PENYAKIT GINJAL KRONIS STADIUM V AKIBAT NEFROLITIASIS DAN PIELONEFRITIS KRONIS

Kadek Arditya Putra Mardana

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

ABSTRAK

Penyakit ginjal kronik dikenal sebagai suatu kelainan dimana terjadi kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang disertai dengan penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversible. Di Amerika rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena PGK. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang dewasa yang terkena PGK. Etiologi dari PGK yang tersering adalah diabetes mellitus, diikuti oleh hipertensi dan glomerulonefritis, dan obstruksi serta infeksi saluran kemih. Tatalaksana penyakit gagal ginjal kronik meliputi terapi terhadap penyakit dasarnya, pencegahan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition), memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Pada kasus ini pasien dengan keluhan utama mual,muntah, kencing yang sedikit dan disertai nyeri di daerah pinggang kiri sejak 2 tahun terakhir dan diketahui pasien pernah didiagnosis dengan batu di ginjal kiri satu tahun yang lalu. Pasien juga dengan riwayat menderita hipertensi dan pernah kencing mengeluarkan batu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien dengan tekanan darah 180/100 mmHg, tampak anemis, ditemukan nyeri ketok CVA (+/) dan edema pada ekstremitas. Berdasarkan kasus tersebut akan dibahas lebih lanjut tentang gejala dan penanganan kasus.

Kata kunci : penyakit ginjal kronik,

CHRONIC KIDNEY DISEASE STADIUM FOUR NEFROLITIASIS CASE AND CHRONIC PIELONEFRITIS.

ABSTRACT

Chronic kidney disease is known as a disorder in which there is damage of kidney structure more than 3 months, accompanied by a decrease in GFR <60 mL/min/1, 73 m2, with or without a decline in renal function is irreversible. In America the average prevalence is 10-13%, or about 25 million people affected by CKD. While in Indonesia in 2009 prevalence of 12.5%, or 18 million adults are affected by CKD. The most common etiology of CKD are diabetes mellitus, followed by hypertension and glomerulonephritis, and obstruction and urinary tract infections. Management of chronic kidney disease include therapies against diseases Basically, preventive therapy against comorbid conditions (comorbid condition), slow worsening (progression) of renal function, prevention and treatment of complications, renal replacement therapy in the form of dialysis or kidney transplantation. In the case of a patient with a chief complaint of nausea, vomiting, urinary slightly and accompanied by pain in the left hip area since last 2 years and patients known to have been diagnosed with kidney stones in the left one year ago. Patients also suffer from hypertension and a history of urinary stones issued. On physical examination the patient was found with a blood pressure of 180/100 mmHg, looked anemic, found CVA tenderness (+ / -) and edema of the extremities. Based on these cases will be discussed more about the symptoms and treatment of cases.

Keywords: chronic kidney disease

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.(Suwitra,2009)

Saat ini jumlah PGK sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun. Jumlah kejadian PGK didunia tahun 2009 menurut USRDS terutama di

Amerika rata-rata prevalensinya 1013% atau sekitar 25 juta orang yang terkena PGK. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang dewasa yang terkena PGK (Brenner,2000)

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,

berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), ditambah dengaan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal .(Suwitra,2009)

Pada keadaan   tidak   terdapat

kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau  lebih  dari 60

ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal    kronik

(Mansjoer,2003)

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atasderajat (stage) penyakit. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan    rumus

Kockcorft-Gault sebagai    berikut

.(Suwitra,2009)

λ (IIlI-Umur)Xberatbadaii LFG ((ml∕menιtι∕l,73 m') =   —    ----——

i L X Kreatmin plasma (mgf'dlj

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Deiajat

LFG(mLmvl,7

3 m2)

1

> 90

2

60-89

3

30-59

4

15- 29

5

< 15 Mau ^

LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki umur 74 tahun agama Hindu suku Bali datang dengan mengeluhkan mual dan muntah sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Mual dirasakan hilang timbul dan memburuk apabila pasien makan, dan tidak membaik setelah pasien beristirahat. Rasa mual terkadang dikuti dengan muntah setiap makan . Muntahan dikatakan berupa sisa makanan, tidak terdapat darah atau lendir dan jumlahnya kira-kira sebanyak jumlah makanan yang dikomsumsi.

