GAMBARAN DAN ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA PENGECAT SPRAY MOBIL DI DAERAH GATSU TIMUR

DENPASAR, BALI

I Gede Bagus Bhaskara Wijaksana1, I Made Muliarta2 1Program Studi Pendidikan Dokter 2

2Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Industri pengecatan spray mobil merupakan salah satu bidang industri yang memiliki risiko tinggi terjadinya occupational health hazard. Pekerja pengecat spray berisiko tinggi terkena paparan zat isocynate yang telah dikaitkan dengan gangguan fungsi paru obstruktif maupun restriktif. Faktor risiko lama bekerja, riwayat pemakaian alat pelindung diri dan riwayat merokok diperkirakan berpengaruh terhadap gangguan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja pengecat spray mobil di daerah Gatsu Timur. Metode analitik dengan pendekatan cross – sectional digunakan dalam penelitian ini. Subjek penelitian ini adalah 23 tenaga kerja pengecat spray di daerah Gatsu Timur. Pengukuran fungsi paru menggunakan spirometer. Hasil penelitian menunjukkan 60,8% pekerja mengalami gangguan paru restriktif dan 17,3% mengalami gangguan paru obstruktif. Tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara lama kerja, pengunaan alat pelindung diri, dan riwayat merokok terhadap gangguan fungsi paru. Saran untuk industri pengecatan mobil adalah perlu diadakan pemeriksaan kesehatan rutin pada pekerja dan perlu diadakan penelitian dengan skala yang lebih besar untuk mengetahui faktor risiko gangguan fungsi paru.

Kata Kunci : Pengecat spray, gangguan fungsi paru, faktor risiko

CHARACTERISTIC AND RISK FACTORS ANALYSIS FOR LUNG FUNCTION IMPAIRMENT AMONGST AUTOMOBILE SPRAY PAINT WORKERS IN GATSU TIMUR DENPASAR, BALI

ABSTRACT

Automobile spray paint industries are associated with high risk of occupational hazard. Spray paint workers are at high risk of isocynate exposure which has been associated with both obstructive and restrictive lung impairment. Risk factors such as duration of work, safety equipment, and history of smoking are among several risk factors involving lung function.The purpose of this study is to describe the lung function impairment among automobile spray paint workers in Gatsu Timur and analyze risk factors that influence them. Analytic cross- sectional method was used in this study. Subjects were 23 automobile spray paint workers in Gatsu Timur. Lung function impairment was measured using spirometer. The study showed that 60,8% of subjects have restrictive lung impairment and 17,3% have obstructive lung impairment. No significant relationship was found between duration of work, safety equipment, and history of smoking against lung function impairment. Automobile spray paint companies should do regular health check up on their workers. More research involving larger numbers of samples should be conducted to determine risk factors associated with lung function in automobile spray paint workers.

Keywords : spray paint, lung impairment, risk factor

PENDAHULUAN

Industri pengecatan spray mobil merupakan salah satu bidang usaha yang sedang berkembang di wilayah Indonesia. Di Kota Semarang saja ditemukan 150 bengkel cat mobil. Jumlah ini meningkat sebanyak 100% dibandingkan tahun 1990.1 Dalam proses pengecatan spray, cat dalam bentuk cairan diubah menjadi bentuk aerosol atau kabut. Selanjutnya bahan akan diarahkan pada permukaan badan mobil sehingga didapatkan lapisan cat yang rata pada mobil. Bahan akhir cat terdiri dari gabungan pelarut, inhibitor, pigmen, dan besi. Styrene, isocynate, xylene dan alkohol termasuk dalam bahan pelarut.

Bahan pigmen termasuk diantaranya 2 acrlylates dan methylacrylates.

