LAPORAN KASUS: HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Sagung Desy Kristiyani

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar- Bali.

ABSTRAK

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 15 % dari penyulit kehamilan dan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.Hipertensi ini dapat berupa Hipertensi Kronis, Hipertensi Gestational maupun berkembang lebih jauh menjadi Preeklampsia maupun Eklampsia.Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinanmasih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.Laporan kasus ini membahas tentang Preeklampsia Berat dengan Impending Eklampsi pada seorang ibu hamil berusia 28 tahun, pemeriksaan penunjang urinalis menunjukkan adanya protein dan keton dalam urin, dari pemeriksaan kimia darah juga didapatkan peningkatan enzim hepar dan Laktat dehidrogenase. Pada pasien ini dilakukan penanganan berupa terminasi kehamilan dengan Seksio Caesarea Cito. Kata Kunci:Hipertensi, Kehamilan, Hipertensi dalam kehamilan.

A CASE REPORT: HYPERTENSION IN PREGNANCY

ABSTRACT

Hypertension in pregnancy is 15 percent of the comorbid of pregnancy and one of the three highest causes of maternal mortality and morbidity in childbirth. This can be either Chronic Hypertension, Gestational Hypertension,and developed further into Preeclampsia or Eclampsia. In Indonesia, the mortality and morbidity of hypertension in pregnancy is also still quite high. This is caused not only by the etiology that is stillunclear, but also by childbirth care that is still handled by non-medical officers and referral system which has not been perfect. This case report discusses about Severe Preeclampsia with Impending Eclampsiaon a 28 years old pregnant woman, supporting urinalysis examination showed protein and ketones in the urine, blood chemistry examination also obtained an increase of the liver enzyme and lactate dehydrogenase . In these patients is done handling a termination of pregnancy by Sectio Caesarea method.

Keywords:Hypertension, Pregnancy, Hypertension in pregnancy

PENDAHULUAN

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi

organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. 1 Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering

dijumpai dan termasuk dalam tiga trias kematian bersama perdarahan dan infeksi.2 Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan kelahiran hidup dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman.

Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 – 6 % dari ibu hamil nulipara yang sehat.Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 – 18 %.Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %.Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal.4,5 Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan .2 multigravida.

Mortalitas maternal pada preeklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari preeklamsia

seperti eklampsia hingga perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan edema pulmonal dan aspirasi.Mortalitas perinatal pada preeklamsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intrauterin dan prematuritas, asfiksia terjadi karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter akibat vasospasme arteriole spiralis. Pada hipertensi yang kronis pertumbuhan janin akan terganggu, dan pada hipertensi yang lebih singkat akan menyebabkan kegawatan janin sampai terjadinya kematian janin2,3

ILUSTRASI KASUS

Pasien perempuan hamil, 28 tahun, suku Bali datang ke IRD KEBIDANAN RSUP Sanglah Denpasar dalam keadaan sadar dengan keluhan utama pandangan kabur yang dirasakan sejak pukul 14.00 (8/11/13), pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati, sakit kepala, serta kakinya membengkak . Belum ada nyeri perut hilang-timbul, belum ada keluar air dari vagina, gerak anak aktif dan baik. Riwayat Penyakit Sebelumnya : Pasien tidak teratur kontrol kandungan ke Rumah Sakit dan tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya , serta tidak terdapat riwayat penyakit sistemik

sebelumnya, Hipertensi baru diketahui pada tanggal 8 November 2013. riwayat persalinan yaitu : kehamilan pertama tahun 2011, aterm, sectio caesaria, laki-laki, 1495 gram, kehamilan kedua adalah hamil ini.

Diagnosis dibidang Obsgyn yaitu G2P1010, 36-37 Minggu T/H, LMR (bekas Sectio 1 kali) + Suspect Intrauterine Growth Retardation + Preeklamsi Berat impending Eklampsia, penatalaksanaan dari bidang Obsgyn yaitu Sectio Caesarea. Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan berat badan 65 kg, tinggi badan tidak diketahui, dari sistem saraf pusat didapatkan kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) E4V5M6 (compos mentis), dengan pupil isokor 3 mm/ 3mm dengan refleks pupil yang positif dikedua mata, pada sistem respirasi didapatkan laju pernafasan 18 kali per menit dengan jenis vesikuler pada kedua lapangan paru, tanpa rhonki dan tanpa wheezing, dari sistem kardiovaskular didapatkan tekanan 170/120 mmHg, dengan denyut nadi 86 kali per menit, dengan S1S2 tunggal reguler tanpa murmur, dari sistem gastrointestinal, tinggi fundus uteri 32 cm

sesuai dengan umur kehamilan saat ini, bising usus normal dengan Denyut Jantung Janin (DJJ) 124 kali/menit, sistem urogenital terpasang dower catheter, dengan produksi urine 200 cc per 3 jam, dan pada sistem muskuloskletal didapatkan fleksi/defleksi leher normal, mallampati II, celah interspinosum teraba.

