PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2013-JULI 2014
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.11, NOVEMBER, 2016
PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2013-JULI 2014
Ema Surya Pertiwi1, Dewa Sukrama2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 SMF Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Email: [email protected]
ABSTRAK
Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak yang bercampur darah dan dibatukkan dari saluran respirasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita hemoptisis pada pasien rawat inap di RSUP Sanglah periode Juli 2013 sampai dengan Juni 2014. Metode yang di gunakan adalah deskriptif secara retrospektif menggunakan rekam medis pasien rawat inap dengan gejala hemoptisis di RSUP Sanglah periode Juli 2013 sampai dengan Juni 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak Juli 2013 sampai dengan Juni 2014 di dapatkan 78 pasien rawat inap dengan gejala hemoptisis. Sebagian besar pasien adalah laki-laki dengan kelompok usia terbanyak yaitu 21-30 tahun. Sementara distribusi frekuensi berdasarkan riwayat pendidikan terbanyak yaitu tidak tamat SD, dan merupakan perokok sebanyak 49%. Etiologi utama dari hemoptisis di RSUP Sanglah adalah tuberkulosis paru. Pada penelitian ini di dapatkan angka kematian pasien sebesar 7,7% dari total kejadian hemoptisis.
Kata Kunci: hemoptisis, deskriptif retrospektif, profil, tubekulosis
ABSTRACT
Hemoptysis, or coughing up blood is blood or sputum mixed with blood and coughed up from the respiratory tract. The purpose of this study was to determine the profile of patients with hemoptysis in patients hospitalized at Sanglah Hospital in the period July 2013 until June 2014. The method that used is descriptive retrospectively using medical records of patients hospitalized with symptoms of hemoptysis in Sanglah Hospital in the period July 2013 until June 2014. The results showed that from July 2013 until June 2014 there are 78 inpatients with symptoms of hemoptysis. Most of the patients were male with the largest group is 21-30 years old. The frequency distribution by the highest educational history that is unfinished primary school, and also being a smoker as much as 49%. The main etiology of hemoptysis in Sanglah Hospital is pulmonary tuberculosis. In this study, the patient death rate is 7.7% of the total incidence of hemoptysis.
Keywords: hemoptysis, descriptive retrospective, profile, tuberculosis
PENDAHULUAN
Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan dari saluran respirasi. Hemoptisis dianggap gejala yang menakutkan bagi pasien maupun keluarga pasien. Hemoptisis termasuk gejala klinis yang signifikan untuk gangguan pada saluran pernafasan. Seringkali, hemoptisis menjadi keadaan gawat darurat yang dapat mengancam nyawa pasien dan diperlukan tindakan tepat untuk menanganinya.1 Kejadian hemoptisis cukup sering di jumpai di RSUP Persahabatan Jakarta. Menurut laporan
Seriosna dkk (2010), kejadian hemoptisis pada penderita rawat inap didapatkan 31,47% (164 penderita, tahun 2006), 30,99% (115 penderita, tahun 2007), 34,68% (171 penderita tahun 2008). Bila dilihat dari jumlah kasus tersebut, hemoptisis adalah kasus yang cukup banyak terjadi.2
Di negara maju khususnya Eropa, neoplastik dan kanker non-granulomatosa merupakan penyebab tersering terjadinya hemoptisis. Lain halnya di negara berkembang seperti Pakistan, tuberkulosis paru adalah faktor utama kejadian hemoptisis.3 Di Indonesia sendiri,
banyak insiden penyakit sebagai penyebab dari hemoptisis. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 1, bahwa insiden terbesar hemoptisis di Indonesia adalah penyakit infeksi sebanyak 60%, neoplasma 20%, penyakit kardiovaskular 10%, dan penyakit lainnya sebanyak 10%.4,6
Pada studi retrospektif terhadap pasien rawat inap maupun rawat jalan di US, penyakit infeksi (60%) juga menjadi penyebab tersering hemoptisis, yaitu bronkitis (26%), pneumonia (10%), dan tuberkulosis (8%).5 Berdasarkan penelitian pada 50 pasien hemoptisis yang berobat di Rumah Sakit Persahabatan dari bulan September hingga Oktober 2009, sebagian besar pasien adalah laki-laki (82%). Kelompok umur pasien yang kurang dari 20 tahun berjumlah tiga orang (6%), 2140 tahun berjumlah 27 orang (54%), 41-61 tahun berjumlah 17 orang (34%), dan lebih dari 60 tahun berjumlah tiga orang (6%). Riwayat merokok dengan jumlah perokok sebanyak 39 orang (78%) dan bukan perokok 11 orang (22%).2
