FAKTOR-FAKTOR KETERLAMBATAN PENATALAKSANAAN PADA PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2016
on
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO.2, FEBRUARI, 2017
FAKTOR-FAKTOR KETERLAMBATAN PENATALAKSANAAN PADA PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2016
Mohammad Lutfi Ramadhani Adam1, Arif Winata2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 SMF Bedah Onkologi RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Latar Belakang: Prevalensi kanker kepala leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 4,7 per 100.000 penduduk. Keterlambatan penatalaksanaan pada pasien kanker kepala dan leher masih banyak terjadi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor keterlambatan penatalaksanaan kanker kepala dan leher yang berhubungan dengan faktor pasien, faktor dokter dan faktor tumor.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan potong lintang yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah selama bulan April 2016 – September 2016. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara melalui kuisioner yang berisi tentang data karakteristik dan pertanyaan-pertanyaan terkait faktor-faktor keterlambatan penatalaksaan kanker kepala dan leher. Subjek penelitian ini adalah pasien-pasien kanker kepala dan leher yang datang ke bagain radioterapi dan kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Hasil: Dari 46 sampel yang wawancarai didapatkan usia rata-rata 47,57+12,029 tahun Kelompok usia terbanyak 40-59 (52.2%), tingkat pendidikan terbanyak berpendidikan dasar (SD, SMP dan SMA) sebesar 35 (76.1%), Penghasilan terbanyak < Rp.1.807.600,- sebesar 27 (58.7%), lokasi anatomi terbanyak nasofaring sebesar 33 (71.7%), letak tumor terbanyak superoposterior sebesar 36 (78.3%). Tingkat pengetahuan kanker 44 (95.7%) pasien tidak tahu kanker beserta gejala dan tanda. Kondisi psikologis merasakan cemas 30 (65.2%), takut 25 (54.3%) dan marah 25 (54.3%). Pasien yang menggunaan obat alternatif/obat herbal sebesar 24 (52.2%) dan sebesar 27 (58.7%) pasien tidak sering berkunjung ke fasilitas kesehatan/dokter.
Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa faktor keterlambatan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan kanker yang rendah yaitu sebanyak 44 (95.7%) pasien. Diharapkan penelitian ini terus dilanjutkan secara berkesinambungan dan lebih disempurnakan.
Kata Kunci: Faktor keterlambatan, Kanker kepala dan leher, Penatalaksanaan
ABSTRACT
Background: The prevalence of head and neck cancer (HNC) in Indonesia is high (4.7 per 100,000). A lot of patients with head and neck cancer delay management. This study was conducted to identify factors delay the management of head and neck cancers related to patient factors, physician factors and tumor factors.
Method: This study was an observational with cross sectional design in Sanglah General Hospital in April 2016 - September 2016. The research was from interviews via a questionnaire that contains characteristic data and questions factors of delay management head and neck cancers. The patients participating in this study have been diagnosed with head and neck cancer and undergoing radiotherapy or chemotherapy at Sanglah Hospital.
Result: In this study, patient mean age was 47.57 + 12.029 years. The most age group is 40-59 (52.2%), education level of basic education (elementary, junior high and high) 35 (76.1%), the highest income <Rp.1.807.600, - 27 (58.7%), most anatomical location nasopharynx 33 (71.7%), most superoposterior tumor site 36 (78.3%). The level knowledge of cancer 44 (95.7%) patients did not know the cancer and signs & symptoms. The most psychological conditions is feel anxiety 30 (65.2%), and then following by afraid and angry 25 (54.3%). Patients who uses alternative medicine 24 (52.2%) and 27 (58.7%) patients were not a frequent visitor to the health facility / physician.
Conclusion: It can be concluded that the most delay factor head and neck cancer patient at sanglah hospital is low level knowledge of cancer 44 (95.7%) patients. The results of this research could be continued and refined.