Pada pemeriksaan penunjang EKG yang dilakukan pada tanggal 8 November 2012, didapatkan denyut nadi 82 kali per menit, dengan axis normal tanpa perubahan segmen ST-T, pada pemeriksaan urine lengkap yang dilakukan pada hari yang sama, dijumpai peningkatan leukosit, dengan nitrite postif, dengan protein (+4), glukosa keton (+5), eritrosit 250,00, dan berat jenis yang meningkat yaitu 1,025 pada pemeriksaan makrosopis, warna coklat dan pada sedimen urine dijempai banyak leukosit, dan banyak eritrosit. Dari pemeriksaan kimia darah dijumpai peningkatan serum LDH yaitu 1017,00 u/L, sedangkan SGOT 166,8 U/L, SGPT 313,4 U/L, BUN 28 mg/dL, Creatinin 1,94 mg/dL, GDS 139 mg/dL, dari pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan pada tanggal 8 November 2013 didapatkan WBC 22,7 x 3

103/ μL, RBC 4,18 x 106/ μL, HGB 14,9 g/ μL, HCT 43,30%, PLT 191,10 x 103/ μL, kontrol PT 14,3, INR 1,28 , APTT 58,30 detik. Dari pemeriksaan AGD dan foto polos dada tidak dijumpai adanya kelainan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan evaluasi pra anastesi yaitu dengan status fisik ASA IIIE.

Selanjutnya dilakukan persiapan pra anastesi di IRD Kebidanan sebelum operasi berupa memasang Intravenous line dengan cairan Ringer Lactate yang mengandung Dextrose 5% 28 tetes per menit. Oleh dokter Obsgyn diberikan terapi MgSO4 20% sebanyak 4 gram secara intramuskular, kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gram intramuskular pada bokong kiri dan 5 gram intramuskular pada bokong kanan, diberikan Nifedipine 10 mg per oral, dipasang foley chateter, serta dilakukan skin test Ampicillin. Selain itu dilakukan juga persiapan psikis dengan memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai tindakan anestesi dan pembedahan yang akan dilakukan serta persiapan fisik berupa puasa sebelum operasi dan melepaskan segala macam aksesoris dan tidak lupa membuat surat persetujuan tindakan medis.

Dikamar operasi dilakuakn persiapan mesin anastesi dengan sistem aliran gasnya dan sistem monitor, persiapan STATICS, persiapan obat-obatan dan alat anastesi yang akan digunakan, persiapan obat dan alat resusistasi, mempersiapkan penderita diatas meja operasi, , memasang alat pantau tekanan darah, EKG, dan pulse oxymeter, dan menyiapkan kartu catatan medik anastesi. Dari pengelolaan anastesi, jenis anastesi yang digunakan adalah anastesi umum dengan pipa orotrakea, diberikan premedikasi Midazolam 2,5 mg, dengan co-induksi fentanyl 200 mcg, induksi dengan propofol 60 mg, dilakukan fasilitasi intubasi dengan vecuronium 6 mg dan dilakukan maintenance dengan  O2,

compressed air, sevofluran 0,4% volume, fentanyl 0,5 mcg/kg/menit, propofol 100 mcg/kg/menit dan vecuronium intermitten. Medikasi lain yang juga diberikan adalah oxytocin 10 IU, farmadol 1 gram, asam tranexamat 1 gram, Sulfas Atropin 0,5 mg dan Neostigmin 1,5 mg. Untuk respirasi dilakukan dengan nafas kendali dengan menggunakan pipa endotrakea nomor 6,5 dengan level dibibir adalah 25, infus ada 4

ditangan kanan dengan ukuran G20 posisi saat dioperasi adalah supine ( tilt kiri ), lama operasi dilakukan dalam waktu 60 menit, dan pada pukul 22.25 WITA lahir bayi perempuan langsung menangis dengan AS 8-9, keadaan akhir pembedahan yaitu tekanan darah 127/80 mmHg, dengan denyut nadi 84 kali per menit, dan saturasi oksigen 99%.

