TINGKAT KEPARAHAN GEJALA AWAL DAN USIA ADALAH PREDIKTOR LUARAN BURUK BELL’S PALSY PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI FISIK DAN REHABILITASI MEDIS
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.6,JUNI, 2023
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima: 12-03-2023 Revisi: 02-05-2023 Accepted: 25-05-2023
GEJALA AWAL YANG LEBIH BERAT DAN USIA LEBIH TUA ADALAH PREDIKTOR LUARAN BURUK BELL’S PALSY PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI FISIK DAN REHABILITASI
I Nengah Wiadi1, Ni Luh Putu Larasati Prabawaning Tyas2, Cok Gde Prema Kurnia Baswara1, Cok Gde Dalem Kurniawan1, Ni Made Yuli Artini1
1RSUD Bangli
2Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Bell’s palsy merupakan penyakit yang ditandai dengan parese cranial nerve (CN) VII perifer yang bersifat idiopatik. Terapi fisik merupakan salah satu modalitas terapi non farmakologi yang terbukti efektif. Degenerasi akibat penuaan dan keparahan gejala awal merupakan prediktor luaran buruk penyakit ini. Penelitian ini merupakan penelitian analisis observasional untuk mengetahui usia dan tingkat keparahan gejala awal terhadap luaran penyakit. Luaran penyakit diukur berdasarkan tingkat remisi yang didefinisikan sebagai House Brackmann (HB) grade I. Analisis dilakukan dengan metode analysis survival (Kaplan-Meier) dengan SPSS IBM 22. Sebanyak 42 subyek dianalisis pada penelitian ini. Rerata usia adalah 41,5 ± 17,6 tahun dan sebanyak 54,8% adalah pria. Rerata mulai kunjungan terapi fisik dan rehabilitasi sejak onset penyakit adalah 13 ± 15,6 hari dan rerata frekuensi terapi adalah 13,7 ± 10,8 kali. Gejala penyerta yang paling sering muncul adalah mata kering (23,8%) dan gangguan pengecap (38,1%) dan sebanyak 69% mengalami remisi komplit (HB grade I). Analisis survival menunjukan Bell’s Palsy HB grade IV-VI memiliki luaran yang lebih buruk (p=0,003). Demikian juga usia >42 tahun merupakan faktor prediktor luaran buruk Bell’s Palsy (p=0,028). Dengan demikian disimpulkan bahwa gejala awal yang lebih berat dan usia yang lebih tua merupakan prediktor buruk luaran Bell’s Palsy.
Kata kunci : Bell’s palsy, Tingkat keparahan, Usia
ABSTRACT
Bell's palsy is a disease characterized by peripheral Cranial Nerve (CN) VII paresis that is idiopathic. Physical therapy is a non-pharmacological therapy modality that has been proven effective. Degeneration due to aging and the severity of early symptoms are predictors of poor disease outcome. This study is an observational analytical study to determine the age and severity of initial symptoms on the outcome of the disease. The disease outcome was measured based on the remission rate which was defined as House Brackmann (HB) grade I. Analysis was performed using the analysis survival method (Kaplan-Meier) with SPSS IBM 22. A total of 42 subjects were analyzed in this study. The mean age was 41.5 ± 17.6 years and 54.8% were men. The average start of physical therapy and rehabilitation visits since the onset of the disease was 13 ± 15.6 days and the mean frequency of therapy was 13.7 ± 10.8 times. The most common accompanying symptoms were dry eyes (23.8%) and taste disturbances (38.1%) and 69% experienced complete remission (HB grade I). Survival analysis showed that Bell's Palsy HB grade IV-VI had a worse outcome (p=0.003). Likewise, age >42 years is a predictor factor for poor Bell's Palsy outcomes (p=0.028). Thus it was concluded that more severe initial symptoms and older age were poor predictors of Bell's palsy outcomes.
