INFEKSI LEPTOSPIROSIS DENGAN GEJALA JAUNDICE DAN ACUTE KIDNEY INJURY: SEBUAH LAPORAN KASUS
on
INFEKSI LEPTOSPIROSIS DENGAN GEJALA JAUNDICE DAN
ACUTE KIDNEY INJURY: SEBUAH LAPORAN KASUS
I Made Ade Sukma Gautama
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
ABSTRAK
Infeksi leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme dari genus Leptospira. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung ataupun tidak langsung dari urin hewan yang terinfeksi. Angka perkiraan kejadian infeksi leptospirosis di dunia antara 100 per 100.000 populasi pada grup yang berisiko tinggi, dengan proporsi angka kematian mencapai 22%, tepatnya penanganan yang diberikan akan menurunkan angka kematian akibat infeksi ini dan komplikasi yang lebih berat yang dapat terjadi seperti Weil disease. Laporan kasus ini membahas tentang infeksi leptospirosis pada seorang laki-laki berusia 21 tahun disertai pemeriksaan serologi antibodi leptospira menunjukkan hasil positif. Pada pasien ini dilakukan penanganan berupa hemodialisa cito dan pemberian antibiotik ceftriaxone.
Kata Kunci : infeksi leptospirosis, leptospira, Weil disease
LEPTOSPYROSIS INFECTION WITH JAUNDICE AND ACUTE KIDNEY INJURY SYMPTOMS: A CASE REPORT
ABSTRACT
Leptospirosis infection is a zoonotic disease caused by micro-organisms of the genus Leptospira. Transmission of the disease through direct contact or indirectly from the urine of infected animals. Worldwide estimated incidence of leptospirosis infection is 100 per 100,000 population in the high-risk group, with the mortality rate reaches 22%. Prompt treatment needed to reduce the number of deaths from this infection and more serious complications that can occur, like Weil's disease. This case report discusses the leptospirosis infection in a man, 21 years old with positive leptospira antibody serology. In these patients is had done hemodialysis cito treatment and antibiotics ceftriaxone.
Keywords: leptospirosis infection, leptospira, Weil's disease
PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang penting di dunia dan frekuensinya tinggi pada Negara tropis. (
Elizabeth, 2011) Penyakit ini disebabkan oleh spirochetes dari genus Leptospira pada manusia yang terpapar urin dari
hewan yang terinfeksi. Genus Leptospira diklasifikasikan menjadi 18 spesies berdasarkan keterkaitan DNA-nya dan lebih dari 300 serovars berdasarkan aglutinasi antigen leptospirosis1,2.
Kejadian infeksi leptospirosis secara gobal diestimasikan 0,1-1/100.000 populasi pada iklim sedang dan 10100/100.000 populasi pada iklim basah. Insiden penyakit lebih dari 100/100.000 populasi ditemukan selama wabah dan pada grup yang beresiko tinggi2,3. Secara global persentase kematian akibat penyakit ini mencapai 22%, tetapi angka ini sangat dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan yang kurang memadai di negara endemik4.
Pada suatu studi yang dilakukan di Queensland, Australia selama 7 tahun (1998–2004) insiden infeksi leptospirosis mencapai 3,1/100.000 populasi. (Slack, 2006) Asia tenggara merupakan Negara endemik leptospirosis dan kejadian ini meningkat pada musim hujan. Wabah leptospirosis diketahui terjadi di Jakarta pusat, Indonesia saat kejadian banjir besar bulan Januari 2002. Pada wabah ini 12,0 % dari 418 sampel terdeteksi positif terinfeksi leptospirosis. Setelah itu, pada
tahun 2007, 93% dari 667 sampel telah dikonfirmasi terinfeksi leptospirosis2.
Leptospira pertama kali di identifikasi sebagai penyebab dari penyakit Weil di Jepang dimana penyakit ini sering terjadi pada penambang batu bara2. Hewan pengerat dan mamalia domestik seperti sapi, kucing, babi dan anjing merupakan reservoir utama3. Infeksi pada manusia berasal dari kontak langsung maupun tidak langsung terhadap urin hewan yang terinfeksi. Leptospirosis masuk ke sistem peredaran darah melalui luka dan abrasi pada kulit atau mukosa2,3.
