ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.5,MEI, 2023


DOAJ



DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

Diterima: 12-03-2023 Revisi: 02-05-2023 Accepted: 25-05-2023


KEJADIAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA BERAT:

STUDI EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS NUSA PENIDA I SELAMA 5 TAHUN

I Made Peri Ardiana Kusuma1, I Ketut Apriantara2

1,2UPTD Puskesmas Nusa Penida 1 Klungkung, Indonesia

Korespondensi: I Made Peri Ardiana Kusuma (e-mail: [email protected])

Abstrak

Latar belakang: Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bertanggung jawab dalam upaya kesehatan jiwa melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Nusa Penida (NP) yang merupakan daerah kepulauan termasuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung, memiliki kendala dalam memberikan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (spesialis) terkait kesehatan jiwa karena belum tersedianya sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang memadai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat di wilayah puskesmas NP I sehingga dapat memberikan perkiraan data terkait pelayanan kesehatan jiwa.

Pasien dan Metode: Penelitian observasional retrospektif, single-center dari tahun 2017 hingga 2021 dengan teknik pengambilan sampel non-probability sampling secara konsekutif. Seluruh data dikumpulkan dan dicatat, kemudian diolah dan ditampilkan dalam bentuk proporsi (persentase), jumlah, rerata (simpang baku), dan median (minimum-maksimum).

Hasil: Selama periode penelitian dari tahun 2017 hingga 2021, diperoleh total 105.137 kunjungan pasien, dengan 456 kunjungan (0,43%) merupakan ODGJ dan 370 kunjungan (0,35%) merupakan ODGJ berat. Proporsi ODGJ berat dari ODGJ adalah sebesar 81,1%. Dari total kunjungan ODGJ berat tersebut, terdapat 65 pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan kelompok usia 26-45 tahun memiliki persentase tertinggi (56,7% dan 29,2%). Desa Batununggul yang merupakan wilayah kerja terdekat dengan Puskesmas NP I memiliki jumlah kunjungan pasien ODGJ berat tertinggi.

Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas NP I cukup tinggi dengan mayoritas didiagnosis sebagai skizofrenia paranoid. Sebagian besar kunjungan pasien ODGJ berat berasal dari Desa Batununggul.

Kata kunci: orang dengan gangguan jiwa berat, puskesmas, skizofrenia, nusa penida

ABSTRACT

Background: Public Health Center (PHC) is responsible for carrying mental health effort through promotive, preventive, curative and rehabilitative approach. Nusa Penida (NP), an archipelago area included in the Klungkung Regency, has problems in providing advanced (specialist) level health services related to mental health because infrastructure and human resources are not yet available. The aim of this study is to determine the prevalence and characteristic of people with severe mental disorders (PWSMD) in the NP I PHC area so that it can provide data estimates related to mental health services.

Patients and Methods: This study is a retrospective, single-center observational study from 2017 to 2021 with non-probability sampling technique in a consecutive manner. All data was collected and recorded, then processed and displayed in the form of proportion (percentage), sum, mean (standard deviation), and median (minimum-maximum).

Results: During the study period from 2017 to 2021, a total of 105,137 patient visits were obtained, with 456 visits being PWMD (0.43%) and 370 visits being PWSMD (0.35%). The proportion of PWSMD from PWMD was 81.1%. Sixty five patients were obtained from the total visits of PWSMD with male and the 26-45 year age group had the highest number of percentage (56.7% and 29.2%). Batununggul Village, which is the closest working area to the NP I PHC, has the highest number of PWSMD patient visits.

Conclusion: This study showed that the prevalence of PWSMD in the working area of the NP I Public Health Center was quite high with the majority being diagnosed as paranoid schizophrenia. Most of the patient visits were from Batununggul village.

Keywords: severe mental disorder, public health care, schizophrenia, nusa penida

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut sadar akan kemampuannya sendiri dalam mengatasi stres, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi di komunitasnya.1 Kesehatan jiwa yang baik memungkinkan seseorang untuk menyadari potensinya dan mengatasi tekanan hidup.2 Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang tersebut sebagai manusia.3 Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan pada usia di atas 15 tahun mencapai sekitar 6,1% dari populasi Indonesia. Prevalensi gangguan jiwa berat sebesar 1,8 per 1000 penduduk (total 429.332 kasus) dengan skizofrenia mencapai sekitar 400.000 jiwa atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.4 Proporsi yang mencapai 10% dari jumlah penduduk yang mengalami gangguan ini harus mendapat perhatian karena bersifat rentan terhadap kesehatan jiwa. Data dari WHO juga menyebutkan bahwa beban penyakit akibat gangguan jiwa adalah sekitar 2.463,29 per 100.000 penduduk.5

