EFEKTIVITAS SISTEM BIOFILTER AEROB DALAM MENURUNKAN KADAR AMONIA PADA AIR LIMBAH
on
ECOTROPHIC • 8 (1) : 79 - 85
ISSN : 1907-5626
EFEKTIVITAS SISTEM BIOFILTER AEROB DALAM MENURUNKAN KADAR AMONIA PADA AIR LIMBAH
Ni Made Indra Wahyuni1), I Wayan Budiarsa Suyasa2), I Gede Mahardika3)
-
1) Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana Bali
-
2) Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana Bali
-
3) Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bali Email : [email protected]
ABSTRACT
The increasingpopulationand activity of the Balinese people can increase the amount of waste as a byproduct of community activities. The presence of the metabolites in wastewater as ammonia is toxic to aquatic organisms. Application aerobic biofilter system can be used as an attempt to reduce levels of ammonia. In the aerobic biofilter, contact between the gravel media with microorganisms that form biofilmsare able to accelerate the degradation of organic matter and nitrification processes.
The aims of this research are to determine the best consortium of activated sludge to reduce ammonia levels by aerobic biofilter system and to determine the effectivity of aerobic biofilter system. The first stage of this research were seeding of activated sludge from three sources are Wastewater Treatment Plan (WWTP) of Suwung Denpasar, WWTP of Wangaya Hospital and WWTP of Bali Tourism Development Corporation (BTDC) Nusa Dua Bali, for six days. This research was done by measuring Volatile Suspended Solid (VSS) value that showed the growth rate of biomass in activated sludge. The second stage wereapplication of activated sludges and control in aerobic biofilter to reduce ammonia levels, for five days. This study used a Completely Randomized Design with four treatments and three repetitions.
The results showed that the best activated sludge obtained from WWTP of Suwung Denpasar indicated by the highest biomass growth (VSS value) of 2396.6 mg/L and was able to reduce ammonia up to 0.78 mg/ L. The effectivity of aerobic biofilter system with activated sludge from WWTP of Suwung Denpasar achieve effectivity of treatment process up to 92.20 % and have been able to pass the effectivity of quality standards (90%) during five days of processing. The effectivity levels was the highest compared to control and activated sludgetreatments.
Keywords: Effectivity; Aerobic Biofilter; Ammonia; Activated Sludge.
standar Baku Mutu. Limbah domestik merupakan jenis limbah yang paling banyak diolah pada IPAL karena mencakup keseluruhan buangan ke dalam saluran pembuangan. Beberapa IPAL di Bali yang mengolah limbah domestik diantaranya IPAL Suwung Denpasar, IPAL Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Denpasar dan IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali. IPAL Suwung Denpasar mengolah air limbah domestik yang berasal dari kegiatan rumah tangga di kawasan Denpasar, Sanur dan Kuta. IPAL RSUD Wangaya mengolah air limbah domestik yang bersumber dari kegiatan rumah sakit non medis seperti dapur, kamar perawatan, laundry, ruang operasi, septik tank dan kantor. Untuk IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali dimanfaatkan untuk mengolah air limbah domestik dari kegiatan hotel baik dari dapur, kamar, toilet, restoran, laundry, kolam renang dan kantor.
Limbah domestik mengandung bahan organik dan termasuk kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan. Bahan organik dalam limbah domestik mengandung berbagai senyawa kompleks diantaranya protein
(Effendi, 2003). Protein mengalami beberapa tahapan penguraian oleh bakteri proteolitik sehingga menghasilkan senyawa yang sangat sederhana, salah satunya adalah amonia (NH4) (Sumada, 2012). Keberadaan amonia sebagai hasil dekomposisi protein dapat bersifat toksik dalam perairan karena berkontribusi terhadap terjadinya proses eutrofikasi yang secara perlahan dapat menyebabkanpenurunan kadar oksigen terlarut pada air, mengganggu proses respirasi biotabahkan menyebabkan kematian (Widiyanto, 2002).
