1

GANGGUAN CEMAS PADA MAHASISWA SEMESTER I DAN VII PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Dyah Chandratika1, Susy Purnawati2

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana2

ABSTRAK

Penting untuk dilakukan penelitian mengenai gangguan cemas pada mahasiswa kedokteran karena tingginya tingkat stres mahasiswa terutama pada tahun pertama perkuliahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan perbedaan skor gangguan cemas pada mahasiswa semester I dan VII serta untuk mengetahui perbedaan skor gangguan cemas antara mahasiswa laki-laki dan perempuan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Desain penelitian ini adalah cross sectional analitik. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling. Sampel mengisi identitas, kuesioner L-MMPI, kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Kemudian dihitung prevalensi gangguan cemas tiap kelompok serta data dianalisis menggunakan uji t-independen. Terdapat 15 orang (25,0%) mahasiswa semester I dan 7 orang (11,7%) mahasiswa semester VII yang mengalami gangguan cemas. Dari hasil uji t-independen antara skor gangguan cemas mahasiswa semester I dan VII diperoleh nilai p = 0,001 (<0,05). Sedangkan diperoleh p = 0,080 antara mahasiswa laki-laki dan perempuan pada semester I dan p = 0,744 antara mahasiswa laki-laki dan perempuan pada semester VII. Prevalensi gangguan cemas pada mahasiswa semester I yaitu 25,0% sedangkan 11,7% pada mahasiswa semester VII. Terdapat perbedaan bermakna antara skor gangguan cemas mahasiswa semester I dan VII. Tidak ditemukan perbedaan bermakna skor gangguan cemas antara laki-laki dan perempuan.

Kata kunci : gangguan cemas, Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), mahasiswa kedokteran

ANXIETY DISORDERS IN 1ST AND 7TH SEMESTER STUDENTS OF MEDICAL STUDY PROGRAM, FACULTY OF MEDICINE, UDAYANA UNIVERSITY

ABSTRACT

It is important to investigate medical students because they are under significant Pressure especially during first-year of medical education. The objective of this study is to determine the prevalence and the difference of anxiety score between first semester and seventh semester medical students in Faculty of Medicine Udayana University, and to identify the difference of anxiety score between male and female medical students. This research is cross sectional analytic. Study of 60 samples in each group (1st semester and 7th semester) were taken by random sampling. The despondences filled identity, questionnaire for L-MMPI, and Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). And then the

prevalence each group was counted. The data was analyzed using independent t-test. There were fifteen (25,0%) medical student in first semester and seven (11,7%) in seventh semester who suffer anxiety disorders. Independent t-test showed p value = 0,001 (<0,05) of anxiety disorder’s score between first and seventh semester medical students. While p = 0,080 between male and female in first semester and p= 0,744 between male and female in seventh semester. Prevalence of anxiety disorders in first semester medical students are 25,0% and 11,7% in seventh semester medical student. There is significant difference of anxiety disorders scores between first and seventh semester medical students. There is no significant differences in anxiety disorders score between male and female.

Key words: anxiety disorders, Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), medical student

Pendahuluan

Gangguan cemas merupakan masalah psikologis yang sering dialami pada usia remaja. Kecemasan merupakan respon fisiologis otak terhadap ancaman, stimulus yang berusaha untuk dihindari oleh setiap orang.1 Gangguan cemas dibagi menjadi dua yaitu gangguan kecemasan normal dan gangguan kecemasan patologis. Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitas sendiri. Kecemasan normal menguntungkan untuk merespon situasi tertentu yang mengancam. Seperti yang biasa dialami pada usia remaja yang dikarenakan adaptasi pada 2 lingkungan yang baru.2

Dari penelitian sebelumnya prevalensi gejala cemas pada mahasiswa wanita yaitu 18.5% dan

10.4% pada laki-laki.3 Dan biasanya tidak didiagnosis pada primary care.4 Remaja merupakan fase yang berisiko mengalami gejala dan sindrom gangguan cemas yang meliputi gejala ringan hingga gangguan cemas yang berat.