Bahan utama yang menjadi perhatian pada pengecat spray adalah isocynate. Gangguan akibat bahan isocynate pada pekerja pengecat spray mobil dapat bermanifestasi menjadi toksisitas akut maupun kronik. Pada toksisitas akut, pekerja pengecat spray dapat mengalami iritasi mata, hidung, dan tenggorokan yang dapat disertai dengan batu dan sesak napas. Siddanagoudra pada tahun 2012 menemukan 28% pekerja pengecat mengalami batuk, 21% mengalami sesak napas, 28% mengalami gejala mengi. Eksposur dalam jumlah yang lebih tinggi

dapat menyebabkan pneumonititis hipersensitivitas dan edema paru. Kontak kulit dengan bahan ini dapat menimbulkan dermatitis dan eksim. Siddanagoudra dalam penelitian yang sama juga menemukan 3% pekerja pengecat spray mengalami gejala gatal, kemerahan dan bengkak pada kulit.3,4

Inhalasi kronik isocynate telah dikaitkan dengan gangguan lesi paru, nasal dan imun. Gangguan paru pada inhalasi kronik zat ini umumnya dicirikan dengan sesak napas, mengi dan konstriksi bronkial yang bersifat kronik. Zat isocynate diperkirakan mengakibatkan kerusakan paru melalui mekanisme pembentukan hapten dan dengan meningkatkan sistem pengenalan antigen monosit pada saluran napas.3,5

Gangguan fungsi paru dibagi menjadi gangguan paru obstruktif dan gangguan paru restriktif. Gangguan paru restriktif merupakan gangguan pengembangan paru sehingga membatasi kemampuan inspirasi paru. Gangguan obstruktif disebabkan oleh penyempitan saluran napas yang mengakibatkan gangguan proses ekspirasi. Chattopadhyay pada tahun 2007 dalam penelitiannya terhadap 151 pekerja pengecat menemukan 36,4% pekerja memiliki gangguan fungsi paru restriktif atau obstruktif.6,7

Gambaran fungsi paru dinilai menggunakan pemeriksaan spirometri. Pemeriksaan ini mengukur beberapa variabel yang dapat digunakan untuk menilai gangguan fungsi paru. Gangguan fungsi paru restriktif dapat dinilai dengan mengukur nilai % Forced Vital Capacity (%FVC) sementara gangguan paru obstruktif dapat dinilai menggunakan parameter %Forced Expiratory Volume in 1 second /Forced vital Capacity.1

Tidak semua pekerja pengecat spray mengalami gangguan fungsi paru. Faktor risiko yang diperkirakan terkait dengan munculnya gangguan fungsi paru, diantaranya lama bekerja sebagai pengecat spray mobil, penggunaan alat perlindungan diri (APD), dan riwayat merokok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran fungsi paru pekerja pengecat spray di daerah Gatsu Timur dan faktor risiko yang meningkatkan risiko gangguan fungsi paru.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross -sectional. Penelitian dilaksanakan pada bengkel pengecat spray mobil daerah Gatsu Timur. Data diambil pada bulan Juni 2014. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja pengecat spray mobil pada

wilayah Gatsu Timur. Sampel populasi diambil dari seluruh populasi sampel (total population study). Kriteria inklusi mencakup semua pekerja pengecat spray mobil pada daerah Gatsu Timur yang berusia 17-60 tahun dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan persetujuan tertulis. Kriteria eksklusi adalah, menolak ikut serta dalam penelitian, memiliki keterbatasan dalam mengikuti penelitian atau memiliki riwayat penyakit paru sebelum bekerja di bengkel pengecat spray.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa instrumen. Kuesioner digunakan untuk menghimpun data umur, pemakaian APD, lama bekerja sebagai pekerja pengecat spray dan riwayat merokok. Tinggi badan diukur langsung dengan menggunakan Microtoise merk SERCA. Berat badan subjek diukur dengan menggunakan timbangan GEA. Data fungsi paru didapat menggunakan spirometer AS500.

Data yang telah diperoleh dianalisis untuk mencari faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru. Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 17.0 dengan metode chi square dan t test.

HASIL

berjenis kelamin lelaki. Usia rerata subjek adalah 34,2 tahun. Rerata berat badan subjek didapatkan 58,3 kg. Tinggi badan rerata subjek adalah 163,1 cm. Rerata Body Mass Index (BMI) subjek adalah 21,9.

