KARAKTERISTIK KLINIS PASIEN CHRONIC MYELOID LEUKEMIA DENGAN TERAPI TYROSINE KINASE INHIBITOR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

Gabrielle A Kartawan1, Ketut Suega2, Renny A Rena2

  • 1    Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2

  • 2    Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah/Universitas Udayana

ABSTRAK

Chronic Myeloid Leukemia (CML) merupakan jenis leukemia yang paling sering ditemukan di Indonesia. Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) adalah terapi lini pertama CML meliputi imatinib dan nilotinib. Data mengenai karakteristik klinis dan pemakaian TKI masih jarang ditemukan di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik klinis, hitung darah perifer, complete hematologic response (CHR), dan efek samping TKI pada CML dengan metode studi deskriptif potong lintang menggunakan data rekam medis pasien dengan diagnosis CML dengan terapi TKI di RSUP Sanglah. Terdapat 29 pasien memenuhi kriteria studi. Seluruh 29 pasien berada dalam fase kronis. Jumlah laki-laki sebanyak 19 orang. Median usia 36 tahun. Manifestasi klinis paling sering adalah penurunan berat badan (100%) dan splenomegali (96%). Sebanyak 21 pasien mendapat terapi imatinib dan 8 sisanya mendapat nilotinib. Sebelum TKI diberikan, median WBC 118.500/mm3, median Hb 9,5 g/dL, dan median platelet 338.000/mm3. Setelah 3 bulan terapi TKI, median WBC 14.500/mm3, median Hb 10,9 g/dL, dan median platelet 124.400/mm3. CHR setelah 3 bulan terapi TKI dicapai oleh 13 pasien (44,8%). Setelah terapi TKI, sebanyak 18 (62,1%) pasien mengalami nausea dan 16 (55,2%) pasien mengalami myalgia. Secara hematologi, 11 (37,9%) pasien mengalami anemia dan 10 (34,5%) mengalami trombositopenia. Disimpulkan pada studi ini splenomegali merupakan manifestasi yang paling khas pada CML. Pencapaian CHR setelah 3 bulan terapi TKI tergolong rendah. Efek samping non-hematologi paling sering yaitu nausea dan efek samping hematologi paling sering yaitu anemia.

Kata Kunci: Chronic Myeloid Leukemia, Tyrosine Kinase Inhibitor, complete hematologic response, Sanglah Hospital

CLINICAL CHARACTERISTICS OF CHRONIC MYELOID LEUKEMIA PATIENTS WITH TYROSINE KINASE INHIBITOR THERAPY IN SANGLAH HOSPITAL

ABSTRACT

Chronic Myeloid Leukemia (CML) is the most common type of leukemia in Indonesia. Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) is now the main therapy for CML including imatinib and nilotinib. However, data about clinical characteristics and TKI usage in CML patients are still rare in Indonesia. This study aimed to evaluate clinical characteristics, peripheral blood count, complete hematologic response (CHR) and adverse effects of TKI in CML patients in retrospective cross-sectional study method using medical record of CML patients with TKI therapy in RSUP Sanglah. Twenty nine patients met the criteria. All 29 patients were in chronic phase and 19 of them were males. Median age was 36 years. The most common manifestations were weight loss (100%) and splenomegaly (96%). Imatinib was administered in 21 patients and the rest received nilotinib. Before TKI was administered, median WBC was 118.500/mm3, Hb was 9,5 g/dL, and platelet 338.000/mm3. After 3 months of TKI therapy, median WBC was 14.500/mm3, Hb was 10,9 g/dL, and platelet was 124.400/mm3. Within 3 months of TKI therapy, 13 patients (44,8%) achieved CHR. After TKI therapy, 18 (62,1%) patients got nausea and 16 (55,2%) got myalgia. From hematologic side, 11 (37,9%) got anemia and 10 (34,5%) got trombositopenia. In conclusion, splenomegaly was the most notable manifestations of CML. Achievement of CHR within 3 months in this study was low. The most common non-hematologic adverse effect was nausea while the most common hematologic adverse effect was anemia.