Pasien juga mengeluhkan nyeri di daerah pinggang kiri sejak 2 tahun terakhir. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan hilang timbul. Pada awalnya rasa nyeri dirasakan tidak terlalu mengganggu

tetapi lama kelamaan keluhan nyeri mulai sering dirasakan dan nyeri dirasakan tambah berat. Nyeri tidak membaik dengan perubahan posisi.. Untuk keluhan ini pasien sudah memeriksakan diri di klinik swasta di Denpasar satu tahun yang lalu, dan didiagnosis sebagai batu di ginjal kiri, namun pasien tidak berusaha mendapatkan pengobatan lebih lanjut untuk penyakitnya. Pasien sempat meminum jamu-jamuan dan obat-obatan seperti batugin untuk menghilangkan keluhan dan keluhan dirasakan agak membaik setelah mengkomsumsi obat tersebut.

Pasien juga mengeluhkan kencing yang sedikit-sedikit sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Kencing dikatakan 3-4 kali sehari dengan volume kurang lebih ½ - 1 gelas setiap kencing. Warna kencing dikatakan kuning dan lebih pekat dari biasanya, tidak berbuih. Adanya riwayat kencing berwarna merah dan darah dalam kencing disangkal oleh pasien.

Buang air besar (BAB) sebanyak 1 kali dalam sehari, warna kuning kecoklatan, konsistensi sedikit keras, dan tidak ada nyeri saat BAB.

Pasien merupakan rujukan dari RSUD Negara dengan diagnosis CKD st. V, setelah sebelumnya sempat dirawat selama 1 minggu sebelum dirujuk. Pasien telah menjalani hemodialisa pertama kali di RSUP Sanglah 2 hari sebelum tanggal pemeriksaan.

Pasien menderita hipertensi diketahui sejak 2 tahun yang lalu, pasien saat ini mengkonsumsi Captopril 2x25mg sehari. Kira-kira 20 tahun yang lalu pasien mengatakan pernah beberapa kali kencing mengeluarkan batu, tapi setelah itu keluhan tidak pernah timbul lagi. Riwayat penyakit lain seperti penyakit jantung, asma, dan kencing manis disangkal oleh pasien. Adanya alergi terhadap obat tertentu disangkal oleh pasien.

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit ginjal, hipertensi, jantung, asma, atau diabetes mellitus.

Pasien merupakan seorang petani. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.

Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis dan gizi baik dan dari 4

tekanan darah didapatkan 180/100 mmHg, nadi 82 kali permenit, respirasi 23 kali permenit, suhu 36,7o C, dan dengan status general pada pemeriksaan mata ditemukan kedua mata tampak anemis, dari pemeriksaan THT dan leher dalam batas normal. Pada pemeriksaan thoraks pada perkusi ditemukan batas kiri jantung MCL kiri V + 2 cm, sedangkan dari pemeriksaan abdomen ditemukan Hepar/lien tidak teraba, ginjal sinistra teraba balotement (+/-), nyeri ketok CVA (+/-). dalam batas normal. Pada ekstremitas pada punggung kaki dan pergelangan kaki pasien ditemukan edema.

Pada pemeriksaan lab yang dilakuan didapatkan hasil sebagai berikut:

Darah Lengkap : WBC 5,673 (Ne 76,31%, Lym 5,3%, Mo 11,21%, Eo 6,10%, Ba 0,98%), RBC 2,783, HGB 7,60, HCT 24,15%, MCV 86,76 fl. MCH 27,34 pg, MCHC 31,51 g/dl, PLT 161,60 K/ul

Kimia Klinik : SGOT 12,00, SGPT 8,80, BUN 145,00, Creatinin 13,00, GDS 89,0

HCO3- 11,50 mmol/L, TCO2 12,20 mmol/L, Beecf -15,10 mmol/L, SO2c 98,00%, Natrium 124,00 mmol/L, Kalium 4,50 mmol/L

Urinalisis : pH 5,00, Leukosit 500(3+), Nitrit Negatif, Protein 25,00(+1), Glukosa Normal, Ketone Negatif, Urobilinogen normal, Bilirubin negative, Eritrosit 50,oo(+3), SG 1,015, Warna kuning pucat, Sedimen (Leukosit 6-8, Eritrosit 6-8, sel epitel negative, sel gepeng negative, bakteri ++

