1

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT DENGAN KEJADIAN STRES PADA KOASISTEN ANGKATAN TAHUN 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

I Gede Suprayoga Sukmana Putra1, Luh Nyoman Alit Aryani2

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 2

Bagian Psikiatri Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

ABSTRAK

Stres merupakan salah satu masalah psikologis yang seringkali dijumpai di kalangan koasisten fakultas kedokteran. Sumber stres dapat bersifat internal maupun eksternal. Tipe kepribadian merupakan salah satu faktor yang memengaruhi munculnya stres. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan kejadian stres pada koasisten angkatan tahun 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional analitik. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebar pada 62 koasisten angkatan tahun 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0. Jumlah responden yang memiliki kepribadian ekstrovert lebih banyak dibandingkan dengan yang introvert (56,5% vs 43,5%) dan responden yang mengalami stres berjumlah 33 orang (53,2%). Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan kejadian stres (p = 0,000 [p < 0,05]). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan kejadian stres pada koasisten angkatan tahun 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kata Kunci : tipe kepribadian, introvert, ekstrovert, stres, koasisten

THE RELATIONSHIP BETWEEN INTROVERT AND EXTROVERT PERSONALITY WITH STRESS AMONG CO-ASSISTANT BATCH 2011 OF FACULTY OF MEDICINE-UDAYANA UNIVERSITY

ABSTRACT

Stress is a psychological disorder that commonly found among coassistant of faculty of medicine. The source of stress can be internal or external. Personality is one factor that can influence the occurrence of stress. The aim of the study was to determine the relationship between introvert and extrovert personality with stress among co-assistant batch 2011 of Faculty of Medicine-Udayana University. The research design used was analytic cross sectional. Collection of data performed by using questionnaire given to 62 co-assistant batch 2011 of Faculty of Medicine-Udayana University. Bivariate analysis using chi square was performed by software SPSS 16.0 for Windows. The number of respondent with extrovert personality were more than those with introvert personality (56,5% vs 43,5%) dan the number of respondent suffering stress were 33 (53,2%). Bivariate analysis showed a significant relationship between introvert and extrovert personality with stress (p = 0,000 [p < 0,05]). These results concluded that there was a significant relationship between introvert and extrovert personality with stress among co-assistant batch 2011 of Faculty of Medicine-Udayana University.

Keyword : personality, introvert, extrovert, stress, co-assistant

PENDAHULUAN

Stres merupakan suatu kondisi psikologis yang pasti pernah dialami oleh setiap individu. Menurut McGrath, stres didefinisikan sebagai sebuah ketidakseimbangan antara tuntutan fisik dan/atau psikologis dengan kemampuan seseorang untuk menanganinya, dan kegagalan ini menghasilkan dampak yang penting bagi kehidupan orang tersebut.1

Sumber stres atau stresor dapat berasal dari dalam diri sendiri (internal)

maupun dari lingkungan (eksternal). Stresor yang berasal dari dalam contohnya adalah kondisi fisik yang kurang baik seperti demam, kehamilan atau menopause, maupun kondisi psikis seperti rasa bersalah, pesimis, atau kritik terhadap diri sendiri yang berlebihan. Stresor yang berasal dari lingkungan dapat berupa perubahan fisik lingkungan seperti perubahan suhu, lokasi kerja, maupun tekanan psikis seperti seperti

perilaku diskriminasi, tindakan kekerasan, beban kerja yang berat, atau kematian.2

Stres dalam perkembangannya terdiri dari 3 tahap, yang dikenal sebagai general adaptation syndrome (GAS). Tahap pertama adalah reaksi waspada yang ditandai oleh respon tubuh berupa kepanikan, yang ditandai dengan disekresikannya hormon-hormon tubuh, jantung berdetak lebih cepat, laju pernapasan meningkat, tubuh mengeluarkan keringat, dan kewaspadaan meningkat. Tahap kedua adalah reaksi resistensi dimana tubuh akan menyadari bahwa ia tidak mampu lagi untuk mempertahankan reaksi waspada, jadi tubuh akan menyesuaikan diri dengan tidak bekerja sekeras saat tahap pertama (sekresi hormon dan stimulasi simpatis berkurang). Jika stres berlanjut maka akan sampai pada tahap ketiga, yakni tahap kelelahan. Disini akan muncul kelainan sistem organ seperti seperti jantung, ginjal, lambung, yang bermanifestasi dalam gangguan psikosomatis seperti kelelahan, histeria, nyeri, hipotensi/hipertensi, ruam pada kulit, dll. Gangguan psikologis, seperti rasa putus asa, kebingungan, atau mungkin berupa