Masalah yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa memang tidak akan menyebabkan kematian secara langsung namun akan menimbulkan penderitaan fisik dan emosional bagi pasien, keluarga dan masyarakat. Hal yang masih menjadi perhatian dalam penanganan gangguan kesehatan jiwa adalah masih minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga masih banyak penderita yang belum tertangani dengan baik. Disparitas penanganan gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90%, yang berarti kurang dari 10% orang dengan gangguan jiwa yang mendapatkan layanan terapi dari tenaga kesehatan.4

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang harus dipenuhi sesuai dengan prosedur standar minimal. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa dilakukan melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.1 Target pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ berat pada tahun 2024 adalah 100% sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang kesehatan.3

Puskesmas Nusa Penida I (NP I) memiliki wilayah kerja seluas 109 km2 yang terbagi dalam 8 desa dan 38 dusun. Puskesmas NP I juga memberikan pelayanan kesehatan jiwa melalui promosi kesehatan, pelayanan kuratif baik rawat jalan, gawat darurat maupun rawat inap dan pelayanan rujukan.6 Nusa Penida yang merupakan wilayah kepulauan termasuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung, memiliki kendala dalam memberikan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (spesialis) yang berkaitan dengan kesehatan jiwa karena belum tersedianya sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang memadai. Banyak kasus yang seharusnya dapat dirujuk tidak dapat dilayani karena alasan ekonomi dan juga karena tingginya biaya rujukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalens dan karakteristik ODGJ berat di wilayah kerja Puskesmas NP I sehingga dapat memberikan perkiraan data terkait pelayanan kesehatan jiwa.

  • 2.    PASIEN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif, single-center dengan teknik pengambilan sampel non-probability sampling secara konsekutif. Penelitian dilakukan di poliklinik dan IGD Puskesmas NP I pada periode tahun 2017-2021 dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien yang datang berobat. Kriteria inklusi adalah semua pasien yang datang berobat dengan gejala klinis yang diputuskan oleh dokter sebagai ODGJ. Data yang tidak lengkap tidak diikutsertakan.

Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) didefinisikan sebagai orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, yang dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia.3 Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat didefinisikan sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa berat atau psikosis yang ditandai dengan gangguan kemampuan menilai realitas. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses berpikir, kemampuan berpikir, dan perilaku yang aneh, seperti agresif atau katatonik.7 Diagnosis kemudian ditentukan sesuai dengan pedoman diagnostik menggunakan "Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III di Indonesia (PPDGJ III)".8 Domisili didefinisikan sebagai alamat tempat tinggal saat ini yang berpengaruh secara geografis.

Seluruh data dikumpulkan dan dicatat, kemudian diolah dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan program SPSS versi 21 for Windows yang ditampilkan dalam bentuk proporsi (persentase), jumlah, rerata (standar deviasi), dan median (minimum-maksimum).

kejadian orang dengan gangguan jiwa berat: STUDI EPIDEMIOLOGI,..

  • 3.    HASIL

Selama periode penelitian dari tahun 2017 hingga 2021, diperoleh total 105.137 kunjungan pasien, dengan 456 kunjungan (0,43%) merupakan ODGJ dan 370 kunjungan (0,35%) merupakan ODGJ berat. Proporsi ODGJ berat dari

ODGJ adalah 81,1%. Total kunjungan ODGJ dan ODGJ berat per tahun ditunjukkan pada Gambar 1. Prevalens ODGJ berat tiap tahun ditunjukkan pada Gambar 2. Tampak bahwa prevalens berfluktuasi setiap tahun dengan pola terjadinya peningkatan jumlah.

Penderita gangguan jiwa berat yang datang berobat ke Puskesmas NP I ditemukan terjadi secara berulang pada pasien

ODGJ ODGJ berat


Gambar 1. Jumlah kasus gangguan jiwa per tahun di Puskesmas NP I.

0

2017

2018            2019            2020            2021


Gambar 2. Prevalens ODGJ berat per tahun di Puskesmas NP I.

yang sama sehingga dilakukan pencatatan data untuk setiap pasien dan ditampilkan pada Gambar 3. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang baru terdiagnosis lebih

sering terjadi pada tahun 2018, sedangkan pasien kontrol cenderung berfluktuasi setiap tahunnya.

25


20

15

10

5

0

Gambar 3. Jumlah kunjungan pasien ODGJ berat per tahun.

