HUBUNGAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DENGAN KELUHAN SUBJEKTIF KELELAHAN MATA PADA MAHASISWA SEMESTER II PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA, TAHUN 2015
on
HUBUNGAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DENGAN KELUHAN SUBJEKTIF KELELAHAN MATA PADA MAHASISWA
SEMESTER II PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA, TAHUN 2015
Nyoman Siska Ananda1, I Made Krisna Dinata2
-
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2
-
2Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ABSTRAK
Kelelahan mata dapat terjadi akibat otot silier dan otot ekstra okular berakomodasi secara berkepanjangan terutama saat beraktivitas yang memerlukan pengelihatan jarak dekat. Salah satu faktor yang mempengaruhi beratnya kelelahan mata adalah intensitas cahaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2015 dengan menggunakan desain cross sectional study. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan jumlah sampel sehingga didapatkan 80 dari total populasi sebesar 256 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner kelelahan mata skala Likert dan luxmeter dengan menggunakan uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 95% dan α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden, sebanyak 33 responden (41,25%) mengalami kelelahan mata dan yang tidak mengalami kelelahan mata sebanyak 47 responden (58,75%). Data penelitian menunjukkan 66,67% ruang diskusi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi standar. Hasil uji Chi-square untuk intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata menunjukkan nilai p sebesar 0,007, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata pada mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kata Kunci : intensitas pencahayaan, kelelahan mata, mahasiswa
RELATIONS BETWEEN LIGHT INTENSITY AND SUBJECTIVE COMPLAINTS ON EYE FATIGUE IN THE SECOND SEMESTER
STUDENTS OF MEDICAL EDUCATION PROGRAM FACULTY
OF MEDICINE, UDAYANA UNIVERSITY, 2015
ABSTRACT
Eye fatigue can occur due to prolong accommodation of ciliary muscles and extra ocular muscles especially on near work. One of the factors that affect severity of eye fatigue is light intensity. The purpose of this study is to determine the relationship between light intensity and subjective complaints of eyestrain in second semester students Medical Education Program Faculty of Medicine, Udayana University. This study was conducted in February-March 2015 by using cross sectional design. Purposive sampling method is used to determine 80 samples of 256 total populations. Likert scale of eyestrain questionnaire and digital lux meter are used as the instrument and Chi-square test is used to analyze the data at 95% confidence level and α = 0.05. The results showed that from 80 respondents, 33 respondents (41.25%) experienced eye fatigue and eyestrain and 47 respondents (58.75%) were not. Research data showed that 66.67% Faculty of Medicine, University of Udayana’s discussion room has unstandardized lighting intensity. Chi-square test results for the light intensity and eye fatigue showed 0,007 of p-value, that mean there is a relationship between the light intensity and eye fatigue in the second semester students of Medical Education Program Faculty of Medicine, Udayana University.
Keywords: light intensity, eye fatigue, student
PENDUHULUAN
Kelelahan mata merupakan ketidaknyamanan pengelihatan yang meliputi nyeri atau rasa berdenyut di sekitar mata, pandangan ganda, pandangan kabur, kesulitan dalam memfokuskan pengelihatan, mata terasa perih, mata merah, mata berair hingga sakit kepala dan mual.1 Penyebab utama dari kelelahan mata ini adalah kelelahan dari otot silier dan otot ekstra okular akibat akomodasi yang berkepanjangan terutama saat beraktivitas yang
memerlukan pengelihatan jarak dekat.2 Beratnya kelelahan mata tergantung pada jenis kegiatan, intensitas serta lingkungan kerja. Di samping itu keadaan mata dari pekerja itu sendiri serta usia juga mempengaruhi beratnya kelelahan mata yang terjadi di kalangan pekerja. Mahwati menyimpulkan dari hasil penelitiannya tahun 2001 terhadap 43 pekerja, faktor umur, masa kerja dan intensitas pencahayaan berhubungan secara signifikan dengan kelelahan
mata.3 Berdasarkan hasil penelitian Sanders dan McCormick (1987) pada 15 perusahaan, menunjukkan peningkatan hasil kerja sebesar 4% hingga 35% setelah intensitas pencahayaan di tempat kerja ditingkatkan.4 Intensitas pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan kelelahan mata. Sebaliknya intensitas pencahayaan yang berlebihan dapat menimbulkan keluhan silau, pengelihatan berbayang, ketidaknyamanan pengelihatan dan ketegangan pada mata.5,6 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1405/MENKES/SK/XII/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, intensitas cahaya minimal di ruang kerja adalah 100 lux.7