Salah satu cara untuk mendegradasi limbahdomestik yang ramah lingkungan adalah dengan cara biologis dengan sistem biofilter aerob. Pada biofilter aerob, air limbah yang diolah akan mengalami kontak dengan mikroorganisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media (biofilm). Hal tersebut akan mempercepat proses degradasi bahan organik dan proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan polutan khususnya ammonia menjadi lebih besar (Herlambang dan Nusa, 2001). Dalam pengolahan sistem biofilter aerob ini perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengolahan seperti sumber mikroorganisme, waktu pengolahan, kondisi pH dan kadar oksigen terlarut. Dengan mempertimbangkan faktor penentu keberhasilan sistem pengolahan biofilter aerob dalam mengolah air limbah,penulis merancang penelitian ini dengan sasaran utama untuk menurunkan kadar amonia pada limbah. Adapun tujuan penelitian adalah untuk memperoleh lumpur aktif terbaik sebagai sumber mikroorganisme dalam menurunkan kadar amonia air limbah yang diterapkan pada sistem biofilter aerob serta menentukan tingkat efektivitas penurunan kadar amonia pada air limbah dengan penerapan lumpur aktif pada sistem biofilter aerob.
Penelitian ini dilakukan pada tiga lokasi berbeda sebagai sumber sedimen lumpur yang akan dibibit (seeding) menjadi lumpur aktif yaitu IPAL Suwung Jalan By Pass Ngurah Rai No. 90 Denpasar, IPAL Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Jalan Kartini No. 133 Denpasar dan IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali. Waktu penelitian adalah Bulan Nopember sampai Desember 2013.
Teknik pengambilan sampel sedimen lumpur dilakukan dengan purposive sampling pada kolam aerob dan dikomposit menjadi satu. Untuk air limbahnya sendiri menggunakan air limbah buatan (artificial) yang telah ditentukan kadar amonianya sebesar 10 ppm.
Pembibitan lumpur aktif dilakukan dengan mengambil 10 gram sedimen lumpur dari masing-masing lokasi penelitian kemudian tiap sedimen dimasukkan kedalam toples 5 L. Lumpur ditambahkan nutrien hara (pupuk urea 5 gram, pupuk KCl 2,5 gram, pupuk TSP 2,5 gram, larutan glukosa 10 gram dan serbuk NH4Cl 5 gram) kemudian diencerkan dengan aquadest sampai volumenya 2 L. Campuran diaduk sampai homogen dan diberikan aerasi.
Pertumbuhan isolat bakteri diamati selama enam hari dengan mengukur nilai VSS (Volatile Suspended Solid) hingga mencapai nilai 2000 mg/L (Sudaryati et al., 2011). Lumpur aktif yang telah jadi diaplikasikan untuk mengolah air limbah buatan (artificial) dengan kadar amonia sebesar 10 ppm melalui sistem biofilter aerob dan media kerikil.
Dalam penentuan sumber lumpur aktif terbaik disediakan 4 reaktor biofilter aerob dengan ketentuan: Reaktor 1 : 40% (4 L) lumpur aktif dari IPAL
Suwung Denpasar (S1).
Reaktor 2 : 40% (4 L) lumpur aktif dari RSUD Wangaya Denpasar (S2).
Reaktor 3 : 40% (4 L) lumpur aktif dari PT. BTDC Nusa Dua Bali (S3).
Masing-masing reaktor dialirkan 60% (6 L) air
limbah artificial.
Reaktor 4 : 100% air limbah sebagai kontrol (S0).
Air limbah dibiarkan selama 1 hari untuk proses stabilisasi dan pembentukan lapisan biofilm. Air limbah pada semua reaktor pengolahan selanjutnya diberikan waktu tinggal pengolahan selama lima hari dan dilakukan analisis kadar amonia pada air limbah. Dari pengukuran kadar amonia, ditentukan sumber lumpur aktif terbaik yang mampu menurunkan kadar amonia paling besar serta perhitungan efektivitas sistem biofilter aerob dalam menurunkan kadar amonia pada air limbah.
