ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.10,OKTOBER, 2023

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2023-05-28 Revisi: 2023-07-30 Accepted: 25-08-2023

KUALITAS PELAYANAN ANTENATAL CARE YANG DIBERIKAN OLEH NAKES DI

KABUPATEN ACEH BESAR

Henny Hastuty1*, Nurjannah2, Said Usman2, Irwan Saputra2, Teuku Maulana2

1Program Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala 2Departemen Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Email: [email protected]

ABSTRAK

Kualitas pelayanan antenatal diharapkan sesuai dengan standar profesi yang baik dengan memberikan pengalaman hamil dan melahirkan yang positif bagi para ibu sehingga menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Realitanya, angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih jauh dari target yang ditetapkan dalam RPJMN tahun 2024 dan SDGs 2030. Kasus AKI di provinsi Aceh masih tinggi, mencapai sebesar 223/100.000 KH pada tahun 2021. Kabupaten Aceh Besar berada diurutan ketiga dari 5 kabupaten/kota penyumbang kematian ibu tertinggi di Provinsi Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas layanan Antenatal Care (ANC) yang diberikan oleh Nakes Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Sebuah studi survei analitik dengan pendekatan crosssectional pada bulan Maret 2023 dengan jumlah populasi 199 ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan prosedur pelayanan ANC dengan kualitas pelayanan ANC dengan nilai P value = 0,0001, terdapat hubungan kepemilikan buku KIA dengan kualitas pelayanan ANC dengan nilai P value =0,0001, adanya hubungan penyuluhan dengan kualitas pelayanan ANC dengan nilai P Value =0,002, adanya hubungan ketersediaan petugas kesehatan dengan kualitas pelayanan ANC dengan nilai P value = 0,001, dan terdapat hubungan pelaksanaan kelas Ibu Hamil dengan kualitas pelayanan ANC dengan nilai P value = 0,0001. Kesimpulannya bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara prosedur pelayanan ANC dengan kualitas pelayanan ANC, prosedur pelayanan ANC 14,1 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC. Prosedur pelayanan ANC tersebut didukung oleh ketersediaan nakes, pemanfaatan buku KIA, penyuluhan rutin dan adanya kelas ibu hamil.

Kata Kunci : Antenatal care., Penyuluhan., Tenaga Kesehatan

ABSTRACT

The quality of antenatal care is expected to be in accordance with good professional standards by providing positive pregnancy and childbirth experiences for mothers so as to reduce maternal and child mortality and morbidity. In reality, the Maternal Mortality Rate (MMR) in Indonesia is still far from the target set in the 2024 RPJMN and the 2030 SDGs. MMR case in Aceh province is still high, reaching 223/100,000 KH in 2021. Aceh Besar District is in third place out of the 5 districts/cities contributing the highest maternal mortality in Aceh Province. This study aims to determine the quality of antenatal care services provided by health workers in Aceh Besar district, Aceh province. An analytic survey study with a cross-sectional approach in March 2023 with a population of 199 pregnant women. The results showed that there was a relationship between ANC service procedures and ANC service quality with a P value = 0.0001, there was a relationship between MCH book ownership and ANC service quality with a P value = 0.0001, there was a relationship between counseling and ANC service quality with a P value Value = 0.002, there is a relationship between the availability of health workers and the quality of ANC services with a P value = 0.001, and there is a relationship between the implementation of classes for pregnant women and the quality of ANC services with a P value = 0.0001. The conclusion is that there is a relationship between ANC service procedures and ANC service quality, ANC service procedures are 14.1 times at risk for ANC service quality. The ANC service procedure is supported by the availability of health workers, utilization of the MCH handbook, routine counseling and the availability of classes for pregnant women.