gangguan mental yang serius juga dapat muncul.2,3

Contoh profesi yang rentan terkena stres adalah mereka yang berkaitan dengan dunia kesehatan, salah satunya koasisten. Koasisten merupakan istilah yang digunakan bagi para mahasiswa fakultas kedokteran yang telah menyelesaikan pendidikan sarjananya dan kemudian menjalani kepaniteraan klinik madya (KKM) atau magang di rumah sakit. Penelitian oleh Martha Dani dkk di FK Universitas Riau, menemukan bahwa sebanyak 25% koasisten mengalami stres ringan, 65% mengalami stres sedang, dan 10% mengalami stres berat.4 Penelitian lainnya oleh Miftahul Janah di FK Unhas menemukan mayoritas koasisten mengalami stres derajat sedang.5

Salah satu faktor yang memengaruhi munculnya stres adalah kepribadian. Kepribadian didefinisikan sebagai keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.5 Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi berkembangnya kepribadian, yakni faktor biologis, sosial, dan budaya.6

Dalam klasifikasinya, terdapat banyak versi kepribadian, salah satunya adalah tipe kepribadian introvert dan ekstrovert. Orang dengan kepribadian introvert cenderung hidup dalam dunianya sendiri. Interaksinya dengan dunia luar kurang baik, memiliki pibadi yang tertutup, sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, dan sering menarik diri dari suasana yang ramai. Mereka cenderung melakukan sesuatu dengan hati-hati dan tidak mudah percaya dengan kata hati.7 Lain halnya dengan tipe kepribadian ekstrovert. Interaksinya dengan dunia luar sangat baik. Mereka adalah orang-orang yang ramah, mudah bergaul, suka mengunjungi tempat baru, berperilaku aktif, mudah bosan, dan tidak menyukai aktivitas yang rutin dan monoton. Tindakannya banyak dipengaruhi oleh dunia luar, bersifat terbuka, emosinya spontan dan sering berubah-ubah, tidak begitu peka tehadap kegagalan, dan tidak banyak melakukan introspeksi dan kritik pada diri sendiri.7,8

Sebuah penelitian mengenai hubungan tipe kepribadian ekstrovert-introvert terhadap stres pada mahasiswa menemukan adanya signifikansi dimana tingkat stres yang lebih tinggi ditemukan

pada subjek dengan kepribadian 9 introvert.

Berangkat dari ulasan di atas, penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan kejadian stres pada koasisten angkatan tahun 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di lingkungan RSUP Sanglah selama 2 bulan yakni pada bulan Maret hingga Mei 2015. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian cross-sectional analitik. Penelitian crosssectional analitik diguna-kan untuk memperoleh distribusi tipe kepribadian dan kejadian stres pada koasisten angkatan tahun 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan hubungan antara kedua aspek tersebut.

Populasi penelitian adalah koasisten Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan tahun 2011 yang seluruhnya berjumlah 176 orang. Besar sampel yang ditentukan adalah sebanyak 62 orang. Sampel dipilih dengan metode stratified random sampling dengan membagi

sampel berdasarkan lab KKM tempat mereka bertugas saat penelitian dilakukan. Sampel adalah koasisten yang sedang aktif menjalani kegiatan KKM. Sampel yang sedang mengalami masalah dengan pihak lain di luar lingkungan RSUP Sanglah, sedang menderita penyakit berat atau kronis, atau yang sedang bertugas di rumah sakit satelit (jejaring) dieksklusi dari penelitian ini.

Pengumpulan data dilakukan dengan angket/kuesioner dengan cara menyebarkannya kepada sampel. Untuk menentukan diagnosis stres, digunakan instrumen Depression Anxiety Stress Scale (DASS) 21. Skor 0-7 tergolong normal dan skor ≥8 menandakan adanya stres. Tipe kepribadian introvert dan ekstrovert ditentukan dengan menggunakan kuesioner Eysenck Personality Inventory (EPI). Skor 0-12 dikategorikan sebagai tipe kepribadian introvert dan skor ≥13 dikategorikan sebagai ekstrovert.

