PENURUNAN RESOLUSI SKOR ELEVASI SEGMEN ST TERINTEGRASI (SESSTI) SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN STEMI YANG DILAKUKAN INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) PRIMER SELAMA RAWAT INAP
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.6,JUNI, 2023
Diterima: 2023-03-12 Revisi: 2023-05-02 Accepted: 25-05-2023
PENURUNAN RESOLUSI SKOR ELEVASI SEGMEN ST TERINTEGRASI (SESSTI) SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN STEMI YANG DILAKUKAN INTERVENSI KORONER PERKUTAN (IKP) PRIMER SELAMA RAWAT INAP
D. Gde A. Diprabawa, H. Wirawan, R. Paramitha I. Maliawan, AAA. Dwi A. Yasmin, IGN Putra Gunadhi
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang-Reperfusi dini dengan intervensi koroner perkutan (IKP) primer telah meningkatkan hasil secara substansial untuk pasien ST-elevation myocardial infarction (STEMI). Namun, terlepas dari efisiensi IKP primer, angka kematian di rumah sakit setelah infark miokard akut (AMI) tetap tinggi. Mendeteksi pasien dengan risiko tinggi untuk kejadian lebih lanjut seperti infark ulang atau kematian pada pasien pasca IKP primer, diperlukan untuk tatalaksana lebih dini sehingga mengurangi risiko efek samping. Resolusi segmen ST setelah IKP primer atau trombolisis merupakan indikasi untuk reperfusi yang efisien pada tingkat jaringan miokard. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pasien STEMI, adanya resolusi elevasi segmen ST adalah prediktor yang baik untuk patensi arteri yang berhubungan dengan infark (IRA), dan berkorelasi terbalik dengan kematian.
Metode-Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif untuk membuktikan hubungan Skor Elevasi Segmen ST terIntegrasi (SESSTI) sebagai indikator skor berbasis EKG terhadap kejadian kardiovaskular mayor dan mortalitas selama perawatan di rumah sakit pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer. Kriteria inklusi adalah semua pasien STEMI killip 1 yang berhasil dilakukan IKP primer dengan onset kurang dari 12 jam. Penghitungan SESSTI berdasarkan EKG saat pasien datang dan setelah 1 jam dilakukan fibrinolitik. Subyek penelitian akan dibagi dua kelompok berdasarkan SESSTI < 50% dan SESSTI ≥ 50%.
Hasil-Penelitian dilakukan dari 1 maret-30 mei 2017 di RSUP Prof Ngoerah. Telah didapatkan 61 sampel dengan 53 pasien berjenis kelamin laki-laki (86,9 %), rentang usia 27-84 tahun, onset nyeri dada 1.5 jam – 11.5 jam, lokasi STEMI terbanyak di anterior yaitu 30 pasien ( 49,2 %), didapatkan 2 sampel mengalami kematian yang disebabkan karena VT/VF dan syok kardiogenik. 6 pasien lainnya mengalam kejadian kardiovaskular mayor selama masa perawatan. Didapatkan 13 pasien dengan resolusi SESSTI < 50 % dan 48 pasien dengan SESSTI ≥ 50%. Pada uji log rank tampak bahwa terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna (p=0,002) antara kelompok STEMI dengan resolusi SESSTI < 50% paska IKP (rerata kesintasan 467,462 jam; IK95% 292,439-642,484) dibandingkan dengan kelompok STEMI dengan resolusi SESSTI≥50% (rerata kesintasan 676,542 jam; IK95% 628,925-724,158). Dapat disimpulkan bahwa pasien STEMI dengan resolusi SESSTI < 50% memiliki kesintasan selama masa perawatan yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien STEMI dengan resolusi SESSTI≥50%. Dan setelah dilakukan analisa multivariat setelah dikontrol dengan variabel perancu resolusi SESSTI<50% paska IKP primer merupakan prediktor independen KKM selama perawatan di rumah sakit setelah dilakukan kendali dengan variabel yang dianggap sebagai perancu dengan masing p=0,0036(HR= 4,994; IK95%1,110-22,474).
Diskusi-Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh McLaughlin dkk, yang membuktikan resolusi segmen ST dan kematian berkorelasi kuat. Pada suatu studi oleh Opincariu dkk, juga menemukan bahwa pada pasien STEMI, adanya resolusi kurang 50% paska IKP primer merupakan pertanda awal peningkatkan risiko tejadinya kematian selama masa perawatan, sehingga resolusi segmen ST bukan hanya pertanda sederhana dari keberhasilan reperfusi tetapi juga sebagai prediktor independen terjadinya KKM selama masa perawatan pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer.