Keywords: Delay factor, Head and neck cancer, Management
1
PENDAHULUAN
Kanker adalah salah satu penyakit yang mematikan. Kanker berasal dari pertumbuhan abnormal sel atau jaringan yang bersifat invasif serta mampu bermetastasis. Salah satu jenis kanker yang menyebabkan kematian dengan jumlah yang besar di Indonesia adalah kanker kepala dan leher.1 Kanker kepala dan leher adalah keganasan epitel dari saluran aerodigestif bagian atas (UADT) yang di dalamnya terdapat sinus paranasal, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring.2,3 Kanker kepala dan leher memiliki jenis tumor yang beragam yang timbul dari berbagai struktur anatomi termasuk tulang kraniofasial, jaringan lunak, kelenjar ludah, kulit, dan membran mukosa. Sebagian besar atau lebih dari 90% adalah karsinoma sel skuamosa.4
Kanker kepala dan leher merupakan kanker yang paling banyak terjadi keenam di seluruh dunia, dengan insiden pertahun diperkirakan sebanyak 563.826 kasus (termasuk 274.850 kanker rongga mulut, kanker laring 159.363, dan 52.100 kanker oropharyngeal) dan angka kematiannya di perkirakan sebanyak 301.408 kematian per tahun.5 Di Amerika Serikat pada tahun 2006, kanker kepala dan leher adalah kanker yang paling umum kesembilan pada pria, dengan insiden sebesar 14,97 per 100.000 pada pria dan 6,24 per 100.000 pada wanita dan angka kematian yang berkaitan dengan usia sebesar 3,78 per 100.000 pada pria dan 1,39 per 100.000 pada wanita. Sedangkan pada tahun 2009 terdapat 35.720 kasus kanker kepala dan leher dan 7.600 kematian diperkirakan telah terjadi.6
Dua pertiga dari kasus kanker kepala dan leher di dunia terjadi di negara-negara berkembang. Di negara berkembang, insiden kanker tersebut lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Di Indonesia prevalensi kanker kepala leher
cukup tinggi dengan insiden sebesar 4,7 per 100.000 penduduk. Kanker kepala dan leher menduduki urutan ke-4 pada pria dan wanita sedangkan pada pria saja menempati urutan ke-2.7
Kanker kepala dan leher umumnya disebabkan karena kebiasaan merokok dengan tembakau dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Kanker ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan presentase sebesar 52,7% berbanding 47,2%. Perbandingan ini tidak terlalu jauh dikarenakan tingginya perokok pasif di Indonesia yang terjadi pada perempuan.1 Tingginya kebiasaan merokok dan minum alkohol umumnya menyebabkan terjadinya mutasi pada tumor supersor gen p53.8 Mutasi gen p53 ini akan mempengaruhi fungsinya sendiri untuk menghambat pertumbuhan tumor. Dan diketahui pula bahwa infeksi human papillomavirus (HPV) juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kanker kepala dan leher. Kanker kepala dan leher yang berasosiasi dengan HPV ini sangat terkait dengan infeksi HPV secara oral dan praktik seksual tertentu yang memfasilitasi paparan virus secara berulang.4
Penatalaksanaan kanker kepala dan leher yang utama meliputi operasi dan kemoterapi baik secara tunggal maupun kombinasi.9 Ketepatan waktu dari penatalaksanaan sangatlah penting untuk pasien-pasien penderita kanker kepala dan leher. Akan tetapi sering kali terjadi keterlambatan penatalaksanaan yang berakibat buruk pada pasien. Keterlambatan penatalaksanaan pasien kanker kepala dan leher dibagi menjadi 2 periode, pertama patient delay didefinisikan sebagai waktu antara pengenalan tanda dan gejala pertama dengan waktu konsultasi medis pertama, dan yang kedua
profesional delay didefinisikan sebagai waktu antara konsultasi medis pertama dan waktu saat diagnosis histopatologi ditegakkan.10
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya patient delay dan professional delay faktor-faktor tersebut antara lain faktor sosio-ekonomik dan demografik seperti umur, gender, agama, pendidikan, status pernikahan, residential area, struktur keluarga, pekerjaan dan status ekonomi; faktor yang terkait dengan tumor seperti letak tumor primer dan karakteristiknya yang kadang-kadang oligo-symptomatik; faktor pasien seperti tidak ada yang menemani ke rumah sakit, kurangnya kesadaran, tidak adanya waktu dan masalah keluarga. faktor psikososial, dan faktor medis seperti misdiagnosis, pengobatan yang tidak adekuat, dan rujukan ke dokter spesialis.11,12
Dampak dari keterlambatan diagnosis dan pengobatan pada kanker kepala dan leher dapat menyebabkan terjadinya progesifitas ke stadium yang lebih lanjut, penurunan tingkat kesembuhan, penurunan efektivitas dari pengobatan yang akhirnya menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.10,12 Semakin besar waktu keterlambatan diagnosis dan pengobatan, semakin besar stadiumnya, semakin kompleks terapi yang dilakukan dan menyebabkan prognosis yang semakin memburuk.12 Selain itu, diagnosis dini dan pengobatan sangat penting untuk meningkatkan tingkat angka survival pada pasien kanker.10
Di Rumah Sakit Sanglah sendiri belum ada penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan penatalaksanaan kanker kepala dan leher pada pasien. Keterlambatan penatalak-sanaan sendiri menjadi salah satu penyebab besarnya kasus kematian pada kanker kepala dan leher.1 Maka dari itu
diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang meyebabkan terjadinya keterlambatan penata-laksanaan kanker kepala dan leher pada pasien yang ada di rumah sakit sanglah, sehingga efektifitas pengobatan dapat ditingkatkan, tingkat kesembuhan dapat meningkat, prognosis menjadi lebih baik dan angka morbiditas dan mortalitas dapat ditekan. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah yaitu apa saja faktor-faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan penatalaksanaan pada pasien kanker kepala dan leher di RSUP Sanglah.
