GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUBU II JANUARI-FEBRUARI 2014
on
1
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUBU II JANUARI-FEBRUARI 2014
IGM Agus Bhayu WWPSR1, Nyoman Ratep2, Wayan Westa2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah
ABSTRAK
Depresi merupakan salah satu masalah global kesehatan yang terjadi pada lanjut usia (lansia) dimana prevalensinya bertambah tinggi seiring meningkatnya usia seseorang. Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya depresi pada lansia, beberapa faktor tersebut antara lain: faktor psikososial, faktor biologis, karakteristik personal, faktor medikasi, dan faktor sosiodemografi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 84 orang yang dipilih secara consecutive sampling. Sebagai sampel adalah lansia yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Kubu II dan tidak ada kriteria eksklusi. Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dimintakan kesediaannya untuk berpartisipasi dengan menandatangani informed consent. Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner kepada sampel yang terpilih. Analisis data dilakukan secara univariate dan bivariate. Dari 84 sampel lansia, didapatkan 30,9% mengalami depresi ringan dan 14,3% mengalami depresi berat. Dari kelompok sampel yang mengalami depresi, persentase depresi tertinggi terjadi pada kelompok usia 75-90 tahun dengan sebaran proporsi depresi ringan 25,0% dan depresi berat 11,5%, pada kelompok jenis kelamin proporsi kejadian depresi paling tinggi pada jenis kelamin perempuan dengan sebaran proporsi depresi ringan 40,0% dan depresi berat 11,5%, sedangkan berdasarkan ada tidaknya penyakit dasar, proporsi kejadian depresi terdapat pada sampel yang memiliki penyakit dasar yaitu dengan sebaran proporsi depresi ringan 42,1% dan depresi berat 19,3%. Simpulan pada penelitian ini adalah tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II tergolong cukup tinggi dan kejadian depresi terbanyak terjadi pada kelompok usia 75-90 tahun, lansia dengan jenis kelamin perempuan, dan lansia yang memiliki penyakit dasar.
Kata Kunci: depresi, lansia, usia, jenis kelamin, penyakit dasar.
FACTORS THAT AFFECT THE RATE OF DEPRESSION IN ELDERLY AT KUBU II PUBLIC HEALTH CENTRE WORKING AREA JANUARY-FEBRUARY 2014
ABSTRACT
Depression is one of the global health problems that occur in the elderly (seniors) where a high prevalence increases along with the increasing age. There are several factors contributing to the depression in the elderly, some of these factors include: psychosocial factors, biological factors, personal characteristics, medication factors, and socio-demographic factors. Aim of the study was describe of the factors that influence the rate of depression in the elderly in Kubu II Public Health Centre working area. This study was a cross sectional study with 84 samples which chosen by consecutive sampling. As a sample was the elderly who stay in working region of Kubu II Public Health Centre, and without exclusion criteria. The elderly that fulfil the sample criteria was asked to participate by signing the informed consent. Questionnaires were distributed to the sample. The data from the questionnaires are collected and analyzed in univariate and bivariate ways. From the 84 samples of the elderly, we found 30.9% had minor depression and 14.3% had major depression. From the sample group were depressed, depression percentage was highest in the age group 75-90 years with minor depression proportion of 25.0% and 11.5% were major depression, the proportion of gender group highest incidence of depression in women with distribution 40.0% the proportion of minor depression and major depression 11.5%, while based on the underlying disease, the proportion of depression found in the sample who have underlying disease that is the proportion of minor depression 42.1% and 19.3% major depression. The conclusion of the study are level of depression in the elderly in Kubu II Primary Health Centre was quite high and the incidence of depression occurred in the 75-90 years old, female, and the elderly who had underlying disease.