Keywords:  Chronic Myeloid Leukemia, Tyrosine Kinase Inhibitor, complete

hematologic response, Sanglah Hospital

PENDAHULUAN

Leukemia merupakan keganasan hematologi, menempati urutan ke sebelas kanker yang paling sering terjadi pada tahun 2011.1 Chronic Myeloid Leukemia (CML) disebabkan oleh kelainan klonal dari sel pluripoten, menyebabkan terjadinya tranlokasi pada kromosom 9 dan 22 yang menghasilkan onkogen BCR-ABL. Kromosom baru ini kemudian disebut dengan kromosom Philadelphia yang dapat ditemukan pada 95% kasus CML.2 Onkogen BCR-ABL memiliki aktivitas tyrosine kinase yang lebih tinggi dari normal sehingga apoptosis sel menurun dan pertumbuhan sel khususnya seri myeloid meningkat. CML merupakan jenis leukemia yang paling sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di negara-negara Barat CML menempati sekitar 15% dari seluruh jenis leukemia.3

Sejak ditemukannya Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI), angka keselamatan relatif lima tahun jauh meningkat dibandingkan dengan era pemakaian agen sebelumnya.4 Generasi pertama TKI yaitu Imatinib Mesylate (Glivec) terbukti memberikan luaran klinis yang sangat baik. Hingga saat ini TKI telah berkembang sampai pada generasi ke tiga dengan perbedaan efektifitas dan koreksi akan efek

samping pada generasi sebelumnya. Di Indonesia, pemakaian TKI telah diterapkan pada pasien CML dan telah mencapai pemakaian generasi ke dua yaitu Nilotinib (Tasigna). Nilotinib memiliki aktivitas penghambat tyrosine kinase yang lebih kuat dan lebih unggul dalam luaran klinis dengan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan Imatinib.2 Luaran klinis pemakaian TKI dilihat dari 3 parameter respon terhadap TKI yaitu hematologik, sitologik, dan molekuler. Efek samping yang disebabkan pemakaian TKI akan mempengaruhi ketaatan minum obat.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik klinis, gambaran hematologi yaitu hitung darah perifer, pemakaian TKI, respon hematologi setelah terapi TKI dan efek samping TKI pada pasien CML di RSUP Sanglah.

METODE

Studi ini merupakan studi potong lintang (cross-sectional) dengan data sekunder yang dilakukan di Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah pada Maret 2015 sampai Agustus 2015. Sampel studi meliputi semua pasien dengan diagnosis CML dengan terapi TKI yang memiliki kelengkapan hasil

laboratorium darah lengkap sebelum dan 3 bulan setelah terapi TKI, serta memiliki keterangan data yang dapat digunakan sebagai parameter respon hematologi (WBC, platelet, dan besar lien) dan efek samping TKI.

Usia dan jenis kelamin didapatkan dari kolom identitas pasien pada rekam medis. Kategori fase CML ditentukan berdasarkan keterangan diagnosis pada rekam medis, dimana terdapat 3 kategori yaitu kronis, akselerasi, dan krisis blast. Manifestasi klinis ditentukan dari kolom keluhan utama dan riwayat keluhan pasien. Hitung darah perifer meliputi hemoglobin, WBC, dan platelet dicatat dari keterangan hasil laboratorium darah lengkap sebelum terapi TKI dan 3 bulan sesudah terapi TKI. Data mengenai jenis terapi TKI didapatkan dari rekam medis pada kolom intervensi dan dilakukan pengecekan terhadap kelanjutan jenis terapi TKI, jika ada penggantian dari imatinib ke nilotinib.

Respon hematologi komplit dikategorikan menjadi tercapai atau tidak tercapai berdasarkan pemenuhan 3 kriteria yaitu WBC <10.000/mm3, platelet <450.000/mm3, dan lien tidak teraba.5 Efek samping TKI non-hematologi dicatat berdasarkan keluhan pasien saat kontrol rawat jalan pada rekam medis; efek samping hematologi

dinilai melalui keterangan laboratorium hitung darah lengkap saat pasien kontrol.

Analisis statistika deskriptif menggunakan SPSS versi 17 meliputi frekuensi, range, mean, median, dan persentase.

HASIL

Terdapat 29 pasien yang memenuhi kriteria studi dan semua dalam fase kronis CML. Rasio laki-laki:perempuan yaitu 1,9:1 dan median usia 36 tahun dengan pasien berusia >60 tahun sebanyak 1 orang. Karakteristik dan manifestasi klinis disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Dasar

Variabel

Jumlah (Persen)

Jenis Kelamin

Laki-laki

19

Perempuan

10

Usia, tahun

Median

36

Mean

36,76

Range

18-75

Manifestasi Klinis

Demam

20 (69)

Perdarahan

9 (31)

Splenomegali

28 (96,6)

Hepatomegali

3 (10,3)

Penurunan berat badan

29 (100)

Jenis Terapi

Imatinib

21 (72,4)