Keywords: Bell's palsy, Severity, Age
PENDAHULUAN
Bell’s Palsy adalah penyakit idiopatik yang ditandai dengan paralisis saraf kranial (cranial nerve (CN)) VII perifer yang terjadi secara unilateral dan onset cepat. Penyakit ini ditegakan secara ekslusi berdasarkan temuan klinis. Meskipun beberapa data menunjukan hubungan antara infeksi virus herpes simplex, varicella-zoster, dan Epstein-Barr dengan penyakit ini, namun etiologi dan mekanisme Bell’s Palsy masih belum jelas. Penyebab yang belum jelas ini menjadi tantangan dalam penatalaksanaan penyakit ini.1-4
Insiden tahunan penyakit ini adalah 15 sampai 20 per 100.000. Risiko terkena Bell’s Palsy seumur hidup adalah 1 dari 60. Namun angka kesembuhan cukup baik bahkan sampai 70% meskipun tanpa pengobatan. Angka kekambuhan mencapai 8% sampai 12%. Usia rerata onset penyakit ini adalah 40 tahun. Beberapa faktor risiko sekaligus sebagai prediktor buruk Bell’s Palsy termasuk diantaranya diabetes, kehamilan, preeklampsia, obesitas, dan hipertensi.5,6
Selain faktor diatas tingkat keparahan gejala awal dan usia saat onset penyakit mungkin menentukan prognosis pasien. Penelitian menunjukan remisi sampai House Brackmann (HB) grade I semakin kecil seiring dengan peningkatan keparahan gejala saat onset penyakit.7 Usia yang lebih tua juga memperburuk luaran Bell’s Palsy.8 Faktor penyakit (tingkat keparahan) dan usia ini penting untuk merencanakan keputusan klinis dan kumonikasi-informasi-edukasi dengan pasien.
Secara farmakologi, kortikosteroid merupakan regimen terapi utama penyakit ini. Terapi non-farmakologi dengan terapi facial exercise juga terbukti memperbaiki luaran klinis.9 Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini meneliti pengaruh tingkat keparahan penyakit dan usia terhadap luaran Bell’s Palsy pada pasien yang diberikan terapi fisik dan rehabilitasi.
METODE
Penelitian adalah penelitian analitik observasional yang dilakukan di RSUD Bangli selama tahun 2022. Kiteria inklusi penelitian adalah semua pasien yang terdiagnosis Bell’s Palsy yang menjalani terapi fisik dan rehabilitasi di RSUD Bangli. Terapi yang diberikan adalah Infra Red, Electrical Stimulation (ES) dan facial exercise. Sedangkan kriteria eksklusi berupa: defisit neurologi lain (selain defisit CN VII perifer), Bell’s Palsy residif dan riwayat kejang. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara total sampling yaitu semua pasien yang menjalani terapi fisik dan rehabilitasi selama tahun 2022.
Diagnosis Bell’s Palsy ditegakan oleh Spesialis Saraf dan dan Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Kategori grade awal Bell’s Palsy adalah tingkat keparahan gejala awal berdasarkan klasifikasi House Brackmann (HB) (I-VI). Grade awal tersebut kemudian dibagi menjadi dua yaitu (1) grade IV-VI dan (2) grade II-III. Usia merupakan
selisih antara tanggal lahir dan tanggal saat dilakukan penelitian yang dibulatkan dalam tahun. Usia kemudian dikelompokan menjadi dua yaitu (1) ≤ median dan (2) > median. Luaran yang diukur adalah tingkat remisi pasien yaitu remisi komplit (HB grade I) atau remisi inkomplit/non-remisi (>HB grade I) . Sedangkan jumlah kunjungan adalah frekuensi pasien menjalani terapi fisik dan rehabilitasi di RSUD Bangli. Data variabel-variabel tersebut diambil dari data sekunder (rekam medis) pasien.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS IBM 22. Data numerik yang terdistribusi normal dinyatakan dalam rerata ± Simpangan Baku (SB). Sedangkan data nomina dinyatakan dalam frekuensi dan persentase. Anlysis survival menggunakan metode Kapplan-Meier untuk menilai luaran pasien menurut jumlah kunjungan (frekuensi terapi). Hasil analisis diaggap signifikan bila nilai p<0,05.