Keluhan pada pasien yang terinfeksi bervariasi dari yang ringan hanya flu like syndrome, demam, myalgia dan sakit kepala sampai yang berat hingga terjadi ikterus, gangguan fungsi ginjal, diathesis diathesis haemorhagic atau yang disebut juga dengan Weil diseases yang terutama disebabkan oleh serovars Icterohaemorrhagiae1,2. Diagnosis yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk memberikan terapi yang adekuat. Terapi secara umum adalah suportif dan pemberian antibiotik walaupun masih ada keraguan pada beberapa aspek terapi2,3. Inisiasi hemodialisa secara dini telah
dikaitkan memiliki hasil yang lebih baik pada leptospirosis terkait AKI1.
Pada laporan kasus ini disajikan sebuah kasus infeksi leptospirosis pada laki-laki berusia 21 tahun. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan 18,8 x 103/ μL, SGOT 69,85 U/L, SGPT 47,21 U/L, BUN 148,4 mg/dL, Creatinin 8,93 mg/dL, dan Ureum 317,61 mg/dL dan IgM anti leptospirosis positif. Pada pasien ini dilakukan penanganan berupa Hemodialisa cito.
ILUSTRASI KASUS
Pasien laki-laki, 21 tahun, suku Bali datang ke IRD Medik RSUP Sanglah Denpasar rujukan RSUD Karangasem dengan observasi obstruktif jaundice dan Acute Kidney Injury. Pasien mengeluh demam sejak 5 hari sebelum MRS (12/92013). Demam dikatakan muncul secara mendadak, tinggi dan menetap. Pasien mengatakan demam seperti perasaan terbakar di seluruh tubuh dan tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas. Pasien juga mengatakan demam terkadang disertai perasaan menggigil dan keluhan ini sangat mengganggu pasien.
Pasien juga mengeluh kulit dan matanya menguning sejak 3 hari SMRS. Awalnya dikatakan keluhan kuning tersebut tidak terlalu tampak, tetapi kemudian semakin memberat sehingga disadari oleh pasien dan keluarganya. Keluhan tersebut juga disertai perubahan warna pada urin pasien. Pasien mengatakan bahwa warna urinnya berubah menjadi kuning kecoklatan seperti teh. Keluhan ini tidak disertai dengan rasa sakit saat kencing.
Pasien juga mengeluh badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari SMRS. Nyeri dikatakan terutama pada kedua kakinya sehingga menggangu aktivitas pasien dan tidak membaik dengan istirahat. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk dan memberat apabila ditekan.
Menyertai keluhan diatas adalah keluhan muntah darah sejak 6 jam SMRS. Pasien muntah dengan frekuensi 2 kali sebanyak kurang lebih satu gelas setiap kali muntah, berwarna kecoklatan berisi makanan yang dikonsumsi pasien dan gumpalan darah. Muntah disertai dengan rasa mual. Rasa nyeri di uluhati disangkal pasien. Pasien juga mengatakan tidak dapat kencing sejak pagi ini, defekasi
dikatakan normal. Riwayat penurunan berat badan disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami gejala serupa sebelumnya. Riwayat sakit ginjal dan liver sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat anggota keluarga dengan keluhan demam disangkal. Pasien mengaku sempat meminum obat penurun panas saat di rumah dan demam dikatakan tidak turun. Saat berada di RSUD Karangasem, pasien sempat diberikan Asam folat, Vitamin K, Asam Mefenamat dan Pantoprazole 2 x 40 mg.
Pasien adalah seorang kepala keluarga yang tinggal bersama istri, anaknya dan kedua orang tuanya. Pasien merupakan seorang petani yang bekerja di ladang setiap hari. Pasien mengatakan dirumahnya banyak tikus. Riwayat bepergian ketempat luar Bali disangkal pasien. Pasien tidak merokok dan minum alkohol.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan berat badan 65 kg, tinggi badan 170 cm, keadaan umum sakit sedang, VAS 4/10, temperatur axilla 38,2o C, dari sistem saraf pusat didapatkan kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) E4V5M6.