Data yang dikumpulkan dilakukan analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square dengan interval kepercayaan 95%. Semua analisis data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 16.0 untuk Windows.

HASIL

Responden penelitian ini berjumlah 62 koasisten yang diambil dari tiap lab KKM. Lab ilmu penyakit mata dan kulit-kelamin tidak diikutsertaakan karena saat penelitian dilakukan tidak terdapat koasisten angkatan tahun 2011 yang sedang menjalani KKM di kedua lab tersebut. Lab kebidanan dan kandungan juga tidak diikutsertakan karena seluruh koasisten angkatan tahun 2011 yang terdaftar sedang berada di rumah sakit jejaring.

Berdasarkan data demografi responden, ditemukan bahwa jumlah responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari responden perempuan (51,6% vs 48,4%), sebagian besar sudah melewati satu jenis lab, dengan jumlah responden paling banyak berasal dari lab ilmu penyakit dalam (10 orang [16,1%]) sedangkan jumlah paling sedikit berasal dari lab radiologi (3 orang [4,8%]). Data yang lebih rinci disajikan pada tabel 1.

Hasil pengumulan data dengan EPI menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak dibandingkan dengan yang berkepribadian introvert (35 [56,5%] vs 27 [43,5%]).

Pengumpulan data dengan DASS-21 menunjukkan bahwa jumlah responden yang mengalami stres lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami stres (33 [53,2%] vs 29 [46,8%]).

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan tipe kepribadian introvert lebih banyak yang mengalami stres dibandingkan dengan yang tidak (81,5% vs 18,5%) sedangkan pada responden dengan kepribadian ekstrovert menunjukkan hal sebaliknya (31,4% vs 68,6%) (Tabel 2). Analisis bivariat dengan metode chi-square bernilai signifikan dengan nilai p = 0,000. Hasil ini menandakan Ha diterima, artinya ada hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan kejadian

stres pada koasisten angkatan tahun 2011 FK UNUD.

PEMBAHASAN

Penelitian di Indonesia yang meneliti gambaran tipe kepribadian introvert dan ekstrovert pada koasisten masih belum tersedia namun penelitian yang dilakukan pada calon profesi tenaga kesehatan lainnya sudah beberapa kali dilakukan. Sebuah penelitian pada mahasiswa keperawatan oleh Dwi Suharto dkk, menemukan bahwa jumlah responden yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak dari yang bekepribadian introvert (61,3% vs 38,7%).10 Penelitian lainnya yang juga dilakukan pada mahasiswa keperawatan menemukan hal yang sama (69,6% vs 30,4%).11 Hasil

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jumlah Lab yang Sudah Dilewati, dan Lab Saat Ini.

Variabel

Jumlah (N)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki – Laki

32

51,6

Perempuan

30

48,4

Jumlah Lab yang Sudah Dilewati

Belum ada

15

24,2

1 Lab

47

75,8

Lab Saat Ini

Radiologi

3

4,8

Ilmu Kedokteran Forensik

4

6,4

IKK-IKP

6

9,6

Ilmu Kesehatan Anak

7

11,3

Ilmu Penyakit Saraf

5

8,0

Anestesi dan Terapi Intensif

4

6,4

THT-KL

5

8,0

Ilmu Bedah

8

12,9

Ilmu Penyakit Dalam

10

16,1

Psikiatri

6

9,6

Ilmu penyakit Jantung dan Pembuluh

4

6,4

Tabel 2. Hubungan Antara Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstrovert dengan Kejadian Stres pada Koasisten Angkatan Tahun 2011 FK UNUD.

Tipe Kepribadian

Stres

Total

Ya

Tidak

N (%)

Nilai p

N (%)

N (%)

Introvert

22 (81,5)

5 (18,5)

27 (100)

0,000

Ekstrovert

11 (31,4)

24 (68,6)

35 (100)

Total

33 (53,2)

29 (46,8)

62 (100)

X2= 15,338; df = 1

kedua penelitian di atas serupa dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa koasisten dengan kepribadian ekstrovert berjumlah lebih banyak dibandingkan yang berkepri-badian introvert.