Gejala pada gangguan cemas meliputi ketakutan yang ekstrim, nafas pendek, denyut jantung meningkat, insomnia, nausea, trembling, dizziness.5 Sensasi kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, dan samar-samar yang sering kali disertai oleh gejala otonomik. Gejala otonomik yang timbul seperti nyeri kepala berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan. Manifestasi perifer dari kecemasan yaitu adanya diare, pusing, melayang, hiperhidrosis, hiper refleksia, hipertensi, palpitasi,

midriasis pupil, gelisah, sinkop, takikardia, rasa gatal pada anggota gerak, tremor, gangguan lambung, frekuensi urin, hesitansi, urgensi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke orang.2

Mahasiswa sering mengalami gangguan cemas salah satunya adalah akibat dari faktor psikososial. Dimana mahasiswa merespon secara tidak tepat dan akurat terhadap stressor misalnya terhadap situasi lingkungan yang baru. Selain itu ketidakakuratan respon tersebut juga bisa disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif di dalam lingkungan, distorsi pemrosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang kemampuan seseorang untuk mengatasi stressor tersebut. Gangguan kecemasan dapat mempengaruhi proses belajar mengajar pada mahasiswa karena pada gangguan ini seseorang akan mengalami distorsi pemrosesan informasi. Hal ini dapat mengganggu kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat dan lain-lain. Sehingga pasien akan cenderung untuk mencari pengobatan untuk mengatasi rasa cemas yang dihadapinya.2

Mahasiswa kedokteran memiliki tingkat stress yang tinggi karena peran pentingnya mahasiswa tersebut pada bidangnya. Tingkat kecemasan yang tinggi ditemukan pada mahasiswa kedokteran dengan intensitas tinggi pada tahun pertama perkuliahan.3 Mahasiswa dengan tingkat perubahan adaptif dan stressor yang berbeda akan memiliki tingkat kecemasan yang berbeda pula. Pada semester I diasumsikan bahwa mahasiswa baru mengalami perubahan lingkungan dari masa SMA ke jenjang kuliah sehingga harus beradaptasi terhadap lingkungan baru. Sehingga akan mengalami tingkat stress yang lebih tinggi. Sedangkan mahasiswa semester VII dianggap sudah terbiasa terhadap lingkungan perkuliahan sehingga sedikit menimbulkan gangguan cemas. Jenis kelamin juga merupakan faktor yang mempengaruhi gangguan cemas.

Berangkat dari masalah tersebut di atas, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut, terdapat perbedaan skor gangguan cemas antara mahasiswa semester I dan VII serta terdapat perbedaan skor gangguan cemas antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi dan perbedaan

skor gangguan cemas antara mahasiswa semester I dan semester VII pada fakultas kedokteran serta untuk mengetahui perbedaan skor gangguan cemas antara mahasiswa laki-laki dan perempuan.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional analitik yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan November hingga Desember 2013.

Populasi target yaitu seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran. Sedangkan populasi terjangkau yaitu mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana semester I yang berjumlah 294 dan mahasiswa semester VII yang berjumlah 207 orang. Sampel yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana semester I dan VII yang dipilih secara random sampling sebanyak 60 orang tiap kelompok dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Mahasiswa dengan skor L-MMPI ≥10, mahasiswa yang menderita penyakit kronis dan mahasiswa yang memiliki masalah dalam keluarga dan menimbulkan kekhawatiran dikeluarkan

dari sampel penelitian. Sampel sebanyak 60 orang pada masing-masing kelompok dipilih secara random sampling dengan menggunakan tabel bilangan random.

Gangguan cemas didefinisikan sebagai suatu keadaan seseorang yang ditandai dengan munculnya gejala-gejala berupa perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik, gejala kardiovaskular, gejala pernapasan, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala vegetatif, dan perilaku yang diukur dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dengan rentang skor dari 0-56. Dari gejala-gejala tersebut, seseorang dikatakan cemas apabila skor minimal yang diperolehnya yaitu 14, karena skor 14 sudah dikategorikan sebagai kecemasan ringan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) Tes L-MMPI merupakan skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subyek penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pernyataan. Apabila jawaban ”tidak” responden ≥ 10, maka data hasil penelitian responden dinyatakan invalid

dan responden akan dieksklusi dari penelitian.6 (2) Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) digunakan untuk mengukur kecemasan pada seseorang. Pada tes ini terdapat 14 gejala yang diobservasi. Setiap item diberi skor antara 0 sampai dengan 4 berdasarkan berat ringannya gejala.