Penelitian ini memperoleh izin kelaikan etik (Ethical Clearance) dari Komite Etik Penelitian Klinis Rumah Sakit Umum Daerah Bangli (RSUD Bangli) nomor 445/1571/RSUD/VI/2023.
HASIL
Sebanyak 42 subyek didapatkan pada penelitian ini. Rerata usia adalah 41,5 ± 17,6 tahun. Menurut jenis kelaminnya, sebagian besar merupakan pria (54,8%). Keterlibatan wajah sisi kanan dan kiri memiliki proprsi yang sama. Rerata rentang waktu onset penyakit sampai menjalani terapi fisik dan rehabilitasi adalah 13 ± 15,6 hari. Gejala tambahan yang muncul diantaranya mata kering (23,8%), gangguan pengecap (38,1%) dan nyeri telinga 9,5%). Frekuensi terapi adalah 13,7 ± 10,8 kali. Sebanyak 69% mengalami remisi komplit. Karakteristik sampel seperti pada tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian.
Karakteristik |
Nilai |
Usia (Rerata ± SB) (tahun) |
41,5 ± 17,6 |
Jenis Kelamin (n (%)) Pria Wanita |
23 (54,8%) 19 (45,2%) |
Bagian (n (%)) Kanan Kiri |
21 (50%) 21 (50%) |
Onset (Rerata ± SB) (hari) |
13 ± 15,6 |
Gejala (n (%)) Mata kering Gangguan pengecapan Nyeri telinga |
10 (23,8%) 16 (38,1%) 4 (9,5%) |
Frekuensi terapi (Rerata ± SB) (kali) |
13,7 ± 10,8 |
Luaran (n (%)) Remisi Komplit (HB grade I) Remisi Inkomplit/non-remisi (>HB grade I) |
29 (69%) 13 (31%) |
Ket.: SB = Simpangan Baku
Menurut grade awal penyakit pada awal menjalani terapi fisik dan rehabilitasi, sebanyak 29 (69%) merupakan kategori grade IV-VI sedangkan sisanya grade II-III. Pada kelompok dengan gejala yang lebih ringan sebanyak 92,3% mengalami remisi komplit sedangkan kelompok dengan gejala yang lebih berat sebanyak 58,6% mengalami remisi komplit. Gambar 1 di bawah menunjukan survival anlysis remisi komplit yang terjadi pada subyek menurut tingkat keparahan gejala awal. Menurut gambar tersebut, subyek dengan gejala awal lebih berat (grade IV-VI) memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan gejala awal yang lebih ringan (p=0,003).
Gambar 1. Kurve Kaplan-Meier remisi komplit menurut kategori grade awal.
Menurut kelompok usia, proporsi usia ≤42 tahun
dan >42 tahun sama banyak. Sedangkan yang mengalami
remisi komplit untuk kedua kelompok tersebut adalah
81,0% dan 57,1%, secara berurutan. Survival analysis
menunjukan kelompok usia yang lebih tua (>42 tahun) memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
usia yang lebih muda.
O 10 20 30 40 50
Jumhh Kunjungan
Gambar 2. Kurve Kaplan-Meier remisi komplit menurut kelompok usia.
PEMBAHASAN
Bell’s Palsy merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia dewasa. Hasil penelitian ini mendapatkan rerata usia subyek adalah 41,5 tahun. Hampir sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang mendaptkan rerata onset terjadi pada usia 40 tahun5 dan penelitian lain mendapatkan insidens dominan pada usia 30-45 tahun.10 Menurut jenis kelamin penelitian ini didapatkan sedikit lebih banyak pada pria. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan hasil yang bervariasi untuk proporsi menurut gender.11-12 Bagian wajah yang terkena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menunjukan dominan bagian kanan,11,13 sedangkan pada penelitian ini didapatkan proporsi yang sebanding.