Tipe kepibadian sangat berperan dalam menentukan kualitas kerja ko-asisten di lapangan. Dalam pekerjaannya, koasisten akan sering berhubungan dengan pasien dan juga dengan rekan profesi lainnya. Koasisten dengan tipe

kepribadian ekstrovert akan unggul dalam hal ini karena memiliki kemampuan yang lebih baik dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dibandingkan koasisten berkepribadian introvert.

Koasisten dengan kepribadian introvert juga memiliki kelebihan dibandingan dengan ekstrovert. Kemampuan mereka dalam menganalisis permasalahan pasien dan ketahanannya dalam menghadapi tuntutan pekerjaan yang tinggi memberi nilai lebih. Selain itu

sikap hati-hati dalam bertugas dan pertimbangan yang matang sebelum bertindak juga memberi keuntungan lainnya bagi koasisten berkepribadian introvert. Jadi dalam kata lain, seorang koasisten sebaiknya memiliki kombinasi unsur dari kedua tipe kepribadian ini, mengenai tipe kepribadian mana yang lebih dominan selanjutnya akan disesuaikan dengan cara kerja dan pendekatan koasisten tersebut.

Terkait kejadian stres, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa banyak koasisten yang mengalami stres psikologis. Sebuah penelitian oleh Martha Dani dkk, menemukan bahwa sebanyak 25% respondennya mengalami stres ringan, 65% mengalami stres sedang, dan 10% mengalami stres berat.4 Penelitian lainnya di FK Unhas menemukan bahwa sebagian besar koasisten mengalami stres derajat sedang.5

Tuntutan kerja pada koasisten fakultas kedokteran tidaklah sedikit. Tugas-tugas kemahasiswaan seperti penyusunan laporan kasus, presentasi ilmiah, kunjungan lapangan, dan ujian akhir di masing-masing lab ditambah dengan beban profesi yakni bertugas untuk

melakukan pelayanan kesehatan di poliklinik, instalasi rawat darurat, dan instalasi rawat inap merupakan contoh tuntutan kerja bagi koasisten. Selain itu, para koasisten juga dituntut untuk bersikap profesional bahkan di minggu-minggu awal mereka bertugas yang notabene belum begitu memahami standar prosedur dan alur pelayanan medis di rumah sakit. Hal-hal inilah yang menjadi alasan bahwa kejadian stres pada koasisten merupakan hal yang biasa ditemui.

Kemunculan stres psikologis dapat menganggu kinerja para koasisten. Penelitian oleh Miftahul Janah, menemukan adanya gangguan emosional yang muncul pada koasisten yang mengalami stres, yakni berupa gangguan sensitif interpersonal sebanyak 65,1%, kecemasan 58,7%, hostilitas 49,2%, somatisasi 39,7%, dan gangguangangguan lainnya sebanyak 65,1%.5 Jika gejala-gejala ini terus muncul, maka akan memberi dampak negatif tidak hanya bagi para koasisten namun juga pasien yang dirawatnya.

Salah satu faktor internal yang memengaruhi munculnya stres adalah tipe kepribadian. Hasil penelitian ini

menunjukkan adanya sebuah hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian dengan kejadian stres pada koasisten. Hubungan ini mendukung hasil penelitian oleh Sutanto yang dilakukan pada populasi yang berbeda. Ia menemukan bahwa karyawan sebuah perusahaan dengan tipe kepribadian introvert lebih cenderung untuk mengalami stres dibandingkan yang berkepribadian ekstrovert.12 Penelitian lainnya mengenai tingkat stres mahasiswa dalam pengerjaan skripsi juga menemukan hal serupa.9 Namun sebuah hasil berbeda ditemukan oleh Iroegbu, dimana orang dengan kepribadian ekstrovert lebih cenderung untuk mengalami stres dibandingkan dengan orang berkepribadian introvert.13

Koasisten dalam pekerjaannya dihadapi oleh berbagai macam stresor. Koasisten merupakan pekerja “pemula” di bidang kesehatan dimana mereka masih minim pengalaman dan rentan untuk melakukan kesalahan. Seorang koasisten berkepribadian introvert akan cenderung untuk memikirkan dan melakukan kritik pada diri sendiri untuk tiap kesalahan atau teguran yang didapatnya. Tiap kesalahan yang dilakukan akan memberi mereka beban

psikologis sehingga hal ini memicu timbulnya stres. Jika kondisi ini berakumulasi tentunya stres bisa muncul kapan saja.