Pemeriksaan fisik khusus didapatkan ikterus dan conjunctival injection yang positif dikedua mata, pada sistem respirasi didapatkan laju pernafasan 30 kali per menit dengan jenis vesikuler pada kedua lapangan paru, tanpa rhonki dan tanpa wheezing, dari sistem kardiovaskular didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg, dengan denyut nadi 115 kali per menit, dengan S1S2 tunggal reguler tanpa murmur, dari sistem gastrohepatobiliari, hepar dan lien tidak teraba, dan pada sistem muskuloskletal didapatkan nyeri tekan pada otot gastrocnemius.
Pada pemeriksaan penunjang EKG yang dilakukan pada tanggal 17 September 2013, didapatkan denyut nadi 115 kali per menit, dengan kesimpulan sinus takikardi, pada pemeriksaan kimia darah 17/9/2013 dijumpai peningkatan serum SGOT 69,85 U/L, , BUN 148,4 mg/dL, Creatinin 8,93 mg/dL, Ureum 317,61 mg/dL, total bilirubin 23,9 mg/dL, bilirubin direk 16,5 mg/dL, penurunan serum albumin 2,84 g/dL, sedangkan SGPT 47,21 U/L, GDS 118 mg/dL, bilirubin indirek 7,8 mg/dL, alkali fosfatase 86,36 mg/dL normal, dari pemeriksaan darah lengkap (17/9/2013)
didapatkan peningkatan WBC 18,8 x 103/ μL dengan dominan netrofil 16,2 103/μL, ,penurunan RBC 4,24 x 106/ μL, HGB 12,70 g/ μL, HCT 38,70%, PLT 26,30 x 103/ μL. Pada pemeriksaan analisa gas darah yang dilakukan pada hari yang sama, dijumpai penurunan Ph 7,23, PCO2 19 mmHg, HCO3 8 mmol/L, SO2 66 %, Natrium 130 mmol/L dengan kesimpulan metabolik asidosis. Pemeriksaan serologi HbSAg negatif, anti HCV negatif. Dari Pencitraan dengan USG abdomen hepar/pancreas/lien/ginjal kanan kiri tidak tampak kelainan, roentgen thorax cor an pulmo tidak tampak kelainan.
Sehingga pasien didiagnosis Suspect infeksi Leptospirosis (Weil disease, Sepsis, AKI (F) ec renal, Trombositopenia), Observasi Hematemesis dd/ stress ulcer, kemudian pasien diterapi dengan O2 4 liter/menit nasal kanul, pasien dipuasakan, GC setiap 2 jam, IVFD NS : D5 : Aminovel 1:1:1 % 30 tetes/menit, HD cito, Tranexamat 3 x 500 mg IV, Ceftriaxone 1x2 gr IV, Vit K 3 x 1 amp IV. Lalu pasien direncanakan pemeriksaan Ig M anti Leptospira, Kultur darah, DFM dan EGD
Gambar 1. Foto rontgen thoraks AP
Selama dirawat dirumah sakit pasien dimonitoring secara khusus dan dari pengelolaan diatas kondisi pasien terakhir tanggal 8 oktober 2013 dimana secara subjektif pasien sudah tidak ada keluhan, status umum TD: 110/70 mmHg, RR: 20 x/menit, Nadi: 84 x/menit, Tax: 360C, VAS: 0, pemeriksaan fisik khusus, ikterus dan conjunctival injection tidak ada di kedua mata, pemeriksaan abdomen distensi tidak ada, Bising usus positif normal, Hepar lien tidak teraba, nyeri gastrocnemius sudah tidak ada dan hasil serologi leptospirosis yang positif.
Gambar 2. USG abdomen pasien
dengan hasil pemeriksaan serologi positip leptospirosis. (Umar, 2009) Dari anamnesis pada pasien ini ditemukan tanda-tanda yang mengarah ke penyakit
Gambar 3. Kondisi Klinis pasien (terpasang NGT) saat di ruang Hemodialisa dimana ditemukan ciliary injection dan ikterus di kedua mata pasien.
