ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA


Essence of Scientific Medical Journal (2021), Volume 19, Number 2:5-13

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

TINJAUAN PUSTAKA

KOMBINASI NANOPARTIKEL QUERCETIN-KAEMPFEROL BERPOLIMER KITOSAN SEBAGAI PENATALAKSANAAN KANKER KOLOREKTAL

Anak Agung Bagus Putra Indrakusuma,1 Aizar Vesa Prasetyo,1 Nareswara Pawestri,1 Ketut Adhi Pramana Sinardja,1

ABSTRAK

Pendahuluan: Kanker kolorektal merupakan jenis kanker yang berasal dari jaringan usus besar. Secara global, jumlah kasus baru kanker kolorektal mencapai dua juta kasus dan satu juta kematian. Di Indonesia, prevalensi kanker kolorektal adalah 12,8% per 100.000 penduduk usia dewasa dengan mortalitas sebesar 9,5%. Penanganan kanker kolorektal saat ini seperti pembedahan, radioterapi, dan pemberian obat antikanker dinilai kurang efektif, karena mahal dan memicu efek samping.

Pembahasan: Quercetin dan kaempferol merupakan zat flavonoid yang dapat mengobati kanker kolorektal melalui serangkaian mekanisme pada tahapan proses karsinogenesis, yaitu menghalangi proliferasi dengan menghambat NF-kB dan memengaruhi siklus sel, meningkatkan proses apoptosis dengan memengaruhi gen CASP2, CLEC4M, dan NTRK3, serta menimbulkan efek antiangiogenesis dengan menurunkan ekspresi MMP-2 dan MMP-9. Keterbatasan modalitas ini ialah rendahnya bioavailabilitasnya, sehingga dikemas dalam bentuk nanopartikel berpolimer kitosan. Quercetin terdapat pada kulit bawang, sedangkan kaempferol terdapat pada daun bawang. Pembuatan nanopartikel kitosan quercetin-kaempferol menggunakan metode top down (maserasi). Modalitas ini diadministrasikan secara oral. Kitosan sebagai polimer akan larut saat memasuki asam lambung. Farmakokinetika dari modalitas akan dimulai dengan absorpsi oleh usus halus dan diakhiri ekskresi oleh ginjal, serta eliminasi oleh usus besar. Quercetin 15 μM-30 μM mampu menurunkan cell viability menjadi 63 ± 1,3% hingga 41 ± 0,3% sedangkan kaempferol 30 μM-60 μM mampu menurunkan cell viability menjadi 62 ± 0,83% hingga 26 ± 0,91%.

Simpulan: Kombinasi quercetin dan kaempferol dapat meningkatkan proses apoptosis secara eksternal maupun internal, serta menghambat proliferasi dan angiogenesis sel kanker kolorektal.

Kata Kunci: Kaempferol, Kanker kolorektal, Quercetin

ABSTRACT

Introduction: Colorectal cancer is a type of cancer originating from the colon tissue. Colorectal cancer causes two million new cases and one million deaths globally. The prevalence of colorectal cancer in Indonesia is 12,8% per 100.000 adult population with a 9,5% mortality rate. Current treatment efforts for colorectal cancer such as surgery, radiotherapy, and administration of anticancer drugs are considered less effective due to being expensive and having side effects.

Discussion: Quercetin and kaempferol are flavonoids that could treat colorectal cancer through a series of mechanisms during its carcinogenesis by blocking proliferation through inhibiting NF-kB and affecting cell cycle, increasing apoptosis by affecting CASP2, CLEC4M, and NTRK3 genes, causing antiangiogenic effects through decreasing the expression of MMP-2 and MMP-9. The limitation of this modality is the low bioavailability, therefore it is packaged in chitosan polymerized nanoparticles. Quercetin is obtained from the skin of onions while kaempferol is obtained from leeks. The Quercetin-kaempferol chitosan nanoparticles were prepared using the top down method (maceration) and administered orally. Chitosan as a polymer will dissolve in gastric acid. The pharmacokinetics will begin with absorption by small intestine, excretion by kidneys, and elimination by large intestine. Quercetin 15 μM-30 μM was able to reduce cell viability to 63 ± 1.3% to 41 ± 0.3%, meanwhile kaempferol 30 μM-60 μM was able to reduce cell viability to 62 ± 0.83% to 26 ± 0.91%.

