ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA


Essence of Scientific Medical Journal (2022), Volume 20, Number 2:65-70

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

TINJAUAN PUSTAKA

PERAN LACTOSYLCERAMIDE SEBAGAI IMMUNOMODULATOR DAN NEUROPROTECTANT TERHADAP MYCOBACTERIUM LEPRAE, SEBUAH INOVASI TERAPI ADJUVAN LEPRA MASA DEPAN

1William Suciangto,1Muh. Farid Firmansyah Sabir ,1Muh. Zaki Rahmani

Abstrak

Pendahuluan: Lepra masih menjadi masalah kesehatan serius di berbagai negara tropis dengan angka kejadian cukup tinggi. Penyakit akibat infeksi Mycobacterium lepare (M. leprae) tersebut dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya karena gangguan penampilan akibat lesi kulit, gangguan aktivitas akibat gangguan neurologis, serta sulitnya pengobatan akibat resistensinya terhadap imunitas tubuh sehingga dibutuhkan suatu inovasi yang dapat membantu penanganan permasalahan neurologis dan resistensi M. leprae terhadap imunitas untuk mempercepat penyembuhan, menangani masalah neurologis akibat leprae, dan meningkatkan kualitas hidup pasien leprae. Pembahasan: Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa Lipoarabinomannan (LAM) merupakan salah satu komponen lipid dinding sel M. leprae yang juga berperan dalam kerusakan saraf dan resistensi M. leprae terhadap imunitas, sehingga inhibisi terhadap LAM M. leprae dapat menjadi salah satu target terapi tambahan untuk mengurangi kerusakan neuron dan resistensi M. leprae terhadap imunitas tubuh. Berbagai penelitian lainya juga telah membuktikan bahwa Lactosylceramide (LacCer) mampu mengikat LAM pada berbagai spesies Mycobacterium, termasuk M. leprae sehingga penggunaan LacCer dapat menjadi terapi adjuvan yang sangat potensial dalam menangani kerusakan neuron dan masalah resistensi M. leprae terhadap imunitas sehingga dapat menangani masalah sistem saraf dan mempercepat kesembuhan serta meningkatkan kualitas hidup pasien-pasien lepra.

Kesimpulan: LacCer terbukti mampu menjadi terapi adjuvan potensial untuk leprae akibat kemampuannya sebagai neuroprotectant dan immunomodulator dengan mekanismenya dalam mengikat LAM pada di nding sel M. leprae.

Kata Kunci: M. leprae, Lipoarabinomannan, Lactocylceramide

Abstact

Introduction: Leprosy is still a serious health problem in tropical countries with a fairly high incidence. The disease caused by Mycobacterium leprae (M. leprae) infection can reduce the quality of life of sufferers because of appearance disturbances due to skin lesions, activity disorders due to neurological disorders, and difficulty in treatment due to resistance to body immunity. Therefore, innovation is needed that can help treat neurological problems and M. leprae to immunity to accelerate healing, treat neurological problems due to leprosy, and improve the quality of life of leprosy patients.

Discussion: In various studies, it has been proven that Lipoarabinomannan (LAM) is a component of M. leprae which also plays a role in nerve damage and resistance of M. leprae to immunity, so that inhibition of M. leprae can be a therapeutic target to reduce neuronal damage and resistance of M. leprae to the immune system. Meanwhile, various other studies have also proven that Lactosylceramide (LacCer) can to bind LAM in various Mycobacterium species, including M. leprae so the use of LacCer can be a very potential adjuvant therapy in dealing with neuronal damage and the problem resistance of M. leprae to immunity so that it can treat the nervous system problems and accelerate recovery and improve the quality of life of leprosy patients.

Conclusion: LacCer is proven to be a potential adjuvant therapy for leprae due to its ability as a neuroprotectant and immunomodulator with its mechanism in binding LAM on the cell wall of M. leprae.