Keywords: Antenatal care., counseling., health worker

PENDAHULUAN

Angka kematian maternal dan angka kematian bayi merupakan ukuran bagi kemajuan kesehatan suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan ibu dan anak.1 Kematian wanita pada usia reproduktif juga akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat menyebabkan kemunduran perkembangan masyarakat, karena wanita merupakan pilar utama dalam keluarga yang berperan penting dalam mendidik anak – anak, memberikan perawatan kesehatan dalam keluarga dan membantu perekonomian keluarga.2

Menurut WHO, sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap harinya. Diperkirakan pada tahun 2015, sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan, dimana sebagian besar dari kematian dapat dicegah.3 Kematian ibu sebanyak 99% terjadi di negara berkembang, rasio kematian ibu di negara berkembang pada 2015 adalah 239 per 100.000 kelahiran hidup berbanding 12 per 100.000 kelahiran hidup di negara maju. Ada perbedaan besar antara negara, tetapi juga di dalam negara, dan antara wanita dengan pendapatan tinggi dan rendah dan wanita yang tinggal di daerah pedesaan versus perkotaan.3 Penyebab kematian ibu di antaranya disebabkan oleh penyebab langsung obstetrik dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas sedangkan penyebab tidak langsung disebabkan oleh penyakit yang memperberat kehamilan dan meningkatkan resiko terjadinya kesakitan dan kematian.4

Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki angka kematian yang cukup tinggi, walaupun secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1991 – 2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi kecenderungan penurunan Angka kematian ibu, angka ini tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.0000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 memperlihatkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs.5

Selain itu, salah satu kontribusi kematian ibu juga disebabkan oleh 4 terlalu, yaitu terlalu muda, terlalu sering, terlalu pendek jarak kehamilan dan terlalu tua.6 Determinan antara merupakan keadaan atau hal-hal yang melatarbelakangi dan menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu meliputi status kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku penggunaan pelayanan kesehatan.7

Berdasarkan kondisi tersebut telah disusun rencana strategi upaya penurunan angka kematian ibu yang difokuskan pada sistem kesehatan yang mantap dan biaya yang efektif yang disebut Making Pregnancy Safer (MPS). Upaya ini disampaikan melalui tiga pesan kunci yang meliputi setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; setiap komplikasi obstetri dan neonatal pelayanan profesional, setiap wanita subur terakses dengan upaya http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i10.P12

pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Berbagai faktor yang mempengaruhi kehamilan, persalinan dan nifas meliputi status kesehatan, status reproduksi, akses pada pelayanan kesehatan dan perilaku penggunaan pelayanan kesehatan.8,9 Kualitas pelayanan antenatal diharapkan sesuai dengan standar profesi yang baik dengan memberikan pengalaman hamil dan melahirkan yang positif bagi para ibu sehingga menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak.

Ante natal care (ANC) yang berkualitas meliputi dari persiapan pelayanan Ibu, penjagaan kualitas persalinan ibu, pelaksanaan pemeriksaan pada trimester kesatu sebanyak 1 kali, pada trimester kedua sebanyak 2 kali dan pada trimester ketiga sebanyak 3 kali. Pemeriksaan ANC dilakukan minimal 6 kali dan 2 kali dilakukan pada dokter. Setelah itu media komunikasi juga menjadi peran yang penting untuk menjaga kualitas ANC dari nakes ke ibu hamil dan keluarganya.10 Faktor ANC juga bisa menjadi salah satu yang menyebabkan kematian ibu yang sering dilewatkan, seperti ibu hamil tidak mengetahui tentang faktor risiko pada kehamilannya seperti nyeri kepala hebat, keluar cairan dari vaginanya dan faktor resiko lainnya, serta faktor risiko kematiannya, seperti perdarahan hebat saat persalinan, infeksi pada saat kehamilan, preeklamsia dan eklamsia dan juga adanya komplikasi penyakit pada masa Nifas. Kejadian ini terjadi karena pada saat pelaksaan ANC ibu hamil tidak diberikan informasi.11

Selama tiga tahun, angka kematian ibu melahirkan menurun sekitar 3287 kasus. Berdasarkan laporan Riskesdas 2013 Kementerian Kesehatan,12 sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa nifas. Pelayanan masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu yang diberikan selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Periode masa nifas yang berisiko terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi pada periode 3 hari pertama setelah melahirkan. Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa kebanyakan cakupan pelayanan kesehatan masa nifas semakin menurun seiring waktu.13