Pada pemeriksaan foto X-Ray Thorax PA di bawah terlihat kesan jantung yang membesar atau kardiomegali dengan, tampak kalsifikasi aortic knob

Foto Polos Abdomen (BOF)

Analisa Gas Darah : pH 7,29. pCO2 24,00 mmHg, pO2 122,00 mmHg,


Pada foto polos abdomen seperti yang terlihat diatas ditemukan kesan tampak bayangan radioopaque multiple yang terproyeksi setinggi VL 3 dan VL4 sisi kiri dan tampak bayangan radioopaque bentuk clip yang terproyeksi setinggi VL2 sisi kiri sehingga disimpulkan dengan kesan suspek batu opaque ginjal kiri dan suspek batu ureter kiri 1/3 proksimal

Elektrokardiografi (EKG)

Hasil EKG memperlihatkan irama Sinus, HR 90x/menit, Axis kanan, gelombang P normal, QRS kompleks normal, ST change (-).

USG Urologi

Hasil USG menunjukkan pada ginjal kiri sistem pelvicalyceal melebar gr. IIIII, dan Batu (+) di calyx pole bawah uk 0,74 cm. Selain itu, ukuran prostat membesar (vol 30,25 ml) dan disimpulkan dengan kesan Nefrolithiasis kiri + nefritis kronis kiri dan Hidronefrosis gr. II-III kiri dengan dilatasi ureter susp. ec post renal dan terdapat pembesaran prostat

Kemudian berdasarkan anamnesis dan pemeriksaa fisik dan penunjang pasien didiagnosis dengan Chronic Kidney Disease (CKD) stadium V ec PNC dan diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 8 tpm, HD Elektif , Ondansetron 2 x 4 mg iv, Captopril 2 x 25 mg, Amlodipin 1 x5 mg, diet tinggi kalori 6

35 kkal 0,8 gram protein/kg/hari + rendah garam.

DISKUSI

PGK adalah penyakit ginjal yang disebabkan karena kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang disertai dengan penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversible. Pada pasien keluhan sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, yaitu nyeri pinggang, dan telah didiagnosis dengan adanya batu renal sinistra. Disertai kerusakan ginjal yang ditandai dengan proteinuria, peningkatan BUN, mikros hematuria, LFG 3,878 ml/menit/1,73 m2 sehingga pasien didiagnosis mengalami gagal ginjal kronis. Sedangkan untuk menilai derajat dari gagal ginjal kronis itu sendiri dinilai berdasarkan nilai dari LFG pasien dimana didapatkan hasil perhitungan

LFG = (140-74) x 55 kg

72 x 13,00

= 3,878 ml/mnt/ m2 ÷ Stage V

Sehingga pada kasus ini pasien mengalami PGK stage V, dimana telah terjadi kegagalan fungsi ginjal yang didukung dengan GFR 3,878 mL/min/1,73 m2. Penurunan dari Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) pada pasien

ini disebabkan akibat dari menurunnya sebagian besar jumlah dari nefron yang mengalami kerusakan. Apabila penurunan jumlah nefron yang rusak melebihi dari 75% dari massa nefron dapat mengakibatkan peningkatan laju filtrasi dan beban bagi nefron sehingga keseimbangan antara glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan lagi sehingga menurunkan laju filtrasi dari glomerolus.

Gejala yang umum ditemukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah edema, hipertensi, dan anemia. Pada pasien ini mengalami edema pada kedua punggung kaki dan pergelangan kaki. Pada pasien dengan gagal ginjal kronis stadium v terjadi gangguan dalam mengonsentrasikan dan mengencerkan urin sehingga terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dimana natrium dan cairan tertahan di dalam tubuh sehingga bisa terjadi edema pada pasien.

Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu. Pasien tidak minum obat secara teratur dan pada saat diperiksa memiliki tekanan darah 180/100 mmHg. Hipertensi yang dialami oleh pasien berkaitan erat dengan kondisi gagal ginjal kronis yang dialami oleh pasien.

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dengan penurunan laju filtrasi akan merangsang ginjal dalam hal ini apparatus juxtaglomerular untuk mengaktifkan RAAS sistem dimana akan berakibat dengan vasokonstriksi dari pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah pasien.

