang memungkinkan timbulnya gangguan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru yang dialami oleh pekerja batu padas. Penelitian deskriptif cross-sectional dilakukan pada industry batu padas di Silakarang, Gianyar selama bulan April-Mei 2014. Sebanyak 47 orang pekerja batu padas yang telah bekerja minimal 1 tahun, bekerja di daerah Silakarang Gianyar, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 20 sampai 55 tahun yang terpilih dengan metode consecutive sampling dilibatkan dalam penelitian ini. Pada pekerja yang terpilih sebagai sampel, dilakukan wawancara dan penilaian fungsi paru dengan spirometri. Dari 47 subjek yang terlibat dalam penelitian ini, didapatkan 66% subjek tergolong dengan gangguan restriktif, 2% tergolong gangguan restriktif, dan 32% tergolong normal. Proporsi gangguan fungsi paru paling tinggi pada subjek berusia 40-55 tahun (87,5% restriktif, 4,2% obstruktif), subjek dengan obesitas (100% restriktif), subjek yang merokok (80% restriktif, 3,3% obstruktif), dan subjek yang telah bekerja selama 6-15 tahun (71,4% restriktif).
Kata Kunci: fungsi paru, spirometri, restriktif, debu
ABSTRACT
One of the negative impact of the industrial advances in Indonesia is the decreasing level of worker’s health due to work-related illness and the work environment. Padas stone worker is exposed to air pollution due to stone dust. Fragment of padas stone that resembles chalkstone turned into dust that could be inhaled by the worker and may progress into decreased lung function. This study was aimed to describe the prevalence of impaired lung function in padas stone worker. A descriptive cross sectional study was done in the padas stone industry in Silakarang, Gianyar at April-May 2014. 47 padas stone worker that already worked for at least one year, worked in Silakarang, Gianyar, male, and aged between 20 to 55 years old, was choosen using consecutive sampling and included in the study. Interview and measurement of lung function using spirometry was done on the worker chosen as samples. From 47 subjects of this study, 66% of subject was categorized as restrictive lung function, 2% as obstructive lung function, and 32% was normal. Proportion of impaired lung function was highest in subjects aged 40-55 years (87,5% restrictive, 4,2% obstructive), subjects with obesity (100% restrictive), subjects with history of smoking (80% restrictive, 3,3% obstructive), and subjects that already worked between 6-15 years (71,4% restrictive).
Keywords: pulmonary function, spirometry, restrictive, dust
1
PENDAHULUAN
Pada era modern ini, Indonesia ditantang untuk menjadi negara maju sehingga jumlah tenaga kerja di sektor industri akan bertambah sejalan dengan pertambahan jaman. Khususnya Bali merupakan salah satu tujuan wisata yang kini menjadi tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali memiliki banyak objek wisata, pemandangan alam yang menawan, pantai yang indah serta budaya yang begitu khas dan beraneka ragam. Setiap tahun banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Bali. Meningkatnya jumlah wisatawan di Bali dari tahun ketahun memacu pergerakan di bidang industri untuk meningkatkan sumber daya manusia demi kepuasan dan kenyamanan para wisatawan.
Sumber daya manusia yang dibutuhkan pun meningkat, khususnya di bidang industri seperti pekerja batu,pekerja kayu dan sebagainya. Konsekuensi permasalahan infrastruktur juga semakin kompleks, termasuk masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerjanya. Upaya perlindungan tenaga kerja perlu diterapkan karena berhubungan kesehatan tenaga kerja.1 Pengelolaan lingkungan kerja dapat mendukung pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja sehingga terselenggara). Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.2
Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. ILO (International Labour Organisation) mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 % penyakit saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain.1 Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan Salah satu jenis pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terkena penurunan fungsi paru adalah pekerja batu yang masa kerjanya sebagian dihabiskan di proyek kerja yang dikelilingi oleh pegunungan penuh bebatuan yang akan diolah dengan cara dipecah dan dipotong yang dapat menjadi partikel udara yang dihirup dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang di satu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu fungsi paru.2
Kapasitas fungsi paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru untuk atau dalam menampung udara di dalamnya.3 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas fungsi paru antara lain Umur, Jenis Kelamin, Kondisi Kesehatan, Riwayat penyakit, Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan Merokok dan kebiasaan olah raga. Dengan mengetahui apakah ada gangguan kapasitas fungsi paru, dapat mengidentifikasi gangguan pernafasan sebelum untuk bekerja untuk menentukan penyakit secara dini dan memperbaiki perjalanan penyakit. Kapasitas Fungsi paru bisa diukur dengan menggunakan peralatan relative sederhana yaitu seperti spirometer.4
Faktor perilaku yang tidak sehat merupakan risiko tinggi untuk terpaparnya suatu penyakit. Hal inipun disebabkan oleh perilaku yang tidak baik dalam pola kerja Pada waktu bekerja pekerja batu ini ada yang tidak menggunakan pelindung diri khususnya pelindung pernafasan seperti masker untuk melindungi dari paparan debu. Keadaan lingkungan kerja yang diamati menjadi kesimpulan bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi penderita gangguan fungsi paru pada pekerja batu .