Dari 23 orang subjek didapatkan 14 (60,8%) orang dengan fungsi paru restriktif. Subjek dengan fungsi paru obstruktif ditemukan sebanyak empat orang (17,3%). Sebanyak dua (0,8%) subjek didapatkan dengan fungsi paru obstruktif dan restriktif. Tabel 2 menunjukkan rerata %FVC dan %FEV1/FVC.

Dari hasil penelitian didapatkan jumlah sampel 23 orang. Seluruh subjek penelitian


Tabel 1. Gambaran Fungsi Paru Pekerja Pengecat Spray (n=23)

Gambaran fungsi paru

Kriteria

Frekuensi

Restriktif

FVC<80% Predicted

14 (60,8%)

Obstruktif

FEV1/FVC

<80%

4 (17,3%)

Campuran

Gabungan restriktif dan obstruktif

2 (0,8%)

Tabel 2. Rerata nilai %FVC dan %FEV1/FVC

Pekerja Pengecat Spray

Fungsi Paru       Rerata dan Simpang Baku

% FVC               70,26 ± 14,169

%FEV1/FVC          88,84 ± 12,372

Dari 23 subjek penelitian, didapatkan sebanyak sembilan subjek bekerja kurang dari lima tahun, sementara 14 subjek telah bekerja selama lebih dari lima tahun. Sebanyak 8 orang telah menggunakan APD selama bekerja dan 15 orang sisanya tidak memakai APD dengan baik. Sebanyak dua belas subjek telah merokok sebelumnya sementara 11 subjek tidak merokok. Tabel 3 menunjukkan gambaran fungsi paru pekerja pengecat spray berdasarkan faktor risiko.

Untuk mengetahui hubungan masing-masing faktor risiko dengan gangguan fungsi paru, data selanjutnya dimasukkan dalam tabel tabulasi silang. Setiap faktor risiko dihubungkan dengan masing-masing gangguan fungsi paru restriktif dan objektif. Kemaknaan dievaluasi menggunakan perhitungan chi square dengan tingkat kemaknaan p<0,05.

Tabel 3. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Faktor

Risiko (n=23)

Faktor Obstruktif Restriktif Normal Campuran

Risiko

Lama Paparan (tahun)

< 5

2

5

3

1

>5

2

9

4

1

Alat Perlindungan Diri

Pakai

1

3

4

0

Tidak

3

11

3

2

Merokok

Ya

2

9

2

1

Tidak

2

5

5

1

Tabel 4 menunjukkan hubungan faktor risiko lama bekerja, pengunaan APD, dan riwayat merokok dengan gangguan fungsi paru restriktif. Dari hasil chi square menggunakan tingkat kemaknaan <0,05 tidak ditemukan adanya hubungan antara lama kerja dengan gangguan fungsi paru tipe restriktif dengan p = 0,675. Tidak ditemukan pula hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru tipe restriktif dengan p = 0,094. Faktor risiko riwayat merokok tidak ditemukan memiliki hubungan yang bermakna terhadap gangguan fungsi paru tipe restriktif dengan nilai p = 0,147.

Tabel  4.  Hubungan Faktor Risiko dengan

Gangguan Fungsi Paru Restriktif

Faktor Risiko

Gangguan Restriktif

Nilai p

Ya

Tidak

Lama kerja

<5 tahun

5

4

0,675

>5 tahun

9

5

Pengunaan APD

Memakai

3

5

0,094

Tidak Memakai

11

4

Riwayat Merokok

Ya

9

3

0,147

Tidak

5

6

Tabel 5. Hubungan Faktor Risiko dengan Gangguan Fungsi Paru Obstruktif

Faktor Risiko

Gangguan obstruktif

Nilai p

Ya

Tidak

Lama kerja

<5 tahun

2

7

0,624

>5 tahun

2

12

Pengunaan APD

Memakai

1

7

0,651

Tidak Memakai

3

12

Riwayat Merokok

Ya

2

10

0,924

Tidak

2

9

Setiap faktor risiko juga dihubungkan dengan gangguan fungsi paru tipe obstruktif. Tabel 5 menunjukkan hubungan faktor risiko lama bekerja, pengunaan APD, dan riwayat merokok dengan gangguan paru tipe obstruktif. Dari hasil perhitungan Chi square tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara lama bekerja dengan gangguan fungsi paru obstruktif (p = 0,624). Pengunaan APD ditemukan tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan paru tipe obstruktif (p = 0,651). Tidak ditemukan pula adanya hubungan bermakna antara riwayat merokok dengan gangguan fungsi paru tipe obstruktif (p = 0,924).