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut data dari Dinas Kesehatan Aceh pada tahun 2017 tercatat sebanyak 148/100.000 KH, tahun 2018 turun menjadi 141/100.000 KH, tahun 2019 meningkat lagi menjadi 157/100.000 KH, tahun 2020 sebesar 173/100.000 KH dan tahun 2021 meningkat menjadi 223/100.000 KH. Penyebab langsung kematian tersebut diantaranya perdarahan (23 %), hipertensi dalam kehamilan (13 %), infeksi (3 %), gangguan sistem peredaran darah (10 %) dan penyakit lainnya (56 %).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional, dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh pada bulan Maret tahun 2023. Subyek penelitian yaitu ibu hamil usia 21-35 tahun berjumlah 199 orang.

Pengumpulan data menggunakan data primer dengan wawancara langsung ke subyek yaitu ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Kuesioner di ambil dari Buku daftar Tilik Penyeliaan Fasilitatif Pelayaan Kesehatan Ibu dan Anak tingkat Puskesmas.12

Untuk mempermudah melakukan penelitian, maka diperlukan suatu cara pengukuran variabel sebagai berikut:

  • 1.    Kualitas Pelayanan antenatal care sesuai dengan standar di Puskesmas berjumlah 10 pertanyaan dengan bobot pertanyaan tersebut jika “Ya” bernilai (1) dan “Tidak” bernilai (0), keterangannya jika hasil wawancara responden di Puskesmas menjawab 10 pertanyaan tersebut dengan benar semua maka hasil ukurnya baik, jika kurang dari nilai 10 maka dikategorikan dengan tidak baik.

  • 2.    Prosedur pelayanan antenatal care, berjumlah 35 pertanyaan dengan bobot setiap jawaban “ada” bernilai 1 dan jika “tidak” bernilai 0, keterangannya “Baik” jika hasil wawancara nilai aktual sesuai dengan nilai harapan dengan nilai 35.

  • 3.    Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA, berjumlah 4 pertanyaan dengan bobot setiap jawaban “ada” bernilai 1 dan jika “tidak” bernilai 0, keterangannya “Baik” jika hasil wawancara nilai aktual sesuai dengan nilai harapan dengan nilai 4.

  • 4.    Penyuluhan, berjumlah 4 pertanyaan dengan bobot setiap jawaban “ada” bernilai 1 dan jika “tidak” bernilai 0, keterangannya “Baik” jika hasil wawancara nilai aktual sesuai dengan nilai harapan dengan nilai 4.

  • 5.    Ketersediaan Petugas, berjumlah 4 pertanyaan dengan bobot setiap jawaban “ada” bernilai 1 dan jika “tidak” bernilai 0, keterangannya “Baik” jika hasil wawancara nilai aktual sesuai dengan nilai harapan dengan nilai 4.

  • 6.    Pelaksanaan kelas ibu hamil, berjumlah 6 pertanyaan dengan bobot setiap jawaban “ada” bernilai 1 dan jika “tidak” bernilai 0, keterangannya “Baik” jika hasil wawancara nilai aktual sesuai dengan nilai harapan dengan nilai 6.

Sebelumnya subyek telah diberikan penjelasan dan menandatangani inform concern. Penelitian ini telah mendapat Persetujuan Etik dengan KEPPKN nomor: 068/EA/FK/2023.