Pasien didiagnosis dengan Leptospirosis (membaik) - Weil disease -Sepsis (membaik), dan diberikan terapi pantoprazole 2 x 40 mg PO, Antasida 3 x CI PO, Captopril 2 x 25 mg dan diijinkan untuk rawat jalan.
DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan Leptospirosis (Weil disease) karena pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan tanda dan gejala leptospirosis
leptospirosis berat (Weil diseases) karena sesuai dengan teori dengan adanya keluhan demam, kulit dan matanya menguning, nyeri disekujur tubuh terutama pada kedua kakinya, muntah darah, mual, batuk tanpa dahak, tidak dapat kencing sejak pagi ini. (Forbes, 2012) Dan pasien termasuk dalam kelompok beresiko tinggi dengan adanya tikus banyak dirumah pasien dan pekerjaan pasien sebagai petani. ( Elizabeth, 2011)
Infeksi leptospirosis pada pemeriksaan fisik pada umumnya didapatkan, demam, bradikardi, nyeri tekan otot gastrocnemius, hepatomegali, conjunctival injection. Pada pemeriksaan darah lengkap penderita sesuai dengan gambran leptospirosis dengan ditemukan adanya leukositosis dimana bila leukosit subnormal dengan neutrofilia maka akan sangat mungkin leptospirosis, pada kasus berat dapat terjadi trombositopenia. Pada pasien terjadi peningkatan SGOT dan SGPT karena terjadinya gangguan hati, diikuti dengan penurunan nilai albumin, erjadi juga peningkatan bilirubin dimana bilirubin direk lebih tinggi dari bilirubin inderek akibat kolestasis sesuai dengan gambaran leptospirosis. Pada pemeriksaan faal ginjal didapatkan peningkatan nilai BUN, Ureum, kreatinin dan asam urat yang menunjukkan sudah terjadi kerusakan dari ginjal sesuai dengan keadaan pasien. (Florence, 2009) (Forbes, 2012)
Pada leptospirosis yang berat dapat terjadi kelainan pada jantung yang terlihat pada EKG namun pada pasien ini EKG dalam batas normal. Pada leptospirosis foto thoraks dapat normal, dapat pula terjadi terjadi edema dan pendarahan
yang mengakibatkan terjadinya haemorrhagic lobar pneumonia. (Slack, 2006) (Umar, 2009)
Diagnosis pasti dari leptospirosis ditegakkan dengan ditemukannya bakteri pada biakan darah, air kemih atau cairan serebrospinal atau dengan ditemukannya antibodi terhadap bakteri di dalam darah serta dari serologi. (Forbes, 2012) (Umar, 2009) Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan serologi IgM anti leptospirosis positif sehingga pasien sudah dapat didiagnosis pasti infeksi leptospirosis. Pada Weil disease yang merupakan leptospirosis berat adalah ditemukanya ikterus, tanda-tanda gangguan ginjal dan diathesis hemorrhagic dengan adanya trombositopenia dan sesuai dengan kondisi pasien saat baru masuk. (Umar, 2009)
Sepsis ditegakkan bila ada dua dari empat tanda sepsis dan pada pasien ini ditemukan empat tanda sepsis yaitu suhu 38o C, denyut jantung > 90x/mnt, RR>20X/mnt atau PaCO2<32 mmHg, leukosit >12.000/μl atau >10% bentuk sel muda (band form). AKI ec renal ditegakkan bila peningkatan dari SCr ≥ 0,3 mg/dl (26,5 μmol/l) dalam 48 jam
atau peningkatan SCr ≥ 1,5 kali dari nilai normal yang terjadi tidak lebih dari 7 hari atau dengan volume urine < 0,5 ml/kg/h dalam 6 jam. (Forbes, 2012) (Umar, 2009) Hematemesis pasien ini terjadi akibat pendarahan salauran cerna bagian atas yang dicurigai akibat trombositopenia yang terjadi namun harus ditelusuri lebih lanjut.