Conclusion: Combination of quercetin and kaempferol can increase apoptosis process externally and internally, also inhibit proliferation and angiogenesis of colorectal cancer cells.

1 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana


Keyword: Colorectal cancer, Kaempferol, Quercetin

PENDAHULUAN

Kanker kolorektal merupakan jenis kanker yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon dan/atau rektum.[1] Gejala dari penyakit ini seperti terdapat darah dalam tinja, perubahan kebiasaan buang air besar (termasuk diare dan sembelit), anemia, penurunan berat badan, serta sakit perut atau nyeri.[2]

Menurut Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2018, kanker kolorektal sangat mudah ditemui di dunia. Kanker kolorektal telah mengakibatkan dua juta kasus baru dan satu juta kematian. Kanker kolorektal sering terjadi di negara berkembang yang mengadopsi budaya barat.[3] Kasus kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8% per 100.000 penduduk usia dewasa dengan jumlah kematian sebanyak 9,5% dari seluruh kasus

kanker.[4] Insiden kanker kolorektal juga cenderung lebih sedikit pada wanita dibandingkan dengan pria.[5]

Penanganan kanker kolorektal yang tersedia sekarang dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme seperti pembedahan (operasi), radioterapi, dan pemberian obat antikanker. Namun, hal tersebut dinilai masih kurang efektif dari segi biaya yang mahal dan efek samping yang ditimbulkan.[6–10]

Quercetin dan kaempferol dapat memengaruhi berbagai tahapan dalam proses karsinogenesis dengan menghalangi proliferasi, menghambat kerja protein NF-kB (Nuclear Factor kappa B), dan meningkatkan proses apoptosis dengan memengaruhi gen Caspase 2 (CASP2), C-Type Lectin Domain Family 4 Member M (CLEC4M), dan

Neurotrophic Tyrosine Receptor Kinase 3 (NTRK3).[11,12] Flavonoid quercetin banyak ditemukan pada kulit bawang merah (Allium cepa), sedangkan flavonoid kaempferol banyak ditemukan pada daun bawang (Allium fistulosum). Zat flavonoid ini dapat diolah dengan bantuan nanopartikel berpolimer kitosan untuk meningkatkan efektivitas atau bioavailabilitas, kemudian diberikan ke pasien dengan bentuk obat oral.[13] Berdasarkan beberapa studi in vitro dengan quercetin dan kaempferol, ditemukan sebuah kelebihan dari dua modalitas ini yang tidak menyebabkan resistansi pada sel kanker seperti halnya pengobatan modern.[14,15] Selain itu, karena kedua zat ini mampu menyerang kanker pada tahap dan mekanisme yang berbeda, kombinasi nanopartikel flavonoid quercetin dengan kaempferol berpolimer kitosan dapat menjadi modalitas alternatif dalam penatalaksanaan kanker.[16,17]

PEMBAHASAN

Patogenesis Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal biasanya tumbuh dari polip adenomatosa atau polip yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi kanker. Perubahan polip menjadi kanker kolorektal sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti mutasi gen, perubahan epigenetik, dan perubahan inflamatori.[18] Oleh sebab itu, kanker kolorektal memiliki patogenesis yang cukup kompleks.

Polip adenomatosa berdasarkan bentuknya terbagi menjadi dua, yaitu adenoma dan adenoma bergerigi, sehingga pada perubahan polip tersebut untuk menjadi kanker memiliki perbedaan. Pertama, pada adenoma biasanya disebabkan oleh Chromosome Instability (CIN) dan Microsatellite Instability (MSI). Pada adenoma, kinerja Adenomatous Polyposis Coli (APC) yang merupakan tumor supressor menurun, APC sendiri dalam Wnt signaling pathway berperan sebagai pengikat β-catenin agar sel tidak dalam kondisi aktif. Proses transkripsi yang merupakan titik awal pembelahan dipicu oleh akumulasi β-catenin dalam WNT Pathway di dalam nukleus. Selanjutnya, mutasi akan diikuti oleh mutasi Ki-ras 2 (KRAS) yang membuat KRAS tersebut selalu dalam posisi aktif, sehingga proliferasi akan terus terjadi dan mengganggu Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK) signaling (Dapat dilihat pada Gambar 1.). [19]