Data yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan analisis statistik menggunakan uji Chi-Square dan Regresi Berganda.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian dan Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kualitas Pelayanan

Indikator

N

%

Pekerjaan IRT

82

41,2

PNS

72

36,2

Karyawan Swasta

36

18,1

Pendidikan SMP

109

54,8

PT

90

45,2

Pendapatan Keluarga Tinggi

117

58,8

Rendah

82

41,2

Kualitas Pelayanan ANC

Baik

59

29,6

Kurang Baik

140

70,4

Prosedur Pelayanan ANC

Baik

65

32,7

Kurang Baik

134

67,3

Kepemilikan Buku KIA

Memiliki dan Memanfaatkan

57

28,6

Memiliki Tapi Tidak Memanfaatkan

142

71,4

Penyuluhan

Baik

73

36,7

Kurang Baik

126

63,3

Ketersediaan Petugas Kesehatan

68

34,2

Baik

Kurang Baik

131

65,8

Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil Baik

53

26,6

Kurang Baik

146

73,4

Berdasarkan Tabel 1 didapati kualitas pelayanan ANC yang kurang baik lebih tinggi (70,4 %) dibanding yang kualitas pelayanan ANC nya baik (29,6%). Menurut subyek prosedur pelayanan ANC mayoritas kurang baik (67,3%).

Responden yang memiliki tapi tidak memanfaatkan buku KIA

lebih banyak (71,4  %) dibanding yang memiliki dan

memanfaatkan buku KIA (28,6 %). Begitu juga dengan kegiatan penyuluhan lebih dominan yang berjalan kurang baik. Ketersediaan petugas kesehatan dianggap masih kurang (65,8% subyek). Pelaksanaan Kelas Ibu hamil mayoritas subyek menyatakan kurang berjalan baik (73,4%).

Tabel 2. Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal Care dengan Prosedur Pelayanan, Kepemilikan Buku KIA, Penyuluhan, Ketersediaan Nakes dan Kelas Ibu Hamil

Kualitas Pelayanan ANC

Baik Kurang

Baik


Total P


Variabel

N

%

n

%

n

%

Prosedur

Pelayanan ANC

Baik

41

63,1

24

36,9

65

00

0.000

Kurang Baik

18

13,4

116

86,6

13

Kepemilikan Buku

4 00

KIA

Memiliki dan

Memanfaatkan

34

59,6

23

40,4

57

100

0.000

Memiliki Tapi

25

17,6

117

82,4

14

100

Tidak

Memanfaatkan

2

Penyuluhan

Baik

44

60,3

29

39,7

73

100

0.002

Kurang Baik

15

11,9

111

88,1

12

100

6

Ketersediaan

Petugas Kesehatan

Baik

38

55.9

30

44.1

68

100

0.001

Kurang Baik

21

16.0

110

84,0

13

100

1

Pelaksanaan Kelas

Ibu Hamil

Baik

34

64,2

19

35,8

53

100

0.000

Kurang Baik

25

17,1

121

82,9

14

100

6

Tabel 2 menunjukkan bahwa prosedur pelayanan ANC dengan kualitas pelayanan yang kurang baik lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur pelayanan ANC dengan kualitas pelayanan yang baik, terdapat hubungan yang signifikan antara prosedur pelayanan ANC dengan kualitas pelayanan ANC. Adanya hubungan yang signifikan juga antara faktor kepemilikan buku KIA, penyuluhan, ketersediaan petugas, pelaksanaan kelas ibu hamil dengan kualitas pelayanan ANC.(p<0,05)

Tabel 3. Faktor Yang Berhubungan dengan Kualitas Pelayanan Antenatal Care

Kualitas Pelayanan ANC

OR 95% CI

P Value

Prosedur Pelayanan ANC

14,1 ( 4,48-44,8)

0,000

Kepemilikan Buku KIA

9,0 (2,95 -27,5 )

0,000

Penyuluhan

5,1 (1,78 – 14,7 )

0,002

Ketersediaan Nakes

6,6 ( 2,23 – 19,9 )

0,001

Pelaksanaan  Kelas

Ibu Hamil

20,5 (6,01 – 70,3)