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah yang terletak di Jalan Diponegoro, Denpasar, Bali merupakan rumah sakit dengan pelayanan komprehensif terbesar di Provinsi Bali dan dapat dijadikan acuan penyebaran penyakit yang menggambarkan seluruh populasi di Bali. Namun belum ada data yang spesifik mengenai profil penderita hemoptisis di Poli Paru RSUP Sanglah. Padahal, sebagian besar penyakit paru yang mengancam jiwa di tandai dengan adanya hemoptisis. Penelitian ini bertujuan untu mengetahui profil pasien dengan gejala hemoptisis yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar. Data yang di dapat berguna sebagai informasi bagi tenaga medis untuk mengetahui apa saja penyebab hemoptis yang paling sering terjadi pada pasien rawat inap di RSUP Sanglah.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah deskriptif retrospektif terhadap pasien yang mengunjungi RSUP Sanglah tahun 2013. Data penelitian ini diperoleh dengan mengkaji secara langsung data rekam medis pasien. Pengambilan data dilakukan bulan Juli 2014, yang kemudian dikaji selama satu bulan (Juli 2014 - Agustus 2014). Populasi penelitian ini adalah pasien penyakit paru, besaran sampel adalah semua pasien penyakit paru dengan penyebab hemoptisis di RSUP Sanglah. Penyebab hemoptisis yang termasuk kriteria dalam penelitian
ini adalah diagnosis yang tertulis di rekam medis pasien. Diantaranya diagnosis yang di maksudkan adalah penyakit tuberculosis paru, kanker paru, abses paru, bronchitis, bronkiektasis, dan pneumonia. Karakteristik pasien yang dinilai adalah jenis kelamin, usia, riwayat merokok, riwayat alkohol dan riwayat penyakit medis, lamanya rawat inap, dan kondisi pasien saat keluar dari rumah sakit. Hasil yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dipaparkan secara deskriptif untuk menunjukkan profil penderita hemoptisis di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali tahun 2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Karakteristik Pasien dengan Hemoptisis di Ruang Rawat Inap RSUP Sanglah
Karakteristik |
Jumlah |
Persen |
Jumlah subjek |
78 | |
Usia min-max |
16-82 | |
Jenis Kelamin | ||
Laki-Laki |
66 |
85% |
Perempuan |
12 |
15% |
Riwayat Pendidikan | ||
Tidak tamat SD |
36 |
46% |
Tamat SD |
7 |
9% |
Tamat SMP |
15 |
19% |
Tamat SMA |
8 |
10% |
Tamat |
12 |
16% |
Akademi/Universitas | ||
Riwayat penyakit | ||
Tidak ada |
39 |
50% |
Jantung |
3 |
4% |
Hipertensi |
11 |
14% |
Diabetes mellitus |
8 |
10% |
Tuberkulosis |
18 |
23% |
Keganasan |
7 |
9% |
HIV |
7 |
9% |
Merokok |
48 |
62% |
Mengkonsumsi alkohol |
25 |
32% |
Total |
78 |
100% |
Berdasarakan data yang diperoleh dari Rekam Medis RSUP Sanglah periode bulan Juli 2013 sampai dengan Juni 2014, pada penelitian ini terdapat 78 kasus hemoptisis pada pasien yang menjalani rawat inap. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.1, sampel yang diperoleh ini terdiri dari 66
laki-laki (85%) dan 12 perempuan (15%). Usia paling muda adalah 16 tahun dan yang paling tua 82 tahun. Riwayat pendidikan pasien paling banyak tidak tamat SD sejumlah 36 orang 46% , tamat SD sebanyak tujuh orang 9%, tamat SMP 15 orang 19%, tamat SMA delapan orang 10% dan tamat akademi/Universitas sebanyak 12 orang 16%. Dari rekam medis, diperoleh 39 orang tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu yaitu sebanyak 50%, tiga orang memiliki riwayat penyakit jantung sebanyak 4%, 11 orang menderita penyakit hipertensi 14%, 8 orang menderita penyakit diabetes mellitus sebanyak 10%, 18 orang pernah menderita tuberkulosis paru yaitu sebanyak 23%, tujuh orang pernah menderita kanker dan penyakit keganasan lainnya sebanyak 9%, dan tujuh orang lainnya pernah menderita HIV sebanyak 9%. Selain itu, didapatkan pasien yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 48 orang dengan 62%, dan pasien yang memiliki kebiasaan meminum alkohol sebanyak 25 orang atau 32%. Jumlah perokok mungkin bisa lebih dari itu karena dari rekam medis tidak ada keterangan apakah pasien merupakan perokok aktif, perokok pasif, ataupun pernah memiliki riwayat merokok sebelumnya.
Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin
Usia |
Jenis Kelamin |
Total | |
Laki-laki |
Perempuan | ||
≤20 tahun |
11 |
1 |
12 (15%) |
21-30 tahun |
21 |
0 |
21 (27%) |
31-40 tahun |
12 |
3 |
15 (19%) |
41-50 tahun |
8 |
2 |
10 (13%) |
51-60 tahun |
9 |
0 |
9 (12%) |
≥60 tahun |
5 |
6 |
11 (14%) |
78 | |||
Total |
66 |
12 |
(100%) |
Data yang di peroleh berdasarkan tabel 5.2 yaitu distribusi frekuensi berdasarkan usia dan jenis kelamin terdapat 12 pasien yang berusia kurang dari 20 tahun (15%) dengan ketentuan 11 laki-laki dan satu perempuan, 21 pasien berusia 21-30 tahun (27%) semuanya laki-laki, 15 pasien berusia 31-40 tahun (19%) dengan 12 pasien laki-laki dan tiga pasien perempuan, 10 pasien berusia 41-50 tahun (13%) dengan delapan orang laki-laki dan dua orang perempuan, sembilan orang pasien berusia 51-60 tahun (12%) semuanya laki-laki, dan 11 pasien berusia lebih dari 60 tahun (14%) dengan lima
pasien laki-laki dan enam pasien perempuan Berdasarkan tabel 5.3, distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan penyakit yang mendasari yaitu penyakit tuberkulosis paru sebanyak 38 pasien (49%), lalu bronkitis sebanyak empat pasien (5%), bronkiektasis sebanyak tujuh pasien (9%), pneumonia sebanyak tujuh pasien (9%), Abses paru sebanyak dua pasien (3%), dan karsinoma sebanyak 19 pasien (24%). Dari hasil yang di dapat diketahui penyakit yang paling banyak mendasari hemoptisis pada pasien rawat inap di RS Sanglah yaitu penyakit tuberkulosis paru sebanyak 50%, kedua penyakit karsinoma sebanyak 24%. Selama bulan Juli 2013 sampai bulan Juni 2014 dari data yang di dapatkan pada rekam medis RS Sanglah terdapat enam pasien yang meninggal dengan gejala hemoptisis. Pasien pertama meninggal karena tuberkulosis paru dimana pasien dulu pernah menderita tuberkulosis paru namun pengobatan belum tuntas dan tuberkulosis paru kemudian relaps lagi lebih parah yang menyebabkan dia harus di rawat di RS selama 10 hari, pasien kedua meninggal karena penyakit osteosarcoma stadium IVA sudah menjalani rawat inap di RS Sanglah kurang lebih selama lima bulan, pasien ketiga meninggal karena HIV yang menyebabkan tubuhnya lemah dan rentan menderita tuberkulosis paru, pasien keempat meninggal karena NSCL stadium IV dimana pasien sudah menjalani rawat inap di RS Sanglah selama kurang lebih satu bulan, dan pasien keenam meninggal karena malignansi nasofaring yang bermetastasis ke paru. Dari hasil yang di dapatkan pasien yang meninggal paling banyak disebabkan oleh keganasan yang bermetastasis ke paru sebanyak empat orang pasien dan terdapat dua orang pasien yang meninggal karena tuberkulosis paru.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian sebelumnya, penderita hemoptisis terbanyak adalah laki-laki.2,4,7 Seperti pada gambar 5.1, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di dapatkan pada pasien rawat inap di RS Sanglah periode Juli 2013 sampai dengan Juni 2014 dimana pasien yang paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 85%. Karakteristik yang di dapatkan di RS Sanglah seperti pada gambar 5.2 untuk tingkat pendidikan yaitu paling banyak di jumpai pada pasien yang tidak tamat SD sebanyak 46%. Berbeda dengan penelitian yang di lakukan di RSUP D.Jamil Padang , paling banyak dengan tingkat pendidikan tidak tamat SMP.8 Kelompok umur pasien pada penelitian sebelumnya paling
banyak di temukan pada usia produktif untuk penyebab tuberculosis yaitu rentang usia 21-30 tahun diikuti oleh usia 40 tahun keatas untuk kanker paru.2,4,9 Di RS Sanglah seperti yang terdapat pada
tabel 5.5 dan di jelaskan di gambar 5.3 di temukan distribusi yang sama,yaitu pasien dengan usia produktif 21-30 tahun paling banyak menderita hemoptisis.