Nilotinib

8 (27,6)

Rerata durasi terapi (bulan)

Imatinib (n=21)

26,4

Nilotinib (n=8)

9,3

TKI (n=29)

25,9

Tabel 2. Hitung darah perifer awal dan setelah 3 bulan terapi TKI dan Complete Hematologic Response (CHR) setelah 3 bulan terapi TKI

Variabel

Imatinib

Nilotinib

Total

WBC awal, ×103/mm3

Mean ± SD

223,7 ± 124,2

237,6 ± 109,6

227,5 ± 118,6

Median

181,5

200,8

118,5

Range

58,35–542,2

138,8– 424,4

58,35–542,2

Hb awal, g/dL

Mean ± SD

9,5 ± 2,1

10,8 ± 2,3

9,6 ± 2,2

Median

9,4

10,3

9,5

Range

5,65–12,7

8–15,1

5,65–15,1

Plt awal, ×103/mm3

Mean ± SD

507,7 ± 532,4

328,5 ± 168

458,3 ± 464,9

Median

392

298

338

Range

160–2561

162–603

152–2561

WBC 3 bulan, ×103/mm3

Mean ± SD

39,6 ± 45,4

77 ± 115,8

50 ± 71,5

Median

14,5

17,3

14,5

Range

3,1–130,2

6,2–270,8

3,1–270,8

Hb 3 bulan, g/dL

Mean ± SD

10,5 ± 2,4

12,2 ± 2,5

10,9 ± 2,5

Median

10,9

12,2

10,9

Range

5–14,4

9,2–15,4

5–15,4

Plt 3 bulan, ×103/mm3

Mean ± SD

366,6 ± 316,8

248,1 ± 124,9

333,9 ± 280,1

Median

288

232

274

Range

33–1267

111–467

33–1267

CHR 3 bulan, n(%)

Tercapai

9 (31)

4 (13,8)

13 (44,8)

Tidak tercapai

12 (41,4)

4 (13,8)

16 (55,2)

Total

21 (72,4)

8 (27,6)

29 (100)

Sebanyak 21 pasien dengan imatinib sebagai pengobatan TKI lini pertama, 4 diantara 21 pasien tersebut kemudian melanjutkan terapi dengan nilotinib karena beberapa penyebab. Seluruh 4 pasien tersebut memakai imatinib lebih dari 3 bulan dengan rerata durasi terapi 8,25 bulan, kemudian berganti ke nilotinib dengan rerata durasi terapi 7,75 bulan. Jika dilihat berdasarkan persentase tanpa

analisis signifikansi, penurunan rerata WBC dan rerata platelet pada studi ini lebih tinggi pada pasien imatinib dibanding nilotinib (WBC: 82,9% vs 67,5% dan Plt: 27,7% vs 24,4%). Persentase kenaikan rerata Hb lebih tinggi pada nilotinib dibanding imatinib (10% vs 13%).

Tabel 3. Efek samping terapi TKI

Variabel

Imatinib

Nilotinib

Total N(%)

Efek samping non-hematologi

Mual

14

4

18 (62,1)

Myalgia

11

5

16 (55,2)

Hipopigmentasi

4

1

5 (17,2)

Nyeri kepala

1

0

1 (3,4)

Ruam

2

0

2 (6,8)

Efek samping hematologi

Anemia

10

1

11 (37,9)

Trombositopenia

7

3

10 (34,5)

Neutropenia

5

1

6 (20,7)

Complete Hematologic Response (CHR) setelah 3 bulan terapi TKI dicapai oleh 13 (44,8%) pasien. Dari 16 pasien yang tidak mencapai CHR dalam 3 bulan, 10 pasien karena tidak memenuhi kriteria WBC <10.000/mm3 (7 pasien imatinib, 3 pasien nilotinib) dan 6 pasien karena tidak memenuhi kedua kriteria WBC <10.000/mm3 dan platelet <450.000/mm3 (5 pasien imatinib, 1 pasien nilotinib).

Efek samping setelah memakai terapi TKI dibedakan menjadi non-hematologi dan hematologi. Efek non-hematologi yang paling sering dirasakan pasien adalah mual, sebanyak 62,1%, sedangkan efek hematologi paling sering yaitu anemia, sebanyak 37,9%. Jika dilihat berdasarkan jenis terapi TKI yang didapat, pasien dengan terapi imatinib paling sering mengalami mual

yaitu sebanyak 48,3%. Efek paling sering pada pasien dengan nilotinib adalah myalgia, sebesar 17,2%. Persentase terjadinya mual, hipopigmentasi, nyeri kepala, dan ruam lebih besar pasa pasien dengan terapi imatinib, sedangkan myalgia lebih sering terjadi pada pasien dengan nilotinib.