Simpulan-SESSTI adalah skoring berbasis EKG yang sederhana dan berguna untuk pada pasien STEMI yang dilakukan reperfusi baik dengan fibrinolitik maupun IKP primer. Adanya resolusi SESSTI<50% pada pasien
PENURUNAN RESOLUSI SKOR ELEVASI SEGMEN ST TERINTEGRASI (SESSTI) SEBAGAI PREDIKTOR.. D. Gde A. Diprabawa, H. Wirawan, R. Paramitha I. Maliawan, AAA. Dwi A. Yasmin, IGN Putra Gunadhi
STEMI yang telah berhasil dilakukan IKP primer merupakan prediktor independen yang kuat untuk terjadinya KKM dan mortalitas kardiovaskular selama masa rawat inap.
Kata Kunci: skor elevasi segmen ST terintegrasi., kejadian kardiovasakular mayor., STEMI., IKP primer
ABSTRACT
Background-Early reperfusion with primary percutaneous coronary intervention (pPCI) has substantially increased outcomes for ST-elevation myocardial infarction (STEMI) patients. However, regardless of the efficiency of the pPCI, hospital mortality after acute myocardial infarction (AMI) remains high. Detecting high-risk patients for further events such as re-infarction or death in patients after pPCI, is needed for early treatment to reduce the risk of side effects. ST segment resolution after pPCI or thrombolysis is an indication for efficient reperfusion at the level of myocardial tissue. Some studies show that in STEMI patients, resolution of ST segment elevation is a good predictor of arterial patency associated with infarction (IRA), and inversely correlates with subsequent death.
Method-This study was an observational study with a prospective cohort design to prove the relationship of the Integrated ST segment Elevation Score (ISSTE) as a simple ECG-based score indicator of inhospital major cardiovascular events (MACE) in STEMI patients conducted by the primary PCI. Inclusion criteria were all STEMI killip I patients who performed successful pPCI with an onset of less than 12 hours. ISSTE was calculated by summing the amplitude of the ST segment elevation in all the 12 leads, before and at 1 hours after revascularization. The research subjects will be divided into two groups based on ISSTE <50% and ISSTE ≥ 50%
Result-The study was conducted from March 1 to May 30, 2017, in Prof Ngoerah General Hospital. 61 samples were obtained with 53 patients of male sex (86.9%), age range 27-84 years, onset of chest pain 1.5 hours - 11.5 hours, STEMI anterior in 30 patients (49.2%), found 2 samples experienced death caused by VT / VF and cardiogenic shock. The other 6 patients experienced major cardiovascular events during inhospital period. There were 13 patients with ISSTE resolution <50% and 48 patients with ISSTE ≥ 50%. In the log rank test, it appears that there are significant differences in survival (p = 0.002) between the STEMI group and the ISSTE resolution <50% after the pPCI (survival rate 467,462 hours; 95% CI 292,439-642,484) compared with the STEMI group with ISSTE≥50% resolution (survival rate 676,542 hours; 95% CI 628,925-724,158). It can be concluded that STEMI patients with ISSTE resolution <50% had a worse survival during the treatment period compared to STEMI patients with ISSTE≥50% resolution. Multivariate analysis with cox regression after being adjusted by confounding variables, ISSTE <50% was an independent predictor of MACE during hospitalization (p = 0.0036; HR = 4.994; 95% CI 1,110-22,474).
Discussion-These results are in accordance with the study by McLaughlin et al., which proved that ST segment resolution and mortality were strongly correlated. In a study by Opincariu et al., also found that in STEMI patients, a resolution of less than 50% after succesfull pPCI was an early sign of increasing the risk of death during the treatment period, so the resolution of the ST segment was not only a simple sign of successful reperfusion but also as an independent predictor the occurrence of inhospital MACE in STEMI patients performed pPCI.