Tabel 3. Distribusi frekuensi subyek penelitian berdasar penyakit yang mendasari gejala hemoptisis
Penyakit yang Mendasari |
Frekuensi |
Presentase |
Tuberkulosis Paru |
39 |
50% |
Bronkitis |
4 |
5% |
Bronkiektasis |
7 |
9% |
Pneumonia |
7 |
9% |
Abses paru |
2 |
3% |
Karsinoma |
19 |
24% |
Gambar 1.
Distribusi frekuensi pasien berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4. Diagnosis akhir pada pasien yang meninggal dunia
Diagnosis akhir
Pasien 1 |
Tuberkulosis Paru |
Pasien 2 |
Osteosarcoma stadium IVA |
Pasien 3 |
HIV dengan Tuberkulosis Paru |
Pasien 4 |
NSCL stadium IV |
Pasien 5 |
Adenocarcinoma paru |
Pasien 6 |
Malignansi Nasofaring |

Gambar 2.
Distribusi Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 3.
Keterkaitan etiologi hemoptisis dengan kelompok usia pasien
Tabel 5. Keterkaitan etiologi hemoptisis dengan kelompok usia pasien Usia
Penyakit |
≤20 |
21-30 |
31-40 |
41-50 |
1-60 |
≥61 |
Jumlah | |
Tuberculosis Paru |
11 |
14 |
9 |
5 |
3 |
4 |
39 |
50% |
Bronkitis |
0 |
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
4 |
5% |
Bronkiektasis |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
7 |
9% |
Pneumonia |
1 |
2 |
2 |
3 |
0 |
0 |
7 |
9% |
Abses paru |
0 |
0 |
1 |
1 |
0 |
0 |
2 |
3% |
Karsinoma |
0 |
0 |
0 |
0 |
4 |
8 |
19 |
24% |
Total |
12 |
21 |
15 |
10 |
9 |
11 |
78 |
100% |
Berdasarkan etiologi hemoptisis di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit tuberkulosis paru menjadi penyakit paling banyak sebagai penyebab hemoptisis.4,12,14 Namun untuk negara maju yang sudah menangani tuberkulosis paru dengan baik, penyakit kanker paru dan penyakit infeksi lainnya seperti bronkiektasis dan bronkitis menjadi penyebab utama dari gejala hemoptisis.5,10,11,13
Karsino
ma 24%
Abses
paru 3%
Pneum nia 9%

Bronkiti
Bronkie ktasis 9%
s
Gambar 3.
Penyakit |
Frekuensi |
kok |
Alkohol |
Tuberkuloss | |||
Paru |
39 |
30 |
12 |
Bronkitis |
4 |
1 |
1 |
Bronkiektasis |
7 |
5 |
4 |
Pneumonia |
7 |
2 |
0 |
Abses paru |
2 |
2 |
0 |
Karsinoma |
19 |
8 |
7 |
Total |
78 |
48 |
25 |
Dari rekam medis yang di dapatkan di RS Sanglah periode Juli 2013 sampai Juli 2014, seperti yang terlihat pada gambar 5.3, penyakit tuberculosis merupakan penyebab utama dari gejala hemoptisis sebanyak 50% pasien kedua diikuti oleh karsinoma sebanyak 24%. Pasien dengan kebiasaan merokok terlihat di tabel 5.6 dan dijelaskan di gambar 5.4 dimana paling banyak di jumpai pada pasien dengan tuberkulosis paru sebanyak 30 pasien dan karsinoma sebanyak delapan pasien.15
Tabel 6. Keterkaitan etiologi hemoptisis dengan riwayat merokok dan meminum alkohol
Mero
Distribusi pasien berdasarkan penyebab hemoptisis

Keterkaitan kebiasaan meminum alkohol dan merokok dengan etiologi hemoptisis.