MAPK sendiri memiliki peran dalam meregulasi SMAD Family Member 4 (SMAD4), protein yang bekerja sebagai mediator pada Transforming Growth Factor beta (TGF-β) signaling yang menstimulasi terbentuknya Cyclin-Dependent Kinase (CDK) inhibitor dan Phosphoinositide 3-Kinase (PI3K) signaling. Dua perubahan tersebut memicu perubahan lagi pada TP53, yang berperan penting dalam regulasi p53 yang merupakan pemicu apoptosis. Pada adenoma bergerigi biasanya disebabkan oleh CpG Island Methylator Phenotype (CIMP) dan MSI. Mutasi diawali pada Catenin Beta 1 (CTNNB1) yang berperan dalam pembentukan β-catenin. Selanjutnya, mutasi juga akan terjadi pada KRAS dan tentunya akan mengganggu MAPK signaling. Namun, pada adenoma bergerigi akan terjadi mutasi PIK3CA yang merupakan komponen dari PI3K signaling pathway, dan yang terakhir akan terjadi mutasi pada TGFBR2 yang berperan dalam pembentukan TGF-β.[19]

OMPdanUS

Adenoiia BeBe⅛i

Gambar 1. Patogenesis Kanker Kolorektal.[19]

Quercetin

Quercetin adalah zat yang termasuk dalam subkelas flavonoid. Zat ini berperan sebagai fitoestrogen, antioksidan, antiinflamasi, antihistamina untuk mencegah alergi serta sebagai antikanker dengan menghambat proliferasi dan mendorong proses apoptosis.[20,21] Quercetin banyak terkandung dalam bawang (Allium cepa), teh hijau (Camellia sinensis), apel (Malus domestica), dan sayuran hijau.[22]

Quercetin digunakan sebagai modalitas, karena sudah diuji dalam penelitian mengenai peran quercetin sebagai antitumor sel kanker kolon, baik secara in vitro maupun in vivo.[23] Mekanisme antikanker quercetin pada kanker kolon dapat terjadi pada peningkatan proses apoptosis, penghambatan proliferasi sel, metastasis, dan angiogenesis.[24] Zat quercetin menghambat kerja protein NF-kB, mengaktivasi p53 dengan memengaruhi gen Bcl-2 dan Bax, serta memfosforilasi Adenosine Monophosphate Protein Activated Kinase (AMPK) yang mengakibatkan terjadinya apoptosis sel kanker kolon.[12,25] Quercetin juga mengubah jalur Wnt/β-catenin dan menghambat ekspresi gen c-Myc, cyclin, dan CKD, protein yang berperan langsung dalam proliferasi sel.[26] Penghambatan metastasis dan angiogenesis terjadi akibat quercetin yang menurunkan ekspresi gen Matriks Metalloproteinase 2 (MMP-2), Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9), dan meningkatkan ekspresi E-cadherin.[27]

Kaempferol

Kaempferol merupakan salah satu zat flavonoid yang memiliki peran hampir sama dengan quercetin, yaitu sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antikanker.[28] Kaempferol dapat menstimulasi apoptosis, menghambat angiogenesis, dan menjaga kelangsungan hidup sel normal.[29] Zat ini banyak ditemukan di blueberry (Vaccinium corymbosum), brokoli (Brassica oleracea Var italica), kubis (Brassica oleracea), daun bawang (Allium fistulosum), kelompok kacang – kacangan, dan lainnya.[29]

Sebagai antikanker, kaempferol memengaruhi tahapan yang hampir sama dengan quercetin untuk kanker kolorektal, yaitu apoptosis dan proliferasi sel. Kedua zat ini memiliki mekanisme yang berbeda. Kaempferol meningkatkan ekspresi gen CASP2 dan NTRK3 yang berperan sebagai tumor suppressor untuk apoptosis sel kanker.[30,31] Selain itu, zat flavonoid ini memiliki pengaruh yang hampir sama dengan quercetin, yaitu terhadap jalur Wnt/β-catenin, serta meningkatkan ekspresi gen CLEC4M.[32] Penelitian lain menyatakan bahwa, kaempferol juga dapat meningkatkan ekspresi gen

p21 dan p53, mengaktifkan fosforilasi p38, dan meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) untuk mendukung proses apoptosis.[33]