Intensitas pencahayaan yang kurang dalam suatu ruang kerja berhubungan dengan terjadinya kelelahan mata pada pekerjanya. Gejala-gejala dari kelelahan mata dapat membatasi aktivitas personal sehingga berdampak pada hasil kerja di kemudian hari dan berpotensi menimbulkan gangguan pengelihatan terkait usia. Beberapa penelitian menemukan bahwa kelelahan mata juga berkaitan dengan adanya keluhan gejala
sistemik dan status psikologis, namun hal itu masih menjadi perdebatan.8 Hingga saat ini informasi terkait kelelahan mata di kalangan mahasiswa masih sangat sedikit. Kalangan yang telah menginjak usia setara mahasiswa, sebagian besar telah mengalami proses maturasi sistem visual secara fungsional, yang membuat jaringan pengelihatan mereka lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan populasi yang lain.9
Mahasiswa pre-klinik Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki kegiatan yang hampir sama setiap harinya, salah satunya kegiatan diskusi. Hal yang membedakan adalah tempat berlangsungnya diskusi tersebut. Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok dan melaksanakan kegiatan diskusi selama 2 jam di ruangan dengan intensitas cahaya yang berbeda-beda antara 1 kelompok dengan kelompok lainnya. Melihat gambaran tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara intensitas pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada mahasiswa pre-klinik PSPD Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik cross sectional dengan mengambil data langsung dari subjek penelitian menggunakan kuesioner pada bulan Maret 2015. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa pre-klinik semester 2 PSPD Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Besar sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling. Sampel penelitian adalah total populasi bersyarat untuk mahasiswa yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Bersedia menjadi responden penelitian; b) Tidak mengalami kelainan refraksi; c) Tidak sedang mengidap penyakit yang berhubungan dengan gangguan pengelihatan; d) Tidak sedang dalam pengaruh obat yang mempengaruhi akomodasi mata pada waktu dilakukan
HASIL
Jumlah subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sejumlah total populasi yaitu 256 orang. 176 orang tidak memenuhi kriteria inklusi karena beberapa alasan yaitu tidak melengkapi kuesioner, mengalami kelainan refraksi dan melihat gadget selama kegiatan diskusi berlangsung hingga lebih dari 1 jam. Berdasarkan
penelitian; e) Tidak melihat gadget selama 1 jam atau lebih selama diskusi berlangsung; dan f) Mengikuti kegiatan diskusi selama 2 jam. Berdasarkan kriteria tersebut, maka besar sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang. Data primer pada penelitian ini didapatkan dari hasil survei menggunakan kuesioner kepada responden dan alat ukur Digital Lux Meter untuk mengukur intensitas cahaya pada masing-masing ruangan. Ruang diskusi yang digunakan sebanyak 12 ruangan yaitu ruang 3.08, 3.09, 3.10, 3.11, 3.12, 3.13, 3.14, 3.15, 3.16, 3.17, 3.18 dan 3.19. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Uji statistic Chi-square digunakan untuk mengetahui signifikansi hubungan antar variabel.
situasi tersebut total sampel penelitian adalah 80 orang, dimana responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 orang (33,75%) dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 53 orang (66,25%). Rata-rata usia responden adalah 19,02 ± 0,6 tahun.
Tabel 1. Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kelelahan Mata
Frekuensi |
Persentase | |
Tidak mengalami kelelahan mata |
47 |
58,75 |
Mengalami kelelahan mata |
33 |
41,25 |
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa
47 responden (58,75%) tidak mengalami kelelahan mata dan 33
responden (41,25%) mengalami kelelahan mata.
Tabel 2. Intensitas Pencahayaan di Ruang Diskusi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Intensitas Cahaya Ruang Diskusi |
Frekuensi |
Persentase |
Memenuhi standar (≥100 lux) |
4 |
33,33 |
Tidak memenuhi standar (<100 lux) |
8 |
66,67 |
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa 66,67% ruang diskusi yang digunakan oleh responden memiliki intensitas cahaya yang tidak memenuhi standar yakni kurang dari 100 lux. Sedangkan ruangan sisanya yaitu sebesar 33,33% memiliki intensitas cahaya yang
memenuhi standar. Rata-rata intensitas cahaya di ruang diskusi yang tidak memenuhi standar adalah 71,875 lux. Ruang diskusi yang memenuhi standar rata-rata memiliki intensitas cahaya sebesar 205,5 lux.