Analisis data dilakukan melalui tiga cara yaitu membandingkan hasil analisis yang diperoleh dengan Baku Mutu Air Limbah Domestik berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007, menghitung kecepatan penurunan kadar amonia pada setiap perlakuan dan kontrol serta Analisis Kovarians (Anakova) untuk menentukan pengaruh penggunaan tiga sumber lumpur aktif selama waktu pengolahan terhadap penurunan kadar amonia dalam sistem biofilter aerob.
Hasil analisis kadar Volatile Suspended Solid (VSS) selama enam hari proses pembibitan lumpur aktif dari tiga lokasi yang ditentukan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Kadar VSS (mg/L) Selama PembibitanLumpur
Aktif.
Sumber |
Ulangan | ||||
t (hari) |
I II |
III |
Rata-rata | ||
S1 |
1 |
510 |
540 |
550 |
533,3 |
2 |
870 |
850 |
790 |
836,6 | |
3 |
1180 |
1140 |
1130 |
1150,0 | |
4 |
1540 |
1530 |
1570 |
1546,6 | |
5 |
1830 |
1840 |
1870 |
1846,6 | |
6 |
2380 |
2390 |
2420 |
2396,6 | |
S2 |
1 |
370 |
390 |
340 |
366,6 |
2 |
620 |
610 |
580 |
603,3 | |
3 |
780 |
750 |
740 |
756,6 | |
4 |
1150 |
1200 |
1160 |
1170,0 | |
5 |
1440 |
1420 |
1380 |
1413,3 | |
6 |
1810 |
1900 |
1780 |
1830,0 | |
S3 |
1 |
420 |
430 |
470 |
440,0 |
2 |
680 |
690 |
720 |
696,6 | |
3 |
980 |
940 |
970 |
963,3 | |
4 |
1380 |
1360 |
1420 |
1386,6 | |
5 |
1620 |
1650 |
1700 |
1656,6 | |
6 |
2090 |
2150 |
2110 |
2116,6 |
Keterangan :
S1= Lumpur dari IPAL Suwung Denpasar Bali S2= Lumpur dari IPAL RSUD Wangaya Denpasar Bali S3 = Lumpur dari IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sumber lumpur dari IPAL Suwung Denpasar (S1) dan sumber lumpur dari IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali (S3) pada hari keenam mampu mencapai nilai VSS melebihi 2000 mg/L yaitu berturut-turut sebesar 2396,6 mg/L dan 2116,6 mg/L. Untuk sumber lumpur dari IPAL RSUD Wangaya Denpasar (S2) hanya mampu menghasilkan nilai VSS kurang dari 2000 mg/L yaitu sebesar 1830,0 mg/L. Adapun nilai VSS melebihi 2000 mg/L menunjukkan tingkat pertumbuhan mikroorganisme dalam lumpur aktif memasuki Accelaration phase sehingga mikroorganisme mampu melakukan aktivitas dalam menguraikan bahan organik maupun anorganik yang ada (Sudaryati et al., 2011). Rata-rata nilai VSS pada ketiga sumber lumpur yang digunakan dalam proses pembibitan dengan waktu pengolahan selama enam hari disajikan pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 terlihat terjadi peningkatan nilai VSS pada ketiga sumber lumpur yang digunakan dalam proses pembibitan. Sumber lumpur dari IPAL Suwung Denpasar (S1) yang
Gambar 1. Rata-Rata Nilai VSS Dari Tiga Sumber Lumpur Selama Enam Hari Proses Pembibitan.