Rekapitulasi cairan untuk kebutuhan cairan basal yaitu 95 cc per jam, dengan sequester 520 cc, dengan perkiraan volume darah 4225 cc, dengan allowed blood lost (ABL) adalah 845 cc, dengan kebutuhan cairan selama operasi dalam 1 jam pertama adalah 615 cc, cairan yang dimasukkan adalah koloid HES sebanyak 500 cc dengan jumlah pendarahan selama operasi yaitu lebih kurang 500 cc. Dari hasil pemantauan pasca anastesi, ALDRETTE score dari kamar operasi ke ruang terapi intensif masih dalam pengaruh obat, terpasang infuse ditangan kanan, dan bila kesakitan berikan drip fentanyl 300 mcg/24 jam dalam normal saline 500 cc intravena, bila muntah berikan ondancentron 4 mg secara intravena, diberikan pula injeksi antibiotik post-operasi dan MgSO4 sesuai

protap Obsgyn infus NaCl 0,9% untuk maintenance, serta kontrol tanda-tanda vital pasien seperti kesadaran, tekanan darah , denyut nadi, dan respirasi setiap lima menit selama dalam pengaruh anastesi sampai pasien sadar

DISKUSI

Pada pasien 28 tahun ini dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status janin, serta pemeriksaan penunjang.Kemudian berdasarkan data ini ditegakkan diagnosis preeclampsia berat dengan impending eklampsia.Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan dengan pemasangan infus RL yang ditambah dengan dekstrosa 5% sebanyak 28 tetes per menit dan dilakukan pengambilan darah untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah darah lengkap, hematologi (PPT, APTT, dan INR), dan kimia darah, Pada pasien ini juga dipasang foley catheter untuk sample pemeriksaan urinalisis. 5

Selain dipasang infus, pada pasien ini diberikan terapi MgSO4 20% 4 gram dalam aquabidest 50 cc secara intramuskular, kemudian dilanjutkan

dengan MgSO4 40% 5 gram secara intramuskular pada bokong kiri dan 5 gram secara intramuskular pada bokong kanan. Selain itu diberikan juga Nifedipine 10 mg peroral. Serta diusulkan untuk terminasi kehamilan dengan Sectio cesarea Cito. Selain itu karena pasien akan menjalani operasi sectio cesareadilakukan penilaian status ASA. Status ASA yang didapatkan pada pasien ini adalah ASA III.6,7

Monitoring yang dilakukan pada pasien ini meliputi: tanda vital, tanda-tanda intoksikasi MgSO4, dan produksi urin.Berdasarkan referensi, pada pasien dengan preeklampsia berat denganimpending eklampsia dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi: keseimbangan cairan tubuh, status hemodinamik, koagulasi, fungsi ginjal, fungsi respirasi, fungsi hepar. Penting untuk dilakukan pemeriksaan status janin.Sistem koagulasi dipantau melalui pemeriksaan Bleeding Time (BT), Platelet Count, Partial Prothrombin Time (PPT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Fungsi ginjal dipantau melalui pemeriksaan fungsi ginjal berupa

Blood Urea Nitrogen (BUN) dan Serum Creatinine (SC) serta melalui monitoring dari serial urine output.Fungsi hepar dipantau malalui pemeriksaan klinis adanya nyeri epigastrium dan subkostal, serta tes fungsi hepar.7,8

Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus preeklampsia berat adalah dengan pemasangan infus RL dengan dekstrosa 5% sebanyak 60 – 125 cc/jam.Selain pemasangan infus dengan komposisi tersebut diberikan terapi MgSO4 20% 4 gram secara intramuskular sebagai loading-dose. Untuk maintenance-dose diberikan MgSO4 40% 5 gram secara intramuskular pada bokong kiri dan 5 gram secara intramuskular pada bokong kanan.6,9

Pemberian antihipertensi mulai diberikan jika tekanan darah sistolik/diastolik > 160/ll0 mmHg dan MAP > 125 mmHg. Jika tekanan darah Bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg atau diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi satu ampul Clonidin yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula disuntikkan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian tekanan darah diukur, bila

belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena. dalam 5 menit sampai tekanan darah diastole normal, dilanjutkan dengan Nifedipin 3x10 mg. Jika tekanan darah sistolik kurang dari 180 mmHg atau tekanan darah diastolik kurang dari 110 mmHg diberikan Nifedipin 3x10 mg.6,9