Keyword: depression, elderly, age, gender, underlying disease
PENDAHULUAN
Depresi berhubungan dengan suatu emosi yang normal yang digambarkan dalam bentuk kesedihan dan duka. Depresi juga merupakan suatu kombinasi dari perasaan termasuk kesedihan, kesepian, rasa marah, tidak berharga, putus asa, agitasi, dan rasa bersalah yang disertai dengan berbagai gejala fisik lainnya.1 Insiden terjadinya
depresi bervariasi di setiap daerah di dunia. Insiden depresi di Amerika Serikat diketahui lebih dari 12% pada laki-laki dan 20% pada perempuan.2 Selain itu depresi biasanya umum terjadi pada lansia.3,4,5,6
Prevalensi kejadian depresi mayor di komunitas pada orang dewasa yang berumur 65 tahun ke atas dikatakan mencapai angka antara 1% sampai 5%,
sementara gejala depresi hampir muncul pada 20% lansia.3 Berdasarkan World Health Organization (WHO), prevalensi keseluruhan kejadian depresi pada lansia secara umum bervariasi antara 10-20%, hal ini juga tergantung pada situasi budaya di masing-masing daerah di dunia.7 Depresi juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah disabilitas, terhitung hampir 12% dari keseluruhan disabilitas.2,5,6,7 Selain itu, depresi juga secara umum merupakan penyebab utama morbiditas pada fungsi sosial, pekerjaan, dan interpersonal.8
Berdasarkan studi-studi yang dilakukan sebelumnya, faktor risiko terjadinya depresi pada lansia dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor, antara lain: faktor psikososial, faktor biologis, karakteristik personal, faktor medikasi, dan faktor sosiodemografi.4,8,9
Faktor psikososial dapat meliputi stress kehidupan seperti: kesedihan, masalah finansial, kesepian, dan lain-lain.8,11,13 Faktor biologis atau genetik dapat meliputi: jenis kelamin perempuan, defisiensi folat dan vitamin B12, dan penyakit kronis.2,5,6,8 Karakteristik personal antara lain: sifat ketergantungan, pesimis, dan rendah diri.8 Sedangkan
faktor medikasi dapat meliputi penggunaan obat-obatan anxiolytics, tranquilizers, anti inflamasi, dan sebagainya.8 Selain itu status sosioekonomi yang rendah, latar belakang pendidikan yang rendah, status pernikahan, merupakan beberapa faktor sosiodemografi yang turut berperan dalam terjadinya depresi.4,8,10
Sekitar 46% lansia yang mengalami depresi memiliki riwayat penyakit dasar tertentu.8 Secara umum, lansia dengan riwayat penyakit dasar tertentu menunjukkan gejala depresi. Hal ini kemungkinan bersifat sementara tetapi pada beberapa kasus dapat bersifat menetap dan mengganggu fungsi sosial dan akan menghambat proses penyembuhan penyakit dasar tersebut. 5,6,8
Diagnosis depresi dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fifth edition (DSM-V), yang digolongkan menjadi depresi mayor dan minor.6,11 Kriteria diagnosis depresi mayor menurut DSM-V harus ditemukan adanya baik kesedihan atau anhedonia dengan total lima atau lebih gejala selama periode waktu lebih dari dua minggu. Penurunan mood kurang umum terjadi
pada lansia dengan depresi dibandingkan dengan dewasa muda yang juga mengalami depresi, dimana gejala kemarahan, cemas, dan gejala somatik lebih sering muncul. Stress psikososial seperti kematian pasangan hidup dapat mencetuskan episode depresi. Pada DSM-V, kesedihan yang terjadi setelah kehilangan pasangan hidup tidak dieksklusi.6
Di wilayah kerja Puskesmas Kubu II, jumlah lansia sebanyak 3557 jiwa. Namun masih belum diketahui bagaimana kesejahteraan hidup lansia tersebut secara psikososial. Berdasarkan survey yang peneliti lakukan dengan memilih secara acak empat rumah dari masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Kubu II, peneliti menemukan terdapat beberapa lansia yang mengalami depresi, terutama pada lansia yang memiliki penyakit dasar tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan dasar untuk program-program pencegahan selanjutnya
di wilayah kerja Puskesmas Kubu II, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian secara kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif cross sectional, hal ini dimaksudkan bahwa variabel bebas dan terikat pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan atau pada satu waktu yang bersamaan.