Industri batu padas umumnya merupakan industri informal. Industri informal biasanya dikelola oleh masyarakat dengan teknologi yang masih sederhana, tanpa banyak tersentuh oleh peraturan perundangan, sehingga segala peraturan yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan dan keselamatan terhadap tenaga kerja serta masyarakat sekitarnya kurang mendapat perhatian. Dimana pekerja batu padas bekerja dengan memotong dan memecah batu padas menggunakan martil dan gergaji batu yang membuat serpihan batu padas yang menyerupai karang dapat menjadi debu yang dapat dihirup oleh para pekerja
Hasil wawancara peneliti dengan beberapa warga yang tinggal disekitar industri batu padas ternyata warga tersebut mengalami keluhan debu seperti bersin dan batuk. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan terjadinya penyakit saluran pernapasan sebagai akibat penimbunan debu dalam paru pekerja. Apabila kondisi ini dibiarkan dimungkinkan penyakit akibat kerja semakin meningkat sehingga perlu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan di lingkungan berdebu telah menimbulkan gangguan fungsi paru. Hal ini sebagai upaya pencegahan yang bertujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja. Dan Peneliti memilih industri pekerja batu padas di Silakarang, Gianyar Bali.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendeketan cross sectional untuk mengetahui jumlah kasus penderita gangguan fungsi paru pada pekerja batu padas di Silakarang, Gianyar Bali. Penelitian ini dilaksanakan
2
pada industri batu padas di Silakarang, Gianyar pada bulan April-Mei 2014.
Sebanyak 47 orang pekerja batu padas yang telah bekerja minimal 1 tahun, bekerja di daerah Silakarang Gianyar, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 20 sampai 55 tahun yang terpilih dengan metode consecutive sampling dilibatkan dalam penelitian ini. Pada pekerja yang terpilih sebagai sampel, dilakukan wawancara mengenai karakteristik, paparan debu, pengalaman kerja, dan riwayat merokok serta dilakukan pemeriksaan fungsi paru menggunakan spirometry.Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan perangkat lunak SPSS 17 for Windows.
HASIL
Sebanyak 47 orang pekerja batu cadas dilibatkan dalam penelitian ini. Sebagian besar berusia 41-55 tahun (51%), kemudian 31-40 tahun (38%), dan 20-30 tahun (11%). Sebagian besar (96%) telah menikah saat wawancara. Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), 43% subjek tergolong dengan berat badan normal, 18% tergolong dengan berat badan kurang, 15% tergolong dengan berat bada lebih, 18% tergolong obesitas grade I, dan 17% tergolong obesitas grade II. Sebagian besar subjek (64%) telah bekerja lebih dari 15 tahun, 30% subjek telah bekerja selama 5-15 tahun, dan 6% subjek telah bekerja selama 2-5 tahun. Sebagian besar subjek (64%) memiliki riwayat merokok (Tabel 1).
Dari hasil pemeriksaan spirometri, didapatkan 66% subjek tergolong dengan gangguan restriktif, 2% tergolong gangguan restriktif, dan 32% tergolong normal. Tidak ada subjek dengan gangguan fungsi paru campuran (Tabel 1).
Gambaran Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru
Berdasarkan usia subjek, gangguan fungsi paru paling banyak ditemukan pada pekerja batu
padas berusia 41-55 tahun, dimana sebanyak 21 orang (87,5%) dengan gangguan fungsi paru restriktif, 1 orang (4,2%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif dan 2 orang (8,3%) dengan fungsi paru yang masih normal. Pada subjek berusia 31-40 tahun ditemukan 7 orang (39%) dengan gangguan fungsi paru restriktif, dan 11 orang (61%) dengan fungsi paru normal. Kemudian pada pekerja batu padas berusia 20-30 tahun ditemukan 3 orang (60%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 2 orang (40%) dengan fungsi paru yang masih normal (Tabel 2).