Keywords: M. leprae, Lipoarabinomannan, Lactocylceramide

PENDAHULUAN

1Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin


Lepra merupakan penyakit infeksius kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Kulit dan sistem saraf perifer merupakan organ yang sering menjadi target utama penyakit ini. M. leprae telah diketahui sebagai etiologi penyakit lepra sejak dahulu, namun dalam beberapa tahun terakhir diketahui bahwa terdapat pula spesies Mycobacterium lainnya yang dapat menjadi etiologi lepra yaitu Mycobacterium lepromatosis (M. lepromatosis).[1]

Lepra masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di berbagai negara tropis hingga saat ini.[2] Pada tahun 2017 World Health Organization (WHO) malaporkan bahwa terdapat 200.000 kasus baru lepra di seluruh dunia.[3] Jumlah ini pun masih

meningkat di tahun 2018 menjadi sebesar 219.075 kasus baru lepra di seluruh dunia.[2]

Gejala yang sering ditemui pada lepra meliputi gejala kutaneus dan gejala neurologis. Gejala kutaneus yang biasanya terjadi adalah makula maupun plak hipopigmentasi dan tidak berambut, serta dapat pula berupa lesi eritema. Lesi kulit pada lepra seringkali disertai dengan penurunan sensasi sensoris pada kulit yang terkena pada fase awal dan dapat berlanjut menjadi kehilangan kemampuan sensoris secara total.[3]

Banyak masalah kesehatan serius yang dapat ditimbulkan oleh lepra akibat dampaknya yang dapat menyerang berbagai organ di tubuh selain kulit dan saraf perifer. Berbagai organ yang dapat terkena efek lepra antara lain kulit, saraf, mata, mukosa

hidung dan mulut, ginjal, serta tulang dan otot. Berbagai dampak negatif lepra terhadap sistem okular antara lain lagophthalmos, katarak, keratitis, gangguan sensasi pada kornea, atrofi iris, serta gangguan langsung pada saraf-saraf okuler. Manifestasi lepra yang dapat menimbulkan masalah pada mukosa hidung dan mulut berupa obstruksi nasal, epistaksis, perdarahan pada hidung, perforasi septum nasi, hingga deformitas saddle nose.[3–5]

Lepra juga berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup penderitanya karena dapat mengakibatkan deformitas pada anggota gerak yang dipakai dalam aktivitas sehari-hari, gangguan pada ginjal, serta gangguan pada saraf perifer. M. leprae dapat menyebabkan deformitas pada ekstremitas atas akibat reabsorbsi tulang dan clawing yang disebabkan invasi M. leprae terhadap tulang serta nervus ulnaris dan medianus. Adapun gangguan neurologis meliputi berkurangnya hingga hilangnya sensasi sensoris secara total juga dapat terjadi akibat lepra sehingga sangat mengganggu aktivitas harian penderitanya. Berbagai masalah pada ginjal juga dapat muncul akibat lepra seperti glomerulonefritis, gagal ginjal kronis, renal amyloidosis, dan sindroma nefrotik. Gangguangangguan multisistem yang sangat beragam tersebut sangat menurunkan kualitas hidup pengidap lepra sehingga diperlukan sebuah inovasi untuk meningkatkan serta mempercepat timbulnya luaran terapi yang lebih efektif dan cepat agar dapat meningkatkan kualitas hidup penderita lepra.[3–5]

PEMBAHASAN

Resistensi terhadap Imunitas, Nyeri Hebat, Gangguan Motorik, hingga Potensi Disabilitas Jangka Panjang, Masalah Besar akibat Lepra