Conclusion-ISSTE is a simple and useful ECG-based scoring for STEMI patients. ISSTE <50% in STEMI patients who performed succesfull pPCI are strong independent predictors of MACE during hospitalization. Keywords: Integrated ST segment Elevation Score., major cardiovascular events., STEMI., primary PCI
PENDAHULUAN
Reperfusi dini dengan intervensi koroner perkutan (IKP) primer telah meningkatkan hasil secara substansial untuk pasien ST-elevation myocardial infarction (STEMI). Namun, terlepas dari efisiensi IKP primer, mortalitas di rumah sakit setelah infark miokard akut (AMI) tetap tinggi.1
Pada tahun 2004, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, yaitu 32% pada wanita dan 27% pada pria. Pada tahun 2012, penyakit kardiovaskuler masih merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, menyebabkan 17,5 juta kematian (30%), 7,4 juta meninggal karena penyakit jantung iskemik dan 6,7 juta karena stroke.2
Satu juta orang di Amerika Serikat diperkirakan menderita Sindrom Koroner Akut (SKA) tiap tahunnya dan 300.000 orang meninggal karena SKA sebelum sampai ke rumah sakit.3 Tahun 2006, hampir satu dari tiga penderita SKA disertai dengan elevasi segmen ST (STEMI).4 Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi semua kejadian SKA.5 SKA merupakan masalah kardiovaskuler utama karena menyebabkan angka kematian yang tinggi, dimana hal ini terjadi akibat destabilisasi plak aterosklerosis yang memicu terbentuknya thrombosis intra luminal sehingga menurukan suplai alirah darah ke miokardium yang memicu terjadinya iskemia miokardial dan nekrosis kardiomiosit.6 Meskipun manajemen pasien SKA khususnya STEMI sudah sangat berkembang dengan
intervensi koroner perkutan akan tetapi angka kematian paska IKP primer masih tinggi sampai dengan 10%.7
Mendeteksi pasien dengan risiko tinggi untuk kejadian lebih lanjut seperti infark ulang atau kematian, diperlukan untuk memulai terapi yang tepat dan untuk mengurangi risiko efek samping. Prediktor mortalitas selama perawatan di rumah sakit pada pasien STEMI meliputi, Killip III dan IV, aritmia, stemi anterior, tidak direperfusi, gagal ginjal kronis, takikardia, STEMI onset > 12 jam dan diabetes mellitus (DM).8 Akan tetapi, evaluasi prognostik untuk STEMI masih jauh dari ideal. Oleh karena itu, pencarian penanda yang berkelanjutan untuk dapat diterapkan sangat penting.
Resolusi segmen ST setelah IKP primer atau trombolisis merupakan indikasi untuk reperfusi yang efisien pada tingkat jaringan miokard. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pasien STEMI, resolusi elevasi segmen ST adalah prediktor yang baik untuk menilai patensi arteri yang berhubungan dengan infark (IRA), dan berkorelasi terbalik dengan kematian. Di sisi lain, adanya elevasi segmen ST spesifik yang persisten berhubungan dengan patensi dari arteri terkait infark, tetapi tanpa reperfusi miokard baik epicardial atau mikrovaskular yang adekuat (fenomena tanpa reflow).1
Intervensi Koroner Perkutan(IKP) Primer masih merupakan manajemen primer pada pasien STEMI dengan onset nyeri dada ≤ 12 jam. Pada pasien STEMI dengan onset lebih dari 12 jam dengan tanda-tanda syok kardiogenik, gagal jantung akut, aritmia maligna dan angina yang refrakter diindikasikan dilakukan tindakan IKP primer.5 Keberhasilan dilakukan intervensi koroner perkutan dapat dilakukan dengan menilai derajat alirah darah berdasarkan klasifikasi Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) flow yang mana derajat 0 menandakan tidak ada perfusi, derajat 1 berarti penetrasi tanpa perfusi, derajat 2 adanya perfusi aliran koroner yang parsial dan derajat 3 menandakan terjadi perfusi koroner yang komplit, IKP yang sukses didapatkan TIMI flow derajat 3 setelah dilakukan IKP, residual stenosis ≤ 20% dan tidak didapatkan diseksi, thrombus atau perforasi pada arteri koroner yang direvaskularisasi.9
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari resolusi Skor Elevasi Segmen ST terintegrasi (SESSTI) sebagai indikator skor berbasis EKG terhadap kejadian kardiovaskular mayor dan motalitas selama perawatan di rumah sakit pada pasien STEMI yang berhasil dilakukan IKP primer yang mana setelah dilakukan intevensi koroner didapatkan TIMI flow derajat pada arteri koroner yang dilakukan revaskularisasi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan rancangan kohort prospektif untuk membuktikan resolusi Skor Elevasi Segmen ST Terintergrasi (SESSTI) sebagai prediktor KKM selama masa perawatan di rumah sakit pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer yang dirawat di RSUP Prof. Ngoerah Denpasar. Pasien-pasien