digunakan dalam pembibitan memiliki tingkat pertumbuhan biomassa dengan nilai VSS yang paling tinggi. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena cukup banyaknya variasi jenis mikroorganisme yang berasal dari sedimen lumpur yang digunakan. IPAL Suwung Denpasar mengolah limbah domestik dengan kadar bahan organik yang tinggi. Pada perairan tercemar dengan kandungan bahan organik tinggi akan tercipta suasana yang sesuai bagi mikroorganisme untuk menggunakan bahan organik tersebut dalam proses metabolismenya (Mukono, 2000). Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik maka semakin tinggi pula biomassa yang dihasilkan. Peningkatan biomassa ini menyatakan nilai VSS yang diukur serta jumlah bahan organik yang telah didegradasi oleh mikororganisme (Atlas and Bartha, 1987).
Berdasarkan hasil Analisis Kovarians (Anakova) terhadap kadar VSS pada diketahui bahwa ketiga lumpur yang digunakan dalam proses pembibitan (seeding) berpengaruh sangat nyata terhadap nilai VSS yang diukur serta adanya interaksi nyata antara jenis lumpur yang digunakan dengan waktu pengolahan yang diberikan selama proses pembibitan.
Proses stabilisasi air limbah memberikan kontribusi terhadap penurunan kadar amonia walaupun dalam jumlah yang sedikit. Selama proses stabilisasi, mikroorganisme mulai membentuk lapisan biofilm pada media kerikil dan perlahan mikroorganisme mulai menjalankan aktivitasnya menguraikan bahan organik maupun amonia dalam air limbah. Penurunan kadar amonia yang relatif kecil juga disebabkan karena belum adanya supplay oksigen selama proses stabilisasi.
Pada aplikasi lumpur aktif S1 terjadi penurunan kadar amonia dari awal sebesar 10 mg/L menjadi 0,78 mg/L sedangkan aplikasi lumpur aktif S2 menyebabkan penurunan kadar amonia dari 10 mg/
L menjadi 2,01 mg/L. Untuk aplikasi lumpur aktif S3, terjadi penurunan kadar amonia dari kadar awal sebesar 10 mg/L menjadi 0,94 mg/L. Penurunan kadar amonia dengan perlakuan (penambahan lumpur aktif dari ketiga sumber) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa perlakuan (kontrol). Penurunan kadar amonia tersebut disebabkan karena adanya proses aerasi dengan waktu tinggal yang optimal sehingga proses penguraian bahan-bahan organik terutama yang mengandung nitrogen oleh mikro- organisme berjalan sangat cepat. Tingkat penurunan kadar amonia juga disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme nitrifikasi yang dapat menguraikan amonia dalam air limbah menjadi nitrit atau nitrat melalui suatu reaksi nitrifikasi. Penambahan nutrien yang mengandung amonia pada pembibitan lumpur aktif juga merangsang pertumbuhan mikroorganisme khusus perombak amonia (mikroorganisme nitrifikasi) sehingga proses pengolahan air limbah berjalan maksimal.
Berdasarkan analisis kadar amonia terhadap tiga jenis lumpur aktif tersebut terlihat bahwa aplikasi lumpur aktif S1 memberikan hasil pengolahan yang paling baik dengan penurunan kadar amonia paling besar dibandingkan aplikasi kedua jenis lumpur aktif lainnya (S2 dan S3) serta kontrol (S0). Berdasarkan hasil Analisis Kovarians (Anakova) terhadap kadar amonia diketahui bahwa perlakuan yang diberikan dalam pengolahan sistem biofilter aerob (penggunaan tiga jenis lumpur aktif dan kontrol) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan kadar amonia air limbah.
Tingkat efektivitas terhadap penurunan kadar amonia ditinjau dari dua aspek yaitu efektivitas pada setiap proses pengolahan air limbah, yang dimulai dari proses stabilisasi sampai pengolahan pada reaktor aerob (Tabel 3) dan efektivitas terhadap baku mutu yang ditetapkan (Tabel 4).
Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Amonia (mg/L) Dalam Penentuan Sumber Lumpur Aktif Terbaik.