Efek hematologi paling sering pada pasien dengan imatinib adalah anemia dan pada pasien dengan nilotinib adalah trombositopenia. Persentase terjadinya anemia dan neutropenia lebih besar pada pasien dengan imatinib dibandingkan dengan nilotinib, sedangkan persentase terjadi trombositopenia lebih besar pada pasien nilotinib.

PEMBAHASAN

Median usia pada studi ini serupa dengan studi lain terhadap pasien CML yang dilakukan di Indonesia yang

berkisar antara 36-38 tahun.5,6 Jika dibandingkan dengan beberapa studi yang dilakukan di Amerika dan Eropa, usia pasien CML pada studi ini lebih muda.7-12 Studi yang dilakukan di Jepang oleh Shinohara et al 13, memiliki median usia pasien CML 61 tahun. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh genetika dan perbedaan usia harapan hidup di suatu wilayah yang dapat memengaruhi kecenderungan umur pasien CML. Rasio jenis kelamin serupa dengan studi lain dimana pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

Persentase splenomegali pada studi ini lebih besar yaitu 96,6%, dibandingkan beberapa studi lainnya dengan       rata-rata       persentase

8-12 splenomegali kurang dari 50%.8-12 Penyebab dari hal ini kemungkinan karena pada studi ini sebagian besar pasien datang dengan keadaan yang lebih berat salah satunya yaitu lien yang sudah membesar, sedangkan pada studi lain dugaan terhadap leukemia lebih banyak ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan rutin darah lengkap. Kadar WBC pada studi ini jauh lebih tinggi dari studi-studi lainnya. Kemungkinan terjadinya perbedaan ini disebabkan oleh data darah lengkap pada studi ini diambil berdasarkan yang paling awal yang terdapat pada rekam

medis dimana kadar WBC masih sangat tinggi.

Pada studi ini, CHR dalam 3 bulan dicapai pada 13 dari 29 pasien, atau sekitar 44,8%. Hitung WBC yang tinggi dalam studi ini mungkin berperan besar terhadap keluaran tercapainya CHR. Hitung WBC yang tinggi menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan persentase pasien yang dapat mencapai CHR dalam 3 bulan menjadi rendah. Apabila dibandingkan dengan beberapa studi lain dengan hitung WBC masih dalam range ≤ 50.000/mm3, tentu akan menghasilkan luaran yang sangat berbeda jika memakai kriteria CHR yang sama.

Pada 21 pasien dengan imatinib, efek samping paling sering yaitu mual (37,9%). Rosti et al melaporkan pada studi terhadap 191 pasien dengan imatinib, efek samping paling sering adalah mual.14 Hasil mengenai efek samping pada pasien dengan imatinib pada studi ini berbeda dengan studi yang dilaporkan oleh Kantarjian et al dan studi oleh Bilen et al. Kedua studi tersebut melaporkan efek samping paling sering pada pasien imatinib adalah edema.7,10 Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh variasi genetik kedua populasi sampel yang

mengakibatkan perbedaan reaksi tubuh terhadap obat (farmakokinetik).

Pada studi ini, efek samping nausea, hipopigmentasi, anemia, dan neutropenia memiliki persentase lebih besar pada pasien imatinib, sedangkan myalgia dan trombositopenia memiliki persentase lebih besar pada pasien nilotinib. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil studi yang dilakukan oleh Efficacy and Safety in Clinical Trials-Newly Diagnosed Patients (ENESTnd) terhadap efek samping imatinib dan nilotinib yang melaporkan kejadian nausea dan myalgia lebih sering pada pasien dengan imatinib.15 Dalam efek samping hematologi, studi ENESTnd melaporkan trombositopenia lebih banyak terjadi pada pasien dengan nilotinib dan neutropenia lebih sering pada subyek dengan imatinib. Hasil pengamatan efek hematologi pada studi ini sebanding dengan studi ENESTnd. Studi lain juga melaporkan adanya pasien yang menghentikan pengobatan karena efek samping yang tidak dapat ditoleransi.7 Pada studi ini pasien tetap melanjutkan pengobatan meskipun disertai efek samping dengan menyesuaikan dosis dan waktu minum obat.