yang telah terdiagnosis STEMI yang masuk ke Unit Perawatan Intensif Jantung RSUP Prof. Ngoerah dicatat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi luaran seperti usia, jenis kelamin, adanya hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, dan lokasi STEMI. Luaran yang dimonitor adalah meliputi kematian dengan penyebab kardiovaskular, syok kardiogenik, gagal jantung, dan aritmia maligna. Penelitian ini menghasilkan adjusted hazard ratio atau HR dan kurva survival dari prediktor tersebut terhadap mortalitas. Semua penderita dikelola dengan diberikan terapi standar sesuai clinical pathway RSUP Prof. Ngoerah Denpasar. Lokasi penelitian ini adalah di UPIJ Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Ngoerah Denpasar. Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien STEMI dengan onset kurang dari 12 jam yang dilakukan IKP primer yang dirawat di ruang UGD dan UPIJ RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar. Pasien STEMI yang masuk populasi terjangkau dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi selama periode penelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua penderita STEMI yang dirawat di UGD dan UPIJ RSUP Prof. Ngoerah Denpasar dan dilakukan IKP primer kurang dari 12 jam dari onset nyeri dada dengan hasil TIMI 3 flow setelah intervensi koroner. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien yang menolak ikut serta dalam penelitian, pasien yang datang dengan blok bundle cabang kiri (LBBB), yang menghalangi penilaian yang akurat dari peningkatan segmen ST pada EKG awal serta pasien STEMI yang datang dengan presentasi awal Killip II-IV
Teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Alur penelitian yaitu semua pasien STEMI yang menjalani evaluasi angiografi dan revaskularisasi melalui IKP primer akan dicatat data demografis, riwayat medis, presentasi klinis, EKG, serum biomarker, dan angiografi. Lalu 12 lead electrocardiograms (EKG) yang diperoleh saat presentasi, dan satu jam setelah revaskularisasi akan diukur dan dihitung Skor Terintegrasi Ketinggian ST (SESSTI) dihitung dengan menjumlahkan amplitudo elevasi segmen ST di semua dua belas sadapan, sebelum dan pada 1 jam setelah revaskularisasi dan akan dibagi dua grup yaitu yang terdapat penurunan resolusi SESSTI < 50%, dan penurunan resolusi SESSTI ≥ 50%
SESSTI
σ ST elevasi EKG 12 lead (awal- post IKP primer) σ ST elevasi EKG 12 lead awal
x 100%
Pemeriksaan SESSTI dilakukan pengukuran secara independent oleh seorang kardiologis. Keberhasilan kindakan IKP primer dan TIMI flow didapatkan dari rekam medis pasien yang dirawat dengan STEMI dan masuk melalui UGD PJT RSUP Prof. Ngoerah Denpasar.
Untuk menggambarkan karakteristik klinis dan demografi penelitian disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan untuk menjabarkan frekuensi dan proporsi pasien STEMI berdasarkan resolusi SESSTI dan mortalitas kardiovaskular. Analisis univariat membagi subjek penelitian menjadi dua kelompok yaitu subyek penelitian yang dalam perkembangannya mengalami KKM dan yang tidak mengalami KKM. Data numerik akan disajikan dalam bentuk mean ± standar deviasi, sedangkan data kategorikal akan disajikan dalam bentuk persentase dan distribusi frekuensi. Selanjutnya dilakukan 42
analisis bivariat yang dilakukan untuk mengetahui nilai crude Hazard Ratio (HR) resolusi SESSTI terhadap mortalitas kardiovaskular dan KKM. Analisis kesintasan menggunakan metode estimasi survival dari Kaplan-Meier yang disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier dengan menggunakan uji statistik Logrank test. Terakhir dilakukan analisis multivariat dilakukan untuk menganalisis apakah resolusi SESSTI merupakan prediktor independen terjadinya mortalitas kardiovaskular dan KKM dengan mengendalikan variabel lain yang diduga sebagai perancu. Uji statistiknya menggunakan cox proportional hazards regression dan hasilnya dipaparkan dalam odd ratio (OR) dengan 95% confidence interval (CI) dan nilai p. Analisis data dilakukan menggunakan IBM Statistical Package for the Social Science (SPSS) Statistic 23.
HASIL
Penelitian ini dilakukan selama periode 1 Maret 2017 sampai 31 Mei 2017 dengan metode kohort prospektif dan consecutive sampling didapatkan sampel sebanyak 61 pasien. Dari 61 pasien tersebut, 53 (86,9%) pasien merupakan laki-laki dan 8 (13,1%) perempuan dengan rentang usia 27-84 tahun (mean 55,62 tahun). Kejadian kardiovaskular mayor terjadi pada 8 (13,1%) pasien yaitu kematian kardiovaskular, syok kardiogenik, aritmia
maligna, dan gagal jantung masing-masing 2 (3,3%), 1(1,6%), 1(1,6%) dan 4 (6,6%).