Selama periode penelitian, dari 370 kunjungan pasien ODGJ berat, terdapat 65 pasien yang datang ke Puskesmas NP1 baik sebagai pasien baru maupun pasien kontrol berulang. Sebanyak 65 pasien tersebut kemudian dianalisis terkait karakteristik demografi, diagnosis dan gejala yang menyertainya. Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki

(56,7%) dengan rerata usia 38,74 (11,73) tahun dan rentang usia 14 hingga 80 tahun. Laki-laki memiliki rerata usia 40,16 (10,91) tahun dengan median usia 40 (rentang, 1760) tahun sedangkan perempuan memiliki rerata usia 36,86 (12,68) tahun dan median usia 37,5 (rentang, 14-80) tahun. Karakteristik pasien ditunjukkan pada Tabel 1.


Tabel 1. Karakteristik demografi ODGJ berat

Karakteristik

N (%), Total = 65

Kelompok usia

Remaja (12-25 tahun)

8 (12,3)

Early adulthood (26-35 tahun)

19 (29,2)

Late adulthood (36-45 tahun)

19 (29,2)

Early elderly (46-55 tahun)

13 (20)

Late elderly (56-65 tahun)

5 (7,7)

Elderly > 65 tahun

1 (1,5)

Diagnosis

Skizofrenia Paranoid

54 (83,1)

Skizofrenia Hebefrenik

10 (15,4)

Skizofrenia Unspecified

1 (1,5)

Gejala Penyerta

Delusi

38 (58,5)

Ilusi

3 (4,6)

Halusinasi

19 (29,3)

Gejala negatif

27 (41,5)

Krisis delirium

14 (21,5)

Giggling

8 (12,3)

Rambling

9 (13,8)

Raptus

15 (23,1)

Fugue

4 (6,2)

Unit Pelayanan

Poliklinik

55 (84,6)

Instalasi gawat darurat (IGD)

10 (15,4)

Puskesmas NP I mencakup 8 desa sebagai wilayah kerja dengan distribusi geografis pasien yang ditunjukkan pada Gambar 4. Desa Batununggul yang merupakan wilayah

kerja terdekat dengan Puskesmas NP I memiliki jumlah kunjungan pasien ODGJ berat tertinggi.

KEJADIAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA BERAT: STUDI EPIDEMIOLOGI,..


PEMBAHASAN

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Peran tenaga kesehatan dalam penanganan ODGJ terbagi menjadi beberapa aspek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2016 yang terdiri dari tindakan preventif, edukatif, dan evaluasi di mana pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ diberikan oleh perawat dan dokter di wilayah kerjanya.9 Puskesmas NP I juga melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa yang dibagi menjadi dua jenis kegiatan yaitu: 1) kegiatan di dalam ruangan (meliputi pengobatan dan konsultasi) dan 2) kegiatan di luar ruangan (meliputi deteksi dini gangguan jiwa, pendampingan ODGJ dan NAPZA, serta rujukan pasien). Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dan dievaluasi secara berkala oleh pemegang program.6

Bali merupakan Provinsi dengan jumlah tertinggi anggota rumah tangga yang menderita skizofrenia/psikosi (11,1%) dengan Kabupaten Klungkung memiliki prevalensi tertinggi ketiga setelah Kabupaten Gianyar dan Badung.4,10 Prevalens ODGJ berat pada penelitian ini ditemukan sebesar 0,35% dengan pola per tahun yang menunjukkan adanya peningkatan. Kasus ODGJ berat pada penelitian ini didominasi oleh kasus skizofrenia (100%). Data nasional juga menunjukkan bahwa kasus ODGJ berat adalah 1,8 per 1000 penduduk.4

Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi proses berpikir yang khas, terkadang memiliki perasaan bahwa dirinya dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya, waham yang terkadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terintegrasi dengan keadaan nyata.11 Diagnosis yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah skizofrenia paranoid dengan waham dan gejala negatif sebagai gejala penyerta yang dominan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering terjadi dengan hampir 1% populasi dunia menderita skizofrenia selama hidupnya dengan skizofrenia

paranoid sebagai jenis yang paling sering terjadi (40,8%).11,12

Kelompok usia terbanyak pada penelitian ini adalah dewasa dengan rentang usia 26-45 tahun.13 Onset biasanya terjadi pada rentang usia 15-25 tahun pada laki-laki dan usia 25-35 tahun pada perempuan.11 Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlina, dkk (2007) yang menemukan bahwa mayoritas kelompok usia 25-35 tahun (81,3%) menderita skizofrenia, namun lokasi penelitian dilakukan di rumah sakit jiwa.14 Penelitian ini tidak menjelaskan kelompok usia sebagai onset gejala melainkan usia saat pasien datang berobat ke puskesmas NP I. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda.11