METODE
Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar mulai dari Bulan April 2016 sampai Bulan September 2016.Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) sehingga dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan pada penatalaksanaan pasien kanker kepala dan leher di RSUP Sanglah tahun 2016. Sampel penelitian dari penelitian ini adalah pasien kanker kepala dan leher yang datang ke bagian radioterapi atau kemoterapi di RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik sampling non probability dengan menggunakan total sampling yaitu mengambil seluruh sampel. Dalam penelitian ini sampel diambil dari seluruh pasien kanker kepala dan leher di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah serta memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian mulai dari Bulan April 2016 sampai September 2016. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Data yang sudah dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan cara perhitungan
3
presentase setiap faktor-faktor keterlam-batan penatalaksanaan kanker kepala dan leher. |
kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, lokasi anatomi, letak tumor. Tabel 2 menggambarkan faktor-faktor keterlambatan pasien radioterapi/ |
HASIL |
kemo-terapi yang berada di RSUP Sanglah |
Tabel 1 menggambarkan karakteristik subyek penelitian berdasarkan usia, jenis |
Denpasar. |
Tabel 1. Data Karakteristik Pasien Kanker Kepala dan Leher
Data Karakteristik |
Tahun n(%) |
Usia Rata-rata ± standar deviasi Usia Tengah Termuda Tertua Kelompok Usia
40-59
Pendidikan Tidak Sekolah Tamat SD/Sederajat Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat Tingkat Pendidikan Tidak Berpendidikan Berpendidikan Dasar (SD, SMP, dan SMA) Berpendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi) Penghasilan Tidak Berpenghasilan <Rp.1.807.600,- >Rp.1.807.600,- |
47.61 ± 12.089 51 19 65 13 (28.3%) 24 (52.2%) 9 (19.6%) 7 (15.2%) 11 (23.9%) 7 (15.2%) 17 (37%) 4 (8.7%) 7 (15.2%) 35 (76.1%) 4 (8.7%) 8 (17.4%) 27 (58.7%) 11 (23.9%) |
Lokasi Anatomi Kelenjar Parotis Kelenjar Tiroid Laring Nasofaring Orofaring |
1 (2.2%) 1 (2.2%) 4 (8.7%) 33 (71.7%) 2 (4.3%) |
Rongga Mulut Sinonasal dan Kelenjar Tiroid Letak Tumor Anteroinferior Superoposterior Anteroinferior dan Superoposterior |
4 (8.7%) 1 (2.2%) 9 (19.6%) 36 (78.3%) 1 (2.2%) |
Tabel 2. Faktor-faktor Keterlambatan Pasien Radioterapi/Kemoterapi
Faktor-faktor Keterlambatan |
Ya n(%) |
Tidak n(%) |
Tingkat Pengetahuan Kanker | ||
1. Apakah anda mengetahui apa itu kanker? |
2 (4.3%) |
44 (95.7%) |
2. Apakah anda mengetahui tanda dan gejala kanker? Kondisi Psikologis |
2 (4.3%) |
44 (95.7%) |
1. Apakah anda merasakan rasa takut karena penyakit yang diderita? |
25 (54.3%) |
21 (45.7%) |
2. Apakah anda merasakan rasa cemas karena penyakit yang diderita? |
30 (65.2%) |
16 (34.8%) |
3. Apakah anda merasakan rasa marah karena penyakit yang diderita? Penggunaan Obat Alternatif |
25 (54.3%) |
21 (45.7%) |
1. Apakah anda pernah menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal? |
24 (52.2%) |
22 (47.8%) |
2. Apakah anda menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal karena informasi dari media cetak/elektronik? |
3 (6.5%) |
43 (93.5%) |
3. Apakah anda menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal karena saran dari anggota keluarga, kerabat/teman? |
22 (47.8%) |
24 (52.2%) |
4. Apakah anda menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal karena tidak nyaman menggunakan obat konvensional dari pengalaman sebelumnya? |
9 (19.6%) |
37 (80.4%) |
