Pengaruh Efikasi Diri Meningkatkan Program Rehabilitasi Jantung Terhadap Perilaku Kesehatan Pasien Infark Miokard Di Aceh
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.5,MEI, 2023
Diterima: 15-12-2022 Revisi: 30-02-2023 Accepted: 25-04-2023
PENGARUH EFIKASI DIRI MENINGKATKAN PROGRAM REHABILITASI JANTUNG TERHADAP PERILAKU KESEHATAN PASIEN INFARK MIOKARD DI ACEH
Ahyana1, Charuwan Kritpracha2, Ploenpit Thaniwattananon3
1 Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Indonesia 2,3Faculty of Nursing, Price of Songkla University, Thailand
Email: [email protected]
ABSTRAK
Perilaku kesehatan merupakan komponen penting dalam mencegah kekambuhan dan menurunkan angka kematian dan kecacatan secara keseluruhan setelah kejadian infark miokard (MI). Studi kuasi-eksperimental ini bertujuan untuk menguji pengaruh efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung terhadap perilaku kesehatan pada pasien dengan MI. Enam puluh empat pasien dengan MI dipilih ke dalam kelompok kontrol yang menerima perawatan standar atau kelompok eksperimen yang menerima perawatan standar dan program efikasi diri meningkatkan rehabilitasi jantung. Data pre-test dan two-time points post-test dikumpulkan menggunakan Myocardial Infarction Health Behaviors Questionnaire (MIHBQ). Uji-t berpasangan digunakan untuk menilai skor perilaku kesehatan dalam perbandingan kelompok, sedangkan uji-t independen digunakan untuk menentukan perbedaan skor perilaku kesehatan antara kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kesehatan pasien setelah menerima efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung lebih baik dibandingkan sebelum menerimanya (t = -13,91, df = 31, p < 0,01). Terdapat perilaku kesehatan yang meningkat secara signifikan dari kelompok eksperimen yang menerima efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima perawatan standar (t = 9,45, df = 62, p < 0,01). Studi ini memberikan bukti bahwa efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung dapat diterapkan dan efektif untuk meningkatkan perilaku kesehatan di antara pasien dengan MI.
Kata kunci: Perilaku kesehatan; efikasi diri; rehabilitasi jantung; infark miokard
ABSTRACT
Health behavior is an important component in preventing recurrence and decreasing the overall mortality and disability after myocardial infarction (MI) events. This quasi-experimental aimed to examine the effect of selfefficacy enhancing cardiac rehabilitation program on health behaviors among patients with MI. Sixty four patients were assigned into either the control group receiving standard care or the experimental group receiving both standard care and the self-efficacy enhancing cardiac rehabilitation program. The pre-test and two-time points post-test data were collected using the Myocardial Infarction Health Behaviors Questionnaire (MIHBQ). A paired t-test was used to assess the health behaviors’ scores of within group comparison, while the independent t-test was used to determine the difference of health behaviors’ scores between the two groups. The result showed that the health behaviors of patients after receiving self-efficacy enhancing cardiac rehabilitation program are better than before receiving it (t = -13.91, df = 31, p < 0.01). There was significantly better of health behaviors of the experimental group who received self-efficacy enhancing cardiac rehabilitation program than those of the control group who received the standard care (t = 9.45, df = 62, p < 0.01). This study provides the evidence that the selfefficacy enhancing cardiac rehabilitation program was applicable and effective to improve health behaviors among patients with MI.