Penilaian kecemasan dengan HARS terdiri dari 14 item, meliputi:2

  • a.    Perasaan cemas: firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

  • b.    Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu, dan lesu.

  • c.    Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila ditinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

  • d.    Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

  • e.    Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

  • f.    Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

  • g.    Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.

  • h.    Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah.

  • i.    Gejala kardiovaskular: takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

  • j.    Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

  • k.    Gejala gastrointestinal:      sulit

menelan, konstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.

  • l.    Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

  • m.    Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala

  • n.    Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan 2 kategori:

0 = Tidak ada gejala atau keluhan

  • 1    = Gejala ringan

  • 2    = Gejala sedang

  • 3    = Gejala berat

  • 4    = Gejala berat sekali

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:7

  • a.    Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.

  • b.    Skor 14 – 20 = kecemasan ringan.

  • c.    Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.

  • d.    Skor 28 – 41 = kecemasan berat.

  • e.    skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali

Prosedur penelitian ini dimulai dengan responden mengisi biodata dan inform consent, dilanjutkan dengan mengisi kuesioner faktor yang mungkin menimbulkan kecemasan pada dirinya, mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka ketidakjujuran subjek. Jika skor ≥10 maka responden dikeluarkan. Selanjutnya responden mengisi formulir Hamilton Anxiety

Rating Scale (HARS) untuk mengetahui skor gangguan cemas.

Data yang diperoleh dilakukan analisa data sebagai berikut:

  • 1.    Dihitung prevalensi gangguan cemas tiap kelompok mahasiswa. Dimana sampel dikatakan mengalami gangguan cemas jika skor HARS ≥ 14.

  • 2.    Dilakukan uji normalitas data hasil skor HARS dengan Kolmogorov-Smirnov yang dilanjutkan dengan uji-t independen

Hasil

Telah dilakukan penelitian terhadap mahasiswa semester I dan VII Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana masing-masing sebanyak 60 orang. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 berikut ini

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur (Tahun)

Jenjang Perkuliahan

Rerata (tahun)

SD

Semester I

17,9

0,49

Semester VII

21,0

0,69


Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Semester I n%

Semester VII

n

%

Laki-laki

18        30,0%

26

43,3%

Perempuan

42        70,0%

34

56,7%

Total

60        100,0%

60

100,0%


Data skor gangguan cemas yang diperoleh kemudian diuji normalitas terlebih dahulu dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil uji tersebut diperoleh p = 0,132 untuk skor gangguan cemas mahasiswa semester I

dan p = 0,147 untuk skor cemas mahasiswa semester VII. Yang berarti skor gangguan cemas mahasiswa semester I dan VII berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji t-independen.

Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasar Jenjang Perkuliahan terhadap Gangguan cemas

Jenjang

Tingkat kecemasan

perkuliahan

Cemas         Tidak cemas          Total

n%n% n %

Semester I

Semester VII

15    25,0%    45    75,0%     60     100%

7     11,7%    53     88,3%     60     100%

Dari tabel 3 diketahui bahwa mahasiswa semester I yang mengalami gangguan cemas (skor HARS ≥ 14) yaitu 15 orang (25,0%), dan yang tidak mengalami gangguan cemas (skor HARS ≤ 14) yaitu 45 orang (75,0%).

Sedangkan mahasiswa semester VII yang mengalami gangguan cemas (skor HARS ≥ 14) yaitu berjumlah 7 orang (11,7%), dan yang tidak mengalami gangguan cemas (skor HARS ≤ 14) sejumlah 53 orang (88,3%).

Tabel 4 Hasil Uji Statistik Gangguan Cemas

Mahasiswa Kedokteran

Mean

SD

t

p

Semester I

10.5833

7.47718

3523

0001*

Semester VII

6.5333

4,83794

Ket : * uji t-independen

Dari tabel 4 diperoleh nilai p = 0,001 (< 0,05) maka Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor gangguan cemas

mahasiswa semester I dan VII. Rata-rata skor Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk mahasiswa semester I lebih tinggi dibandingkan semester VII,

jadi mahasiswa semester I memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan mahasiswa semester VII.