5. Apakah anda menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal secara kombinasi dengan pengobatan konvensional? |
7 (15.2%) |
39 (84.8%) |
6. Apakah anda menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal secara tunggal? |
18 (39.1%) |
28 (60.9%) |
7. Apakah anda pernah berfikir bahwa pengobatan alternatif/obat herbal lebih baik dari pengobatan konvensional? Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan/Dokter |
6 (13%) |
40 (87%) |
1. Apakah sebelum berobat di RSUP Sanglah, anda sering mengunjungi fasilitas kesehatan atau berobat ke dokter? |
19 (41.3%) |
27 (58.7%) |
2. Apakah setelah mengunjungi fasilitas kesehatan atau berobat ke dokter tersebut, penyakit anda membaik? |
7 (15.2%) |
39 (84.8%) |
DISKUSI
Penelitian ini merupakan peneli-tian deskriptif studi potong lintang atau cross sectional. Pasien yang terlibat pada penelitian ini sudah terdiagnosis kanker kepala dan leher serta sedang menjalani radioterapi/kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Pengambilan data dilakukan selama 6 bulan (April-September 2016). Selama periode ini dikumpulkan seluruh informasi terkait pasien kanker kepala dan leher yang melakukan radioterapi atau kemoterapi. Selama kurun waktu 6 bulan didapatkan sampel berjumlah 46 pasien yang melakukan radioterapi atau kemoterapi,
dengan karakte-ristik usia terbanyak yang menderita kanker kepala dan leher adalah kelompok usia lansia antara 40-59 tahun sebanyak 24 responden (52.2%). Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Kurniasari dkk. (2015) dimana kebanyakan pasien berada dalam kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 31,5%. Penelitian lain menyebutkan bahwa insiden kanker kepala dan leher meningkat seiring dengan bertambahnya usia, terutama di atas usia 50 tahun. Meskipun sebagian besar pasien berusia antara 50-70 tahun, tetapi kanker kepala dan leher dapat diderita oleh pasien pada kelompok umur yang lebih muda.7
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan oleh lakukan Kurniasari dkk. (2015) yang menyatakan bahwa kanker kepala dan leher dapat diderita oleh pasien pada kelompok usia yang lebih muda.7 Pada hasil penelitian jumlah pasien dengan usia dibawah 40 tahun menempati urutan kedua sebagai kelompok usia yang paling banyak menderita kanker dari pada kelompok usia diatas 60 tahun. Pergeseran usia ini bisa dikarenakan seringnya pasien terpapar faktor risiko kanker kepala dan leher seperti penggunaan tembakau baik merokok maupun menyirih, dan konsumsi alkohol. Berdasarkan studi analisis dari data yang dikumpulkan dari 17 penelitian kasus-kontrol di Eropa dan Amerika (11.221 kasus dan 16.168 kontrol) yang berpartisipasi dalam International Head and Neck Cancer Epidemiology Consortium mengung-kapkan bahwa prevalensi faktor risiko kanker kepala dan leher pada populasi sebesar 72% dengan faktor risiko tembakau dan alkohol, 4% untuk alkohol saja, 33% untuk tembakau saja, dan 35% untuk kombinasi antara tembakau dan alkohol.13
Selain itu ditemukan pasien. Berdasarkan data yang didapat melalui wawancara, pasien ini tidak memiliki faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker kepala dan leher seperti tidak merokok, tidak mengkonsunsim alkohol, tidak menyirih atau menggunakan tembakau, jenis kelaminnya perempuan dan umur masih sangat muda yaitu 19 tahun. Sedangkan pada umumnya kanker kepala dan leher disebabkan karena kebiasaan merokok dengan tembakau dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Kanker ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan presentase sebesar 52,7% berbanding 47,2% dan kanker kepala dan leher ini lebih banyak terjadi pada usia 40-59 tahun.1