SIMPULAN

Usia pasien CML pada studi ini tergolong lebih muda dibandingkan usia pasien CML di luar Indonesia dan berkisar di usia produktif. Terjadinya CML pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Manifestasi klinis CML yang paling sering yaitu penurunan berat badan dan splenomegali, namun splenomegali merupakan gejala yang lebih khas. Kadar Hb pada studi ini lebih banyak menurun dan platelet dapat meningkat atau menurun. Persentase tercapainya Complete Hematologic Response (CHR) pada bulan ke 3 setelah terapi TKI pada studi ini tergolong rendah. Efek samping non-hematologi terhadap terapi TKI yang paling sering adalah nausea, sedangkan efek samping hematologi yang paling sering yaitu anemia. Jika dilihat berdasarkan jenis TKI yang diberikan, persentase nausea, anemia, dan neutropenia lebih tinggi pada pasien dengan terapi imatinib, sedangkan persentase myalgia dan trombositopenia lebih tinggi pada pasien dengan terapi nilotinib.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Howlader, N., Noone, A.M., Krapcho, M., Garshell, J., Miller, D., Altekruse, S.F., Kosary, C.L., Yu, M., Ruhl, J., Tatalovich, Z., Mariotto, A., Lewis, D.R., Chen, H.S., Feuer, E.J., Cronin, K.A. (eds). SEER Cancer Statistics Review, 1975-2011, National    Cancer

Institute.

  • 2.    Hoffbrand, A.V., Moss, P.A.H. 2011. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

  • 3.    Bakta, M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas.  Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

  • 4.    Siegel, R., Naishadham, P., Jemal, A. 2013. Cancer Statistics, 2013. CA Cancer J Clin 2013;63:11-30.

  • 5.    Reksodiputro et al. 2010. Clinical Characteristics and Hematologic Responses to Imatinib in Patients with Chronic Phase Myeloid Leukemia (CML) at Cipto Mangunkusumo Hospital. Actamed Indones -Indones J Intern Med, 42(1).

  • 6.    Reksodiputro, A.H., Tadjoedin, H., Rinaldi, I., Witarto, A.B. 2011. Preliminary Report:    Clinical

Characteristic,         Hematologic

Response and Gene Mutation of Patients with Chronic Phase Chronic Myeloid Leukemia (CML) to Imatinib at Cipto Mangunkusumo National Hospital (RSUPN CM). Indonesian Journal of Cancer, 5(4).

  • 7.    Bilen, Y., Erdem, F. Hematologic, cytogenetic, and molecular response to imatinib therapy for chronic myeloid leukemia: a single-center experience in Turkey. Turk J Med Sci 2012; 42 (1): 31-38.

  • 8.    Cortes, J. et al. Molecular response in patients with chronic myelogenous leukemia in chronic phase treated with imatinib mesylate. Clin Cancer Res 2005; 11 (9): 3425-3432.

  • 9.    Fava C., et al. Failure to achieve hematologic response at the time of a major cytogenetic response with second-generation tyrosine kinase inhibitor is associated with a poor prognosis among patients with chronic myeloid leukemia in accelerated or blast phase. Blood 2009; 113(21):5059-5063.

  • 10.    Kantarjian et al. Hematologic and cytogenetic responses to imatinib mesylate in chronic myelogenous leukemia. N Engl J Med 2002; 346 (9): 645-652.

  • 11.    Lavallade, H., et al. Imatinib for Newly Diagnosed Patients with chronic    myeloid    leukemia:

incidence of sustained response in an intention-to-treat-analysis. J Clin Oncol 2008; 26: 3358-3363.

  • 12.    O’Dwyer, M, et al. Clonal Evolution and lack of cytogenetic response are adverse prognostic factors for hematologic relapse of chronic phase CML pastients treated with imatinib mesylate. Blood 2004; 103(2): 451-455.

  • 13.    Shinohara, Y, et al. A multicenter clinical study evaluating the confirmed complete molecular response rate in imatinib-treated patients with chronic phase chronic myeloid leukemia by using international  scale of real-time

quantitative   polymerase chain

reaction. Hematologica 2013; 98

(9): 1407-1413.

  • 14.    Rosti, G, et al. Molecular response to imatinib in late chronic-phase chronic mueloid leukemia. Blood 2004; 103(6): 2284-2290.

  • 15.    Wei, Q.G., Rafiyath, S., Liu, D.L. First-line treatment for chronic

myeloid leukemia: dasatinib, nilotinib, or imatinib. Journal of Hematology & Oncology 2010, 3:42(4).