Rerata nilai %FVC diujikan dengan nilai rujukan 80 menggunakan metode one sample t-test dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Nilai 80 dipilih sesuai dengan batas kriteria gangguan fungsi paru restriktif. Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan rerata %FVC pada 14 subjek dengan gangguan paru restriktif dimana terdapat perbedaan signifikan antara rerata nilai %FVC subjek dengan nilai rujukan.

Tabel 6. Hasil One Sample t-test Rerata %FVC Pekerja Pengecat Spray

Kategori

Rerata dan Simpang Baku

Nilai p

%FVC

66,3000 ± 9,96625

0,000

Untuk menentukan apakah terdapat perbedaan signifikan nilai rerata % FVC dan %FEV1/FVC pada masing –masing faktor risiko, data selanjutnya dibandingkan menggunakan perhitungan independent sample t-test. Perhitungan menggunakan tingkat kemaknaan p<0,05.

Tabel 7 menunjukkan nilai rerata %FVC pada masing-masing faktor risiko. Dari hasil independent sample t test dengan kemaknaan <0,05 tidak ditemukan adanya perbedaan nilai signifikan antara rerata %FVC pada subjek yang telah bekerja < 5 tahun dibandingkan dengan > 5 tahun (p=0,650). Tidak ditemukan pula adanya perbedaan signifikan diantara subjek yang menggunakan APD dibandingkan dengan yang tidak (p=0,117). Rerata nilai %FVC subjek yang memiliki riwayat merokok tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan subjek yang tidak merokok (p=0,867).

Tabel 8 menunjukkan nilai rerata %FEV1/FVC terhadap masing-masing faktor risiko. Berdasarkan hasil independent sample t test dengan tingkat

kemaknaan <0,05, tidak terdapat perbedaan nilai rerata %FEV1/FVC yang signifikan antara subjek yang telah bekerja < 5tahun dan > 5tahun (p = 0,834). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek yang memakai APD dengan yang tidak memakai (p = 0,962). Rerata nilai %FEV1/FVC subjek tidak berbeda secara signifikan antara subjek yang merokok dan tidak merokok (p = 0,867).

Tabel 7. Hasil Independent Sample t-test Rerata %FVC Pekerja Pengecat Spray

Kategori          Rerata dan        Nilai p

Simpang Baku

Lama Kerja

< 5 tahun           68,5333          0,650

> 5 tahun

71,3714

Pengunaan APD

Memakai

76,6375

0,117

Tidak memakai

66,8600

Riwayat merokok

Ya

67,7750

0,867

Tidak

72,9727

PEMBAHASAN

Sebanyak 14 (60,8%) sampel ditemukan dengan fungsi paru restriktif. Subjek dengan fungsi paru obstruktif ditemukan empat (17,3%) dari 23 orang. Data dari berbagai penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi. Vandenplas dan

Chattopadhyay menemukan 36,4% pekerja pengecat spray memiliki gangguan fungsi paru restriktif maupun obstruktif. Sidaanagoudra dalam penelitiannya menemukan 9 dari 70 pekerja pengecat spray mengalami gangguan fungsi paru obstruktif. Budiono dalam penelitiannya terhadap 90 pekerja pengecat spray menemukan 20% pekerja mengalami gangguan fungsi paru restriktif sementara 22,2% memiliki gangguan paru obstruktif.1,3,7