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kubu II, pada bulan Januari-Februari 2014. Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat depresi yang digolongkan dalam 3 kriteria, yaitu: normal (0-9), ringan (10-19), dan berat (20-30) yang dialami oleh lansia yang berusia 60 tahun ke atas. Pada penelitian ini, tingkat depresi diukur dengan kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia yang dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu: usia 60-74 tahun, 75-90 tahun, dan di atas 90 tahun. Jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Penyakit dasar yaitu adanya penyakit
kronis yang dialami oleh lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II.
Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal wilayah kerja Puskesmas Kubu II. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang datang ke Puskesmas Kubu II, yang merupakan bagian dari populasi yang telah dipilih. Kriteria inklusi adalah lansia yang bersedia menjadi sampel, sedangkan kriteria eksklusi adalah lansia yang tidak bersedia dijadikan sampel penelitian. Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi tanpa ada kriteria eksklusi. Apabila ada sampel yang menolak atau tidak memenuhi kriteria, maka akan digantikan sampel lain yang dipilih secara consecutive sampling juga sampai jumlah sampel terpenuhi, sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 84 orang.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data untuk tiap variabel menggunakan kuisioner GDS. Cara pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang telah disediakan dengan pertanyaan yang dijawab oleh sampel/ responden. Pengolahan data pada penelitian ini
dilakukan dengan melalui tahapan sebagai berikut; editing, scoring, tabulating dan entry data. Kemudian di analisis menggunakan analisis univariat dan bivariat.
HASIL
Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 84 orang dan dalam pelaksanaan pengumpulan data, tidak seluruh sampel dapat mengisi kuisioner yang dibagikan dengan baik karena terdapat sebagian besar sampel yang buta huruf, sehingga harus dibantu oleh peneliti untuk mengisi kuisioner.
Dari 84 sampel yang telah memenuhi syarat untuk diteliti, didapatkan 44 orang (52,4%) dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan 40 orang (47,6%) dengan jenis kelamin perempuan, sehingga sebaran sampel lebih banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki. Selain itu, berdasarkan kelompok usia, sampel dibagi ke dalam 3 kelompok usia menurut WHO tahun 1999,12 antara lain: usia lanjut 29 orang (34,5%), usia tua 52 orang (61,9%), dan usia sangat tua 3 orang (3,6%). Berdasarkan hal tersebut didapatkan
bahwa sebaran sampel menurut kelompok usia didapatkan paling banyak pada kelompok dengan usia tua yaitu 61,9%.
Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Frekuensi Persentase
Kelamin |
(%) | |
Laki-laki |
44 |
52,4 |
Perempuan |
40 |
47,6 |
Total |
84 |
100 |
Tabel 2. Karakteristik Sampel Penelitan berdasarkan Kelompok Usia | ||
Kelompok Usia |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Usia lanjut (60-74 tahun) |
29 |
34,5 |
Usia tua (75-90 tahun) |
52 |
61,9 |
Usia sangat tua (>90 tahun) |
3 |
3,6 |
Total |
84 |
100 |
Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Dasar pada Sampel Penelitian
Dari 84 sampel lebih dari 50% sampel memiliki penyakit dasar. Sebaran penyakit dasar yang dialami oleh sampel juga berbeda-beda, yang dikelompokkan menjadi penyakit kardiovaskuler, penyakit metabolik, penyakit psikiatri, serta penyakit radang tulang dan sendi.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Dasar pada Sampel Penelitian
Penyakit Dasar |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Ya |
57 |
67,9 |
Tidak |
27 |
32,1 |
Total |
84 |
100 |
Distribusi Tingkat Depresi pada Sampel Penelitian
Tingkat depresi pada penelitian ini diukur dengan menggunakan GDS. Pada GDS terdapat 30 pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap jawaban “ya” mendapatkan skor satu dan setiap jawaban “tidak” akan mendapatkan skor nol. Kemudian semua skor pada setiap pertanyaan yang terjawab akan dijumlahkan, sehingga dari hasil perhitungan skor GDS maka tingkat
depresi pada sampel penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu normal (skor total 0-9), depresi ringan (10-19), dan depresi berat (20-30).