Pada pasien dengan resolusi SESSTI < 50%, setelah dilakukan IKP primer dengan TIMI flow derajat 3 paska prosedur didapatkan 13 (21,3%) pasien. Dan pasien tersebut dengan resolusi SESSTI < 50% didapatkan 5 (8,2%) pasien yang mengalami kejadian kardiovaskular mayor sedangkan pada pasien dengan resolusi SESSTI ≥ 50% didapatkan 3 (4,9%) pasien yang mengalami KKM. Sebaran pasien secara demografi dan karakteristik klinis berdasarkan KKM tertuai dalam Tabel 1 dibawah ini.
Analisis kesintasan menggunakan metode estimasi dari Kaplan-Meier tertuang dalam Gambar 1. Grafik survival dibagi menjadi kelompok pasien STEMI dengan resolusi SESSTI < 50% paska IKP dan kelompok pasien STEMI dengan resolusi SESSTI≥50% paska IKP. Dengan uji log rank tampak bahwa terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna (p=0,002) antara kelompok STEMI dengan resolusi SESSTI < 50% paska IKP (rerata kesintasan 467,462 jam; IK95% 292,439-642,484) dibandingkan dengan kelompok STEMI dengan resolusi SESSTI≥50% (rerata kesintasan 676,542 jam; IK95% 628,925-724,158). Dapat disimpulkan bahwa pasien STEMI dengan resolusi SESSTI < 50% memiliki kesintasan selama masa perawatan yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien STEMI dengan resolusi SESSTI≥50%.
Tabel 1. Karakteristik klinis dan demografi pasien berdasarkan ada resolusi SESSTI. | |||
Variabel |
Terdapat KKM n = 8 |
Tidak terdapat KKM n = 53 |
Total n=61 |
Jenis kelamin, n (%) | |||
Laki-laki |
5 (8,2) |
48 (78,7) |
53 (86,9) |
Perempuan |
3 (4,9) |
5 (8,2) |
8 (13,1) |
Umur, n(%) | |||
≥ 75 tahun |
0(0) |
3(4,9) | |
65-74 tahun |
4(6,6) |
4(6,6) |
3(4,9) |
< 65 tahun |
4 (6,6) |
46 (75,4) |
8(13,1) |
50(82) | |||
Hipertensi, n (%) |
4 (6,6) |
28 (45,9) |
32(52,5) |
Dislipidemia, n (%) |
6 (9,8) |
19 (31,1) |
25(41) |
Diabetes melitus, n (%) |
2 (3,3) |
17 (27,9) |
19(31,1) |
Merokok, n (%) |
4 (6,6) |
33 (54,1) |
37(60,7%) |
STEMI anterior, n (%) |
4(6,6) |
29 (47,5) |
33 (54,1) |
Resolusi SESSTI < 50% |
5(8,2) |
8(13,1) |
13(21,3) |
waktu
Gambar 1. Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kematian Kardiovaskular Pada STEMI berdasarkan resolusi SESSTI.
Pada analisa bivariat yang menghubungkan variabel resolusi SESSTI dengan kejadian kardiovaskular mayor selama masa perawatan, didapatkan bahwa resolusi SESSTI <50%, merupakan prediktor terjadinya kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer dengan masing-masing p=0,005 (HR 7,902, IK95% 1,883-33,710).