Individu berkepribadian introvert sangat menghargai privasi dan kurang suka dengan situasi publik. Privasi sangat mungkin untuk dikesampingkan saat bertugas sebagai koasisten. Kondisi yang mendesak seringkali tidak mementingkan privasi antar koasisten, seperti ruang istirahat yang ramai, kebiasaan saling meminjam alat-alat kesehatan, dan sebagainya. Kondisi rumah sakit yang penuh dengan pasien membutuhkan adanya komunikasi tiap menit bahkan tiap detiknya baik dengan pasien itu sendiri, keluarga pasien, maupun paramedis lainnya. Hal ini dapat membuat koasisten introvert merasa tidak nyaman. Selain itu, koasisten introvert juga mementingkan persiapan dalam melakukan sesuatu. Namun kondisi instalasi rawat darurat yang membutuhkan tindakan cepat dan tepat oleh para personilnya tidak dapat memberi waktu yang cukup untuk melakukan persiapan dan hal ini akan menjadi stresor lain bagi koasisten berkepribadian introvert.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1) jumlah koasisten angkatan tahun 2011 FK UNUD lebih banyak yang berkepribadian ekstrovert, 2) koasisten angkatan tahun 2011 FK UNUD lebih banyak yang mengalami stres dibandingkan yang tidak, dan 3) terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan kejadian stres pada koasisten angkatan tahun 2011 FK UNUD.

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: 1) kepada pihak dekanat FK UNUD agar meninjau kembali sistem pendidikan profesinya untuk mengurangi kejadian stres pada koasistennya, 2) disediakan wadah konseling bagi koasisten yang mengalami stres, dan 3) penelitian selanjutnya sebaiknya difokuskan pada penelusuran stresor yang berperan dalam munculnya stres pada koasisten.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Staal MA. Stres, cognition, and human performance: a literature review and conceptual framework. NASA. 2004; 1-162.

  • 2.    Sriati A. Tinjauan tentang stres. Jatinagor: Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran. 2008.

  • 3.    Nevid JS. Rathus SA, Greene BS. Stres, psychological factors, and health. Dalam: Abnormal psychology in a changing world. Edisi ke-7. Pearson Education. 2010; h. 140-69.

  • 4.    Dani SM, Hamidy MY, Risma D. Hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping pada mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Riau. FK Universitas Riau. 2011; 1-9

  • 5.    Jannah RM. Hubungan stres kerja dengan kecenderungan terjadinya gangguan emosional yang dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu kedokteran komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Perpustakaan Pusat UNHAS. 2014.

  • 6.    Sahri MA. Sosialisasi dan persepsi orang tua dalam upaya pengembangan kepribadian anak usia pra sekolah. FKIP Universitas Sebelas Maret. 2010.

  • 7.    Tarmidzi DS. Hubungan antara tipe kepribadian: introvert dan ekstrovert dengan prestasi akademik mahasiswa

Fakultas Teknik Universitas Indonesia program S1 reguler. FIK Universitas Indonesia. 2012.

  • 8.    Laksana B. Hubungan antara tipe kepribadian terhadap perilaku merokok pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. PSIK FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011.

  • 9.    Enggasari A. Perbedaan tingkat stres antara mahasiswa berkepribadian introvert dan ekstrovert dalam pengerjaan skripsi. Perpustakaan Universitas Negeri Malang. 2008.

  • 10.    Suharto D, Purwanti OS. Hubungan antara tipe kepribadian dengan motivasi untuk menyelesaikan skripsi pada mahasiswa transfer jurusan keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. FIK UMS. 2008;1-9.

  • 11.    Kumala, Citra AAS, Rupawan IDM, Rindjani IA. Hubungan antara tipe kepribadian dengan motivasi belajar mahasiswa semester VIII Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. PSIK FK UNUD. 2013; 1-5.

  • 12.    Wijano S, Djohan L. Pengaruh persepsi akan dimensi desain

organisasi dan tipe kepribadian terhadap tingkat stres karyawan PT. Internasional Deta Alfa Mandiri. Jurnal Manajemen Kewirausahaan. 2006;8(1):1-15.

  • 13.    Iroegbu MN. Personality and gender: a meta-analysis of their effects o employee stress. Global Journal of Interdisciplinary Social Sciences. 2014; 3(6):63-5.