Muncul penyakit kanker yang diderita oleh pasien perempuan ini bisa disebabkan oleh faktor risiko lain seperti faktor genetik. Penelitian yang dilakukan oleh The International Head And Neck Cancer Epidemiology Consortium (INHANCE) menegaskan bahwa peran genetik memiliki kecenderungan menjadi faktor risiko kanker kepala dan leher. Sebuah riwayat keluarga dengan kanker kepala dan leher di tingkat pertama dikaitkan dengan 1,7 kali lipat meningkatkan risiko perkembangan kanker kepala dan leher.14 Selain itu Human Papilloma Virus (HPV) juga diketahui menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kanker kepala dan leher terutama pada karsinoma sel skuamosa orofaringeal, tonsila lingualis, dan tonila palatina.5,14Dan terdapat juga faktor-faktor risiko lain seperti paparan karsinogen, kesehatan gigi yang buruk, faktor makanan seperti asupan buah dan sayuran yang rendah, pembentukan plak gigi, iritasi kronis pada lapisan mulut, dan paparan sinar ultraviolet juga berperan dalam pengembangan kanker kepala dan leher baik secara individu maupun kombinasi14,15
Pasien-paisen pada penelitian ini banyak yang mengenyam pendidikan mulai dari SD, SMP sampai SMA yaitu sebanyak 35 (76.1%) pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Kurniasari dkk. (2015). yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang dimana sebanyak 38 (84.4%) pasien mengenyam pendidikan dasar dan lanjutan (SD, SMP, dan SMA).7 Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Krishnatreya dkk. (2015) dimana sebanyak 1869 (60.60%) pasien mengenyam pendidikan mulai dari SD sampai SMA.9
Pada penelitan yang dilakukan oleh Krishnatreya dkk. (2015) tentang hubungan antara tingkat pendidikan dengan keterlambatan
penatalaksanaan pasien kanker kepala dan leher menunjukkan bahwa adanya hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat pendidikan pasien dengan stadium tumornya. Pada orang yang terdiagnosis pada stadium I cenderung memiliki tingkat pendidikan tinggi contohnya perguruan tinggi dan orang yang terdiagnosis pada stadium IV cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah seperti tidak sekolah dan berpendidikan dasar dari SD sampai SMA.9 Penelitian Wady dkk. (2015) juga menyatakan bahwa semakin progresif tumor yang diderita berhubungan dengan kurangnya pendidikan (dengan terbatasnya perilaku preventif untuk kesehatan).12
Pada penelitian ini terdapat banyak pasien berpenghasilan kurang dari upah minimin regional (UMR) atau kurang dari Rp.1.807.600 berjumlah 27 responden (58.7%). Penghasilan tidak berpengaruh pada pasien karena saat ini hampir seluruh masyarakat menggu-nakan jaminan kesehatan contohnya BPJS.
Pada penelitian ini sebanyak 33 (71.7%) pasien menderita kanker nasofaring kemudian diikuti oleh kanker rongga mulut 4 (8.7%) pasien dan kanker laring 4 (8.7%) pasien. Sesuai dengan penelitian oleh Lee dkk. (2011) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Serawak dimana kasus kanker kepala dan leher yang dominan adalah kanker nasofaring sebanyak 20 (48.8%) pasien.10 Akan tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian yang di lakukan Tromp dkk. (2004) yang dilakukan di Pusat Kesehatan Universitas Utrecht dimana kasus kanker kepala dan leher yang dominan adalah kanker mulut sebanyak 122 (44%) pasien.16
Dari berbagai lokasi anatomi tumor yang diderita pasien sebanyak 36 (78.3%) pasien memiliki tumor yang terletak di superoposterior atau di bagian suprastruktur dari ohngren’s line.