Nilai rerata %FVC pada subjek dengan gangguan restriktif penelitian didapatkan 66,3000. Hasil ini secara signifikan dibawah batas standar gangguan fungsi paru p<0,05. Sementara rerata %FEV1/FVC pada seluruh pasien dengan gangguan obstruktif ditemukan 88,8478. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Budiono. Pekerja pengecat spray pada penelitian Budiono memiliki rerata %FVC 77,04 dan %FEV1/FVC 75,19.1

Gangguan fungsi paru pada pekerja pengecat spray diperkirakan akibat zat isocyanate yang terkandung pada bahan cat mobil. Paparan dosis rendah zat ini diasosiasikan dengan perubahan minimal pada kaliber bronkus dan gangguan permeabilitas barier epitel. Isocynate termasuk dalam low molecular sensitizer

mekanisme hapten dan dengan meningkatkan sistem pengenalan antigen monosit.5

Tabel 8. Hasil Rerata %FEV1/FVC Pekerja Pengecat Spray

Kategori

Rerata

Nilai p

Lama Kerja

< 5 tahun

89,5444

0,834

> 5 tahun

88,4000

Pengunaan APD

Memakai

88,6750

0,962

Tidak memakai

88,940

Riwayat merokok

Ya

89,2750

0,867

Tidak

88,3818

Dalam penelitian ini faktor risiko lama bekerja, pengunaan APD, dan riwayat merokok dikaitkan dengan gambaran fungsi paru pekerja pengecat spray.

Faktor risiko pertama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah lama bekerja sebagai pekerja pengecat spray. Dari hasil uji chi square tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan antara kejadian gangguan fungsi paru restriktif (p = 0,675) dan obstruktif (p = 0,624) pada pekerja yang bekerja > 5 tahun dibandingkan dengan pekerja yang bekerja <5 tahun. Dari hasil independent sample t test

yang merangsang sistem imun melalui


didapatkan hasil rerata nilai %FVC pada mereka yang telah bekerja < 5 tahun tidak berbeda secara signifikan dengan mereka yang baru bekerja < 5 tahun (p=0,650). Sementara rerata %FEV1/FVC juga ditemukan tidak berbeda secara signifikan (p=0,834). Meskipun dalam penelitian ini tidak didapatkan hasil yang konsisten mengenai hubungan lama paparan dengan manifestasi gangguan fungsi paru, beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan waktu berkaitan dengan penurunan fungsi paru. Aribo pada tahun 2014 menemukan hubungan terbalik antara durasi bekerja dengan parameter fungsi paru. Siddanagoudra menemukan korelasi kuat antara durasi eksposur dan dan fungsi paru. Dalam studi serupa Scwarz dan Baker pada tahun 1988 menunjukkan bahwa risiko obstruksi saluran napas pada pekerja pengecat spray berkaitan dengan durasi eksposur diisocynate.2,4,8

Faktor risiko kedua yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pemakaian alat perlindungan diri. Dari hasil chi square tidak didapatkan adanya perbedaan signifikan antara kejadian gangguan paru restriktif (p=0,094) dan obstruktif (p=0,651) pada pekerja yang menggunakan APD dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan. Dari hasil perhitungan independent sample t test

tidak ditemukan adanya perbedaan nilai %FVC (p=0,117) dan %FEV1/FVC (p=0,962) pada kedua kelompok pekerja.

Hasil ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Budiono pada tahun 2007 menunjukkan adanya kaitan signifkan antara pengunaan APD dan kejadian gangguan fungsi paru. Utomo pada tahun 2005 dalam penelitiannya menunjukkan hasil serupa dimana 66,7% pekerja yang memiliki kapasitas paru normal ternyata menggunakan masker dengan baik. Tidak ditemukan hasil yang sama pada penelitian ini dapat diakibatkan oleh jumlah sampel yang kurang.1,9

Meskipun pada penelitian ini penggunaan APD tidak terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap gambaran fungsi paru, namun penggunaan APD harus tetap dilakukan. Penggunaan APD bertujuan untuk mencegah masuknya partikel-partikel bahan cat yang dapat memicu reaksi inflamasi pada paru.1,4

