HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA MAHASISWA LAKI – LAKI FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS UDAYANA
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.8, AGUSTUS, 2016
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA MAHASISWA LAKI – LAKI FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS UDAYANA
I Gede Wara Nugraha
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali [email protected]
ABSTRAK
Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat Indonesia. Terdapat lebih dari 4,000 bahan kimia dalam rokok yang dapat menyebabkan berbagai masalah pada tubuh manusia seperti gangguan kardiovaskular, pernapasan, keganasan, mental, termasuk insomnia yang timbul akibat konsumsi rokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian insomnia pada mahasiswa laki – laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana. Penelitian ini merupakan penelitian observasional (non eksperimental) dengan pendekatan analitik cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah 52 orang mahasiswa laki – laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian. Kejadian insomnia ditentukan menggunakan kuisioner Insomnia Rating Scale. Dari kuisioner didapatkan data mahasiswa merokok mengalami insomnia 9 orang (17,30%), mahasiswa yang merokok tidak insomnia 6 orang (11,54%), mahasiswa yang tidak merokok mengalami insomnia 21 orang (40,38%), dan mahasiswa yang tidak merokok tidak insomnia 16 orang (30,77%). Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana dengan nilai p = 0,83 dan nilai Odds Ratio (OR) yang didapatkan, yaitu sebesar 1,143.
Kata kunci: merokok, insomnia, mahasiswa laki-laki
ABSTRACT
Smoking has become a habit that is very common and widespread in Indonesian society. Cigarettes contain about 4000 toxic substances that affecting human health status such as cardiovascular and respiratory diseases, malignancy, mental and including insomnia. This research was aimed to analyze the association between smoking behavior and insomnia on male Civil Faculty student of Udayana University. It was an observational analytic study with cross-sectional approach. The population was 52 male students who met the inclusion criteria. Insomnia was assessed by Insomnia Rating Scale questionnaire. The result showed that 9 smoker students with insomnia (17,30%), 6 smokers students without insomnia (11,54%), 21 non-smoker students with insomnia (40,38%), and 16 non-smoker students without insomnia (30,77%). The data were analyzed by Chi-Square statistic test. Statistical analysis revealed that there was not a significant association between smoking behavior and insomnia on male
Civil Faculty student of Udayana University with the
Keywords: smoking, insomnia, male students
PENDAHULUAN
Selama kurun waktu 1970-2000, konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat dari sekitar 33 milyar menjadi 217 milyar batang. Berdasarkan kelompok umur, hasil temuan 2007 menunjukkan prevalensi perokok meningkat dengan bertambahnya umur, sampai kelompok umur 55-59 tahun, kemudian menurun pada kelompok umur berikutnya. Peningkatan pada kelompok umur 15-19 tahun, dari 7,1% (1995) menjadi 19,9% (2007) atau naik 180% selama tahun 1995 – 2007. Prevalensi merokok meningkat dari tahun
p value 0.83 and Odds Ratio value 1,143.
ke tahun berdasarkan kelompok umur. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok umur paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3% menjadi 2,0% atau meningkat hampir 7 kali lipat selama 12 tahun terakhir.1
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi remaja perokok di Jakarta tahun 2001 adalah 20,4% (laki-laki 36,7%; perempuan 4.4%), dan tahun 2004 sebesar 16,6% (laki-laki 28,4%; perempuan 3,0%). GYTS tahun 2006 yang digunakan sebagai angka nasional adalah sebesar 12,6% (laki-laki 24,5%; perempuan 2,3%). Tiga dari sepuluh
pelajar (30,9%) ditemukan merokok pertama kali sebelum mereka mencapai usia 10 tahun. Di antara pelajar yang merokok, sebesar 3,2 % telah kecanduan dengan indikator hal pertama yang diinginkan pada pagi hari adalah rokok.
Berdasarkan data di atas, konsumen rokok terdapat dari usia anak–anak hingga dewasa. Kebiasaan merokok juga dialami oleh sebagian mahasiswa, tidak terkecuali mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana.