Lokasi anatomi yang berada di daerah superoposterior dari ohngren’s line seperti nasofaring, orofaring. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kowalski dkk. (1994) menunjukkan bahwa Penurunan risiko yang signifikan terlihat ketika gejala pertama yang diderita pasien adalah ulkus. Di sisi lain, peningkatan risiko secara substansial dapat diamati pada kasus dengan odynophagia atau disfagia. Pada analisi untuk letak tumor primer menunjukkan tumor yang letaknya kurang terlihat dari permukaan rongga mulut atau orofaring cenderung terdiagnosis pada saat sudah stadium lanjut. Dan sayangnya, tumor yang paling agresif seperti tumor orofaring stadium III memiliki karakteristik oligosimptomatik atau asimptomatik pada fase awal perkembangannya yang menyebabkan cenderung terdeteksi saat sudah stadium lanjut.17 Karena karakteristik tumor yang oligosimptomatik membuat pasien tidak mengetahui adanya tumor dan berujung terjadinya keterlambatan penatalak-sanaan kanker yang pasien derita.
Pada penelitian ini sebanyak 44 (95.7%) pasien tidak mengetahui apa itu kanker dan tanda serta gejala dari kanker. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tromp dkk. (2005) yang dilakukan di Unit Onkologi Kepala dan Leher Pusat Kesehatan Universitas Utrect dimana sebanyak 52 (56%) pasien tidak memiliki pengetahuan tentang kanker sehingga mengalami keterlambatan datang ke tempat pelayanan kesehatan. Sedangkan pasien yang memiliki pengetahuan tentang kanker kepala dan leher atau pasien yang diduga terdiagnosis kanker cenderung datang ke tempat pelayanan kesehatan atau dokter gigi secara.18
Kondisi psikologis yang paling banyak dirasakan pasien adalah cemas yaitu sebanyak 30 (65.2%), lalu diikuti dengan takut dan marah
sebanyak 25 (54.3%). Menurut Tromp dkk. (2005) prilaku pasien seperti menolak, malu, cemas, tidak peduli dengan kondisi dapat menyebabkan tidak adanya kemauan untuk berkonsultasi dengan petugas medis segera setelah gejala muncul dan menyebabkan keterlambatan dalam mencari perawatan medis sehingga kanker yang dideritanya berkembang ke stadium lanjut.18
Pada penelitian ini sebanyak 24 (52.2%) pasien menggunakan pengobatan herbal. Hasil penelitian ini mendekati penelitan oleh Kato dkk. (2008) dimana sebanyak 79% pasien menggunakan modalitas pengobatan alternatif/obat herbal.19 Dan dari beberapa pertanyaan yang diberikan sebanyak 22 (47.8%) pasien menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal karena saran dari anggota keluarga, kerabat/teman. Dan sebanyak 39 (84.8%) pasien tidak menggunakan pengobatan alternatif/obat herbal secara kombinasi dengan pengobatan konvensional atau digunakan secara tunggal, yang artinya pasien lebih menggu-nakannya sebagai pengobatan alternatif dari pada pelengkap pengobatan konvensional. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Kato dkk. (2008) dimana sebanyak 119 (71%) pasien menggunakannya sebagai pelengkap sebelum dilakukannya pengobatan konvensional.19
Pada pertanyaan Apakah sebelum berobat di RSUD Sanglah, anda sering mengunjungi fasilitas kesehatan atau berobat ke dokter? Dan Apakah setelah mengunjungi fasilitas kesehatan atau berobat ke dokter tersebut, penyakit anda membaik? sebanyak 27 (58.7%) pasien tidak sering mengunjungi fasilitas kesehatan atau berobat ke dokter yang menandakan bahwa kanker terdiagnosis pada saat sekali atau 2 kali datang ke fasilitas kesehatan/dokter dan pasien langsung di rujuk ke RSUP sanglah untuk
mendapatkan pengobatan. Lalu 19 (41.3%) pasien sering mengunjungi fasilitas kesehatan atau berobat ke dokter yang menandakan adanya kemungkinan missdiagnosis oleh dokter yang memeriksa atau pasien salah berobat ke dokter spesialis yang bukan dibidangnya. Penelitian ini tidak jauh dengan penelitian Lee dkk. (2011) yang menyatakan sebanyak 58% dari dokter medis yang berkualitas dapat menunda diagnosis kanker pada pasien yang simptomatik. Keadaan tersebut berkaitan dengan kegagalan petugas kesehatan dalam mengenali gejala dan tanda-tanda malignansi. Bahkan pada tingkat spesialis gigi, ada satu kasus karsinoma nasofaring yang sudah terjadi efusi telinga tengah, penyakit primernya baru dapat dikenali setelah 79 hari.10 Dan karena penyebab tersebut sehingga didapat sebanyak 39 (84.8%) pasien menyatakan bahwa penyakitnya tidak membaik setelah datang ke fasilitas kesehatan/ ke dokter.