0,000

Berdasarkan hasil analisis multivariat untuk melihat besaran risiko diperoleh 14,1 (4,48 – 44,8) yang berarti prosedur pelayanan ANC 14,1 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan P value 0,000 adanya hubungan prosedur pelayanan ANC dengan Kualitas Pelayanan ANC. Pada variabel kepemilikan buku KIA diperoleh hasil 9.0 (2,95 -27,5) yang berarti kepemilikan buku KIA 9,0 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan P value 0,000 adanya hubungan kepemilikan buku KIA dengan Kualitas Pelayanan ANC. Pada variabel penyuluhan diperoleh hasil 5,1 (1,78 – 14,7) yang berarti penyuluhan 5,1 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan P value 0,002 adanya hubungan penyuluhan dengan kualitas pelayanan ANC. Pada variabel ketersediaan petugas kesehatan diperoleh hasil 6,6 (2,23 -19,9) yang berarti ketersediaan petugas kesehatan 6,6 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan P value 0,001 adanya hubungan ketersediaan petugas kesehatan dengan kualitas pelayanan ANC. Pada variabel pelaksanaan kelas ibu hamil diperoleh hasil 20,5 ( 6,01 -70,3 ) yang berarti pelaksanaan kelas ibu hamil 20,5 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan P value 0,000 adanya hubungan pelaksanaan kelas ibu hamil dengan kualitas pelayanan ANC.

PEMBAHASAN

Kualitas pelayanan antenatal diharapkan sesuai dengan standar profesi yang baik dengan memberikan pengalaman hamil dan melahirkan yang positif bagi para ibu sehingga menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Pada penelitian ini prosedur pelayanan ANC 14,1 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan P value 0,000 adanya hubungan prosedur pelayanan ANC

dengan Kualitas Pelayanan ANC. Penelitian sebelumnya didapatkan bahwa semua bidan sudah pernah dilatih tentang pelayanan antanatal antara tahun 1995-1996. Informan mengetahui tujuan dan manfaat dari standar pelayanan antental, yaitu memudahkan pelayanan antental, bekerja sesuai aturan, bekerja sesuai standar, meningkatkan pelayanan dan pelayanan menjadi aman.13 Namun berdasarkan hasil penelitian, tujuh dari delapan informan yang diwawancarai mengaku belum patuh terhadap standar pelayanan antenatal. Hasil pengamatan yang dilakukan pada saat bidan melakukan pelayanan antenatal diperoleh hasil rata-rata keseluruhan 65,85%, masih di bawah standar yaitu 75%.13

Didukung hasil penelitian Ramanidi14 dengan judul Analisis kualitas pelayanan terhadap peningkatan cakupan Antenal Care di Wilayah kerja puskesmas Kabila Kabupaten Bone Balango didapatkan p value sebesar p value 0,00. Kesimpulan dari uji tersebut adalah menunjukkan bahwa ada hubungan antara mutu pelayanan tangible dengan cakupan pelayanan antenatal care.

Buku KIA merupakan alat uuntuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan informasi yang penting bagi ibu, keluarga dan masyarakat mengenai pelayanan, kesehatan ibu dan anak termasuk rujukannya dan paket (standar) pelayanan KIA, gizi, imunisasi dan tumbuh kembang balita.11 Pada penelitian ini kepemilikan buku KIA pada ibu hamil didapatkan hasil yang memiliki buku KIA tapi tidak memafaatkan kualitas pelayanan ANC lebih tinggi (82,4%) dibanding yang memiliki dan memanfaatkan. Padahal salah satu tujuan penggunaan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah untuk meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak.11

Perlu keterlibatan lintas program terkait dalam mengoptimalkan pemanfaatan buku KIA, terutama komitmen petugas Kesehatan dalam penggunaan dan pengisian buku KIA sebagai instrument dalam pemberian KIE dan pencatatan pelayanan Kesehatan ibu dan anak. Selain itu juga dibutuhkan kesadaran para ibu (orang tua) untuk menyimpan dan selalu membawa buku KIA saat melakukan pemeriksaan di fasilitas Kesehatan.