Tabel 2. Analisis bivariat KKM dengan berbagai kovariabel. | |||
Variabel |
HR |
95% CI |
Nilai P |
Resolusi SESSTI<50% |
9,375 |
1,861-47,226 |
0,02 |
Usia |
6,571 |
1,330-32,478 |
0,012 |
Jenis Kelamin |
5,760 |
1,050-31,596 |
0,028 |
Dislipidemia |
4,870 |
0,982-24,141 |
0,053 |
Hipertensi |
0,893 |
0,202-3.950 |
0,881 |
DM |
0,706 |
0,129-3,868 |
0,687 |
Merokok |
0,606 |
0,136-2,697 |
0,508 |
Lokasi STEMI |
0,828 |
0,187-3,664 |
0,802 |
Beberapa variabel yang dianggap sebagai perancu seperti umur, jenis kelamin, dislipidemia, hipertensi, DM, merokok, dan lokasi STEMI dilakukan analisis multivariat dengan uji cox proportional hazards regression untuk mengetahui apakah resolusi SESSTI<50% paska IKP primer adalah faktor independen untuk kejadian mortalitas kardiovaskular dan KKM. Hasil
analisis dituangkan pada Tabel 3 dengan kesimpulan bahwa resolusi SESSTI<50% paska IKP primer merupakan prediktor independen KKM selama perawatan di rumah sakit setelah dilakukan kendali dengan variabel yang dianggap sebagai perancu dengan masing p=0,0036(HR= 4,994; IK95% 1,110-22,474)
Tabel 3. Analisis multivariat KKM dengan kendali terhadap berbagai kovariabel | |||
Variabel |
HR |
95% CI |
Nilai P |
Resolusi SESSTI<50% |
4,994 |
1,110-22,474 |
0,036 |
Usia |
3,060 |
0,511-18,327 |
0,221 |
Jenis Kelamin |
9,985 |
1,301-76,629 |
0,027 |
Dislipidemia |
6,545 |
1,211-35,387 |
0,029 |
Hipertensi |
0,190 |
0,027-1,351 |
0,097 |
DM |
0,254 |
0,035-1,842 |
0,175 |
Merokok |
0,527 |
0,056-4,925 |
0,574 |
Lokasi STEMI |
0,554 |
0,093-3,311 |
0,517 |
DISKUSI
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif bertujuan untuk mengetahui apakah resolusi SESSTI<50% merupakan prediktor mortalitas dan KKM selama masa perawatan pasien STEMI yang berhasil dilakukan IKP primer pada arteri terkait infark di RSUP Prof. Ngoerah Denpasar. Didapatkan besar sampel 61 orang, dengan pasien laki-laki sebanyak 53 (86,9%) dan sisanya perempuan sebanyak 8 (13,1%) pasien. Hal ini sesuai dengan GRACE registry10 dan French registry of ACS (ONACI)11 dimana presentase IMA terbanyak adalah STEMI dan dengan jenis kelamin pria sebagai salah satu faktor risiko terjadinya Infark Miokard. Sampel penelitian memiliki rentang usia 27-84 tahun, dengan rerata 55,62 tahun dan onset nyeri dada 1.5 jam – 12 jam dengan rerata 5.44 jam. Lokasi STEMI terbanyak di anterior/anterior ekstensif (30/49,2%), diikuti di inferoposterior (14/23%), inferior/RV infark (14/23%), anteroseptal (2/3,3%) dan inferolateral (1/1,6%). Angka kematian pasien STEMI selama masa perawatan pada penelitian ini sebesar 3,3% (2), dan angka kejadian kardiovaskular mayor sebesar 13,1% (8).
Jenis kelamin laki-laki memang memiliki prevalensi yang lebih tinggi terhadap kejadian infark miokard akan tetapi perempuan cenderung memiliki prognosis lebih buruk.12 Beberapa hipotesa seperti vaskular yang lebih kecil, serta wanita cenderung mengalami infark miokard pada usia yang lebih tua, cenderung lebih imobilisasi, obesitas dan adanya diabetes melitus. Beberapa studi seperti penelitian APEX-AMI13 yang mana jenis kelamin wanita merupakan prediktor kematian yang independen terhadap terjadinya gagal jantung atau syok kardiogenik pada pasien dengan STEMI yang dilakukan tindakan IKP PRIMER (OR 1,40, 95%CI 1,19-1,78) yang mana sesuai dengan penelitian ini, bahwa jenis kelamin berkorelasi independen dengan terjadinya kejadian kardiovaskular mayor.13 Pada Analisa multivariat juga ditemukan adanya dislipidemia saat presentasi STEMI, merupakan prediktor independen terhadap KKM pada pasien STEMI yang dilakukan tindakan IKP primer. Dislipidemia sebagai prediktor independen KKM pada saat infark miokardium akut masih menjadi perdebatan, pada penelitian yang dilakukan Kai-Hung Cheng dkk14, menemukan kadar LDL yang rendah lebih dihubungkan dengan peningkatan angka kematian saat rawat inap pada
pasien STEMI, meskipun pada penelitian ini melibatkan STEMI Killip I-IV, dan juga dijelaskan bahwa Killip IIIIV memiliki kadar LDL yang lebih rendah dibandingkan yang Killip I-II. Penelitian yang dilakukan Ming Gao dkk15, yang meneliti hubungan fraksi lipid dengan nonfatal recurrent MI pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer dengan jumlah sampel 2.402 yang menunjukan rendahnya kadar HDL dan tingginya kadar kolesterol non-HDL merupakan prediktor rekurensi dari infark miokard pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer.