Tabel 3. Analisis Hubungan Antara Intensitas Pencahayaan dengan Tingkat Kelelahan Mata pada Responden di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Tahun 2015
Intensitas Cahaya di Ruang Diskusi |
Tingkat Kelelahan Mata |
Total |
p value | ||
Tidak mengalami kelelahan mata |
Mengalami kelelahan mata | ||||
Tidak memenuhi |
Frekuensi |
23 |
26 |
49 | |
standar |
Persentase |
28,8% |
32,5% |
61,2% | |
Memenuhi Standar |
Frekuensi |
24 |
7 |
31 |
0,007 |
Persentase |
30,0% |
8,8% |
38,8% | ||
Total |
Frekuensi |
47 |
33 |
80 | |
Persentase |
58,8% |
41,2 |
100% |
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dari seluruh responden yang mengikuti kegiatan diskusi di ruangan dengan intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi standar, 26 responden (32,5%) mengalami kelelahan mata dan 23 responden (28,8%) tidak mengalami kelelahan mata. Responden yang
mengikuti kegiatan diskusi di ruangan dengan intensitas pencahayaan yang memenuhi standar, 7 responden (8,8%) mengalami kelelahan mata dan 24 responden (30%) tidak mengalami kelelahan mata. Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-square (CI 95%) diperoleh p value 0,007.
DISKUSI
Mata dibentuk untuk menerima rangsang berkas-berkas cahaya pada retina selanjutnya dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsang ini ke pusat pengelihatan pada otak untuk ditafsirkan. Mata memiliki mekanisme agar berkas-berkas cahaya yang masuk tersebut tepat jatuh di retina yaitu dengan akomodasi. Akomodasi yang
dilakukan oleh otot silier dan otot ekstra okular dapat mengalami kelelahan apabila berlangsung secara terus-menerus terutama saat beraktivitas yang memerlukan pengelihatan jarak dekat.2,10 Gejala-gejala dari kelelahan mata seperti nyeri atau rasa berdenyut di sekitar mata, pandangan ganda, pandangan kabur, kesulitan dalam memfokuskan pengelihatan mata terasa
perih, mata merah, mata berair hingga sakit kepala dan mual dapat membatasi aktivitas personal sehingga berdampak pada hasil kerja di kemudian hari dan berpotensi menimbulkan gangguan pengelihatan terkait usia.1,8 Kelelahan mata dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mahwati, dalam penelitiannya terhadap 43 pekerja di tahun 2001 menyimpulkan bahwa faktor umur, masa kerja dan intensitas pencahayaan berhubungan secara signifikan dengan kelelahan mata.3 Gangguan refraksi dan durasi responden melihat gadget menjadi kriteria eksklusi pada penelitian ini karena dapat mempengaruhi kelelahan mata pada responden.11,12
Tabel 1 menunjukkan 58,75% responden tidak mengalami kelelahan mata dan 41,25% responden mengalami kelelahan mata. Kelelahan mata disebabkan oleh pengelihatan yang terlalu dipaksakan akibat intensitas pencahayaan ruangan yang kurang memenuhi standar.13,14
Tabel 2 menunjukkan 66,67% ruang diskusi yang digunakan oleh responden memiliki intensitas cahaya yang tidak memenuhi standar, sedangkan ruangan sisanya yaitu sebesar 33,33% memiliki intensitas cahaya yang memenuhi
standar. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu.15,16 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1405/MENKES/SK/XII/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, intensitas cahaya minimal di ruang kerja adalah 100 lux.7 Intensitas pencahayaan ruangan yang tidak memenuhi standar, baik intensitas yang terlalu tinggi, rendah atau menyilaukan, dapat mempengaruhi ketegangan sistem saraf pengelihatan yang akhirnya 17
menimbulkan keluhan mata lelah.17
Tabel 3 menunjukkan dari seluruh responden yang mengikuti kegiatan diskusi di ruangan dengan intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi standar, 26 responden (32,5%) mengalami kelelahan mata dan 23 responden (28,8%) tidak mengalami kelelahan mata. Responden yang mengikuti kegiatan diskusi di ruangan dengan intensitas pencahayaan yang memenuhi standar, 7 responden (8,8%) mengalami kelelahan mata dan 24 responden (30%) tidak mengalami kelelahan mata. Hasil analisis
menggunakan uji Chi-square dengan CI 95% diperoleh p value 0,007. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prayoga, Puha dan Wahyuni pada tahun 2014. Prayoga, dalam penelitiannya terhadap 41 tenaga para medis di bagian rawat inap RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri menyimpulkan terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata 12
(p=0,011).12 Simpulan serupa juga didapatkan dari penelitian Puha terhadap 42 pekerja penjahit sektor usaha informal di Kota Manado (p=0,001).13 Penelitian oleh Wahyuni mengenai analisis faktor intensitas penerangan lokal terhadap kelelahan mata di industri pembuatan sepatu Kota Semarang juga menyimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas penerangan lokal terhadap kelelahan mata.18 Kelelahan mata disebabkan oleh ketegangan mata akibat penggunaan indera pengelihatan pada kondisi tidak nyaman dalam jangka
waktu yang lama.19,20,21 Kelelahan mata ini dapat mengakibatkan turunnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata, nyeri di sekitar mata, sakit kepala, kerusakan alat pengelihatan dan meningkatnya kecelakaan.22,23 Intensitas pencahayaan di suatu ruangan yang tidak memenuhi standar dapat berdampak buruk pada pengelihatan. Bila intensitas pencahayaan terlalu tinggi atau terlalu rendah, pupil mata akan berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Memicingkan mata dan berkontraksi secara berlebihan merupakan mekanisme penyesuaian yang dilakukan oleh sistem pengelihatan pada kondisi pencahayaan yang tidak nyaman. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah.7
SIMPULAN
Sebagian ruang diskusi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki intensitas pencahayaan yang tidak sesuai standar. Sebanyak 80 orang mahasiswa telah menempati ruang diskusi tersebut dan 41,25% mengalami kelelahan mata. Terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada mahasiswa semester II Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Shofwati, I., Rosidati, C., Nourmayanti, D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer. Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif pada Dies Natalis ke-25; 2010 13 Maret; Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro; 2010
-
2. Amalia, H., Suardana, G., Artini, W. Accomodative Insufficiency as Cause of Asthenopia in ComputerUsing Students. Universa Medica. 2010;29(2):78-83.