Keterlibatan neurologis merupakan hal yang sering terjadi dan salah satu yang paling mengganggu kualitas hidup pengidap lepra. Gangguan neurologis akibat lepra dapat bervariasi, mulai dari yang paling ringan berupa penurunan kemampuan sensoris secara parsial pada lesi, kehilangan sensasi sensoris secara total, nyeri terlokalisasi yang ringan, hingga yang berat seperti nyeri yang hebat. Pada beberapa kasus lepra, nyeri terbakar yang sangat mengganggu dan pembengkakan saraf perifer juga dapat ditemui. Pembengkakan saraf perifer akibat lepra pada tahap selanjutnya akan memicu terjadinya sindroma entrapment yang akan semakin meningkatkan nyeri pada pasien. Selain menimbulkan gangguan sensoris, kasus gangguan motorik akibat lepra juga pernah dilaporkan, seperti kasus lepra dengan kelemahan nervus ulnaris yang pernah terjadi di India. Hal tersebut mengakibatkan deformitas pada pasien berupa fenomena claw hand. Lepra juga dapat mengakibatkan lesi eritema dan lesi-lesi lainnya di kulit sehingga akan sangat mengganggu aspek kosmetik sehari-hari. Dalam tahap yang lebih lanjut, lepra juga dapat mengakibatkan disabilitas jangka panjang apabila tidak tertangani dengan baik. Gangguan neurologis, kutaneus, hingga disabilitas jangka panjang akibat lepra menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan pada penderitanya.[3,6–11]

Di samping berbagai gangguan neurologis yang secara langsung mengganggu aktivitas harian

penderita, lepra juga menjadi masalah kesehatan besar yang sulit tertangani akibat kemampuannya meloloskan diri dari respon imunitas tubuh. Beberapa penelitian telah menunjukkan mekanisme yang digunakan M. leprae dalam meloloskan diri dari respon antimikrobial tubuh. Penghambatan berbagai proses fagolisosom, baik proses maturasi maupun fusi fagolisosom, penurunan respon persinyalan sel T, penekanan produksi sitokin inflamasi, serta gangguan maturasi sel dendritik dan aktivasi makrofag oleh Interferon-Gamma (IFN-γ) merupakan mekanisme-mekanisme pertahanan M. leprae yang mengakibatkan resistensinya terhadap imunitas manusia. Mekanisme supresi imunitas lainnya yang juga dapat dimainkan oleh M. leprae adalah dengan menekan aktivasi IL-1β dengan meningkatkan produksi IFN-β, sebagaimana yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Thiago Gomes Toledo Pinto et al. Dengan menekan aktivasi IL-1β, maka respon inflamasi yang sesungguhnya sangat berperan dalam eliminasi M. leprae juga ikut terinhibisi. Melalui berbagai variasi mekanisme tersebut, M. leprae dapat menjadi resisten terhadap berbagai pathway antimicrobial tubuh yang dapat mempersulit eliminasi lepra, maka dibutuhkan sebuah terobosan yang dapat membantu proses eliminasi lepra.[12–16]

Lipoarabinomanan, Pencetus Berbagai Gangguan Neurologis serta Resistensi M. leprae terhadap Imunitas Tubuh, Sasaran Terapi Baru dalam Menghadapi Lepra

Masalah-masalah berat pada lepra yang meliputi kerusakan neuronal dan resistensinya terhadap imunitas tubuh disebabkan oleh komponen yang terdapat pada M. leprae itu sendiri. Dinding sel M. leprae merupakan komponen yang kaya akan beberapa macam lipid yang berperan dalam patogenesis lepra sehingga beberapa diantaranya dijadikan sebagai target terapi antilepra. Salah satu dari komponen lipid pada dinding sel M. leprae yang turut berperan dalam terjadinya kerusakan neuron dan resistensi terhadap imunitas manusia adalah lipoarabinomannan (LAM) dengan berbagai mekanisme kerjanya.[11–13,17–19]

Lipoarabinomannan pada dinding sel M. leprae, yang sekaligus merupakan Patogen Associated Molecule (PAM) yang dominan, menginduksi kerusakan saraf dengan berinteraksi dengan jaringan saraf. Hasil interaksi antara LAM dengan jaringan saraf menginduksi aktivasi komplemen. Secara in situ, pada saraf yang diserang akan terbentuk deposit-deposit Membrane Attack Complex (MAC) setelah komplemen teraktivasi. Keberadaan deposit-deposit MAC pada saraf akan menyebabkan perubahan patologis pada saraf. Selain mengakibatkan pembentukan deposit-deposit MAC pada saraf, aktivasi komplemen yang diakibatkan oleh Lipoarabinomannan M. leprae juga dapat mengakibatkan demyelinasi pada akson. Setelah selubung myelin mengalami destruksi, debris-debris myelin akan terakumulasi pada saraf dan pada akhirnya merangsang proses fagositosis oleh makrofag.[17–19]