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II yang mengalami depresi cukup mencengangkan. Angka ini hampir mencapai setengah dari jumlah sampel yang mengalami depresi, dimana kejadian depresi ini dibagi menjadi dua kategori yatu depresi ringan dan depresi berat.
Tabel 4. Distribusi Tingkat Depresi pada Sampel Penelitan
Tingkat Depresi |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Normal |
46 |
54,8 |
Ringan |
26 |
30,9 |
Berat |
12 |
14,3 |
Total |
84 |
100 |
Hasil Tabulasi Data
Pada tabel 5 menggambarkan distribusi frekuensi dan persentase tingkat depresi pada sampel berdasarkan variabel-variabel lainnya. Apabila tingkat depresi lansia dilihat berdasarkan kelompok usia, maka pada kedua
kelompok usia baik kelompok usia 60-74 tahun maupun kelompok usia 75-90 tahun persentase normal lebih tinggi daripada persentase tingkat depresi baik ringan maupun berat. Pada kelompok usia di atas 90 tahun, tingkat depresi ringan lebih banyak jika dibandingkan dengan tingkat depresi berat maupun persentase normal. Namun, secara keseluruhan jika ditinjau dari variabel umur, tingkat depresi lebih banyak terjadi pada kelompok usia 75-90 tahun dengan distribusi depresi ringan 25,0% dan depresi berat 11,5%.
Apabila tingkat depresi dilihat berdasarkan jenis kelamin, tingkat depresi lebih banyak terjadi pada sampel dengan jenis kelamin perempuan dengan sebaran depresi ringan 40,0% dan depresi berat 17,5 % jika dibandingkan dengan sampel berjenis kelamin laki-laki.
Tingkat depresi yang dilihat berdasarkan ada tidaknya penyakit dasar pada sampel, persentase tingkat depresi lebih tinggi terjadi pada sampel yang memiliki penyakit dasar dibandingkan dengan yang tidak memiliki penyakit dasar. Selain itu, pada sampel yang memiliki penyakit dasar tingkat depresi normal (38,6%) justru lebih rendah
dibandingkan dengan tingkat depresi ringan (42,1%).
Tabel 5. Tingkat Depresi Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit Dasar.
Variabel |
Tingkat Depresi |
Total (%) | ||
Normal (%) |
Ringan (%) |
Berat (%) | ||
Usia 60-74 th |
13 |
11 |
5 |
29 |
(44,8) |
(37,9) |
(17,3) |
(100) | |
75-90 th |
33 |
13 |
6 |
52 |
(63,5) |
(25,0) |
(11,5) |
(100) | |
>90 th |
0 |
2 |
1 |
3 |
(0) |
(66,7) |
(33,3) |
(100) | |
Jenis Kelamin Laki-laki |
29 |
10 |
5 |
44 |
(65,9) |
(22,7) |
(11,4) |
(100) | |
Perempuan |
17 |
16 |
7 |
40 |
(42,5) |
(40,0) |
(17,5) |
(100) | |
Penyakit Dasar Ya |
22 |
24 |
11 |
57 |
(38,6) |
(42,1) |
(19,3) |
(100) | |
Tidak |
24 |
2 |
1 |
27 |
(88,9) |
(7,4) |
(3,7) |
(100) |
PEMBAHASAN
Prevalensi tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem cukup tinggi yaitu 45,2%
yang terdistribusi pada depresi ringan sebanyak 30,9% dan depresi berat sebanyak 14,3%. Angka ini menunjukkan hampir setengah dari jumlah sampel mengalami depresi, walaupun lebih dari setengah sampel berada pada kategori normal. Hal ini sejalan dengan studi-studi yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa terdapat prevalensi depresi yang cukup tinggi pada lansia, dimana gejala depresi dapat mencapai 20%.3 Selain itu kejadian depresi pada penelitian ini juga didistribusikan menjadi depresi ringan (30,9%) dan depresi berat (14,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bodhare dkk (2013) yang mendapatkan hasil bahwa terdapat 28,9% yang mengalami depresi ringan dan 15,8% yang mengalami depresi berat.7 Selain itu prevalensi yang didapatkan oleh Nailil (2013) kejadian depresi justru tergolong cukup tinggi yaitu mencapai 60%.13 Namun berbeda dengan hasil studi lainnya yang dilakukan oleh Onya (2013) menunjukkan hasil prevalensi kejadian depresi yang lebih kecil yaitu 28%.8 Perbedaan prevalensi yang terjadi kemungkinan disebabkan karena perbedaan budaya atau penggunaan alat ukur penelitian yang
digunakan untuk mengevaluasi kejadian depresi.