Penelitian sebelumnya mengenai pengetahuan ibu tentang buku KIA di Puskesmas Teluk Belengkong sebanyak 23 orang (65,7%) memiliki pengetahuan yang baik dan 12 orang (34,3%) memiliki pengetahuan kurang. Dari data ini dapat di simpulkan bahwa lebih dari 50% ibu hamil yang memiliki buku KIA sudah memiliki pengetahuan yang baik. Artinya informasi yang terdapat di dalam buku KIA dapat dimengerti oleh ibu dan keluarga.15 Meskipun capaian kepemilikian buku KIA saat ini di Puskesmas Teluk Belengkong sebesar 27% merupakan capaian paling rendah di Kabupaten Indragiri Hilir, tetapi cakupan pengetahuan ibu yang tinggi membuktikan bahwa buku KIA sudah maksimal digunakan dengan dukungan petugas kesehatan dan kesadaran ibu.

Buku KIA bermanfaat sebagai sumber informasi kesehatan ibu hamil dan perawatan anak sampai usia 6 tahun. Bahkan bisa menjadi acuan ibu hamil atau menyusui untuk mempersiapkan kehamilannya di masa yang akan datang untuk anak ke 2 dan seterusnya.15

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penyuluhan 5,1 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan p-value 0,002, dimana ada hubungan antara penyuluhan dengan kualitas pelayanan ANC. Hal ini didukung beberapa referensi yang menyatakan bahwa meningkatkan penyuluhan pada ibu hamil ketika melakukan pelayanan antenatal agar pengetahuan ibu hamil meningkat, dan menekankan bahwa semua kehamilan bisa berisiko sehingga ibu mengerti akan pentingnya melakukan antenatal,

bukan hanya merupakan kegiatan rutin yang dirasakan tidak ada manfaatnya.16 Selain itu kurangnya peran bidan dalam pelaksanaan tugas seperti kurangnya kemampuan, jarangnya penyuluhan kesehatan pada ibu hamil, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam menangani masalah kegawatdaruratan kehamilan dan persalinan, sehingga menyebabkan keterlambatan melakukan rujukan, serta kurang melakukan kolaborasi atau kerjasama dengan klien, keluarga dan dukun bayi.17 Penyuluhan yang baik dan efektif menjadi kunci untuk peningkatan kualitas ANC yang baik.

Hasil analisis multivariat pada penelitian ini bahwa ketersediaan petugas kesehatan 6,6 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan p-value=0,001, dimana hubungan ketersediaan petugas kesehatan dengan kualitas pelayanan ANC.

Dengan tidak dimanfaatkan sarana pelayanan Antenatal dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti ketidakmampuan dalam hal biaya, lokasi pelayanan yang jaraknya terlalu jauh atau petugas kesehatan tidak pernah datang secara berkala.18 Didukung penelitian sebelumnya menyatakan bahwa hubungan interpersonal antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dapat di ketegorikan kurang.19 Meskipun hubungan interpersonal antara petugas kesehatan dengan ibu hamil merupakan yang sederhana namun hal tersebut memegang peranan penting dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan. Hal ini di dukung penelitian lain bahwa hubungan antar manusia yang kurang baik akan mengurangi afektifitas dari kompetensi teknis pelayanan kesehatan.20 Pasien yang di perlakukan kurang baik cenderung akan mengabaikan saran dan nasihat dari petugas kesehatan dan terkadang mereka tidak lagi datang untuk berobat ke tempat tersebut.21

Perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan daya tanggap yaitu dengan memperbaiki prosedur pelayanan (sistemika proses penyerahan berkas dari loket ke poli KIA) dan mempertimbangkan proporsi ketersediaan bidan.22 Sejalan dengan hasil penelitian dari Nuraineu23 menyatakan bahwa dengan ketersediaan petugas kesehatan dan berfungsi dengan baik mempunyai peluang 2,64 kali untuk memberikan pelayanan ANC dengan kualitas yang baik dibandingkan dengan ketersediaan petugas yang kurang. Bahkan ketersediaan petugas ini menjadi salah satu faktor kurangnya kualitas pelayanan ANC, karena tidak semua petugas kesehatan yang kompeten berada pada daerah-daerah terpencil.