Durasi sejak onset penyakit sampai mulai menjalani terapi fisik sangat bervariasi menurut beberapa penelitian yaitu antara 2 hari sampai 1 bulan.11,14-16 Pada penelitian ini didapatkan rerata onset 13 hari. Perbedaan tersebut mungkian disebabkan oleh perbedaan sumber daya tempat penelitian, persepsi masyarakat terhdap penyakit dan tujuan penelitian. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan terapi fisik dan rehabilitasi pada tahap lebih awal memberikan hasil yang lebih baik.9,16
Gejala penyerta yang paling sering dilaporkan oleh penderita Bell’s Palsy adalah kelumpuhan wajah dan wajah yang asimetris. Beberapa gejala lainnya yang mungkin didapatkan adalah otalgia, gangguan pengecapan, mata kering, tinnitus dan gangguan pendengaran. Pada penelitian ini gejala penyerta yang didapatkan mata kering (23,8%), gangguan pengecap (38,1%) dan otalgia (9,5%). Angka kesembuhan penyakit ini cukup lebih tinggi yaitu 70-85%. Angka kesembuhan lebih tinggi pada pasien yang diberikan kortikosteroid dan rehabilitasi fisik lebih awal.16-18 Pada penelitian ini didapatkan hasil yang lebih buruk yaitu hanya 69% mengalami remisi komplit. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin karena dilakukan secara hospital base sehingga terdapat kecenderungan penelitiain dilakukan pada grade yang lebih berat, dan pada penelitian ini didapatkan sebanyak 69% merupakan grade IV-VI yang angka remisi lebih rendah. Selain itu, mulai dilakukan rehabilitasi fisik lebih lambat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Tingkat keparahan gejala pada awal merupakan prediktor luaran Bell’s Palsy.19 Hasil penelitian ini menunjukan subyek dengan Bell’s Palsy grade IV-VI memiliki remisi (HB grade I) lebih rendah dan analisis survival menunjukan hasil yang signifikan (p=0,003). Penelitian Yoo et al, menunjukan angka remisi pada HB grade III-IV adalah 82,9% sedangkan HB grade V-VI adalah 68,2% (p< 0,001). Demikian juga hasil penelitian lainnya menunjukan hasil yang sama20-21 dan sebagai tambahan pada HB grade V-VI lebih besar kemungkinan mengalami sinkinesis.7 Hal ini mungkin disebabkan karena degenerasi CN VII yang lebih berat terjadi pada grade yang lebih tinggi. Penelitian Kafle dan Thakur menunjukan
tingkat degenarasi CN VII yang diukur dengan nerve conduction merupakan prediktor buruk luaran penyakit ini.23
Onset penyakit pada usia yang lebih tua merupakan prediktor buruk pada penyakit ini. Hasil analisis penelitian ini menunjukan usia yang lebih tua (>42 tahun) memiliki luaran yang lebih buruk dibandingkan usia yang lebih muda (p=0,028). Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang mendapatkan usia yang lebih tua merupakan prediktor buruk luaran Bell’s Palsy (p<0,001).23 Demikian juga analisis regresi logistik oleh Yoo et al, menunjukan kelompok usia 19-60 tahun memiliki luaran yang lebih baik.21 Studi Elektroneurografi juga menunjukan Electroneurographic quotients menurun seiring dengan peningkatan usia yang artinya grade yang lebih tinggi cenderung terjadi pada usia yang lebih tua. Namun hasil yang berbeda didapatkan oleh Lee et al yang menemukan tidak terdapat perbedaan tingkat kesembuhan menurut kelompok usia.25 Luaran yang cenderung lebih buruk pada usia yang lebih tua ini mungkin disebabkan oleh proses degenerasi saraf,23 penurunan kemampuan regenerasi saraf,26 dan usia yang lebih tua cenderung mendapatkan terapi kortikosteroid lebih lambat dibandingkan usia yang lebih muda.24 Penurunan kemampuan regenerasi ini berhubungan dengan hiperaktivitas sel glial dan sitokin sel saraf pada usia lanjut.27 Selain itu studi pada hewan juga menunjukan kadar kalsium intraseluler meningkat seiring dengan penuaan yang menyababkan penurunan efisiensi neural network.28
Terapi fisik dan rehabilitasi merupakan tatalaksana non farmakologi pada Bell’s Palsy. Tujuan terapi ini adalah untuk membantu mengembalikan fungsi dan mengurangi sekuele yang ditimbulkan oleh kerusakan saraf tersebut.29,30 Beberapa terapi fisik yang mungkin diaplikasikan meliputi Infra Red, Electrical Stimulation (ES) dan facial exercise.30 Penelitian review sistematik9 dan analisis Cochrane29 menunjukan terapi fisik dapat mempercepat penyembuhan dan memperbaiki luaran pada fase kronis.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya ukuran sampel kecil, unicenter, dilakukan pada populasi pelayanan kesehatan sekunder, dan tidak melakukan adjustment berdasarkan waktu dan dosis pemberian kortikosteroid. Oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih besar, multisenter dan melakukan adjustment terhadap faktor yang berpotensi sebagai perancu.