Usia merupakan salah satu faktor risiko terjainya depresi. Semakin meningkatnya usia maka risiko terjadinya depresi juga akan menjadi dua kali lipat.11 Hal ini disebabkan karena pada masa tersebut banyak terjadi suatu perubahan pada diri seseorang. Perubahan tersebut baik perubahan secara fisik, psikologis, ekonomi, sosial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup seorang lansia.12
Pada penelitian ini berdasarkan variabel usia, persentase tingkat depresi paling banyak terjadi pada kelompok usia 75-90 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Onya dkk (2013) yang mendapatkan hasil persentase terbanyak pada kategori kelompok usia 75-90 tahun yaitu dengan persentase 85,7%.8 Hasil penelitian Kartika (2012), dimana hasil yang didapatkan justru paling tinggi berada 12 pada kelompok usia 60-74 tahun.12
Perbedaan yang terjadi pada hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena berdasarkan survey lapangan lebih lanjut yang peneliti lakukan terhadap sampel penelitian, ditemukan adanya pengaruh
yang penting dari dukungan sosial dan isolasi sosial terkait dengan kejadian depresi.4
Sebagian besar lansia dengan kelompok usia 60-74 tahun terlihat masih mampu untuk mengurus dirinya sendiri, serta masih mampu untuk melakukan hubungan interpersonal dengan baik dan masih mampu untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Sedangkan pada kelompok usia 75-90 tahun sebagian besar mulai kurang mampu untuk merawat diri sendiri dan hubungan interpersonal yang kurang serta tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Hal ini juga dipengaruhi oleh perlakuan keluarga dalam merawat lansia, dimana anggota keluarga lainnya sebagian besar menghabiskan waktunya di luar rumah. Sehingga sebagian besar lansia pada kelompok umur tersebut kurang mendapat perhatian dan dapat menimbulkan terjadinya depresi pada lansia tersebut.
Selain itu, peningkatan proporsi terjadinya depresi pada setiap peningkatan usia pada penelitian ini, sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ayu (2011) yang membandingkan kejadian depresi antara lansia di panti
werdha dengan lansia di komunitas dengan hasil proporsi terjadinya depresi pada lanjut usia meningkat seiring dengan pertambahan usia. Namun, proporsi tersebut tidak bermakna secara statistik dengan nilai p>0,05.4 Selain itu penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Mc.Dougall (2007) bahwa proporsi kejadian depresi meningkat sesuai dengan usia, dan didapatkan hasil yang bermakna secara statistik dengan nilai p=0,002. 14 Penelitian yang juga dilakukan di Portugal dan Brazil menunjukkan hasil proporsi terjadinya depresi tertinggi pada rentangan usia 70-80 tahun di Brazil dengan persentase 34,12% dan pada rentangan usia 80-90 tahun di Portugal dengan persentase 51,46%.15
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pada penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi kejadian depresi lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut beberapa studi lansia perempuan memang memiliki risiko depresi lebih tinggi dibandingkan dengan lansia laki-laki dengan perbandingan antara perempuan dan laki-laki yaitu 2:1.10 Selain itu hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Leal dkk (2014) yang melakukan penelitian prevalensi pada lansia di Portugal dan Brazil mendapatkan hasil bahwa proporsi terjadinya depresi pada lansia lebih banyak pada perempuan dengan proporsi 81,0% pada lansia perempuan di Brazil dan 62,4% pada lasia perempuan di Portugal.15
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Das dkk (2014), menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin kejadian depresi terbanyak terjadi pada perempuan namun nilai tersebut tidak bermakna secara statistik dengan nilai p=0,074.1 Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian Ayu (2011), Bodhare (2013), dan McDougall (2007) bahwa nilai kejadian depresi sesuai dengan jenis kelamin tidak bermakna secara statistik dengan p-value masing-masing yaitu p=0,333, p=0,295, dan p=0,70.4,7,14