Tabel 5. Hasil Uji Statistik Gangguan Cemas Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Skor Gangguan Cemas

Rerata

SD

t

p

Semester I

Laki-laki

13,1667

9,30054

1,784

0,080*

Perempuan

9,4762

6,35625

Semester VII

Laki-laki

6,7692

5,19467

0,328

0,744*

Perempuan

6,3529

4,61803

Ket : * uji t independen

Tabel 5 merupakan tabel uji statistik gangguan cemas berdasarkan jenis kelamin pada masing-masing kelompok mahasiswa. Dari tabel tersebut diperoleh nilai p = 0,080 (p > 0,05) pada mahasiswa semester I maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna skor gangguan cemas antara mahasiswa laki-laki dan perempuan pada semester I. Sementara itu, hasil skor gangguan cemas pada mahasiswa semester VII diperoleh nilai p = 0,744 (p > 0,05) maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara skor gangguan cemas mahasiswa laki-laki dan perempuan pada semester VII.

Diskusi

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Pada mahasiswa semester I

rerata umur subjek penelitian adalah 17,9 tahun dengan SD 0,49. Sedangkan mahasiswa semester VII memiliki rerata umur yaitu 21 tahun dengan SD 0,69. Selain itu karakteristik subjek penelitian juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Terdapat 18 orang laki-laki (30,0%) dan 42 orang perempuan (70,0%) pada mahasiswa semester I. Pada mahasiswa semester VII juga diperoleh lebih sedikit sampel laki-laki yaitu 26 orang (43,3%) dibandingkan perempuan 34 orang (56,7%). Hal ini selanjutnya dapat mempengaruhi perbedaan skor gangguan cemas diantara dua kelompok mahasiswa tersebut.

Pada tabel 3 ditunjukkan bahwa pada semester I terdapat 15 orang dari 60 mahasiswa program studi pendidikan dokter fakultas kedokteran yang mengalami gangguan cemas (25,0%). Sedangkan diperoleh prevalensi

gangguan cemas yang lebih rendah pada mahasiswa semester VII yaitu terdapat 7 orang dari 60 mahasiswa (11,7%). Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya oleh Yusoff pada tahun 2012, yaitu terdapat gangguan cemas yang lebih tinggi pada tahun pertama perkuliahan dimana diperkirakan 14,4% mahasiswa kedokteran mengalami gangguan cemas ringan pada awal perkuliahan dan 1,1% mengalami gangguan cemas sedang. Dan selama menjalani perkuliahan diperkirakan sekitar 11,5% mahasiswa kedokteran yang mengalami gangguan cemas.8

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor gangguan cemas mahasiswa semester I dan VII dengan nilai p = 0,001 (< 0,05). Rata-rata skor Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk mahasiswa semester I lebih tinggi dibandingkan semester VII, sehingga mahasiswa semester I memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa semester VII.

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan prevalensi gangguan cemas dan perbedaan skor gangguan cemas antara mahasiswa semester I dan VII adalah adanya

tuntutan untuk beradaptasi terhadap lingkungan baru pada tahun pertama perkuliahan seperti misalnya untuk beradaptasi terhadap proses perkuliahan.9 Gangguan cemas pada mahasiswa salah satunya akibat dari faktor psikososial. Mahasiswa merespon secara tidak tepat dan akurat terhadap stressor dalam hal ini adalah situasi lingkungan perkuliahan dan proses perkuliahan yang baru. Selain itu ketidakakuratan respon tersebut juga bisa disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif di dalam lingkungan, distorsi pemrosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang kemampuan seseorang untuk mengatasi stressor 2

tersebut.2

Selain itu faktor-faktor lain juga dapat mempengaruhi timbulnya gangguan cemas. Dilihat dari usia subjek penelitian terdapat perbedaan usia antara mahasiswa semester I dan VII. Dari tabel 1 terlihat rerata usia mahasiswa semester I yaitu 17,9 tahun sedangkan rerata usia mahasiswa semester VII adalah 21,0 tahun. Perbedaan usia ini dapat mempengaruhi sikap dalam menghadapi situasi kecemasan. Dimana remaja dengan usia lebih tinggi atau remaja akhir memiliki

kematangan berpikir yang lebih baik dibandingkan remaja yang lebih muda. Hal ini berakibat pada pengambilan keputusan yang baik, penalaran kognitif, ataupun dapat mengontrol rangsangan dan emosi dengan baik pada remaja akhir sehingga tingkat gangguan cemas menjadi berkurang.10 Pada penelitian lain, didapatkan perbedaan gangguan cemas antara mahasiswa usia ≤ 20 tahun dengan mahasiswa berusia > 20 tahun namun tidak signifikan p = 0,06 (>0,05), dimana gangguan cemas lebih banyak dialami pada usia ≤ 20 tahun.