Peran lipoarabinomannan dalam kerusakan sel saraf telah dibuktikan melalui beberapa penelitian. Sebuah penelitian in vivo terhadap mencit yang dilakukan oleh Nawal Bahia et al menemukan

hubungan positif antara LAM dengan jumlah deposit MAC, serta kerusakan akson, selubung mielin, dan sel Schwan.[17]

Gambar 1. Komponen Lipoarabinomannan (LAM)

M. Lepare Merupakan Aktivator Komplemen

Dominan dan Penginduksi Kerusakan Saraf Secara In Vivo pada Mencit. Pemeriksaan Imunohistokimia Menunjukkan Keberadaan LAM Intraneural Menginduksi Peningkatan MAC, Kerusakan Akson, Selubung Myelin, dan Sel Schwan Pada Saraf.[17]

Penelitian in vivo lainnya yang dilakukan oleh Nawal Bahia et al juga menemukan hubungan positif antara keparahan reaksi lepra dengan konsentrasi LAM pada hasil pemeriksaan biopsi kulit dan histokimia pasien lepra, yang dibuktikan dengan lebih tingginya kadar LAM terhadap hasil biopsi pasien lepra multibasiler dibandingkan dengan jumlah LAM pada pasien lepra pausibasiler.[19]

Gambar 2. Hubungan antara Konsentrasi LAM pada

Jaringan dengan Keparahan Lepra. Deposit LAM Ditemukan dalam Jumlah Lebih Banyak pada Hasil Pemeriksaan Histokimia Biopsi Kulit Pasien Lepra

Multibasiler dibandingkan dengan Pasien Lepra

Pausibasiler.[19]

Selain menyebabkan gangguan neurologis, lepra juga sulit tertangani karena mampu meloloskan diri dari respon imunitas tubuh. Terdapat beberapa mekanisme yang digunakan M. leprae dalam meloloskan diri dari respon antimikrobial tubuh yang dibuktikan dalam beberapa penelitian, diantaranya keterlibatan LAM pada M. leprae. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Citra Rosita Sigit Prakoeswa et al di Rumah Sakit DR Soetomo Indonesia menemukan bahwa LAM pada dinding sel M. leprae mampu menghambat proses fagolisosom melalui mekanisme membran trafficking pathway. Hal ini menyebabkan M. leprae mampu meloloskan diri dari proses fagositosis oleh makrofag manusia. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gurkamaljit Kaur dan Jagdeep Kaur juga membuktikan bahwa LAM pada M. leprae berperan dalam pertahanan M. leprae terhadap respon sel T, sel dendritik, serta makrofag. Efek sel T pada M. leprae dihambat oleh LAM melalui mekanisme penekanan terhadap respon persinyalan T cell receptor-CD28 (TCR-CD28), produksi Interleukin-2 (IL-2), serta penghambatan proses blastogenesis sel T. Maturasi sel dendritik hingga aktivasi makrofag yang diperankan Interferon-Gamma (IFN-γ) juga dapat dihambat oleh LAM pada M. leprae. Melalui berbagai variasi mekanisme tersebut, M. leprae menjadi resisten terhadap berbagai jalur antimikrobial tubuh sehingga mempersulit eliminasi lepra. Besarnya peran LAM dalam terjadinya gangguan neurologi dan menginduksi resistensi M. leprae terhadap imunitas tubuh sehingga dibutuhkannya sebuah terobosan terapi yang dapat mengintervensi LAM pada M. leprae dan menjadi terapi adjuvan baru dalam penatalaksanaan lepra untuk menurunkan resistensi M. leprae terhadap imunitas tubuh serta menurunkan kerusakan saraf akibat lepra.[12,13]

Lactosylceramide sebagai Agen Pengikat Lipoarabinomannan, Potensi Terapi Adjuvan Lepra Masa Depan Lepra

Beberapa penelitian telah menunjukkan peran LAM dalam menyebabkan berbagai permasalahan besar dalam penyakit lepra, khususnya kerusakan saraf akibat interaksi LAM dengan sel saraf dan resistensi M. Leprae terhadap imunitas tubuh.[17,19] Oleh karena itu, sebuah intervensi yang dapat mengikat LAM dapat menjadi salah satu opsi terapi baru dalam mengatasi kerusakan saraf akibat LAM M. leprae serta meningkatkan kemampuan tubuh dalam eliminasi M. leprae.