SIMPULAN
Tingkat keparahan gejala awal dan usia merupakan faktor luar Bell’s Palsy. Grade IV-VI memiliki luaran yang lebih buruk dibandingkan denga grade yang lebih ringan. Demikian juga usia >42 tahun memiliki luaran yang lebih buruk dibandingkan dengan usia yang lebih muda.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Ferreira-Penêda J, Robles R, Gomes-Pinto I, Valente P, Barros-Lima N, Condé A. Peripheral Facial Palsy in Emergency Department. Iran J
Otorhinolaryngol. 2018 May;30(98):145-152.
-
2. Somasundara D, Sullivan F. Management of Bell's palsy. Aust Prescr. 2017 Jun;40(3):94-97
-
3. Reich SG. Bell's Palsy. Continuum (Minneap Minn). 2017 Apr;23(2, Selected Topics in Outpatient Neurology):447-466.
-
4. Spencer CR, Irving RM. Causes and management of facial nerve palsy. Br J Hosp Med (Lond). 2016 Dec 02;77(12):686-691.
-
5. Zhao H, Zhang X, Tang YD, Zhu J, Wang XH, Li ST. Bell's Palsy: Clinical Analysis of 372 Cases and Review of Related Literature. Eur
Neurol. 2017;77(3-4):168-172
-
6. Warner MJ, Hutchison J, Varacallo M. Bell Palsy. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; September 4, 2022.
-
7. Escalante DA, Malka RE, Wilson AG, et al. Determining the Prognosis of Bell's Palsy Based on Severity at Presentation and
Electroneuronography. Otolaryngol Head Neck Surg. 2022;166(1):151-157.
doi:10.1177/01945998211004169
-
8. Danielidis V, Skevas A, Van Cauwenberge P, Vinck B. A comparative study of age and degree of facial nerve recovery in patients with Bell's palsy. Eur Arch Otorhinolaryngol. 1999;256(10):520-522.
doi:10.1007/s004050050203
-
9. Khan AJ, Szczepura A, Palmer S, et al. Physical therapy for facial nerve paralysis (Bell's palsy): An updated and extended systematic review of the evidence for facial exercise therapy. Clin Rehabil. 2022;36(11):1424-1449.
doi:10.1177/02692155221110727
-
10. Peitersen E. Bell’s palsy: the spontaneous course of 2,500 peripheral facial nerve palsies of different etiologies. Acta Otolaryngol 2002; Suppl 549: 4–30
-
11. Dalla Toffola E, Tinelli C, Lozza A, et al. Choosing the best rehabilitation treatment for Bell's palsy. Eur J Phys Rehabil Med 2012; 48: 635–642.
-
12. Fujiwara K, Furuta Y, Yamamoto Net al. et al. Factors affecting the effect of physical rehabilitation therapy for synkinesis as a sequela to facial nerve palsy. Auris Nasus Larynx 2018; 45: 732–739.
-
13. Kim JH, Kim MY, Lee JUet al. et al. The effects of symmetrical self-performed facial muscle exercises on the neuromuscular facilitation of patients with facial palsy. J Phys Ther Sci 2011; 23: 543–547.