Ulangan | ||||
Perlakuan Waktu(hari) |
RataRata |
BM*) | ||
I |
II |
III | ||
S0 Stabilisasi 9,87 |
9,90 |
9,88 |
9,88 |
1 |
1 9,10 |
9,12 |
9,09 |
9,10 | |
2 7,52 |
7,55 |
7,56 |
7,54 | |
3 6,25 |
6,22 |
6,21 |
6,23 | |
4 5,14 |
5,12 |
5,15 |
5,14 | |
5 4,32 |
4,30 |
4,32 |
4,31 | |
S1 Stabilisasi 9,04 |
9,07 |
9,08 |
9,06 |
1 |
1 7,34 |
7,30 |
7,36 |
7,33 | |
2 5,02 |
5,05 |
5,00 |
5,02 | |
3 2,94 |
2,90 |
2,93 |
2,92 | |
4 1,45 |
1,41 |
1,43 |
1,43 | |
5 0,77 |
0,79 |
0,77 |
0,78 | |
S2 Stabilisasi 9,51 |
9,49 |
9,46 |
9,49 | |
1 8,77 |
8,75 |
8,78 |
8,77 |
1 |
2 6,84 |
6,82 |
6,84 |
6,83 | |
3 5,42 |
5,40 |
5,44 |
5,42 | |
4 3,81 |
3,80 |
3,82 |
3,81 | |
5 2,02 |
2,01 |
2,00 |
2,01 | |
S3 Stabilisasi 9,22 |
9,25 |
9,20 |
9,22 | |
1 7,93 |
7,90 |
7,94 |
7,92 |
1 |
2 6,66 |
6,65 |
6,65 |
6,65 | |
3 3,72 |
3,70 |
3,70 |
3,71 | |
4 2,78 |
2,77 |
2,75 |
2,77 | |
5 0,95 |
0,95 |
0,92 |
0,94 |
Keterangan :
S0 = Kontrol (100% air limbah)
S1 = 40% lumpur aktif IPAL Suwung Denpasar Bali + 60 % air limbah
S2 = 40% lumpur aktif IPAL RSUD Wangaya Denpasar Bali + 60 % air limbah
S3 = 40% lumpur aktif IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali + 60 % air limbah
*) = Baku Mutu Amonia Air Limbah Domestik Berdasarkan Peraturan
Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007.
Tabel 3. Efektivitas Proses Pengolahan Air Limbah Dalam Menurunkan
Kadar Amonia Dengan Sistem Biofilter Aerob.
Perlakuan |
Amonia Rata-Rata (mg/L) |
Persentase Penurunan Amonia (%) |
Efektivitas Proses Pengolahan | |
T0 |
T5 | |||
S0 |
10 |
4,31 |
56,90 |
Efektif |
S1 |
10 |
0,78 |
92,20 |
Efektif |
S2 |
10 |
2,01 |
79,90 |
Efektif |
S3 |
10 |
0,94 |
90,60 |
Efektif |
Tabel 4. Efektivitas Baku Mutu Dalam Menurunkan Kadar Amonia
Dengan Sistem Biofilter Aerob.