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata usia pasien kanker kepala dan leher pasca radioterapi/kemoterapi di RSUP Sanglah tahun 2016 adalah 47 tahun dengan kelompok usia terbanyak adalah 45-59 tahun sebesar 24 (52.2%) pasien. Tingkat pendidikan terbanyak adalah berpendidikan dasar (SD, SMP, dan SMA) sebanyak 35 (76.1%) pasien. Penghasilan terbanyak adalah diatas UMR provinsi Bali atau <Rp.1.807.600, sebanyak 27 (58.7%) pasien. Lokasi anatomi terbanyak adalah nasofaring sebesar 33 (71.7%) pasien. Letak Tumor terbanyak adalah superoposterior sebesar 36 (78.3%) pasien. Faktor keterlambatan yang paling banyak dimiliki oleh pasien kanker kepala dan leher di RSUP Sanglah adalah tingkat
pengetahuan kanker yang rendah sebesar 44 (95.7%) pasien.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Tobungan N, ALiyah SH, Wijayanti N. Epidemiologi, stadium, dan derajat diferensiasi kanker kepala dan leher. Biogenesis Junal Ilmiah Biologi. 2015 3(1):47–52
-
2. Cognetti DM, Weber RS, Lai SY. Head and neck cancer an evolving treatment paradigm. Cancer. 2008 113(7):1911–1932
-
3. Maasland DH, et al. Alcohol consumption, cigarette smoking and the risk of subtypes of head-neck cancer: results from the netherlands cohort study. Bmc Cancer. 2004 14(1):187
-
4. Pai S, Westra W. Molecular pathology of head and neck cancer: implications for diagnosis, prognosis, and treatment. Annual Review of Pathology. 2009 4:49– 70
-
5. Marur S, et al. HPV-associated head and neck cancer: a virus-related cancer
epidemic. Lancet Oncology. 2010 11(8):781–789
-
6. Pulte D, Brenner H. Changes in survival in head and neck cancers in the late 20th and early 21st century: a period analysis. The Oncologist. 2010 15(9):994–1001
-
7. Kurniasari FN, Surono A, Pangastuti R. Status gizi sebagai prediktor kualitas hidup pasien kanker kepala dan leher. Indonesian Journal of Human Nutrition. 2015 2(1):61– 68
-
8. Siddiqui M,. et al. Epidemiology and histopathological spectrum of head and neck cancers in bihar, a state of eastern india. Asian Pacific journal of cancer prevention : APJCP. 2012 13(8):3949-53
-
9. Krishnatreya M, et al. Educational levels and delays in start of treatment for head and neck cancers in north-east india. Asian Pac J Cancer Prev. 2014 15(24):10867–10869
-
10. Lee SC, et al. Head and neck cancer: possible causes for delay in diagnosis and treatment. Medical Journal Malaysia. 2011 66(2):101–104
-
11. Dwivedi AK, et al. An epidemiological study on delay in treatment initiation of cancer patients. Health. 2012 4(2):66–79
-
12. Wady A, et al. Impact of delay in the diagnosis and treatment of head and neck cancer. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 2015 225:1–4
-
13. Filion EJ, et al. Higher incidence of head and neck cancers among vietnamese
american men in california. Head Neck. 2015 32(10):1336–1344.
-
14. Mehanna H, et al. Head and neck cancer part 1: epidemiology, presentation, and prevention. Bmj. 2010 341:663–666
-
15. Dometilde C, et al. Head and neck cancer: causes, prevention and treatment. 2013 79(2):239–247
-
16. Tromp DM, et al. Psychological factors and patient delay in patients with head and neck cancer. European journal of cancer (Oxford, England: 1990). 2004
40(10):1509–16
-
17. Kowalski LP, et al. Lateness of diagnosis oral and oropharyngeal carcinoma: fators related to the tumour, the patient and health professionals. Oral Oncol, Eur J Cancer. 1994 30B(3):167-173
-
18. Tromp DM, et al. Patient factors associated with delay in primary care among patients with head and neck carcinoma: a caseseries analysis. Family practice. 2005 22(5):554–559
-
19. Kato I, Neale AV. Does use of alternative medicine delay treatment of head and neck cancer? a surveillance, epidemiology, adn end results (seer) cancer registry study. Head & neck. 2015 55(7):691–696
Discussion and feedback