Bahaya rokok bagi kesehatan dapat berupa gangguan kardiovaskular, pernapasan, keganasan, mental, dan gangguan lainnya. Remaja yang sudah kecanduan merokok tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin. Belakangan ini timbul perbincangan mengenai pengaruh merokok terhadap kejadian insomnia.2
Kandungan pada rokok yang sangat berperan dalam gangguan tidur adalah nikotin. Nikotin bekerja sebagai stimulan seperti kafein dan amphetamin yang pada umumnya akan menyebabkan gangguan perhatian dan kecemasan yang pada akhirnya akan menyebabkan seseorang sulit untuk memulai tidur.3,7
Salah satu penelitian sebelumnya mengenai pengaruh perilaku merokok terhadap kejadian insomnia di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat yang dilakukan oleh M. Annahri M.dkk menyatakan bahwa terdapatnya hubungan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia. Hal ini membuat peneliti terinspirasi untuk melakukan penelitian yang serupa di Universitas Udayana.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional (non eksperimental) dengan pendekatan analitik cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana, Bali selama 3 bulan.
Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik random sampling jenis simple random sampling. Sampel penelitian adalah mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana angkatan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi subjek penelitian. Kriteria inklusi yang digunakan adalah terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana di Bali, angkatan tahun 2011, dan berjenis kelamin laki-laki. Kriteria ekslusi yang digunakan apabila reponden menolak mengisi kuisioner.
Penelitian ini dimulai dengan pengambilan data jumlah perokok pada mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana angkatan 2011 yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Sebelum kuesioner diberikan, subjek penelitian diberi penjelasan tentang prosedur pelaksanaan penelitian, tujuan dan
manfaat dari penelitian ini. Setelah subjek mendapatkan penjelasan, peneliti tetap berada dalam ruangan yang dijadikan tempat penelitian untuk menjawab pertanyaan yang mungkin diajukan oleh subjek penelitian. Kuesioner terdiri atas lembar informed consent, lembar isian data dasar, dan lembar kuesioner insomnia rating scale. Setelah semua data terkumpul, penelitian dilanjutkan dengan melakukan analisis data, dan pembuatan kesimpulan. Uji statistik yang digunakan adalah statistik Pearson Chi-Square karena tidak terdapat nilai “Expected Count” yang kurang dari 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang hubungan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia pada mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014. Pada Penelitian ini didapatkan sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 52 orang yang terdiri dari 15 orang merokok dan 37 orang tidak merokok. Mahasiswa yang merokok insomnia 9 orang (17,30%), mahasiswa yang merokok tidak insomnia 6 orang (11,54%), mahasiswa yang tidak merokok mengalami insomnia 21 orang (40,38%), dan mahasiswa yang tidak merokok tidak insomnia 16 orang (30,77%). Data dapet dilihat pada tabel 1
Tabel 1
Distribusi Perokok dan Non Perokok Terhadap Kejadian Insomnia pada Mahasiswa Teknik Sipil UNUD
Insomnia |
Tidak Insomnia |
Total |
Merokok |
9 |
6 |
15 |
Tidak |
21 |
16 |
37 |
Merokok | |||
Total |
30 |
22 |
52 |
Kejadian insomnia pada penelitian ini menggunakan kuisioner yang berdasarkan “Adult Insomnia: Assesment to Diagnosis”.8 Beberapa hal yang dinilai pada subjek yang mengalami insomnia antara lain : keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk, gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan, adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari, ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan, dan adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.4
Data dari kuisioner selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS 19 untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana secara statistik. Uji statistik yang digunakan adalah statistik Pearson Chi-Square karena tidak terdapat nilai “Expected Count” yang kurang dari 5. Hasil analisis menggunakan uji ChiSquare menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana, yaitu dengan didapatkannya nilai p = 0,83. Selain itu dapat dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) yang didapatkan, yaitu sebesar 1,143. Ini berarti bahwa seseorang yang merokok memiliki peluang untuk mengalami insomnia sebesar 1,143 lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Nilai OR ini sangat mendukung kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana, terbukti dengan nilai OR yang mendekati 1.