-
3. Mahwati, Y. Hubungan Antara Umur, Masa Kerja dan Intensitas Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja Bagian Nating di PT. Yuro Mustika Purbalingga [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro; 2001.
-
4. Grandjean, E. Fitting The Task To The Man. London - New York -Philadelphia: Taylor & Francis Ltd; 1988.
-
5. Amstrong, R. Lighting at Work. Melbourne: Victoria Work Cover Authority; 1992.
-
6. Tarwaka. Konsep Dasar Ergonomi. Jakarta: CV. Haji Masagung; 2004.
-
7. Depkes RI. 2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002.
-
8. Han, C.C., Liu, R., Zhu, Z.H. Prevalence of Asthenopia and Its
Risk Factors in Chinese College Students. Int J Ophthalmol. 2013;6(5):718-722.
-
9. Borsting, E., Chase, C.H., Ridder, W.H. Measuring Visual Discomfort in College Student. Optom Vis Sci. 2007;84(8):745-751.
-
10. Khurana, A.K. Physiology of Eye and Vision in Comprehensive Ophthalmology 4th Edition. UK: Anshan Publishers; 2007.
-
11. Mocci, F., Sera, S., Corrias, G.A. Phychological Factors and Visual Fatigue in Working with Video Display Terminals. Occup Environ Med. 2001;58:267-271.
-
12. Prayoga, H.A. Intensitas Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2014;9(2):131-136.
-
13. Puha, T.N., Rattu, J., Kawatu, P. Hubungan Antara Intensitas Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Kompleks Gedung President Pasar 45 Kota Manado. Jurnal Penelitian Online Kesker [serial online] 2014 November [diakses 14 Februari 2015]; 1[1]: [6 screen]. Diunduh dari: URL: http://fkm.
unsrat.ac.id/?p=1784.
-
14. Tatwaka. Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press; 2014.
-
15. Hoffman, D.M. Vergenceaccommodation conflicts hinder visual performance and cause visual fatigue. Journal of Vision. 2008;8(3):1-30.
-
16. Richa, T. A study of Visual and Musculoskeletal Health Disorder among Computer Professionals in NCR Delhi. Indian J Community Med. 2009;34(4):326-328.
-
17. Anizar. Teknik Keselamatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2009.
-
18. Wahyuni, S. Analisis Faktor
Intensitas Penerangan Lokal Terhadap Kelelahan Mata di
Industri Pembuatan Sepatu X Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2014;2(6):358-363.
-
19. Shiozawa, K. Subsurface Crack Initiation and Propagation
Mechanism in High-Strength Steel in Very High Cycle Fatigue Regime. International Journal of Fatigue. 2006;28(11):1521-1532.
-
20. Francis, C. Effects of Two Eye Drop Products on Computer Users
with Subjective Ocular Discomfort. Journal of the American Optometric Association. 2005;76(1):47-54.
-
21. Widowati, E. Getaran Benang Ilusi Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2011;7(1):1-6.
-
22. Brewer, S. Workplace Interventions to Prevent Musculoskeletal and Visual Symptoms and Disorders among Computer Users: A Systematic Review. Journal of Occupational Rehabilitation. 2006;16(3):317-350.
-
23. Sakai, T. Review and Prospect for Current Studies on Very High Cycle Fatigue of Metallic Materials for Machine Structural Use. Journal of Solid Mechanics and Materials Engineering. 2009;3(3):425-439.
Discussion and feedback