Lactosylceramide (LacCer) merupakan salah satu jenis glycosphingolipid (GSL) yang dapat menjadi jembatan lipid pada membran plasma dan membran granular neutrofil manusia. LacCer memiliki kemampuan untuk berikatan langsung dengan berbagai komponen patogenik dari mikroorganisme seperti β-glucan pada jamur patogen serta LAM pada berbagai spesies mycobacterium, termasuk M. leprae, Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan Mycobacterium avian (M. avian). Ikatan yang terjadi antara LacCer dengan LAM pada Mycobacterium terjadi atas dasar ikatan antarkarbohidrat. Dengan kemampuan LacCer dalam mengikat LAM Mycobacterium diharapkan LacCer dapat digunakan untuk menghambat interaksi LAM dengan sel saraf agar mencegah kerusakan saraf yang lebih lanjut akibat lepra. Selain itu, LacCer juga dapat mengaktifkan

mekanisme fagositosis terhadap Mycobacterium sehingga dengan pemberian LacCer permasalahan kesulitan penanganan lepra akibat resistensinya terhadap imunitas manusia dapat tertangani.[20,21]

Neutrofil merupakan jenis fagosit yang akitivitas fagositosisnya dapat ditingkatkan menggunakan LacCer. Ikatan antara LacCer dengan LAM pada Mycobacterium akan mengakitfkan Src family kinase (Lyn) yang selanjutnya akan membantu proses neutrofil menelan Mycobacterium. Setelah itu, akan terbentuk vesikel-vesikel sekretorik

dan granul gelatin yang mengandung Hck dan LacCer yang akan memudahkan tertelannya Mycobacterium ke dalam lisosom neutrofil. Selain itu, Hck dan jembatan lipid LacCer akan mengaktifkan maturasi fagosom neutrofil.[20]

Gambar 3. Mekanisme Ikatan LAM pada Mycobacterium dan LacCer dalam Mengoptimalisasi Proses Fagositosis Mycobacterium oleh Neutrofilia.[20]

Gambar 4. Perbandingan Ikatan LacCer dan GSL

Lainnya (Ethanol/EtOH dan ganglioside GM1) terhadap LAM Beberapa Spesies Mycobacterium (M. tuberculosis, M. avium-intracellulare

complex/MAC, M. smegmatis Wild Type, M. smegmatis mutan MSMEG_4247 OE, dan M.

smegmatis mutan ∆MSEMEG_4247). Nampak LacCer Memiliki Ikatan Paling Kuat dengan LAM M. tuberculosis, MAC, M. smegmatis WT, dan M.

Kekuatan ikatan LacCer terhadap LAM Mycobacterium juga telah teruji dalam penelitian yang dilakukan oleh Nakayama et al. Dalam penelitian in vitro yang dilakukan dengan menguji ikatan beberapa GSL dengan LAM beberapa spesies Mycobacterium seperti M. tuberculosis, M. avian, dan M. smegmatis, ditemukan bahwa LacCer merupakan GSL yang memiliki ikatan paling kuat terhadap LAM pada dinding sel berbagai spesies Mycobacterium.[21]


smegmatis MSMEG_4247OE dibandingkan GSL

Lainnya.[21]

SIMPULAN

Lepra masih menjadi masalah kesehatan yang berdampak cukup signifikan dalam masyarakat, khususnya bagi penderitanya. Masalah neurologis yang sangat mengganggu keseharian dan dapat berdampak panjang menjadi deformitas bagi pengidapnya serta resistensinya terhadap imunitas tubuh menjadi sebuah tantangan yang sulit dalam menangani lepra. Lipoarabinomannan merupakan salah satu komponen lipid dinding sel Mycobacterium leprae yang menginduksi berbagai permasalahan besar pada lepra sehingga dengan terapi yang dapat mengikat lipoarabinomannan, permasalahan neurologis dan resistensi lepra terhadap imunitas tubuh dapat tertangani. Lactosylceramide merupakan sebuah glycosphingolipid yang mampu mengikat lipoarabinomannan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai terapi masa depan untuk mencegah

gangguan-gangguan neurologis pada pasien lepra.