Perlakuan |
Amonia Rata-Rata (mg/L) |
% Efektivitas baku mutu yg ditetapkan |
Capaian % Efektivitas Baku Mutu |
Efe-tivitas Baku Mutu | |
T0 |
T5 | ||||
S0 |
10 |
4,31 |
90 % |
56,90% |
Belum Efektif |
S1 |
10 |
0,78 |
92,20% |
Efektif | |
S2 |
10 |
2,01 |
79,90% |
Belum Efektif | |
S3 |
10 |
0,94 |
90,60% |
Efektif |
Keterangan :
T0 = Kadar amonia awal pada air limbah artificial (10 mg/L)
T5 = Kadar amonia setelah lima hari pengolahan
Dari Gambar 2 terlihat bahwa aplikasi lumpur aktif S1 mampu menurunkan kadar amonia air limbah dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 1 mg/L. Aplikasi lumpur aktif S1 selama selang waktu lima hari menyebabkan terjadi penurunan kadar amonia dari 10 mg/L menjadi 0,78 mg/L. Tingginya
penurunan kadar amonia dengan aplikasi lumpur aktif S1 ini dapat disebabkan oleh tingginya biomassa (yang dilihat dari nilai VSS) dan keberagaman variasi mikroorganisme yang mampu hidup pada lumpur aktif S1. Kondisi yang kaya bahan organik tersebut menyebabkan beberapa mikroorganisme mampu berkembang biak pada sedimen lumpur IPAL Suwung Denpasar seperti Genus Bacillus, Escherichia coli dan beberapa jenis algae. Keberadaan mikroorganisme tersebut akan menunjang proses penguraian bahan organik yang ada dalam air limbah.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa tingkat efektivitas proses pengolahan air limbah dengan aplikasi lumpur aktif S1 menunjukkan persentase penurunan kadar amonia sebesar 92,20% selama lima hari pengolahan sedangkan aspek efektivitas yang ditinjau dari segi baku mutu menunjukkan aplikasi lumpur aktif S1 selama selang waktu lima hari pengolahan mampu menurunkan kadar amonia air limbah melewati persentase efektivitas baku mutu yang ditentukan yaitu sebesar 90% (Tabel 4). Merujuk kedua aspek efektivitas yang diamati menunjukkan sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif S1 efektif digunakan untuk menurunkan kadar amonia air limbah.
Gambar 2. Penurunan Kadar Amonia Dengan Aplikasi Lumpur Aktif S1 Selama Lima Hari Pengolahan Yang Dibandingkan Dengan Baku Mutu Amonia Pada Air Limbah Domestik.
Keterangan:
= Baku Mutu Amonia pada Air Limbah Domestik (PerGub Bali No. 8 Tahun 2007).
Dari Gambar 3 terlihat bahwa sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif S2 belum mampu menurunkan kadar amonia air limbah dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 1 mg/L. Kadar amonia dengan aplikasi lumpur aktif S2 yang masih melebihi baku mutu air limbah domestik kemungkinan besar disebabkan dari jumlah mikroorganisme dalam lumpur aktif yang belum mampu secara maksimal menguraikan amonia dalam air limbah. Jumlah mikroorganisme (yang diukur dengan nilai VSS)
dalam lumpur aktif S2 masih lebih rendah dibandingkan lumpur aktif yang lain.
Gambar 3. Penurunan Kadar Amonia Dengan Aplikasi Lumpur Aktif S2 Selama Lima Hari Pengolahan Yang Dibandingkan Dengan Baku Mutu Amonia Pada Air Limbah Domestik.
Tingkat efektivitas sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif S2, berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa persentase penurunan kadar amonia pada air limbah sebesar 79,90%. Adapun dari aspek efektivitas baku mutu menunjukkan aplikasi lumpur aktif S2 selama selang waktu lima hari pengolahan belum mampu melewati persentase efektivitas baku mutu yang ditentukan yaitu sebesar 90% (Tabel 4). Berdasarkan kedua aspek efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif S2 masih belum efektif digunakan untuk menurunkan kadar amonia air limbah.
Pengolahan Yang Dibandingkan Dengan Baku Mutu Amonia Pada Air Limbah Domestik.
Dari Gambar 4 terlihat bahwa sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif S3 mampu menurunkan kadar amonia air limbah dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 1 mg/L. Aplikasi lumpur aktif S3 selama selang waktu lima hari menyebabkan terjadi penurunan kadar amonia dari 10 mg/L menjadi 0,94 mg/L.