Tabel 1. Karakteristik Pekerja Batu Cadas | ||
Karakteristik |
Jumlah (%) | |
Usia (tahun) | ||
20-30 |
5 |
(11%) |
31-40 |
18 |
(38%) |
41-55 |
24 |
(51%) |
Status Pernikahan | ||
Menikah |
45 |
(96%) |
Belum Menikah |
2 |
(4%) |
Indeks Massa Tubuh | ||
Berat badan kurang |
6 |
(18%) |
Berat badan normal |
20 |
(43%) |
Berat badan lebih |
7 |
(15%) |
Obesitas grade I |
6 |
(18%) |
Obesitas grade II |
8 |
(17%) |
Riwayat merokok | ||
Iya |
30 |
(64%) |
Tidak |
17 |
(36%) |
Lama kerja (tahun) | ||
2-5 |
3 |
(6%) |
6-15 |
14 |
(30%) |
>15 |
30 |
(64%) |
Gangguan Fungsi Paru | ||
Obstruktif |
1 |
(2%) |
Restriktif |
31 |
(66%) |
Normal |
15 |
(32%) |
Campuran |
0 |
(0%) |
Tabel 2. Gambaran Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru | |||||
Faktor Risiko |
Normal |
Fungsi Paru |
Campuran |
Total | |
Obstruktif |
Restriktif | ||||
Usia | |||||
20-30 Tahun |
2 (40%) |
- |
3 (60%) |
- |
5 (100%) |
31-40 Tahun |
11 (61%) |
- |
7 (39%) |
- |
18 (100%) |
41-55 Tahun |
2 (8,3%) |
1 (4,2%) |
21(87,5%) |
- |
24 (100%) |
Indeks Massa Tubuh |
- | ||||
Berat badan Kurang |
1 (16,7%) |
- |
5 (83,3%) |
- |
6 (100%) |
Berat Badan Normal |
9 (45%) |
- |
11 (55%) |
- |
20 (100%) |
Berat Badan Lebih |
5 (71,4%) |
- |
2 (28,6%) |
- |
7 (100%) |
Obesitas Grade I |
- |
1 (16,7%) |
5 (83,3%) |
- |
6 (100%) |
Obesitas Grade II |
- |
8 (100%) |
- |
8 (100%) | |
Riwayat Merokok |
- | ||||
Iya |
5 (16,7%) |
1 (3,3%) |
24 (80%) |
- |
30 (100%) |
Tidak |
10 (58,9%) |
- |
7 (41,1%) |
- |
17 (100%) |
Lama Bekerja |
- |
3
2-5 Tahun 1 (33,3%) - 2 (66,7%) - 3 (100%)
6-15 Tahun 4 (28,6%) - 10 (71,4%) - 14 (100%)
>15 Tahun 10(33,3%) 1 (3,3%) 19 (63,4%) - 30 (100%)
Berdasarkan indeks massa tubuh, pada subjek yang memiliki berat badan kurang, 1 orang (16,7%) memiliki fungsi paru normal dan 5 orang (83,3%) memiliki gangguan fungsi paru restriktif. Pada subjek yang memiliki berat badan normal, ditemukan 11 orang (55%) memiliki gangguan fungsi paru restriktif, dan 9 orang (45%) memiliki fungsi paru normal. Kemudian pada subjek dengan berat badan lebih, ditemukan 5 orang (71,4%) dengan fungsi paru masih normal dan 2 orang (28,6%) dengan gangguan fungsi paru restriktif. Pada subjek dengan obesitas grade I ditemukan 5 orang (83,3%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 1 orang (16,7%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Kategori terakhir dari indeks massa tubuh yaitu obesitas grade II, pada subjek ditemukan seluruhnya (8 orang) dengan gangguan fungsi paru restriktif (Tabel 2).
Gangguan fungsi paru paling banyak ditemukan pada subjek yang merokok. Sebanyak 1 orang (3,3%) memiliki gangguan fungsi paru obstruktif, 24 orang (80%) memiliki gangguan fungsi paru restriktif, dan sisanya 5 orang (16,7%) memiliki fungsi paru yang masih normal. Pada subjek yang tidak memiliki riwayat merokok hanya ditemukan 7 orang (41,1%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 10 orang (58,9%) memiliki fungsi paru yang normal (Tabel 2).