Hasil yang berbeda justru didapatkan pada penelitian Onya dan Nailil (2013) yang menyatakan bahwa proporsi terjadinya depresi lebih banyak pada perempuan dan terdapat hubungan antara jenis kelamin perempuan dengan terjadinya depresi pada lansia, yaitu
dengan p-value masing-masing p=0,002 dan p=0,034.8,13 Hal ini dapat disebabkan karena adanya beberapa faktor lain yang kemungkinan mempengaruhi depresi, seperti: kematian pasangan hidup, perbedaan sosial dan budaya, dan kurangnya partisipasi dalam beraktivitas selama masa hidupnya.16,17 Selain itu perbedaan dalam teknik pengumpulan data penelitian kemungkinan juga mempengaruhi perbedaan hasil dari penelitian lainnya.
Proporsi depresi yang lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki kemungkinan juga diakibatkan oleh adanya pengaruh perubahan fisiologis, misalnya early onset of menopause atau post-menopause.1 Karena pada penelitian ini usia sampel dimulai pada usia 60 tahun ke atas, kemungkinan pada masa ini sampel perempuan pada penelitian ini berada dalam tahap postmenopause. Sehingga sesuai dengan kemungkinan faktor risiko yang dapat menyebabkan depresi lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Hasil yang cukup berbeda justru ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2012), hasil yang didapatkan bahwa proporsi kejadian
tertinggi depresi terdapat pada lansia laki-laki.12 Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan karena lokasi penelitian yang berbeda, pada penelitian ini berlokasi di komunitas sehingga sedikit sulit untuk mendeteksi depresi pada laki-laki dan memang kebanyakan yang datang ke pusat pelayanan kesehatan untuk keluhan depresi adalah perempuan.5 Sedangkan penelitaian Kartika yang berlokasi di panti wredha justru lebih memudahkan untuk mendeteksi depresi pada laki-laki dengan observasi yang dilakukan.
Selain variabel usia dan jenis kelamin, pada penelitian ini juga dilakukan penilaian tingkat depresi menurut ada tidaknya penyakit yang mendasari lansia tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lansia dengan penyakit dasar cenderung mengalami risiko depresi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lansia yang tanpa disertai dengan adanya riwayat penyakit dasar. Selain itu angka proporsi tingkat depresi berat pada lansia dengan penyakit dasar juga lebih tinggi jika dibadingkan dengn lansia yang tidak memiliki riwayat penyakit dasar.
Lansia dengan riwayat penyakit fisik yang multipel, memiliki risiko
terjadinya depresi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lansia tanpa riwayat penyakit fisik.10,18 Adanya penyakit dasar merupakan salah satu stressor pada seseorang yang mampu untuk meningkatkan risiko terjadinya depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dkk (2010), memperlihatkan hasil yang signifikan terhadap terjadinya depresi pada lansia dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan p-value masing-masing adalah p=0,01 dan p=0,04.19
SIMPULAN
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah, dari 84 sampel hampir setengah dari sampel mengalami depresi yang tersebar dalam tingkatan depresi ringan 30,9% dan depresi berat 14,3%. Berdasarkan usia, proporsi depresi lebih banyak terjadi pada kelompok usia 75-90 tahun, menurut jenis kelamin sebaran depresi terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan, dan apabila dilihat dari ada atau tidaknya penyakit dasar proporsi kejadian depresi terbanyak pada lansia dengan riwayat memiliki penyakit dasar dengan proporsi 42,1%
pada depresi ringan dan 19,3% pada depresi berat. Oleh karena itu perlu diuji lebih lanjut mengenai variabel rambang lainnya terhadap tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kubu II, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Selain itu Puskesmas Kubu II perlu memiliki suatu program posyandu lansia untuk melakukan pengontrolan terhadap penyakit dasar yang dimiliki lansia sehingga dapat mengurangi angka kejadian depresi pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Das J, Farzana FD, Ferdous F, Ahmed S, dkk. Factors associated with elderly depression among rural Bangladeshi individuals. American Journal of Psychiatry and
Neuroscience. 2014; 2(1): 1-7.