Keywords: Health behaviors; self-efficacy; cardiac rehabilitation; myocardial infarction
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kecatatan dan kematian di seluruh dunia dan berkontribusi besar terhadap peningkatan biaya perawatan kesehatan. Studi menunjukkan tingginya angka kematian dan rehospitalisasi menyebabkan tingginya biaya yang ditanggung oleh asuransi nasional di Indonesia yang menghabiskan hampir setengan dari total anggaran asuransi.1 Menurut Riset Kesehatan Dasar Aceh (2018) melaporkan bahwa Prevalensi Penyakit Jantung berdasarkan diagnosis dokter pada semua usia sebesar 1,6% atau berjumlah 41.596. Nilai statistik ini menjadi dasar pertimbangan bahwa penyakit jantung harus mendapatkan perhatian dari pemerintah dengan program perioritas bagi pasien yaitu rehabilitasi jantung.2
rehabilitasi jantung adalah intervensi kompleks yang meliputi kegiatan olah raga, meningkatkan aktivitas fisik, pendidikan kesehatan, manajemen risiko kekambuhan penyakit jantung dan dukungan psikologis khusus bagi pasien dengan penyakit jantung.3 Rehabilitasi jantung menjadi suatu program khusus di rumah sakit dan bagi masyarakat. Program rehabilitasi jantung adalah kegiatan dan intervensi yang diberikan untuk pasien penyakit jantung meliputi olah raga yang sesuai, pendidikan kesehatan, konseling, dan modifikasi faktor risiko terhadap penyakit jantung baik dari segi fisik, sosial dan psikologis; mengendalikan gejala dan mengurangi risiko kekambuhan infark miokard untuk membantu pasien agar tetap aktif dalam masyarakat.4
Beberapa studi meta analisis dan tinjauan sistematis telah membuktikan bahwa rehabilitasi jantung dapat mengurangi angka kematian hingga 26%. Selain itu, program rehabilitasi jantung menunjukkan secara signifikan dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi masa rawat inap di rumah sakit.4 Program rehabilitasi jantung meliputi bimbingan aktivitas fisik, pelatihan olah raga, modifikasi diet, pengontrolan berat badan dan lemak, monitor tekanan darah, penghentian merokok, dan manajemen psikososial.1
Self-efficacy adalah salah satu teknik untuk meningkatkan program rehabilitasi jantung terhadap perilaku kesehatan. Empat sumber self-efficacy harus diterapkan pada pasien dengan tujuan meningkatkan perilaku kesehatan. Fredriksson-Larsson (2019) mengatakan self-efficacy merupakan faktor penting dalam memulai dan mempertahankan perilaku kesehatan pada pasien dengan infak miokard. Studi menunjukkan bahwa self-efficacy erat kaitannya terhadap persepsi pasien untuk mengikuti rehabilitasi jantung daripada hanya sekedar memiliki pengetahuan. Kurangnya self-efficacy terhadap rehabilitasi jantung dapat meningkatkan resiko gagal jantung dan rawatan berulang di rumah sakit dengan penyakit jantung koroner.5
Self-efficacy yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan perilaku yang lebih sehat. Empat sumber self-
efficacy diantaranya adalah pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis. Namun, tidak mudah bagi pasien infark miokard untuk memahami cara penerapan empat sumber selfefficacy dalam praktik kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian untuk menguji efek selfefficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung terhadap perilaku kesehatan pada pasien infark miokard.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perilaku kesehatan pasien infark miokard sebelum dan sesudah menerima self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung. Membandingkan perilaku kesehatan antara kelompok intervensi yang menerima self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung dengan kelompok kontrol yang hanya menerima perawatan standar.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian quasiexperimental dengan desain two-group, pre-test-post-test. Pasien pada kelompok kontrol diambil terlebih dahulu dan setelah selesai pengambilan data pada kelompok kontrol maka selanjutnya pengambilan data pada kelompok intervensi. Jumlah sampel pada penelitian ini diperkirakan berdasarkan analisis kekuatan dengan menggunakan efek size (d) dari penelitian Song (2003).6 Peneliti menghitung efek size berdasarkan studi Song dengan pertimbangan intervensi yang mirip dengan penelitian ini yang mencakup self-efficacy mempromosikan program rehabilitasi jantung pada perilaku kesehatan pada pasien dengan infark miokard, sesi pendidikan individual selama rawat inap dan empat kali telepon follow-up mingguan, ukuran efek adalah 2,36 yang dianggap sebagai ukuran efek besar.
Sampel penelitian ini adalah 64 dimana dibagi 32 di kelompok intervensi dan 32 di kelompok kontrol. Mereka dipilih dengan menggunakan kriteria inklusi sebagai berikut: 1) usia > 18 tahun; 2) didiagnosis dengan infark miokard; 3) bebas dari aritmia berat dan gagal jantung; 4) tidak ada intervensi bedah; 5) tidak ada kelumpuhan; 6) tidak ada masalah kesehatan mental; 7) mampu berkomunikasi dengan peneliti; 8) mampu membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia; 9) tidak memiliki masalah pendengaran; 10) memiliki kontak telepon; dan 11) persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian baik secara lisan maupun tertulis. Kelompok intervensi mendapatkan perawatan dirumah sakit dan juga selfefficacy meningkatkan program rehabiltasi jantung selama dirumah sakit sampai pasien pulang ke rumah. Sedangkan untuk kelompok kontrol hanya mendapatkan perawatan di rumah sakit.