Pada penelitian ini di temukan kebiasaan merokok lebih banyak pada pasien dengan penyebab tuberkulosis paru dan karsinoma paru. Namun sayangnya dari rekam medis tidak di dapatkan data apakah pasien merupakan perokok aktif, perokok pasief, maupun tidak pernah memiliki riwayat merokok sama sekali sehingga perlu di lakukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini di RSUP Sanglah. Kebiasaan meminum alkohol ditemukan 25 pasien (62%) memiliki kebiasaan meminum alkohol dan dari jumlah tersebut sebanyak 57% pasien dengan diagnosis bronkiektasis meminum alkohol dan 50% pasien dengan diagnosis karsinoma memiliki kebiasaan meminum alkohol. Pada etiologi yang ada belum di ketahui secara pasti apakah ada hubungan gejala hemoptisis dengan
pasien yang memiliki kebiasaan meminum alkohol.9,12
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Alsagaff, Hood. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. 2009. Airlangga University Press. pp 301-5
-
2. Seriosna RE, Swidarmoko B, Syahruddin E. Discharge Criteria of Patient with Hemoptysis and Evaloation for One Month in Persahabatan Hospital. 2010. Jurnal Respirologi Indonesia Vol 30: 4.
-
3. Ashraf O. Hemoptysis, a Developing World Perspective. 2006. BMC Pulmonary Medicine 6:1.
-
4. Amin Z. Manifestasi Klinik dan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan System Pernapasan. Dalam Sudoyo AW dkk editor. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Ed
-
5. Jakarta: Interna Publishing. H 969-73.
-
5. Bidwell J.L, Pachner R.W. Hemoptysis: Diagnosis and Management. 2009. American Academy of Family Physician; 72:1253-60.
-
6. Web MD. Coughing up blood (hemoptysis). 2013. http://www.webmd.com/lung/coughing-up-blood. diunduh Desember 2013.
-
7. Haryati, Bakhriansyah M, Aisah SK. Profil Penderita Kanker Paru Promer di Rumah Sakit Umum daerah Ulin Banjarmasin Tahun 20062011. 2013. Jurnal Respirologi Indonesia Vol 33:1
-
8. Irfa I, Medison I, Iryani D. Gambaran Kejadian Hemoptisis pada Pasien di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2011-Desember 2012. 2014. Jurnal Kesehatan
Andalas 3(3)
-
9. Pires SF, Teixeira N, Coelho F, Damas C. Hemoptysis – Etiology, Evaluation and Treatment in a University Hospital. 2010. Portuguese journal of pulmonology 17(1):7-4
-
10. Bhatta DR, Singh TSK, Gokhale S. Hemoptysis: is it tuberculosis?. 2011.
International Journal Infection Microbiology 1(2):63-67
-
11. Mason RJ, Broaddus VC, Martis TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF, Nadel JA. Muray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 2010. 5th ed. USA: Elsevier.
-
12. Rasmin M. Hemoptisis. 2009.
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HE MOPTISIS%20editorial.pdf – diunduh Desember 2013
-
13. Amirullah, R. Gambaran dan Penatalaksanaan Batuk Darah di Biro Pulmonologi RSMTH. 2004. Cermin Dunia Kedokteran No. 33: 30-32
-
14. Marleen FS, Swidarmoko B, Rogayah R, Pandelaki J. Embolisasi arteri bronkial pada hemoptisis. 2009.
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Refs erlyt.pdf diunduh pada Desember 2013
-
15. Tandio, Deasy., Manuaba, Amertha. 2016. Safety Procedure for Biosafety and Controlling a Communicable Disease: Streptococcus Suis. Bali Medical Journal 5(2).
DOI:10.15562/bmj.v5i2.220
Discussion and feedback