Hasil analisis multivariat variabel pelaksanaan kelas ibu hamil diperoleh hasil 20,5 (6,01 -70,3) yang berarti pelaksanaan kelas ibu hamil 20,5 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC dengan p-value 0,000 yaitu adanya hubungan pelaksanaan kelas ibu hamil dengan kualitas pelayanan ANC. Bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur pelayanan ANC (OR=14,1 kali) terhadap kualitas pelayanan ANC. Sejalan dengan hasil penelitian Risneni and Helmi24, secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kehadiran ibu di kelas ibu hamil dengan kualitas pelayanan ANC. Tujuh dari delapan informan

(petugas kesehatan) yang diwawancarai mengaku belum patuh terhadap standar pelayanan antenatal (ANC), ini salah satu faktor ibu menilai faktor prosedur pelayanan ANC OR nya lebih rendah disbanding dengan kelas ibu hamil. Kualitas pelayanan antenatal diharapkan sesuai dengan standar profesi yang baik dengan memberikan pengalaman hamil dan melahirkan yang positif bagi para ibu.

Salah satu program Kementerian Kesehatan yang disebut Kelas Ibu Hamil, menjadi sarana belajar kelompok dalam bentuk tatap muka yang berisi pengayaan pengetahuan ibu beserta praktik mengenai perkembangan kehamilan, perawatan masa nifas, pentingnya ASI eksklusif, kegiatan belajar bersama, diskusi, dan tukar pengalaman mengenai pemberian ASI eksklusif secara menyeluruh dan terjadwal kunjungan ANC.25,11 Tingkat kehadiran ibu hamil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam melaksanakan pelayanan ANC yang sesuai dengan standar.

SIMPULAN

Penelitian ini membuktikan adanya terdapat hubungan yang bermakna antara prosedur pelayanan ANC dengan kualitas pelayanan ANC, prosedur pelayanan ANC 14,1 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC. Prosedur  pelayanan ANC  tersebut didukung oleh

ketersediaan nakes, pemanfaatan buku KIA, penyuluhan rutin dan pelaksanaan kelas ibu hamil. Bahkan pelaksanaan kelas ibu hamil 20,5 kali berisiko terhadap kualitas pelayanan ANC. .

SARAN

Meningkatkan pelaksanaan dan kualitas pelayanan antenatal harus dijalankan, bukan hanya oleh ibu hamil atau nifas tetapi juga kepada petugas kesehatan yang bertanggungjawab atas ibu hamil atau nifas tersebut sesuai dengan standar yang sudah di tetapkan oleh kementerian kesehatan untuk menurunkan angka kematian ibu.

DAFTAR REFERENSI

  • 1.    Liang J, Dai L, Zhu J, Li X, Zeng W, Wang H, et al. 2011. Preventable maternal mortality: Geographic/rural urban differences and associated factors from the populationbased maternal mortality surveillance system in China. BMC Public Health. 11(245).

  • 2.    Marniyati L, Saleh I, Soebyakto Bambang B. 2016. Pelayanan Antenatal Berkualitas dalam Meningkatkan Deteksi Risiko Tinggi pada Ibu Hamil oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sako, Sosial, Sei Baung dan Sei Selincah di Kota Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. 3(1):355-62.

  • 3.    Fagbamigbe AF, Idemudia ES. 2015. Assessment of quality of antenatal care services in Nigeria: evidence from a population-based survey. Reproductive Health,12:88.

  • 4.    Susilawati, Dewi, and Nur Fadjri Nilakesuma. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pencapaian Kepuasan Layanan Masa Nifas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 21.2 (2021): 612-615.

  • 5.    Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar. 2021. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Besar. Jantho.

  • 6.    Yeoh PL, Hornetz K, Ahmad Shauki NI, Dahlui M. 2015. Assessing the Extent of Adherence to the Recommended Antenatal Care Content in Malaysia: Room for Improvement. Plos One, 10(2)

  • 7.    Chaudhury R.H., Determinants of nutrient adequacy for lactating and pregnant mothers in a rural area of Bangladesh, The Bangladesh Development Studies, 1984;12(4):107-122.