PROSEDUR KERJA
Program rehabilitasi jantung dilakukan dua tahap; di rumah sakit dan setelah pasien pulang. Program di rumah sakit dilakukan selama pasien rawat inap. Dibagi menjadi
dua sesi dan setiap sesi berlangsung sekitar 50 menit. Sesi pertama edukasi dilakukan hari kelima setelah pasien masuk. Peneliti memberikan sesi edukasi secara individual yang berlangsung sekitar 30 menit. Buklet diberikan kepada pasien pada akhir sesi edukasi. Setelah sesi edukasi, peneliti mendemonstrasikan relaksasi napas dalam dan pasien melakukan redemonstrasi. Peneliti menjelaskan lembar akhir dari buklet yang harus diisi oleh pasien selama kegiatan follow-up di rumah. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit. Kegiatan terakhir pada sesi pertama peneliti mendemonstrasikan cara menghitung denyut nadi dan pasien mendemonstrasikan kembali dan kegiatan ini juga menghabiskan waktu 10 menit.
Sesi kedua dilakukan sehari setelah sesi pertama. Setiap kegiatan menghabiskan waktu 10 menit sebagai berikut: peneliti mengajak pasien melakukan olah raga jalan kaki; pasien mengidentifikasi hambatan dalam melakukan perilaku kesehatan; pasien menetapkan strategi untuk mengatasi hambatan dalam melakukan perilaku kesehatan; peneliti mengidentifikasi tingkat kepercayaan pasien untuk melakukan perilaku kesehatan. Peneliti membuat skala kepercayaan diri dalam buklet. Jadi, ketika peneliti bertanya tentang kepercayaan diri pasien selama telepon follow-up, pasien dapat mengidentifikasi tingkat kepercayaan diri sendiri dan menandai nomor skala kepercayaan diri yang sesuai. Kegiatan terakhir pada sesi kedua adalah peneliti membimbing pasien untuk mencatat setiap perilaku kesehatan yang sudah dilakukan secara berkala, seperti kepatuhan minum obat, aktivitas fisik, modifikasi pola makan, dan manajemen stres, setiap hari dengan memberi tanda centang (√) pada kotak kecil. Formulir ini juga disediakan dalam buklet. Pencatatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perilaku kesehatan pasien setiap hari.
Program rehabilitasi jantung tahap kedua dilakukan selama empat minggu setelah pasien pulang, dan kegiatannya meliputi: pasien mencatat hambatan baru yang muncul selama melakukan perilaku kesehatan dan strategi untuk mengatasi hambatan tersebut; peneliti menilai tingkat kepercayaan diri pasien; pasien menyimpan catatan untuk kinerja perilaku kesehatan; dan peneliti melakukan telepon follow-up pada minggu kedua, ketiga, dan keempat untuk mengevaluasi pelaksanaan program dan juga memberikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan hambatan dan solusi selama pasien melakukan perilaku kesehatan. Pada sesi ini, peneliti juga meminta pasien untuk terus melakukan pencatatan setiap hari, memberikan umpan balik kepada pasien yang sudah melakukan perilaku kesehatan dengan baik, dan mendorong pasien untuk terus melakukan perilaku kesehatan.
Pada tahap implementasi, peneliti meminta perawat di ruang rawat jantung untuk memilih pasien berdasarkan kriteria inklusi. Untuk pasien yang dimasukkan ke dalam kelompok kontrol, RA mengumpulkan data pretes yang berlangsung sekitar 15 menit. Setelah pasien melengkapi
HASIL
data pretes, peneliti membuat janji untuk data postes pada pertemuan berikutnya ketika pasien dijadwalkan untuk kontrol ulang di poliklinik jantung. Pasien kelompok kontrol hanya menerima perawatan standar yang diberikan selama rawat inap. Terakhir, satu bulan setelah pertemuan pertama atau pada minggu kelima, RA mengumpulkan data posttes MIHBQ yang berlangsung sekitar 15 menit. Selanjutnya, karena pertimbangan etis, peneliti memberikan buklet dan konseling singkat kepada pasien kelompok kontrol. Untuk pasien kelompok intervensi, RA mengumpulkan data pretes setiap pasien selama 15 menit. Pasien kelompok intervensi mendapatkan perawatan standar dan intervensi self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung. Setelah selesai program, RA mengumpulkan data posttes MIHBQ yang berlangsung sekitar 15 menit ketika pasien datang ke poliklinik jantung untuk kontrol ulang.
Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah Myocardial Infarction Health Behaviors (MIHBQ) yang sudah di uji pada 20 pasien MI dengan nilai reliabiliti 0,75. MIHBQ dikembangkan oleh peneliti berdasarkan pedoman rehabilitasi jantung dan pencegahan sekunder yang ditetapkan oleh American Heart Association dan American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation.7 Pernyataan dalam kuesioner ini mencakup empat dimensi perilaku kesehatan pada pasien infark miokard: 1) kepatuhan minum obat; 2) modifikasi diet; 3) aktivitas fisik; dan 4) manajemen stres. Kuesioner ini terdiri dari 24 pernyataan yang dibagi menjadi 4 subvariabel, dan setiap subvariabel terdiri dari 6 item. Skornya berkisar 1-4. Skor ini diartikan 1 = tidak pernah, 2 = kadang-kadang, 3 = sering, 4 = rutin, kecuali untuk pertanyaan negatif (item 2, 4, 5, 6, 10, 11, 12) yang dimaknai 4 = tidak pernah, 3 = kadang-kadang, 2 = sering, 1 = rutin. Skor total perilaku kesehatan berkisar antara 24 hingga 96. Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat perilaku kesehatan yang lebih baik. Peneliti menggunakan uji-t independen untuk antarkelompok dan uji-t berpasangan untuk perbandingan dalam-kelompok. Pilot study dilakukan untuk menguji feasibilitas dari program yang diberikan pada 3 pasien yang memenuhi kriteria sampel dan hasilnya menunjukkan bahwa program ini dapat diberikan pada pasien MI di rumah sakit dan setelah pasien pulang. Penelitian ini telah disetujui oleh Committee of Ethical Clearance, Fakultas Keperawatan Prince of Songkla University, Thailand.
Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis untuk membandingkan perilaku kesehatan didalam dan diantara kelompok. Asumsi normalitas dan homogenitas varians diperiksa sebelum pengujian hipotesis. Didapatkan hasil bahwa total score perilaku kesehatan kedua kelompok memenuhi asumsi. Sehingga statistik paired t-test untuk perbandingan dalam kelompok dan independent t-test digunakan untuk perbandingan antara kelompok. Tingkat signifikansi ditetapkan pada p < 0,05.
Analisis Bivariat
Tabel 1. Perbandingan perbedaan pre-test dan post-test perilaku kesehatan pada kelompok intervensi ( n=32)
Perilaku Kesehatan |
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi t p-value M (SD) M (SD) |
Total perilaku kesehatan Kepatuhan minum obat Aktivitas fisik Modifikasi diet Manajemen stres |
77,22 (6,43) 89,34 (3,71) -13,91 0,000 21,22 (1,96) 23,66 (0,74) -7,68 0,000 18,53 (2,66) 22,25 (1,59) -11,04 0,000 18,66 (1,99) 21,97 (1,23) -12,76 0,000 18,81 (2,52) 21,47 (1,83) -6,94 0,000 |
Note. df = 31, t = Paired t-test, p < 0,01
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa nilai rata-rata total perilaku kesehatan dan setiap dimensi perilaku kesehatan pada pasien setelah menerima self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung mengalami peningkatan secara signifikan lebih tinggi daripada sebelum menerimanya (t = -13,91, p <0,01); kepatuhan minum obat (t = -7,68, p < 0,01); aktivitas fisik (t = -11,04, p < 0,01); modifikasi diet (t = -12,76, p < .01); dan manajemen stres (t = -6,94, p < 0,01).
Table 2. Perbandingan perbedaan pre-test perilaku kesehatan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Perilaku Kesehatan |
Kelompok intervensi (n = 32) Kelompok kontrol (n = 32) ------------------------1----------------------------------------i-------------------i-----------------------------1---------------------------------i-------------------i---- f M (SD) M (SD) t p-value |
Total perilaku kesehatan Kepatuhan minum obat Aktivitas fisik Modifikasi diet Manajemen stres |
77,22 (6,43) 82,16 (5,04) -3.42 0,000 21,22 (1,96) 22,06 (1,62) -1.87 0,000 18,53 (2,66) 20,34 (2,80) -2.65 0,000 18,66 (1,99) 19,88 (2,26) -2.28 0,000 18,81 (2,52) 19,88 (1,93) -1.89 0,000 |
Note. df = 62, t = Independent t-test, p < 0,01.
Berdasarkan tabel 2 bahwa nilai rata-rata perilaku kesehatan dan dimensi perilaku kesehatan pada kelompok kontrol secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok intervensi sebelum menerima self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung (t = -3,42, p < 0,01); kepatuhan minum obat (t = -1,87, p < 0,01); aktivitas fisik (t = -2,65, p < 0,01); modifikasi diet (t = -2,28, p < 0,01); dan manajemen stres (t = -1,89, p < 0,01).
Table 3. Perbandingan perbedaan post-test perilaku kesehatan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Perilaku Kesehatan |
Kelompok intervensi (n = 32) Kelompok kontrol (n = 32) M (SD) M (SD) t p-value |
Total perilaku kesehatan Kepatuhan minum obat Aktivitas fisik Modifikasi diet Manajemen stres |
89,34 (3,71) 79,75 (4,38) 9,45 0,000 23,66 (0,74) 21,06 (2,28) 6,10 0,000 22,25 (1,59) 19,09 (2,81) 5,53 0,000 21,97 (1,23) 20,22 (1,52) 5,06 0,000 21,47 (1,83) 19,38 (1,69) 4,74 0,000 |
Note. df = 62, t = Independent t-test, p < 0,01.