Gambar 4. Penurunan Kadar Amonia Dengan Aplikasi Lumpur Aktif S3 Selama Lima hari
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa tingkat efektivitas proses pengolahan air limbah dengan aplikasi lumpur aktif S3 menunjukkan persentase penurunan kadar amonia sebesar 90,60% selama lima hari pengolahan sedangkan aspek efektivitas baku mutu menunjukkan aplikasi lumpur aktif S3 selama selang waktu lima hari pengolahan mampu menurunkan kadar amonia air limbah melewati persentase efektivitas baku mutu yang ditentukan yaitu sebesar 90% (Tabel 4). Dari kedua aspek efektivitas yang diamati memberikan hasil bahwa sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif S3 efektif digunakan untuk menurunkan kadar amonia air limbah.
Dari Gambar 5 terlihat bahwa sistem biofilter aerob terhadap kontrol (tanpa penggunaan lumpur aktif) belum mampu menurunkan kadar amonia air limbah dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 1 mg/L. Pengolahan air limbah tanpa aplikasi lumpur aktif selama selang waktu lima hari hanya mampu menurunkan kadar amonia dari 10 mg/L menjadi 4,31 mg/L. Sistem pengolahan biofilter aerob tanpa penggunaan lumpur aktif memiliki kadar amonia akhir yang masih melebihi baku mutu, dimana kondisi tersebut disebabkan dari jumlah dan keberagaman mikroorganisme yang masih relatif sedikit yang menyebabkan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan amonia pada air limbah masih belum maksimal.
Tingkat efektivitas sistem biofilter aerob terhadap kontrol (S0), berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa persentase penurunan kadar ammonia pada air limbah sebesar 56,90%. Adapun dari aspek efektivitas baku mutu pada kontrol selama selang waktu lima hari pengolahan belum mampu melewati persentase efektivitas baku mutu yang ditentukan yaitu sebesar 90% (Tabel 4). Berdasarkan kedua aspek efektivitas tersebut dapat dinyatakan bahwa sistem biofilter aerob tanpa aplikasi lumpur aktif (kontrol) masih belum efektif digunakan untuk menurunkan kadar amonia air limbah.
Untuk mengetahui kecepatan penurunan kadar amonia pada masing-masing perlakuan dan kontrol dilakukan perhitungan dengan memasukkan persamaan ln B = ln B0 – kt. Pada aplikasi lumpur aktif S1, tingkat penurunan kadar amonia ini berlangsung sangat cepat dengan persamaan y = -0,4480x + 2,3800 dimana koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9746. Dari persamaan tersebut diketahui nilai slope yang merupakan konstanta penurunan amonia (k) sebesar 0,4480 mg/L setiap hari. Dari nilai slope tersebut dapat dinyatakan bahwa kecepatan penurunan amonia pada aplikasi lumpur aktif S1 adalah anti ln 0,4480 yaitu sebesar 1,57 mg/L setiap hari. Pada aplikasi lumpur aktif S3 diperoleh persamaan y = - 0,4266x + 2,5065 dengan koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,9274. Dari nilai slope pada persamaan tersebut diketahui kecepatan penurunan amonia pada aplikasi lumpur aktif S3 adalah anti ln 0,4266 yaitu sebesar 1,53 mg/L setiap hari. Pada kedua aplikasi lumpur aktif tersebut (S1 dan S3) sudah efektif dalam menurunkan kadar amonia air limbah di bawah baku mutu selama lima hari pengolahan dengan sistem biofilter aerob.
Gambar 5. Penurunan Kadar Amonia Terhadap Kontrol (S0) Selama Lima hari Pengolahan Yang Dibandingkan Dengan Baku Mutu Amonia Pada Air Limbah Domestik.
Pada aplikasi lumpur aktif S2 diperoleh persamaan y = - 0,3063x + 2,4558 dimana koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9266. Untuk kecepatan penurunan amonia pada aplikasi lumpur aktif S2 adalah anti ln 0,3063 yaitu sebesar 1,36 mg/L setiap hari. Berdasarkan persamaan kecepatan penurunan kadar amonia pada S2 yang diperoleh, dapat diperkirakan bahwa untuk memperoleh kadar amonia akhir S2 di bawah baku mutu yang dipersyaratkan (1 mg/L) diperlukan waktu pengolahan air limbah selama 8,02 hari.