Pada kasus leptospirosis berat atau Weil diseases diperlukan rawat inap bahkan rawat diruang intensif untuk memantau perkembangan yang terjadi karena gagal ginjal, diathesis hemorrhagic, meningitis ataupun gangguna kardiovaskular yang dapat terjadi. Diberikan O2 melalui nasal kanul sebanyak 4 lt/menit untuk meningkatkan saturasi O2 yang pada awalnya 66%. Pasien dengan hematemesis dipuasakan dan dilakukan gastric cooling melalui NGT setiap 2 jam dengan tujuan terjadinya vasokontriksi lokal sehingga pendarahan bisa berkurang. Diberikan infuse NS : D% : Aminovel untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan hipoalbumin yang sedang dipuasakan. (Forbes, 2012) (Umar, 2009)
Indikasi dilakukanya HD cito mengacu pada kriteria klinis keadan
umum yang buruk (encephalopati uremikum, perikarditis uremikum, edema paru refrakter, overload cairan, anuria > 5 hari) dan kriteria laboratorium asidosis metabolic (pH <7,1), ureum darah >200 mg/dl, hiperkalemia >7mEq/L. (Umar, 2009) Pada pasien ditemukan adanya kadar ureum yang mencapai >200 mg/dl. Tranexamat diberikan untuk mencegah fibrinolitik sehingga mengurangi pendarahan saluran cerna atas. (Umar, 2009) (Kobayashi, 2005)
Pemberian antibiotik ceftriaxone 2gr/IV per hari sebagai terapi awal karena pemberian antibiotik pada leptospirosis perlu cepat untuk mencegah komplikasi sedangkan Vit K diberikan untuk membantu proses pembekuan darah. (Umar, 2009) (Kobayashi, 2005) Penggunaan cephalosporins digunakan secara equal untuk pengobatan leptospirosis berat dan ceftriaxone atau cefotaxime telah disetujui walaupun penggunaan penisilin masih direkomendasikan untuk kasus yang berat. (Forbes, 2012)
Diagnosis pasti leptospirosis ditegakkan dengan adanya hasil kultur yang positip atau serologi. Pemantauan pada pasien dengan weil diseases sangat
penting karena dapat terjadi perburukan-perburukan. Oleh karena itu diperlukan untuk mengecek DL setiap hari untuk melihat perbaikan trombosit, nilai Hb. Pengecekan BUN dan SC setiap hari karena terjadinya gagal ginjal menjadi penyebab kematian yang utama pada penderita leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Elizabeth F. Daher , Geraldo B. Silva Júnior , Rafael S. A. Lima, dkk. Different Patterns in a Cohort of Patients with Severe Leptospirosis (Weil Syndrome): Effects of an Educational Program in an Endemic Area. American Society of Tropical Medicine and Hygiene, 85(3), 2011, pp. 479–484
-
2. Ann Florence B Victoriano1, Lee D Smythe2, Nina Gloriani-Barzaga, dkk. Leptospirosis in the Asia Pacific region. Department of Medical Microbiology, University of the Philippines. BMC Infectious Diseases 2009, 9:147
-
3. A. T. Slack, M. L. Symonds, M. F. Dohnt, L. D. Smythe, dkk. The epidemiology of leptospirosis and the emergence of Leptospira borgpetersenii serovar Arborea in Queensland, Australia, 1998–2004. Centre for Public Health Sciences, Queensland Health Scientific Services : Mei 2006
-
4. A.E. Forbes, W.J. Zochowski, S.W. Dubrey, dkk. Leptospirosis and Weil’s disease in the UK. Leptospira Reference Unit (LRU), Department of Microbiology, County Hospital,
Hereford. Q J Med 2012; 105:1151– 1162.
-
5. Zein, Umar. 2009. Leptospirosis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jilid III, Hal : 2807-2812
-
6. Kobayashi Y. Human Leptospirosis : Management and Prognosis. Internal Medicine, School of Medicine, Ehime University. Postgrad Med. 2005. Vol 51
9
Discussion and feedback