Selain itu, dengan kemampuan lactosylceramide menginduksi pematangan fagosom serta fagositosis Mycobacterium      leprae     oleh      neutrofil,

lactosylceramide dapat menjadi harapan terapi masa

depan untuk memudahkan eliminasi M. leprae dari9.

tubuh pengidapnya.

SARAN

Sebagai saran penelitian ke depannya, diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas10.

lactosylceramide terhadap organisme yang terinfeksi

M. leprae secara in vivo untuk menguji efektivitas secara langsung serta dosis dan sediaan lactosylceramide yang sesuai untuk diaplikasikan secara klinis.

11.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Ploemacher T, Faber WR, Menke H, Rutten

  • V, Pieters T. Reservoirs and transmission routes of leprosy; A systematic review. PLoS Negl Trop Dis [Internet]. 2020;14(4):1–27. Available                             from:

http://dx.doi.org/10.1371/journal.pntd.000827 6 doi: 10.1371/journal.pntd.0008276

  • 2.     Das M, Diana D, Wedderburn A, Rajan L,

Rao S, Horo I, et al. Molecular epidemiology and transmission dynamics of leprosy among multicase families and case-contact pairs. Int J Infect Dis [Internet]. 2020;96:172–9.       Available       from:

https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.04.064 doi: 10.1016/j.ijid.2020.04.064

  • 3.     Maymone MBC, Laughter M, Venkatesh S,

Dacso MM, Rao PN, Stryjewska BM, et al. Leprosy: Clinical aspects and diagnostic techniques. J Am Acad Dermatol [Internet]. 2020;83(1):1–14.      Available      from:

https://doi.org/10.1016/j.jaad.2019.12.080 doi: 10.1016/j.jaad.2019.12.080

  • 4.     Kundakci N, Erdem C. Leprosy: A great

imitator.     Clin     Dermatol     [Internet].

2019;37(3):200–12.     Available     from:

https://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2019.0 1.002                                     doi:

10.1016/j.clindermatol.2019.01.002

  • 5.     Da Silva Junior GB, De Francesco Daher E,

Da Justa Pires Neto R, Pereira EDB, Meneses GC, AraÚJo SMHA, et al. Leprosy nephropathy: A review of clinical and

histopathological features. Rev Inst Med Trop Sao Paulo. 2015;57(1):15–20. https://doi.org/10.1590/S0036-46652015000100002

12.


13.


14.


15.


16.


  • 6.     Sumangala S, Nikfekr E, George J, Holmes

CW. Leprosy neuropathy masquerading as cellulitis.       Postgrad       Med       J.

2019;95(1122):225–6.

https://doi.org/10.1136/postgradmedj-2019-136392

  • 7.      Balestrino A, Fiaschi P, Riccardi N, Camera

  • M, Anania P, Martinoli C, et al. Neurosurgical treatment of leprosy neuropathy in a low-incidence, European

    country.     Neurol     Sci.     2019;5–9.

    https://doi.org/10.1007/s10072-019-03835-1

    Jenish Bhandari, Mashal Awais BARVG. Leprosy. StatPearls. 2021.

    Oo YM, Paez A, Brown R. Leprosy: A rare case of infectious peripheral neuropathy in the United States. IDCases [Internet]. 2020;20:e00765.       Available      from:

    https://doi.org/10.1016/j.idcr.2020.e00765 doi: 10.1016/j.idcr.2020.e00765

    Angst DBM, Pinheiro RO, Vieira JS da S, Cobas RA, Hacker M de AVB, Pitta IJR, et al. Cytokine Levels in Neural Pain in Leprosy.         Front         Immunol.