Faktor risiko terakhir yang dianalisis adalah riwayat merokok. Dari hasil chi square tidak didapatkan adanya perbedaan signifikan antara kejadian gangguan paru restriktif (p=0,147) dan obstruktif (p=0,924) pada pekerja yang memiliki riwayat merokok dibandingkan dengan yang tidak. Hasil perhitungan independent sample t test menunjukkan hasil yang

serupa dimana tidak ditemukan adanya perbedaan nilai %FVC (p=0,867) dan %FEV1/FVC (p=0,867) pada kedua kelompok faktor risiko ini.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiono yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan paru dengan riwayat merokok pada pekerja pengecat spray di kota Semarang. Namun penelitian yang telah dilakukan oleh Gold pada tahun 1996 menunjukkan bahwa terdapat hubungan dosis-respon antara merokok dan tingkat FEV1/FVC yang lebih rendah. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh karakteristik lama merokok, jenis rokok, jumlah batang rokok yang berbeda pada setiap penelitian.1,10

Pengaruh riwayat merokok dengan gangguan fungsi paru dapat dikaitkan dengan aktivasi sel epitel dan makrofag ketika terpapar asap rokok. Aktivasi sel epitel dan makrofag melepaskan berbagai faktor kemotaktik yang mengaktivasi berbagai sel inflamasi di paru. Hasil akhir yang didapatkan adalah kerusakan fungsi transportasi sillia, peningkatan produksi mukus, dan terbentuknya jaringan fibrotik. 11

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ditemukan 60,8% pekerja pengecat spray di daerah Gatsu Timur memiliki gambaran gangguan fungsi paru restriktif, sementara 17,3% memiliki gambaran fungsi paru obstruktif. Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara faktor risiko lama bekerja, pengunaan APD, dan riwayat merokok terhadap gangguan fungsi paru baik restriktif maupun obstruktif.

Disarankan kepada pemilik perusahaan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin pada tenaga kerja, terutama terkait gangguan fungsi paru. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian dalam skala yang lebih besar untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan gambaran fungsi paru pekerja pengecat spray mobil.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Budiono I. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pekerja Pengecat Mobil. Program Studi Magister Epidemiologi, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2007.

  • 2.    Aribo, E.O, Antai, A. B. Lung function parameters in spray painters in Calabar Nigeria. Annals of Biological Research, 2014, 5 (11)h32-35

    3. Arwa A. Abeulfadl, Maddah E. Enas, Ibrahim I, El-Shourbagy S. Pulmonary


Toxicity among Car Spray Painters. Mansoura J. Forensic Medicine in Toxicology Vol . XVIII, No. 1, Jan. 2010

  • 4.    Siddanagoudra P. S, Kanyakumari D. H, Nataraj S. M. Respiratory Morbidity in Spray Paint Worker in an Automobile Sector. International Journal of Health & Allied Sciences,2012, 1(4)h 268-273.

  • 5.    Tarlo S. M, Lemiere C. Occupational Asthma. N Engl J Med 2014;370h640-9

  • 6.    Guyton AC, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa dr. Irawati Setiawan, dr. LMA Ken Ariata Tengadi dan dr. Alex Santoso, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007

  • 7.    Chattopadhyay O. Pulmonary Function in Automobile Repair Worker. Indian J Community Med. 2007. 32(1)h40-42

  • 8.    Khanzadeh A. Rifas F. Exposure to isocyanate and organicsolvements and changes in workers in polyurethane molding process. J Occup Environ med 1996,38h1205-12

  • 9.    Utomo B. Faktor-Faktor Risiko Penurunan Kapasitas Paru Pekerja Tambang Batu Kapur (Studi Kasus di Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang kabupaten Banyumas Tahun 2005). Program Studi Magister

Epidemiologi, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2005

  • 10.    Gold D, Wang X, Wypij D, Speizer F, Ware J, Dockery D. Effects of Cigarette Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and Girls. NEJM. 1996. 355(13)h 931-937

  • 11.    Barmes P. Immunology of asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Nature Reviews of Immunology 2008. 183-192