Untuk kontrol (S0) sendiri, persamaan penurunan kadar amonia yang diperoleh adalahy = -0,1743x + 2,3458 dimana koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9968. Adapun kecepatan penurunan amonia pada kontrol (S0) adalah anti ln 0,1743 yaitu sebesar 1,19 mg/L setiap hari. Berdasarkan persamaan yang diperoleh tersebut, dapat diperkirakan bahwa untuk memperoleh kadar amonia akhir S0 di bawah baku mutu yang dipersyaratkan (1 mg/L) diperlukan waktu pengolahan air limbah selama 13,46 hari. Jika dibandingkan nilai slope (k) pada keempat perlakuan tersebut, nilai slope pada S1 memiliki nilai paling tinggi yang menunjukkan tingkat penurunan kadar amonia per hari pada S1 paling besar dibandingkan perlakuan lainnya.
-
1. Lumpur aktif terbaik diperoleh melalui pembibitan dari IPAL Suwung Denpasar yang
ditunjukkan dengan pertumbuhan biomassa tertinggi (nilai VSS) sebesar 2396,6 mg/L dan penurunan amonia tertinggi mencapai kadar akhir sebesar 0,78 mg/L.
-
2. Tingkat efektivitas sistem biofilter aerob dengan aplikasi lumpur aktif dari IPAL Suwung Denpasar mencapai nilai efektivitas proses penurunan kadar amonia sebesar 92,20% dan telah mampu melewati persentase efektivitas baku mutu yang ditetapkan (sebesar 90%) selama lima hari pengolahan. Nilai efektivitas tersebut paling tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lumpur aktif lainnya.
-
1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai jenis mikroorganisme yang mampu berkembangbiak dengan baik pada ketiga sumber lumpur aktif yang digunakan dalam sistem biofilter aerob.
-
2. Dalam proses pengolahan air limbah berskala besar dengan kandungan bahan organik dan anorganik yang tinggi perlu dilakukan kombinasi sistem pengolahan biofilter anaerob – aerob sehingga efektivitas hasil pengolahan lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M and Bartha, R. 1987. Microbial Ecology, Fundamental and Applications. California: The Benjamin/Cummings Publishing Company. Inc.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta, Indonesia: PT Kanisius.
Gintings, P. 1995.Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri.Jakarta,
Indonesia:Pustaka Sinar Harapan.
Herlambang, A dan Nusa, I.S. 2001. Penurunan Kadar Zat Organik Dalam Air Sungai DenganBiofilter Tercelup Struktur Sarang Tawon. Jakarta, Indonesia:Pusat Teknologi Lingkungan, TPSA, BPPT.
Mukono, H.J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya, Indonesia: Airlangga University Press.
Sudaryanti, L. G., Kasa, Wdan Suyasa, I.W.B.2011.Pemanfaatan Sedimen Perairan Tercemar Sebagai Bahan Lumpur Aktif Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu.Ecotrophic,3 (1): 21 – 29.
Sumada, K. 2012. Sumber dan Klasifikasi Mikroorganisme Dalam Pengolahan Air Limbah. Surabaya, Indonesia: Jurusan Teknik Kimia, UPN “Veteran”.
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3 Oktober 2009. Jakarta, Indonesia: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140.
Wardhana, A.W. 2001.Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta, Indonesia:Andi Offset.
Widiyanto T. 2002. Kajian Suksesi DanDistribusi Mikrob Dekomposer Serta AgenBioremediasi Senyawa Metabolit Toksik PadaPerairan. J. Biol. Indones.68 (1):80-36.
85
Discussion and feedback