Hasil analisis secara statistik menggunakan SPSS 19 pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia pada mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana yang ini berarti hipotesis ditolak. Hal ini tidak selaras dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 2012 yang mana menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia. Menurut peneliti, Hasil yang berbeda ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik dari sampel yang digunakan. Insomnia pada umumnya diklasifikasikan menjadi insomnia primer dan insomnia sekunder. Insomnia primer tidak terkait dengan kondisi medis atau kejiwaan, sedangkan insomnia sekunder biasanya terkait dengan kondisi medis atau kejiwaan.5 Insomnia biasanya timbul dari interaksi antara faktor biologis, fisik, psikologis, dan lingkungan. Model Spielman atau yang dikenal dengan 3-P Model dari insomnia menjelaskan bahwa seorang individu dapat mengalami insomnia melalui 3 komponen yaitu karakteristik predisposisi suatu individu, faktor pencetus, dan faktor predisposisi. Contoh dari faktor pencetus insomnia adalah berbagai peristiwa hidup yang dapat membuat stress dan penyakit baru yang diderita pasien. Hal ini selaras dengan penelitian ini yang menggunakan sampel yang berasal dari Fakultas Teknik Sipil yang mahasiswanya lebih cenderung untuk terjaga mengerjakan tugasnya dan akibat stress yang ditimbulkan. Perbedaan tugas kuliah yang dikerjakan dan kecenderungan tidur larut malam akibat harus mengerjakan tugas kuliah juga akan mengurangi waktu tidur responden sehingga menyebabkan ketidakpuasaan tidur saat terbangun. Sedangkan faktor predisposisi
yang dimaksud seperti strategi tidur siang yang salah atau memperpanjang waktu tidur di luar jam tidur. Kebiasaan terjaga sampai larut malam untuk membuat tugas akan cenderung merusak ritme sirkadian dari responden sehingga pada akhirnya responden akan terbiasa untuk tidur larut malam ataupun tidur lebih lama pada siang hari.5,6
PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana yang merokok mengalami insomnia 9 orang (17,30%), mahasiswa yang merokok tidak insomnia 6 orang (11,54%), mahasiswa yang tidak merokok mengalami insomnia 21 orang (40,38%), dan mahasiswa yang tidak merokok tidak insomnia 16 orang (30,77%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa insomnia yang dialami oleh beberapa orang mahasiswa laki-laki Fakultas Teknik Sipil Universitas Udayana tidak ada hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok yang dilakukan oleh mahasiswa itu sendiri. Ini didukung dengan didapatkannya nilai p = 0,83 dan nilai Odds Ratio (OR) yang didapatkan, yaitu sebesar 1,143.
Saran untuk penelitian ini, walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok terhadap kejadian insomnia, diharapkan responden atau masyarakat umum yang merokok tetap waspada terhadap berbagai efek negatif yang ditimbulkan oleh rokok.
Saran untuk peneliti lainnya yang hendak melakukan penelitian serupa atau yang ingin mengkaji kembali mengenai pengaruh merokok terhadap kejadian insomnia diharapkan dapat lebih memperhatikan faktor-faktor risiko lainnya yang mungkin berpengaruh terhadap kejadian insomnia. Bila memungkinkan perlu dilakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Siregar, Mukhlidah Hanun. Mengenal Sebab-Sebab, Akibat-Akibat, dan Cara Terapi Insomnia. Jogjakarta: FlashBooks. 2011.
-
2. Drake, Christopher L; Roehrs, Timothy; and Roth, Thomas. Insomnia Causes, Consequences, and
Therapeutics: An Overview. Depression and
Anxienty. 2003; 18: 163-176.
-
3. Boutrel B. & Koob GF. What keeps us awake: the neuropharmacology of stimulants and wakefulnesspromoting medications. SLEEP 2004; 27(6): 118194.
-
4. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya. 2001.
http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview#aw2aab6b2b4aa. Diakses: 7 Februari7.
2014.
8.
Pigeon, Wilfred R. Diagnosis, Prevalence, Pathways, Consequences and Treatment of Insomnia. Indian J Med Res 2010; 131: 321-332.
NSW Department of Health. Nicotine and other Poisons. Tobacco and Health Fact Sheet 2004.
Toward Optimized Practice (TOP) Program. Adult Insomnia: Assessment to Diagnosis. 2007.
4
Discussion and feedback