Berdasarkan tabel 3 bahwa nilai rata-rata perilaku kesehatan dan dimensi perilaku kesehatan pada kelompok intervensi meningkat secara signifikan dari pada kelompok kontrol setelah mendapatkan self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung (t = 9,45, p < 0,01); kepatuhan minum obat (t = 6,1, p < 0,01); aktivitas fisik (t = 5,53, p < 0,01); modifikasi diet (t = 5,06, p < 0,01); dan manajemen stres (t = 4,74, p < 0,01)
PEMBAHASAN
Pengaruh Self-efficacy Meningkatkan Program Rehabilitasi Jantung
Perbandingan dalam kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kesehatan pasien pada
keompok intervensi setelah menerima self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung lebih baik daripada sebelum menerima program (t = -13,91, df = 31, p < 0,01). Ada beberapa alasan yang menjelaskan hasil positif dri penelitian ini adalah sebagai berikut:
Alasan pertama adalah self-efficacy memingkatkan program rehabilitasi jantung. Sumber-sumber self-efikasi yaitu pengalaman individu (enactive mastery experience), pengalaman orang lain (vicarious experience), persuasi verbal (verbal persuasion) dan kondisi psikologis dan emosional (physiological and affective states) diterapkan pada penelitian ini untuk meningkatkan program rehabilitasi jantung. Program ini dilakukan dalam dua tahap yaitu di rumah sakit selama pasien dirawat dan
setelah pasien pulang. Program di rumah sakit diberikan selama pasien rawat inap dibagi menjadi dua sesi dan setiap sesi berlangsung sekitar 50 menit. Program setelah pasien pulang dilakukan selama 4 minggu melalui telepon followup sehingga terjadi peningkatan nilai perilaku kesehatan setelah pre-tes. Menurut Nuraeni, Mirwanti & Anna (2019) efikasi diri 8sangat dipengaruhi oleh pengalaman, motivasi, pengetahuan dan sistem pendidikan yang efisien. Responden mendapatkan pendidikan kesehatan baik secara langsung atau melalui booklet yang diberikan dapat membantu mereka melakukan kegiatan perilaku kesehatan selama menjalani proses pemulihan. Hal-hal ini adalah dianggap sebagai penyebab meningkatknya efikasi diri.9 Efikasi diri merupakan prasyarat penting untuk perubahan perilaku. Oleh karena itu, meningkatkan efikasi diri bisa menjadi cara untuk mendukung perubahan perilaku kesehatan pada pasien MI.8 Penjelasan masing-masing program berdasarkan keempat sumber self-efficacy adalah sebagai berikut:
Pengalaman individu (enactive mastery experience). Peneliti meminta pasien untuk mempraktekkan olah raga jalan kaki di sekitar rumah seperti yang sudah diajarkan pada saat pasien dirawat di rumah sakit. Pasien juga mendemonstrasikan dan mempraktekkan pemeriksaan nadi segera setelah menyelesaikan latihan jalan kaki. Ini adalah cara untuk mengetahui kondisi detak jantung setiap pasien supaya tetap dalam zona aman. Jika denyut nadi berada dalam zona target, latihan jalan kaki memberikan manfaat yang baik bagi jantung dan paru-paru pasien.
Peneliti juga meminta pasien untuk mengatur diet setiap hari seperti yang sudah disarankan pada saat sesi edukasi dan melakukan cek list di buku evaluasi untuk setiap diet yang dilakukan. Pengalam positif pasien MI dalam mengelola stress dengan teknik napas dalam juga menjadi salah satu cara terbaik untuk memotivasi pasien MI menerapkan perilaku kesehatan. Buckworth (2017) mengatakan prestasi adalah hal yang paling berpengaruh karena dapat memberikan bukti apakah seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan sukses. Sukses meningkatkan harapan penguasaan dan kegagalan diawal dapat menurunkan harapan.10 Namun penilaian pribadi pasien MI setelah melakukan perilaku kesehatan juga bergantung pada kemampuan evaluasi pasien sebelum melakukan perilaku kesehatan.