-
2. Belmaker RH, Agam G. Major
depressive disorder. The New
England Journal of Medicine. 2008; 358(1): 55-68.
-
3. Glaesmer H, Rieder-Heller S, Braehler E, Spangenberg L, Luppa M. Age- and gender-specific prevalence and risk factors for depressive symptoms in the elderly: a
population-based study. International Psychogeriatric Association. 2011; 17.
-
4. Ayu FSW. Kejadian dan tingkat depresi pada lanjut usia: studi perbandingan di panti wreda dan komunitas. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2011: 1-20.
-
5. Unutzer J. Late-life depression. The New England Journal of Medicine. 2007; 357(22): 2269-2276.
-
6. Taylor WD. Depression in elderly. The New England Journal of Medicine. 2014; 371(13): 1228-1236.
-
7. Bodhare TN, Kaushal V, Venkatesh K, Kumar MA. Prevalence and risk factors of depression among elderly population in rural area. Perspective in Medical Research. India. 2013; 1(1): 11-15.
-
8. Onya ON, Stanley PC. Risk factors for depressive illness among elderly gopd attendees at upth. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. 2013; 5(2): 77-86.
-
9. Blazer DG, Hybels CF. Origins of depression in later life. Psychological Medicine. 2005; 35(1): 1-12.
-
10. Haralambous B, Lin X, Dow B, dkk. Depression in older age: a scoping
study. National Ageing Research Institute. 2009; 1-102.
-
11. Mojtabai R. Diagnosing depression in older adults in primary care. The New England Journal of Medicine. 2014; 370(13): 1180-1182.
-
12. Kartika S. Gambaran tingkat depresi pada lanjut usia (lansia) di panti sosial tresna wredha budi mulia 01 dan 03 jakarta timur [skripsi]. Universitas Indonesia. 2012: 1-74.
-
13. Nailil, Arwani, Purnomo. Hubungan antara karakteristik dengan kejadian depresi pada lansia di panti werda pelkris pengayoman kota semarang. Semarang. 2013: 1-9.
-
14. McDougall FA, Matthews FE, Kvaal K, Dewey ME, Brayne C. Prevalence and symptomatology of depression in older people living in institution in England and wales. Oxford University Press. 2007; 36: 562-568.
-
15. Leal MCC, Apostolo JLA, Mendes AMOC, Marques APO. Prevalence of depressive symptoms and associated factors among institutionalized elderly. Acta Paul Enferm. 2014; 27(3): 208-214.
-
16. Hossain RM. Demography of aging and related problems in Bangladesh. The Social Science. 2006; 1: 154-157.
-
17. Tareque MI, Begum S. Gender difference in disability free life expectancy at old ages in Bangladesh. Journal of Aging Health. 2013; 1-8.
-
18. Wurff FB, Beekam ATF, Dijkshoorn H, Spijker JA, dkk. Prevalence and risk factor for depression in elderly Turkish and Moroccan migrants in the Netherlands. Journal of Affective Disorders. 2004; 83: 33-41.
-
19. Wahyudi ER, Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R. Risk factors for depressive symptom changes in Indonesian geriatric outpatient. Acta Medica Indonesiana-The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2010; 47-52.
Discussion and feedback