Dari penelitian ini diketahui sebanyak 13 (21,3%) pasien dengan resolusi SESSTI<50% dan sebanyak 48 (78,7%) pada kelompok STEMI dengan resolusi SESSTI≥50% paska IKP dengan TIMI flow derajat 3. Fenomena adanya resolusi ST elevasi <50% paska IKP ini dapat terjadi dikaitkan dengan gangguan mikrosirkulasi pada arteri koroner terkait infark meskipun hubungan disfungsi mikrovaskular, cedera pada miokardium serta adanya aneurisma dan remodeling ventrikel kiri masih belum diketahui secara pasti.16 Pada studi oleh Matetzky dkk17 yang melaporkan terdapat 28 dari 117 pasien STEMI yang berhasil dilakukan IKP primer didapatkan dengan persisten segmen ST elevasi paska tindakan yang juga dikaitkan dengan hipotesa adanya reperfusi dari mikrovaskular dan miokardium yang tidak optimal. Analisa bivariat pada studi in didapatkan hasil bahwa pasien dengan resolusi SESSTI<50% memiliki resiko kejadian KKM yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan resolusi SESSTI≥50% dengan p=0,02 (HR 9,375;95%CI 1,861-47,226). Dan setelah dikontrol dengan variabel perancu juga terbukti bahwa resolusi SESSTI<50% merupakan prediktor independen terjadinya KKM selama masa perawatan pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer dengan p=0,036 (HR 4,994; 95%CI 1,110-22,474). Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh McLaughlin dkk18, yang membuktikan resolusi segmen ST dan kematian berkorelasi kuat. Pada suatu studi oleh Opincariu dkk1, juga menemukan bahwa pada pasien STEMI adanya resolusi kurang 50% paska IKP primer merupakan pertanda awal peningkatkan risiko tejadinya kematian selama masa perawatan, sehingga resolusi segmen ST bukan hanya pertanda sederhana dan berbiaya rendah dari keberhasilan reperfusi tetapi juga sebagai prediktor independen terjadinya KKM selama masa perawatan pada
pasien STEMI yang dilakukan IKP primer. Adanya 5.
persisten ST elevasi bahkan setelah dilakukan reperfusi dikaitkan dengan masih adanya disfungsi dan perfusi mikrovaskular yang mana berdasarkan penelitian- 6.
penelitian sebelumnya yang menkorelasikan hubungan antara persisten ST elevasi, dengan derajat myocardial blush, peningkatkan biomarker kardiak dan gangguan ejection fraction (EF) ventrikel kiri. Data ini konsisten
dengan hipotesis resolusi segmen ST berhubungan dengan 7.
myocardial blush yang mengimplikasikan reperfusi mikrovaskular dan jaringan yang efektif, dengan penyelamatan miokardium yang masih viable.17
Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu pemilihan subyek penelitian dilakukan 8.
dengan consecutive sampling (non-probability sampling), dengan pengembalin data Internvensi Koroner Perkutan dari rekam medis membuat derajat TIMI flow dinilai oleh beberapa kardiologis intervensi yang berbeda dan penelitian ini hanya dilakukan pada satu tempat 9.
penelitian. Penelitian ini juga dalam rentang waktu yang relatif singkat sehingga belum dapat menganalisis pengaruh jangka panjang resolusi SESSTI dengan mortalitas jangka panjang
SIMPULAN 10.
SESSTI adalah skoring berbasis EKG yang sederhana dan berbiaya rendah yang berguna pada pasien STEMI yang dilakukan reperfusi dengan IKP primer. Adanya resolusi SESSTI<50% pada pasien STEMI yang dilakukan IKP primer merupakan prediktor independen 11.
yang kuat untuk terjadinya KKM selama masa rawat inap di RSUP Prof. Ngoerah. Resolusi SESSTI≥50%
merupakan pertanda reperfusi yang adekuat dan
mengurangi angka kematian pada jangka pendek pada pasiem STEMI paska IKP primer.
12.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Opincariu D, Chițu M, Rat N, Benedek I.
Integrated ST segment elevation scores and in
hospital mortality in STEMI patients undergoing 13.
primary PCI. Journal of Cardiovascular Emergencies. 2016 Sep 1;2(3):114-21.
-
2. Irmalita, Juzar D.A., Andrianto, S.B, Tobing D.P.L., dkk. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. 3rd Ed. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2016. h. 120 14.