Pengalaman orang lain (vicarious experience). Pasien menetapkan strategi untuk mengatasi hambatan dalam melakukan perilaku kesehatan berdasarkan pengetahuan mereka dan apa yang telah mereka lakukan untuk pengalaman terkahir kali. Ini menunjukkan bahwa persepsi yang lebih baik tentang manfaat dan hambatan dapat meningkatkan kinerja perilaku kesehatan. Selain itu pengalaman orang lain yang berhasil menerapkan perilaku kesehatan khususnya pasien MI dapat memotivasi pasien untuk menerapkan strategi yang sama sehingga tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap hambatan. Pengalamam orang lain yang sukses terhadap perilaku kesehatan yang sama dapat menjadi kontribusi untuk meningkatkan efikasi
diri seseorang dengan menerapkan hal yang sama sehingga dengan hanya melihat keberhasilan seseorang akan menjadikan orang lain yang kurang percaya diri menjadi lebih percaya diri dan mempunyai harapan bahwa akan berhasil juga.10 Setelah pasien menemukan solusi dari hambatannya, peneliti mengidentifikasi tingkat kepercayaan diri pasien untuk melakukan perilaku kesehatan. Pasien juga mencatat penampilan perilaku kesehatannya secara rutin setiap hari. Catatan ini ditinjau oleh peneliti pada setiap follow-up setiap minggunya dengan memberikan umpan balik terhadap perilaku kesehatan yang sudah dicapai dan meminta pasien untuk terus mencatat perilaku kesehatannya sampai selesai. Pendokumentasian atau pencatatan yang akurat terhadap setiap perilaku kesehatan yang dilakukan adalah salah satu langkah progresif menuju tercapainya target perilaku kesehatan yang optimal dan membantu tim medis melakukan evaluasi terhadap kondisi klinis pasien pada saat kontrol kesehatan.
Persuasi Verbal (Verbal persuasion). Peneliti memberikan pengetahuan dasar terkait infark miokard dan perilaku kesehatan. Setiap pasien memiliki kesempatan untuk mengungkapan pengetahuan yang mereka miliki tentang infark miokard dan perilaku kesehatan. Peneliti menghubungi kembali pasien melalui telepon pada hari ke 7 setelah pasien keluar dari rumah sakit dan peneliti menanyakan hasil dari praktik perilaku kesehatan yang dilakukan dirumah berdasarkan pengetahuan yang didapat selama dirawat dirumah sakit. Pasien melakukan olah raga ringan seperti berjalan kaki dan hal ini sangat membantu kondisi pasien menjadi lebih baik dan peneliti memberikan penguatan kepada pasien untuk melanjutkan perilaku kesehatan tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian Rajati, et. Al (2014) bahwa rekomendasi dan anjuran untuk latihan selama dirumah melalui intervensi komunikasi dalam bentuk telephon follow-up dapat meningkatkan self-efficacy pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu memberikan umpan balik terkait kemajuan individu, dan fokus pada manfaat latihan juga sangat signifiacn meningkatkan self-efficacy 11.
Kondisi fisiologis dan emosional (physiological and affective states). Pasien mempraktekkan teknik napas dalam untuk relaksasi setiap hari sebanyak 3 kali. Hal ini sangat membantu pasien untuk menurunkan stress yang ada dalam diri pasien. Gejala yang dialami pasien saat stress antara lain denyut jantung meningkat, pernapasan cepat, dan tekanan darah tinggi. Semua gejala yang dirasakan ini berkurang saat pasien melakukan pernapasan dalam untuk relaksasi.
Alasan kedua adalah peran aktif pasien selama program. Semua pasien secara aktif terlibat selama dua hari intervensi di rumah sakit dan secara aktif juga melaporkan kondisi mereka setelah keluar dari rumah sakit pada saat telephon follow-up setiap minggunya. Pasien yang aktif selama program mengalami satu atau lebih perubahan positif dalam kinerja perilaku kesehatan setelah infark miokard. Mereka juga mendapat dukungan dari anggota
keluarga selama masa pemulihan dan menjalani program rehabilitasi jantung.
Pasien juga melakukan praktik mandiri dan mencatat setiap perilaku kesehatan yang dilakukan setiap hari. Hal ini sangat berguna bagi pasien sehingga mereka dapat membandingkan seberapa jauh kinerja mereka di setiap item perilaku telah menurun, stabil atau meningkat dari hari ke hari. Namun demikian, praktik mandiri untuk setiap perilaku kesehatan sangat sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tergantung seberapa besar keinginan masing-masing individu untuk melakukannya. Ketika seseorang mencoba mengatasi MI, dia akan menilai situasi dan menghubungkan setiap kejadian penyakit dengan kondisi yang dirasakannya.12
Alasan ke tiga adalah kombinasi strategi. Strategi ini termasuk program pendidikan individual dan telepon follow-ups.