    2020;11(January):1–9.

    https://doi.org/10.3389/fimmu.2020.00023

    Madigan CA, Cambier CJ, Kelly-Scumpia KM, Scumpia PO, Cheng TY, Zailaa J, et al. A Macrophage Response to Mycobacterium leprae Phenolic Glycolipid Initiates Nerve Damage in Leprosy. Cell. 2017;170(5):973-985.e10.

    https://doi.org/10.1016/j.cell.2017.07.030

    Prakoeswa CRS, Wahyuni R, Iswahyudi, Adriaty D, Yusuf I, Sutjipto, et al. Expression profile of Rab5, Rab7, tryptophan aspartate-containing     coat    protein,    leprae

    lipoarabinomannan, and phenolic glycolipid-1 on the failure of the phagolysosome process in macrophages of leprosy patients as a viability marker of Mycobacterium lepra. Int    J    Mycobacteriology    [Internet].

    2016;5(2):155–63.      Available      from:

    http://dx.doi.org/10.1016/j.ijmyco.2016.02.00 1 doi: 10.1016/j.ijmyco.2016.02.001

    Kaur G, Kaur J. Multifaceted role of lipids in Mycobacterium leprae. Future Microbiol. 2017;12(4):315–35.

    https://doi.org/10.2217/fmb-2016-0173

    Ma Y, Pei Q, Zhang L, Lu J, Shui T, Chen J, et al. Live mycobacterium leprae inhibits autophagy and apoptosis of infected macrophages and prevents engulfment of host cell by phagocytes. Am J Transl Res. 2018;10(9):2929–39.

    Thiago Gomes Toledo Pinto, Leonardo Ribeiro Batista-Silva, Rychelle Clayde Affonso Medeiros FAL and MOM. Type I interferons, autophagy and host metabolism in leprosy. Front Immunol. 2018;9(APR):1– 11.

    https://doi.org/10.3389/fimmu.2018.00806

    Barbosa MG de M, Silva BJ de A, Assis TQ, Prata RB da S, Ferreira H, Andrade PR, et al. Autophagy impairment is associated with increased inflammasome activation and reversal    reaction    development in

    multibacillary leprosy. Front Immunol. 2018;9(JUN).

    https://doi.org/10.3389/fimmu.2018.01223

    Bahia El Idrissi N, Das PK, Fluiter K, Rosa PS, Vreijling J, Troost D, et al. M. leprae components induce nerve damage by complement activation: identification of lipoarabinomannan as the dominant complement activator. Acta Neuropathol.


2015;129(5):653–67.

https://doi.org/10.1007/s00401-015-1404-5

  • 18.    Nahas AA, Lima MI de S, Goulart IMB,

Goulart LR. Anti-lipoarabinomannan-specific salivary IgA as prognostic marker for leprosy reactions in patients and cellular immunity in contacts. Front Immunol. 2018;9(MAY):1–7. https://doi.org/10.3389/fimmu.2018.01205

  • 19.     El Idrissi NB, Iyer AM, Ramaglia V, Rosa

PS, Soares CT, Baas F, et al. In Situ complement activation and T-cell immunity in leprosy spectrum: An immunohistological study on leprosy lesional skin. PLoS One. 2017;12(5):1–19.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0177815

  • 20.    Hitoshi Nakayama MN, Suzuki A, Iwabuchi

K, Inokuchi J-I. The regulatory roles of

glycosphingolipidenriched lipid rafts in immune    systems.pdf.    FEBS    Lett.

2018;592(23):3921–42.

  • 21.    Nakayama H, Kurihara H, Morita YS,

Kinoshita T, Mauri L, Prinetti A, et al. Lipoarabinomannan      binding      to

lactosylceramide in lipid rafts is essential for the phagocytosis of mycobacteria by human neutrophils. Sci Signal. 2016;9(449). https://doi.org/10.1126/scisignal.aaf1585

70

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index