-
3. Christofferson, R.D. Acute Myocardial
Infarction. Dalam: Nair D, Ashley K, Griffin Bp, Eric Jt. Manual Of Cardiovascular Medicine. Third Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2009. h. 1-25 15.
-
4. Arso I.A., Setianto B., Taufiq N., Hartopo A.B.
In-Hospital Major Cardiovascular Event
Between Stemi Receiving Thrombolysis Therapy And Primary Pci. Acta Medica Indonesiana - The Indonesian Journal Of Internal Medicine. 2014;46:124-30 16.
Ibanez B, James S. The 2017 ESC STEMI Guidelines. European heart journal. 2018 Jan 7;39(2):79-82.
Badimon L. Pathogenesis of ST-Elevation Myocardial Infarction. In Coronary Microvascular Obstruction in Acute Myocardial Infarction. 2018 Jan 1 (pp. 1-13). Academic Press.
Ali M., Lange S.A., Wittlinger T., Lehnert G., Rigopoulos A.G., Noutsias M. In-hospital mortality after acute STEMI in patients undergoing primary PCI. Herz. 2018 Dec 1;43(8):741-5.
Gayatri NI, Firmansyah S, Rudiktyo E. Prediktor Mortalitas Dalam-Rumah-Sakit Pasien Infark Miokard ST Elevation (STEMI) Akut di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang, Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 2016;43(3):171-4.
Guo, Z., Yang, X. Does pre-angiography Total ST-segment resolution reliably predict spontaneous reperfusion of the infarct-related artery in patients with acute myocardial infarction?. BMC Cardiovasc Disord. 2019;19,264
Fox K.A., Eagle K.A., Gore J.M., Steg P.G., Anderson F.A., GRACE and GRACE2 Investigators. The global registry of acute coronary events, 1999 to 2009–GRACE. Heart. 2010 Jul 1;96(14):1095-101.
Hanssen M., Cottin Y., Khalife K., Hammer L., Goldstein P., Puymirat E., Mulak G., Drouet E., Pace B., Schultz E., Bataille V.. French Registry on Acute ST-elevation and non ST-elevation Myocardial Infarction 2010. FAST-MI 2010. Heart. 2012 May 1;98(9):699-705.
Dunlay S.M., Roger V.L. Gender differences in the pathophysiology, clinical presentation, and outcomes of ischemic heart failure. Current heart failure reports. 2012 Dec;9:267-76.
Benamer H., Tafflet M., Bataille S., Escolano S., Livarek B., Fourchard V., Caussin C., Teiger E., Garot P., Lambert Y., Jouven X. Female gender is an independent predictor of in-hospital mortality after STEMI in the era of primary PCI: insights from the greater Paris area PCI Registry. EuroIntervention. 2011 Apr 1;6(9):1073-9.
Cheng K.H., Chu C.S., Lin T.H., Lee K.T., Sheu S.H., Lai W.T. Lipid paradox in acute myocardial infarction—the association with 30-day in-hospital mortality. Critical care medicine. 2015 Jun 1;43(6):1255-64.
Gao M., Zheng Y., Zhang W., Cheng Y., Wang L., Qin L. Non-high-density lipoprotein cholesterol predicts nonfatal recurrent myocardial infarction in patients with ST segment elevation myocardial infarction. Lipids in Health and Disease. 2017 Dec;16(1):1-8.
Galiuto L., Barchetta S., Paladini S., Lanza G., Rebuzzi A.G., Marzilli M., Crea F. Functional and structural correlates of persistent ST
elevation after acute myocardial infarction successfully treated by percutaneous coronary intervention. Heart. 2007 Nov 1;93(11):1376-80.
-
17. Buller C.E., Fu Y., Mahaffey K.W., Todaro T.G., Adams P., Westerhout C.M., White H.D., Van't Hof A.W., Van de Werf F.J., Wagner G.S., Granger C.B. ST-segment recovery and outcome after primary percutaneous coronary intervention for ST-elevation myocardial infarction: insights from the Assessment of Pexelizumab in Acute Myocardial Infarction (APEX-AMI) trial. Circulation. 2008 Sep 23;118(13):1335-46.
-
18. Prasad A., Stone G.W., Aymong E., Zimetbaum P.J., McLaughlin M., Mehran R., Garcia E., Tcheng J.E., Cox D.A., Grines C.L., Gersh B.J. Impact of ST-segment resolution after primary angioplasty on outcomes after myocardial infarction in elderly patients: an analysis from the CADILLAC trial. American heart journal. 2004 Apr 1;147(4):669-75.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i6.P08
47
Discussion and feedback