  • 8.    Marniyati L, Saleh I, Soebyakto Bambang B. 2016. Pelayanan Antenatal Berkualitas dalam Meningkatkan Deteksi Risiko Tinggi pada Ibu Hamil oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sako, Sosial, Sei Baung dan Sei Selincah di Kota Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. 3(1):355-62.

  • 9.    Susilawati, Dewi, and Nur Fadjri Nilakesuma. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pencapaian Kepuasan Layanan Masa Nifas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 21.2 (2021): 612-615.

  • 10.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

  • 11.    Oktova, Rafika. "Analisis faktor ibu hamil yang berhubungan dengan kunjungan antenatal care di Puskesmas rawat inap karya wanita pekanbaru." Jurnal Medika Usada 2.2 (2019): 16-23.

  • 12.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

  • 13.    Aisyah, Rafika Putri, and Bambang Wahyono. "Mutu Pelayanan Kesehatan  Setelah  Persalinan  Yang

Berhubungan Dengan  Kepuasan Pelayanan Ibu

Nifas." Indonesian Journal of Public Health and Nutrition 1.2 (2021): 282-290.

  • 14.    Eldawati, S. (2015). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas dengan Praktik Perawatan Masa Nifas di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Bulan Januari-Maret 2015. Jurnal: Universitas Diponegoro Fakultas Kesehatan Masyarakat.

  • 15.    Ramadhani, Firdausi. "Analisis kualitas pelayanan terhadap peningkatan cakupan antenatal care oleh bidan di wilayah kerja puskesmas Kabila kabupaten Bone

Bolango." Jurnal     Masyarakat     Epidemiologi

Indonesia 2.2 (2014): 92-97.

  • 16.    Sihole, Apriyanti. "Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Buku KIA dengan Kunjungan K4." Jurnal Kesehatan 11.3 (2020): 329-335.

  • 17.    Patria, Armen, and Gustop Amatiria. "Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal dengan Kelengkapan Ibu Hamil dalam Melakukan Antenatal Care." Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik 14.1 (2018): 108-115.

  • 18.    Trirahayu, Santi (2017). Hubungan Pengetahuan, Sikap, motivasi dan Dukungan Keluarga dengan Kunjungan Ibu Nifas dalam Pemeriksaan Paska Bersalin di Wilayah Kota Semarang Triwulan II Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

  • 19.    Eldawati, S. (2015). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas dengan Praktik Perawatan Masa Nifas di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Bulan Januari-Maret 2015. Jurnal: Universitas Diponegoro Fakultas Kesehatan Masyarakat.

  • 20.    De Onis M., Onyango A., Borghi E., Siyam A., Blössner M. & Lutter C., Worldwide implementation of the WHO child growth standards, Public health nutrition, 2012;15(09):1603-1610.

  • 21.    Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak, Jakarta: EGC; 1995.

  • 22.    Ambarwati, Eny Retna dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.

  • 23.    Anggraeni, Vivin Fitria, Anneke Suparwati, and Ayun Sratmi. "Hubungan Persepsi Ibu Tentang Mutu elayanan Dengan Minat Pemanfaatan Antenatal Care Di Puskesmas Padangsari." Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip) 5.1 (2017): 126-132.

  • 24.    Nuraineu, Yaneu, Milla Herdayati, and Kadar Kuswadi. "Hubungan Sikap dan Motivasi Bidan Desa degan Kualitas Pelayanan Antenatal Care (ANC) Di Kabupaten Lebak Tahun 2017." Journal of Midwifery and Health Research 1.1 (2022): 27-36.

  • 25.    Risneni, R., and Helmi Yenie. "Faktor-Faktor Yang Berhubnan Dengan Kehadiran Ibu Hamil Pada Kelas Iu Di Sau Kecamatan Kabupaten Lampung Selatan." Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik 13.1 (2018): 19-30.

  • 26.    Mansyur, Nurliana. "Buku ajar: Asuhan kebidanan masa nifas." (014).

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i10.P12

77