Program pendidikan individual. Sesi edukasi dilakukan dengan sesi pertama di rumah sakit yang berlangsung sekitar 30 meit. Semua pasien difasilitasi dengan buku perilaku kesehatan yang diberikan oleh peneliti di akhir sesi edukasi. Selama sesi edukasi, pasien mengajukan beberapa pertanyaan terkait penjelasan yang diberikan peneliti. Peneliti memberikan jawaban dan mengklarifikasi kesalahpahaman dari pasien seprti pasien mengatakan “saya berhenti minum obat ketika kondisi saya sudah lebih baik”, “saya menghindari olah raga karena masalah jantung”, “saya menghindari makan sayur karena penyakit asam urat”.
Mayoritas penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa program edukasi mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku kesehatan pasien infark miokard.11 Program pendidikan individual diperlukan untuk mencapai kesuksesan rehabilitasi pasca infark miokard guna mencegah kekambuhan penyakit dan meningkatkan perilaku kesehatan.13 Pendidikan yang difokuskan pada rehabilitasi jantung adalah setiap kegiatan pendidikan yang direncanakan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan perilaku kesehatan.14
Telepon follow-ups. Tindak lanjut melalui telepon follow-ups setiap minggu selama empat minggu setelah pasien keluar dari rumah sakit adalah sangat penting untuk mengevaluasi program dan kondisi pasien sehingga kegiatan ini sangat bermanfaat bagi pasien. Selama tindak lanjut melalui telepon setiap minggu, peneliti juga menanyakan pertanyaan pada pasien terkait hambatan yang muncul selama mempraktekkan perilaku kesehatan, mendiskusikan solusi untuk mengatasi hambatan tersebut dan mengidentifikasi kepercayaan diri pasien. Selama diskusi tentang hambatan, pasien dapat mulai membahas bagaimana mengatasi beberapa hambatan untuk kinerja perilaku, sehingga meningkatkan efikasi diri untuk setiap kinerjanya.
Semua alasan yang telah dibahas diatas sangat mendukung pengaruh self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung terhadap perilaku kesehatan pasien setelah infark miokard. Alasan-alasan yang sudah diuraikan
diatas juga sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang self-efficacy terhadap perilaku kesehatan pasien infark miokard dalam program rehabilitasi jantug. Selfefficacy adalah hasil penerapan dari konsep kognitif sosial dimana menguatkan keyakinan pasien dalam kapasitas mengontrol kekambuhan penyakit yang mempengaruhi cara berpikir, merasakan, memotivasi diri dan bertindak untuk mencapai keberhasilan dalam menerapkan perilaku kesehatan melalau program rehabilitasi jantung.12
Perbandingan hasil antar kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perilaku kesehatan yang secara signifikan lebih baik pada kelompok intervensi yang menerima self-efficacy meningkatkan program rehabilitasi jantung dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya menerima perawatan rutin (t = 9,45, df = 62, p < 0,01). Rehabilitasi jantung dan pencegahan sekunder yang dipastikan efektif dan aman dalam pengelolaan pasien infark miokard adalah dua jenis dukungan yang tersedia selama proses pemulihan. Penelitian yang dilakukan oleh Mc Kenzie, et al (2022) menunjukkan hasil yang significan terhadap peningkatan self-efficacy pasien penyakit jantung secara keseluruhan sehingga menunjukkan tingkat kepercayaan yang lebih besar pada kemampuan pasien untuk berhasil mengelola kesehatan, mempertahankan fungsi tubuh dan mengontrol gejala dari kekambuhan penyakit jantung.15
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam penelitian ini, semua hasil mendukung kedua hipotesis. Perilaku kesehatan pasien pada kelompok intervensi secara statistik menunjukkan hasil meningkat secara signifikan setelah pemberian efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung. Dari hasil perbandingan perilaku kesehatan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa perilaku kesehatan kelompok intervensi meningkat lebih baik dibandingkan kelompok kontrol setelah diberikan efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung. Dengan demikian, efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung pada penelitian ini terbukti efektif dalam meningkatkan perilaku kesehatan pada pasien infark miokard.
Efikasi diri meningkatkan program rehabilitasi jantung harus diimplementasikan dalam praktek keperawatan terutama di rumah sakit. Perawat dapat menerapkan prosedur program seperti yang sudah dilaksanakan pada penilitian ini dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien terkait perilaku kesehatan pada pasien infark miokard dan melakukan follow-up melalui telepon pada saat pasien sudah pulang kerumah. Perawat juga menyediakan booklet untuk pasien sebagai informasi dan membimbing pasien selama di rumah untuk mempraktekkan sehari-hari perilaku kesehatan meliputi kepatuhan minum obat, aktivitas fisik, modifikasi diet dan manajemen stress.
UCAPAN TERIMA KASIH 8.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada ajarn Charuwan dan ajarn Ploenpit yang telah membimbing penulis sebagai advisor dan co-advisor untuk melakukan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidi Banda Aceh, 9. Aceh yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian dan memfasilitasi selama penelitian berlangsung.