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap gangguan cemas. Seperti hasil yang diperoleh pada tabel 5, pada mahasiswa semester I diperoleh p = 0,08 (> 0,05) dan mahasiswa semester VII dengan p = 0,744 (>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan gangguan cemas yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Yusoff (2013) yang mendapatkan hasil yaitu tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan psikologis.11 Namun penelitian lain oleh Yusoff pada tahun 2012 menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran perempuan memiliki derajat

kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.8 Kecemasan juga signifikan berhubungan dengan jenis kelamin (p = 0,007) dimana mahasiswa perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi.9 Perbedaan gangguan cemas antara laki-laki dan perempuan berbeda-beda jika dibandingkan dengan studi lain. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena dalam penelitian ini, sampel diambil secara random pada semester I dan VII sehingga jumlah sampel laki-laki dan perempuan menjadi tidak seimbang yang dapat mempengaruhi hasil dari uji hipotesis tersebut.

Simpulan

Prevalensi gangguan cemas pada mahasiswa semester I yaitu 25,0% sedangkan 11,7% pada mahasiswa semester VII. Dari hasil uji t-independen antara skor gangguan cemas mahasiswa semester I dan VII diperoleh nilai p = 0,001 (<0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara skor gangguan cemas mahasiswa semester I dan VII. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna skor gangguan cemas antara laki-laki dan perempuan dengan p = 0,080 pada semester I dan p = 0,744 pada semester VII

Daftar Pustaka

  • 1.    Beesdo K, Susanne K, Dipl P, Daniel SP. Anxiety and Anxiety Disorders in Children and Adolescents: Developmental Issues and Implications for DSM-V. Psychiatr Clin North Am. 2009; 32(3):483-524

  • 2.    Kaplan HI, Benjamin JS. Sinopsis Psikiatri. Jilid   1.    Tangerang:

Binarupa Aksara Publisher. 2010.

  • 3.    Mancevska S, Bozinovska L, Tecce J, Pluncevik GJ, Sivevska SE. Depression, anxiety and substance use in medical students in the Republic of Macedonia. Bratisl Lek Listy. 2008; 109(12):568-72

  • 4.    Bandelow B, Reinhard JB, Siegfried K, Michael L, Hans UW, Hans JM. The Diagnosis and Treatment of Generalized Anxiety Disorder. Dtsch Arztebl Int. 2013; 110(7):300-10

  • 5.    Anonim. 2010. Understanding Anxiety Disorders and Effective Treatment. American Psychological Association. Washington, DC

  • 6.    Azwar, Azrul. Konsep Pengukuran Validitas. Jakarta : Gunadharma Press. 2007.

  • 7.    Luana NA, Sahala P, Joyce VML, Ika C. Kecemasan pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS

Universitas Kristen Indonesia. Media Medika     Indonesiana.     2012;

46(3):151-56.

  • 8.    Yusoff MSB. Associations of PassFail Outcomes with Psychological Health of First-Year Medical Students in a Malaysian Medical School. Sultan Qaboos University Med J. 2012; 13:107-14

  • 9.    Alvi T, Fatima A, Mussarat R, Faiza AK. Depression, Anxiety and Their Associated Factors Among Medical Students. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. 2008; 20:122-6

  • 10.    Tamura M, Yoshiya M, Shigekazu H, Akiko H, Minori E, Jun U, et.al. Neural Network Development in Late Adolescents during Observation of Risk-Taking Action. PloS ONE. 2012; 7(6):e39527

  • 11.    Yusoff MSB, Ab RE, Mohamad NMP, See CM, Rosniza AA, Ahmad FAR. A Longitudinal Study of Relationships between Previous Academic Achievement, Emotional Intelligence and Personality Traits with Psychological Health of Medical Students during Stressful Periods. Education for Health. 2013; 26:39-47