-
14. Tuncay F, Borman P, Taser Bet al. et al. Role of electrical stimulation added to conventional therapy in patients with idiopathic facial (Bell) palsy. Am J Phys Med Rehabil 2015; 94: 222–228.
-
15. Di Stadio A, Gambacorta V, Ralli M, et al. Facial taping as biofeedback to improve the outcomes of physical rehab in Bell's palsy: preliminary results of a randomized case-control study. Eur Arch
Otorhinolaryngol 2021; 278: 1693–1698.
-
16. Nicastri M, Mancini P, De Seta D, et al. Efficacy of early physical therapy in severe Bell's palsy: a randomized controlled trial. Neurorehabil Neural Repair 2013; 27: 542–551.
-
17. Engström M, Berg T, Stjernquist-Desatnik A, et al. Prednisolone and valaciclovir in Bell's palsy: a randomised, double-blind, placebo-controlled, multicentre trial. Lancet Neurol. 2008;7(11):993-
1000. doi:10.1016/S1474-4422(08)70221-7
-
18. Sullivan FM, Swan IR, Donnan PT, et al. Early treatment with prednisolone or acyclovir in Bell's palsy. N Engl J Med. 2007;357(16):1598-1607.
doi:10.1056/NEJMoa072006
-
19. Eviston TJ, Croxson GR, Kennedy PG, Hadlock T, Krishnan AV. Bell's palsy: aetiology, clinical
features and multidisciplinary care. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2015;86(12):1356-1361.
doi:10.1136/jnnp-2014-309563
-
20. Yoo MC, Park DC, Yeo SG. Association between Initial Severity of Facial Weakness and Outcomes of Bell's Palsy. J Clin Med. 2021;10(17):3914.
Published 2021 Aug 30. doi:10.3390/jcm10173914
-
21. Yoo MC, Soh Y, Chon J, et al. Evaluation of Factors Associated With Favorable Outcomes in Adults With Bell Palsy. JAMA Otolaryngol Head Neck Surg. 2020;146(3):256-263.
doi:10.1001/jamaoto.2019.4312
-
22. Mantsopoulos K, Psillas G, Psychogios G, Brase C, Iro H, Constantinidis J. Predicting the long-term outcome after idiopathic facial nerve paralysis. Otol
Neurotol. 2011;32(5):848-851.
doi:10.1097/MAO.0b013e31821da2c6
. Kafle DR, Thakur SK. Evaluation of prognostic factors in patients with Bell's palsy. Brain Behav. 2021;11(11):e2385. doi:10.1002/brb3.2385
. Hsieh RL, Wu CW, Wang LY, Lee WC. Correlates of degree of nerve involvement in early Bell's palsy. BMC Neurol. 2009;9:22. Published 2009 Jun 7. doi:10.1186/1471-2377-9-22
. Lee HY, Byun JY, Park MS, Yeo SG. Effect of aging on the prognosis of Bell's palsy. Otol Neurotol. 2013;34(4):766-770.
doi:10.1097/MAO.0b013e3182829636.
. Smith IM, Maynard C, Mountain RE, Barr-Hamilton R, Armstrong M, Murray AM. The prognostic value of facial electroneurography in Bell's palsy. Clin Otolaryngol Allied Sci. 1994, 19: 201-203.
10.1111/j.1365-2273.1994.tb01215.x.
. Hurley SD, Coleman PD. Facial nerve axotomy in aged and young adult rats: analysis of the glial response. Neurobiol Aging. 2003, 24: 511-518. 10.1016/S0197-4580(02)00097-0.
. Kostyuk PG: Plasticity in nerve cell function. Monographs of the Physiological Society. 1998, Oxford: Oxford Medical Publications: Clarendon Press, 66-82.
. Teixeira LJ, Valbuza JS, Prado GF. Physical therapy for Bell's palsy (idiopathic facial
paralysis). Cochrane Database Syst Rev 2011; 12:
CD006283.
. Ningsih D, Widodo S, Kusumawati A. Rehabilitation Program for Bell's Palsy Patients - Case Report. Academic Physiotherapy Conference Proceeding.
2021.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i6.P12
70
Discussion and feedback