Letak geografis rumah pasien yang jauh masih menjadi kendala dalam mendapatkan pengobatan sehingga dapat menyebabkan keterlambatan dan penghentian pengobatan. Puskesmas NP I yang secara geografis berada di wilayah kepulauan memiliki kendala tersendiri dalam mengakses layanan kesehatan jiwa tersier/lanjutan. Berdasarkan sebaran daerah asal kunjungan ODGJ berat, ditemukan mayoritas berasal dari Desa Batununggul yang memiliki akses terdekat untuk berobat ke Puskesmas NP I. Desa Sekartaji yang memiliki akses terjauh dari Puskesmas NP I memiliki persentase kunjungan yang lebih rendah. Meskipun terkendala jarak akses, layanan pengobatan dan pendampingan rutin sesuai dengan program kesehatan jiwa tetap diterapkan oleh Puskesmas NP I. Data Riskesdas Nasional tahun 2018 menyatakan bahwa prevalens skizofrenia/psikosis berdasarkan tempat tinggal lebih banyak terjadi di perdesaan dibandingkan perkotaan (7% vs 6,4%).4 Data Riskesdas Provinsi Bali tahun 2018 juga menyatakan bahwa prevalens gangguan psikotik/ skizofrenia lebih banyak terjadi di perdesaan (14,6% vs 9,4%).10 Meskipun lokasi Puskesmas NP I berada di daerah perkotaan, namun secara geografis merupakan daerah perdesaan yang berbentuk kepulauan dan masuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung. Perbedaan hasil terkait jarak akses ke Puskesmas juga disebabkan oleh petugas

kesehatan yang berperan aktif dalam melaksanakan program kesehatan jiwa dengan melakukan kunjungan rutin untuk memantau perkembangan pasien, memberikan edukasi dan motivasi kepada keluarga pasien.6

Penelitian ini menggambarkan situasi terkait kunjungan pasien ODGJ berat yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas NP I. Penelitian ini tidak menjelaskan mengenai faktor risiko, kepatuhan berobat dan dukungan serta stigma dari keluarga dan masyarakat terhadap ODGJ. Penelitian ini juga tidak dapat menjelaskan kejadian beberapa pasien yang lost to follow up terkait masalah pencatatan di register sehingga kedepannya diharapkan penelitian ini dapat memperbaiki pelaksanaan program kesehatan jiwa yang dilakukan oleh Puskesmas NP I agar lebih terstruktur dan komprehensif. Penelitian ini hanya menampilkan data dari 1 wilayah kerja puskesmas, sehingga tidak dapat menggambarkan kondisi kejadian ODGJ berat secara keseluruhan di wilayah Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Penelitian lanjutan yang melibatkan data dari wilayah kerja puskesmas lainnya perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh kejadian ODGJ berat di kecamatan Nusa Penida.

  • 5.    SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalens ODGJ berat di wilayah kerja Puskesmas NP I cukup tinggi dengan mayoritas didiagnosis sebagai skizofrenia paranoid. Mayoritas kunjungan pasien berasal dari Desa Batununggul.

  • 3.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penyelenggaraan kesehatan jiwa di fasilitas tingkat pertama. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA. 2020.

  • 4.    Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018.

  • 5.    World Health Organization. Depression and other common mental disorders: Global health estimates. Geneva: World Health Organization. 2017.

  • 6.    Pemerintah Kabupaten Klungkung. Keputusan Kepala UPTD Pusat Kesehatan Masyarakat Nusa Penida I Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Batununggul: Kepala UPTD Pusat Kesehatan Masyarakat Nusa Penida I. 2022.

  • 7.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:   Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. 2013.

  • 8.    Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Cetakan Pertama. 1993.

  • 9.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan. 2016.

  • 10.    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Provinsi Bali Riskesdas 2018. Jakarta: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2018.

  • 11.    Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-3. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.

  • 12.    Zahnia S, Sumekar DW. Kajian epidemiologis skizofrenia. Majority. 2016;5(5):160-166.

  • 13.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Klasifikasi Umur Menurut Kategori. Jakarta: Ditjen Yankes. 2009.

  • 14.    Erlina, Soewadi, Pramono D. Determinan terhadap timbulnya skizofrenia pada pasien rawat jala di rumah sakit jiwa Prof. HB Saanin Padang Sumatera Barat. Berita Kedokteran Masyarakat. 2010;26(2):71-80

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i6.P13

76