Penggunaan foley catheter diperlukan untuk mengontrol pengeluaran cairan.6 Tujuan penggunaan foley catheter adalah untuk mengevaluasi balance cairan.Pada saat di ruang operasi, identitas pasien dicek ulang dan dilakukan pemeriksaan ulang surat persetujuan tindakan. Kondisi tanda vital pasien dilakukan evaluasi ulang dan diberikan premedikasi dengan midazolam 2,5 mg. 5,7Pada pasien ini dipilih metode anestesi berupa general anesthesia dengan pipa endotrakea. Medikasi yang dipakai selama section cesareaadalah dengan Midazolam 2,5 mg, Fentanyl 200 mg, Vecuronium 6 mg, Propofol 60 mg, Sulfa Atropin 0,5 mg, dan Neostigmin 1,5 7 mg.7

Metode anestesi dengan anestesi umum dipilih karena pada pemeriksaan laboratorium hematologi klinik

ditemukan pemanjangan APTT, yang merupakan salah satu tanda adanya koagulopati pada pasien ini. Epidural analgesia dipilih pada kondisi tidak terdapat kondisi berupa koagulopati, abrupsi plasenta, fetal distress yang berat, atau kesulitan untuk melakukan anestesi umum melalui intubasi yang tidak terantisipasi sebelumnya, atau terdapat hipovolemia pada pasien.6,8

Spinal analgesia juga menimbulkan hipotensi yang terjadi tidak mampu ditoleransi oleh fetus, serta hipotensi ini tidak dapat dicegah, baik itu dengan ekspansi volume atau pemberian ephedrine secara propilaksis, karena pada pasien dengan preeklamsia berat terjadi constricted intravascular volume. Anestesi umum direkomendasikan pada preeclampsia berat yang akan menjalani prosedur pembedahan yang bersifat emergency dan memiliki koagulopati.8-9

Setelah pembedahan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Di ruang pemulihan, kesadaran dan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respiratory rate, temperature, dan nyeri) pasien dievaluasi setiap lima menit, serta dilakukan observasi terhadap produksi

urin dan balance cairan 24 jam. Saat di ruangan pasien diberi infus cairan kristaloid, antibiotika, analgesik berupa Fentanyl 300 mcg/24 jam dalam Normal Salin 50 cc intravena 2,1 cc/jam. Pasien diperbolehkan minum setelah pasien sadar baik.Pada pasien diberikan MgSO4 sesuai dengan protap obgyn RSUP Sanglah.8

Berdasarkan referensi, setelah operasi pasien dirawat di Post Anestesia Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) selama 1-2 jam dan selanjutnya dilakukan monitoring selama 24 jam dengan prinsip penanganan postpartum di HCU. Penanganan postpartum di HCU meliputi: pemberian analgesia dengan pemberian opioid secara epidural atau intratekal, atau dapat diberikan dengan teknik drip analgetika opioid dan NSAID, monitor balance cairan 24 jam, pemberian MgSO4 sampai 24 jam post operasi untuk mencegah kejang post partum, pemberian antihipertensi untuk menghindari rebound hypertension.5,6

Yang berbeda dengan referensi pada tatalaksana postoperatif terhadap pasien ini adalah pemberian antibiotic intravena pasca operasi. Hal ini

dikarenakan bahwa di negara berkembang seperti Indonesia belum bisa melakukan operasi yang benar- benar steril dan bebas dari bakteri. Oleh karena itu diberikan antibiotik pasca operasi sebagai profilaksis.8

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wikjnosastro, Saiffudin A.B, Rachimidhiani, T. (2009). Ilmu Kebidanan ed.4, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

  • 2.    Leveno KJ, et al. Hypertensive disorders in pregnancy. In:.Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2010 : p. 761-808

  • 3.    Lim KH. 2010. Human Cytothropoblast Differentiation Is Abnormal In Preeclampsia. Am J Pathol. 2010 Dec:151 (6): 180918

  • 4.    George EM. 2011. Endothelin: key mediator of hypertension in preeclampsia.

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21 67770

  • 5.    Wibowo, B; Alaydrus, T. Pre-eklamsia dan eklamsia. Dalam:

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2009 : hal. 281 – 301.

  • 6.    Tsen LC. Anesthesia for Obstetric Care and Gynecologic Surgery. Dalam: Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM, editor. Anesthesiology. New York: McGraw-Hill; 2008: p. 1488

  • 7.    Kapoor R, Min JC, Leffert L. Anesthesia for Obstetrics and Gynecologic. Dalam: Dunn PF, editor. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital. Boston: Lippincott William and Willkins; 2009: hal. 553 – 555.

  • 8. Jayakusuma,    AAN.    2009.

Manajemen     risiko     pada

preeklampsia (Upaya menurunkan kejadian preeklampsia dengan pendekatan   berbasis   risiko).

Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah

9. Mallidi J, Penumetsa S, Lotfi A.


2013. Management of Hipertensive Emergencies. J

Hypertens. 2(2):1 – 6

9