ACUAN REFERENSI 10.
Refrence harus didaftarkan urut alphabet dan kronologis dimana dari nama pengarang dan urutan penerbitan untuk pengarang yang sama. Urutan penulisan refrensi adalah nama 11. pengarang, tahun publikasi, judul ataupun sumber. Nama jurnal, nama konferensi, proceeding dan judul buku harus ditulis dalam italics dan tiap huruf pertama pada judul yang bukan merupakan kata sambung ataupun artikel, ditulis dengan huruf kapital.
Tuliskanlah refrensi yang digunakan dalam makalah utama. 12. Jangan mencantumkan refrensi yang tidak pernah digunakan sebagai acuan dalam penulisan naskah. Style penulisan refrensi diberikan di bawah. Jika penulisan lebih dari tiga gunakanlah nama pengarang utama dan ‘dkk.’ Untuk mengacu pada 13. penulisan yang lain pada satu referensi yang sama, contoh, (Holmes, C.C., and Mallick, B.K.,dkk) pada akhir kalimat, atau Mallian menyatakan kalimat berikut ini 14.
Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Rehabilitation C based C, Improves T. Heart Science
Journal. 2020;1(March):4–7. 15.
-
2. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun
2018. Kementrian Kesehat RI. 2018;53(9):1689–99.
-
3. Taylor RS, Dalal HM, McDonagh STJ. The role of cardiac rehabilitation in improving cardiovascular outcomes. Nat Rev Cardiol. 2022;19(3):180–94.
-
4. El Missiri A, Amin SA, Tawfik IR, Shabana AM.
Effect of a 6-week and 12-week cardiac rehabilitation program on heart rate recovery. Egypt Hear J. 2020;72(1).
-
5. Fredriksson-Larsson U. Cardiac Self-Efficacy and Fatigue One Year Post-Myocardial Infarction. Open J Nurs. 2019;09(04):396–407.
-
6. Song KJ. The Effects of Self-Efficacy Promoting Cardiac Rehabilitation Program on Self-Efficacy, Health Behavior, and Quality of Life. J Korean Acad Nurs. 2003;33(4):510.
-
7. Hamm LF, Sanderson BK, Ades PA, Berra K, Kaminsky LA, Roitman JL, et al. Core competencies for cardiac rehabilitation/secondary prevention professionals: 2010 update: Position statement of the American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation. J Cardiopulm Rehabil Prev. 2011;31(1):2–10.
Brouwer-Goossensen D, van Genugten L, Lingsma HF, Dippel DWJ, Koudstaal PJ, den Hertog HM. Selfefficacy for health-related behaviour change in patients with TIA or minor ischemic stroke. Psychol Heal [Internet]. 2018;33(12):1490–501. Available from: https://doi.org/10.1080/08870446.2018.1508686 Nuraeni A, Mirwanti R, Anna A. Effect of a Workbook in Health Education on Self-Efficacy and Quality of Life of Patients With Coronary Heart Disease. Belitung Nurs J. 2019;5(6):218–24.
Buckworth J. Enhanching Your Behavioral: Promoting Self-Efficacy for Healthy Behaviors. ACSM’s Heal Fit J. 2017;(October):40–2.
Rajati F, Sadeghi M, Feizi A, Sharifirad G, Hasandokht T, Mostafavi F. Self-efficacy strategies to improve exercise in patients with heart failure: A systematic review. ARYA Atheroscler.
2014;10(6):319–33.
Kärner Köhler A, Tingström P, Jaarsma T, Nilsson S. Patient empowerment and general self-efficacy in patients with coronary heart disease: A cross-sectional study. BMC Fam Pract. 2018;19(1):1–10.
Garvey N, Noonan B. Providing individualized education to patients post myocardial infarction: A literature review. Br J Card Nurs. 2011;6(2):73–9.
Pedersen CG, Nielsen CV, Lynggaard V, Zwisler AD, Maribo T. The patient education strategy “learning and coping” improves adherence to cardiac rehabilitation in primary healthcare settings: a pragmatic cluster-controlled trial. BMC Cardiovasc Disord [Internet]. 2022;22(1):1–10. Available from:
https://doi.org/10.1186/s12872-022-02774-8
McKenzie KM, Park LK, Lenze EJ, Montgomery K, Rashdi S, Deych E, et al. A prospective cohort study of the impact of outpatient Intensive Cardiac Rehabilitation on depression and cardiac self-efficacy. Am Hear J Plus Cardiol Res Pract [Internet]. 2022;13(January):100100. Available from:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i5.P14
100
Discussion and feedback