Pada pasien ini menunujukkan gejala anemia dimana ditemukan dalam kondisi yang lemas dan konjungtiva pasien terlihat pucat, dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien mengalami anemia derajat sedang (Hb 7,60) NN. Pada pasien ini mengalami anemia normokromik normositer akibat gangguan eristropoesis. Seperti yang sudah diketahui bahwa kondisi anemia pada pasien penyakit ginjal kronis sangat berkaitan dengan regulasi dari hormon eritropoetin yang dihasilkan oleh ginjal. Hormon eritropoetin berfungsi sebagai stimulus pembentukan eritrosit yang dilakukan oleh sumsum tulang belang. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik terjadi kerusakan pada jaringan ginjal yang menghambat proses sekresi dari hormon eritropoetin ini sehingga akan menghambat juga aktivitas sumsum tulang belakang untuk menghasilkan eritrosit sehingga dalam jangka waktu

yang lama akan terjadi kondisi anemia pada pasien. (Adamson,2005)

Berkurangnya kapasitas ginjal untuk mengekskresi asam pada penderita PGK akan menyebabkan metabolik asidosis. Pada pasien ini ditemukan kondisi metabolik asidosis dengan ph 7,29 PCO2 24,00 mmHg, PO2 122 mmHg

Etiologi dari PGK yang tersering adalah diabetes mellitus, diikuti oleh hipertensi dan glomerulonefritis, dan obstruksi serta infeksi saluran kemih. Pada pasien didapatkan dengan tekanan darah 180/100 mmHg (Hipertensi gr. II), disertai temuan batu renal sinistra serta pembesaran prostat dari pencitraan (BOF dan USG abdomen).

Komplikasi dari PGK akibat tingginya kadar ureum dapat menyebabkan gangguan dari berbagai sistem organ, salah satunya gastropati uremikum. Gejala dari gastropati uremikum berupa gejala umum dengan lemas dan gejala GI yaitu nausea, vomiting, anorexia.

Tatalaksana penyakit gagal ginjal kronik meliputi terapi terhadap penyakit dasarnya, pencegahan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition), memperlambat pemburukan 8

(progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.(Tierney,2003)

Sehingga untuk penanganannya diperlukan terapi replacement yaitu berupa hemodialisis untuk segera membuang toksin yang terakumulasi di dalam tubuh dan pada pasien ini terlihat dari BUN dan Serum Kreatinin yang tinggi. Hemodialisa diindikasikan jika ada gejala-gejala seperti asidosis metabolik berat, edema yang luas, gejala gastrointestinal yang berat dan lain-lain. Pada pasien dilakukan HD elektif dikarenakan adanya metabolik asidosis serta mual muntah yang berat.

Pada pasien dengan PGK stadium V diserti dengan gejala mual dan muntah yang disebabkan oleh gastropati uremikum dan pada pasien ini diberikan terapi berupa ondansetron 2 x 4 mg iv. Selain itu juga menjadi hal yang penting untuk mengontrol tekanan darah untuk mencegah atau memperlamabat perburukan fungsi ginjal dan mencegah komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi. Pada pasien diberikan terapi antihipertensi berupa Captopril 2 x 25 mg dan Amlodipin 1 x5 mg.

Pada prinsipnya manajemen diet pada pasien PGK bertujuan untuk mempertahankan status gizi, mencegah atau menurunkan kadar ureum dan memperlambat progresivitas dari penyakit gagal ginjal tersebut dengan memberikan diet tinggi karbohidrat dan rendah protein, cukup untuk memenuhi kebutuhan basalnya (0,5-0,8 g protein/kgBB/hari) dan mencegah dan memperlambat perburukan fungsi ginjal. Pada pasien direncanakan diet 35 kkal, 0,8 g protein/kgBB/hari

RINGKASAN

PGK adalah penyakit ginjal yang disebabkan karena kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang disertai dengan penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversible. Pasien didiagnosis dengan PGK stadium v karena terdapat tanda-tanda kerusakan struktur ginjal dan kelainan fungsi yang ditandai dengan LFG 3,878 ml/menit/1,73 m2. Tatalaksana yang diterapkan pada pasien meliputi terapi terhadap penyakit dasarnya, pencegahan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition), memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan

dan terapi terhadap komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009. 10351040.

  • 2.    Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.

  • 3.    Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.

  • 4.    Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.

  • 5.    Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005;586-92

10