Berdasarkan lama kerja, gangguan fungsi paru ditemukan paling banyak pada pekerja batu padas yang telah bekerja lebih dari 15 tahun yakni sebanyak 19 orang (63,4%) dengan gangguan fungsi paru restriktif , 1 orang (3,3%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif dan 10 orang (33,3%) dengan fungsi paru yang masih normal. Jumlah gangguan fungsi paru berikutnya yang ditemukan paling banyak terdapat pada pekerja batu padas yang telah bekerja 615 tahun yakni sebanyak 10 orang (71,4%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 4 orang (28,6%) dengan gangguan fungsi paru yang masih normal. Pada pekerja batu padas yang bekerja 2-5 tahun ditemukan 2 orang (66,7%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan sisanya 1 orang (33,3%) memiliki fungsi paru yang masih normal (Tabel 2).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, didapatkan proporsi fungsi gangguan paru yang cenderung meningkat sesuai umur subjek. Pada pekerja batu padas berusia 41-55 tahun, 87,5% diantaranya mengalami gangguan fungsi paru restriktif, dan 4,2% dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Pada pekerja batu padas berusia 31-40 tahun, 38% diantaranya mengalami gangguan fungsi paru restriktif, sementara pada pekerja batu padas berusia 20-30 tahun didapatkan 60% dengan gangguan fungsi paru restriktif. Hal ini
sesuai dengan penelitian Yulaekah (2007) yang menunjukkan bahwa umur meningkatkan resiko mortalitas dan morbiditas. Selain itu juga dapat terjadi penurunan volume paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal, daya regang paru, dan tekanan O2 paru.5
Berdasarkan indeks massa tubuh, proporsi gangguan fungsi paru cenderung lebih tinggi pada subjek yang mengalami obesitas, dimana padasubjek dengan obesitas grade I ditemukan 5 orang (83,3%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 1 orang (16,7%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif, sementara padasubjek dengan obesitas grade II, seluruhnya mengalami gangguan fungsi paru restriktif. Obesitas meningkatkan resiko penurunan kapasitas residu ekspirasi dan volume cadangan ekspirasi dengan semakin beratnya tubuh. Pada pasien obesitas, volume cadangan ekspirasi lebih kecil daripada kapasitas vital sehingga dapat mengakibatkan sumbatan saluran napas.5 Oleh karena itu indeks massa tubuh menjadi salah satu faktor yang menentukan fungsi paru seseorang.
Gangguan fungsi paru lebih banyak ditemukan pada subjek yang merokok, dimana 80% diantaranya mengalami gangguan fungsi paru restriktif dan 3,3% mengalami gangguan fungsi paru obstruktif. Merokok merupakan salah satu faktor resiko signifikan yang berkontribusi terhadap gangguan fungsi paru. Merokok dapat memperparah akibat dari paparan serpihan debu batu padas.
Proporsi gangguan paru lebih banyak ditemukan pada subjek dengan lama bekerja antara 615 tahun, dimana 71,4% diantaranya mengalami gangguan paru restriktif. Lama kerja berhubungan dengan lamanya paparan debu terhadap pekerja batu padas. Semakin lama seseorang terpapar debu yang mengandung berbagai polutan maka semakin tinggi resiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
SIMPULAN
Dari 47 subjek yang terlibat dalam penelitian ini, didapatkan 66% subjek tergolong dengan gangguan restriktif, 2% tergolong gangguan restriktif, dan 32% tergolong normal. Proporsi gangguan fungsi paru paling tinggi pada subjek berusia 40-55 tahun (87,5% restriktif, 4,2% obstruktif), subjek dengan obesitas (100% restriktif), subjek yang merokok (80% restriktif, 3,3% obstruktif), dan subjek yang telah bekerja selama 6-15 tahun (71,4% restriktif).
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Harrianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja Jakarta: EGC; 2008.
-
2. Suma’mur P. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja Jakarta: Gunung Agung; 2009.
4
-
3. Syaifuddin. Anatomi fisiologi untuk
keperawatan dan kebidanan. Jakarta: EGC; 2012.
-
4. Hall JE. Guyton's Textbook of Medical
Physiology. 11th ed. Philadelpia: Elsevier; 2006.
-
5. Yulaekah S. Paparan debu terhirup dan
gangguan fungsi paparan debu terhirup dan ganggu fungsi paru pada pekerja industri batu kapur (Studi di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan) [Tesis]. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2007; 6(1): p. 24-32.
Discussion and feedback