Kombinasi antara quercetin dan kaempferol digunakan sebagai modalitas, karena sudah terbukti dari penelitian sebelumnya, bahwa efektivitas gabungan quercetin dan kaempferol ini meningkat secara signifikan dibandingkan saat diaplikasikan sendiri. Quercetin dan kaempferol dapat bekerja sama secara sinergis dan mampu secara efektif memengaruhi mekanisme penting dalam pertumbuhan sel kanker kolon.[14] Kedua zat flavonoid ini juga memengaruhi proses apoptosis secara eksternal maupun internal dan berikatan dengan beberapa reseptor yang penting dalam kelangsungan hidup sel kanker seperti DR4, DR5 (Death Receptor), Fas receptor, dan AhR (Aryl hydrocarbon Receptor). Walaupun demikian, bioavailabilitas quercetin dan kaempferol ini perlu ditingkatkan dengan diolah dan dienkapsulasi terlebih dahulu sebelum diberikan sebagai modalitas.[34]

Nanopartikel Kitosan

Pemberian obat secara oral merupakan cara yang paling sering dilakukan di masyarakat. Namun, dalam mekanisme obat dapat sampai ke organ yang diinginkan, yaitu kolon ataupun rektum tidaklah mudah.[35] Sistem gastrointestinal memiliki perbedaan pH dan aktivitas enzim yang sangat signifikan, sehingga pendistribusian obat menjadi terhambat. Selain itu, sedikitnya jumlah enzim yang ada pada usus besar menyebabkan penguraian obat menjadi lebih sulit. Penatalaksanaan kanker kolorektal sendiri, memerlukan obat spesifik yang dapat langsung menyerang bagian usus atau kolon. Mekanisme kerja obat diharapkan agar tidak mengalami pelepasan pada saat masih berada di dalam lambung maupun di usus halus. Maka dari itu, dalam metode enkapsulasi dipilihlah teknik enkapsulasi nanopartikel kitosan.

Enkapsulasi dengan metode nanopartikel sendiri memiliki keuntungan, yaitu dapat melindungi modalitas yang dienkapsulasi dari peningkatan adhesi mukosa, enzim yang bersifat degredatif, dan peningkatan retensi di gastrointestinal.[36] Enkapsulasi quercetin dan kaempferol menggunakan nanopartikel bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas dari kedua modalitas tersebut dalam penyerapan oleh sel kanker. Pada sel kanker biasanya terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Hal tersebut, menyebabkan pecahnya pembuluh darah, sehingga mengakibatkan sulitnya modalitas untuk bisa terakumulasi pada daerah sekitar sel tersebut. Oleh karena itu, diperlukan enkapsulasi menggunakan nanopartikel.[37] Selain itu, enkapsulasi menggunakan nanopartikel juga bertujuan agar molekul lebih stabil, karena molekul dengan muatan yang tinggi akan sulit untuk bisa tembus melalui sel epitel, sedangkan jika ukurannya kecil maka akan mudah untuk melakukan transportasi melalui tight junction pada sel.[38]

Enkapsulasi menggunakan kitosan dipilih untuk memastikan nanopartikel tepat sampai dan dapat diabsorbsi dengan baik pada kolon. Kitosan merupakan polisakarida yang tidak dapat dicerna pada sistem gastrointestinal bagian atas. Kitosan juga merupakan kopolimer yang terdiri dari 2-amino-2-deoksi-d-glukosa dan 2-asetamido-2-deoksi-d-

glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-(1-4) yang merupakan ikatan glikosidik. Ikatan glikosidik tersebut nantinya akan dihidrolisis oleh mikroorganisme yang ada di kolon. Polisakarida kemudian mengalami asimilasi dan degradasi yang akan menghancurkan kerangka dari polimer tersebut. Hal tersebut akan mengakibatkan polisakarida mengalami penurunan berat molekul dan kehilangan daya untuk mengikat obat di dalamnya yang menyebabkan terjadi pelepasan obat tepat pada kolon.[37] Percobaan telah dilakukan pada tikus untuk mengetahui efektivitas enkapsulasi modalitas menggunakan nanopartikel kitosan. Percobaan tersebut dilakukan dengan mengobservasi volume tumor yang ada pada tikus percobaan. Hasil dari percobaan tersebut menunjukan bahwa, bioavailabilitas modalitas yang dienkapsulasi dengan nanopartikel kitosan yang berada di daerah sekitar kanker jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bioavailabilitas modalitas tanpa enkapsulasi apapun. Selain itu, modalitas dengan metode enkapsulasi nanopartikel kitosan dapat mengurangi volume tumor pada tikus secara signifikan.[39]

Bioavailabilitas Nanopartikel Kitosan

Dari sebuah studi, ditemukan bahwa volume tumor hewan yang diobati dengan nanopartikel quercetin lebih berkurang dari kelompok yang diobati dengan quercetin saja. Dalam kelompok kontrol penyakit, ukuran tumor terus meningkat. Pada akhir minggu ke-5 volume tumor kelompok perlakuan nanopartikel quercetin-kitosan berkurang 62,86%, sedangkan pada tikus yang diobati dengan quercetin, persentase regresi tumor adalah 31,13%. Ketersediaan quercetin di lokasi tumor sangat rendah, karena stabilitasnya yang buruk dan tidak larut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu, quercetin dienkapsulasi dengan nanopartikel polimer untuk meningkatkan administrasi quercetin ke tumor.[39]

Pembuluh darah dan limfatik yang buruk dari lingkungan mikro tumor membantu nanopartikel untuk mencapai lokasi tumor melalui efek permeabilitas dan retensi yang ditingkatkan atau penargetan pasif. Kitosan merupakan polimer alami, biokompatibel, tidak beracun, dan dapat terurai secara hayati. Nanopartikel memiliki morfologi permukaan dan ukuran nano (100-200 nm), sehingga jika diformulasikan akan dengan mudah keluar dari pembuluh darah tumor, terakumulasi di lingkungan tumor, dan perlahan-lahan melepaskan quercetin.[39]

Akumulasi quercetin memicu apoptosis sel kanker dan secara signifikan menurunkan ukuran tumor. Pada tikus yang diberi perlakuan quercetin saja, ketersediaan hayati quercetin pada lokasi tumor lebih sedikit. Tidak ada penurunan berat badan yang signifikan pada tikus yang diobati dengan quercetin dan nanopartikel quercetin-kitosan. Kelompok tikus kontrol menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan pada akhir minggu ke-5. Hal tersebut disebabkan oleh beban tumor dan morbiditas hewan yang tinggi. Dalam kelompok perlakuan, berat badan tikus dipertahankan atau sedikit meningkat yang menunjukkan tidak ada toksisitas sistem pengiriman. Data histopatologi organ vital tikus yang diobati dengan nanopartikel quercetin-kitosan tidak menunjukkan perubahan jaringan.[39]

Mekanisme Konstruksi Nanopartikel QuercetinKaempferol Berpolimer Kitosan

Proses pembuatan nanopartikel umumnya dibagi menjadi dua metode, yaitu proses bottom up dan top down. Metode bottom up meliputi proses ketika komponen yang lebih kecil dari dimensi atom atau molekul berkumpul bersama, sesuai dengan prinsip fisik alami atau kekuatan pendorong yang diterapkan secara eksternal, untuk memunculkan sistem yang lebih besar dan lebih terorganisir. Metode top down adalah proses yang dimulai dari bagian besar dengan menggunakan alat khusus untuk membuat struktur yang lebih kecil, sering disebut dengan teknik maserasi. Metode top down lebih sering digunakan karena mudah dan hemat biaya.[38]

Kulit bawang dan daun bawang sebagai sumber flavonoid quercetin-kaempferol dipotong menjadi kecil-kecil, lalu dikeringkan. Sampel yang telah kering, kemudian digiling sampai halus menjadi serbuk yang siap untuk diekstraksi. Kemudian dilakukan maserasi menggunakan etanol 96% selama 24 jam berulang-ulang sebanyak tiga kali pada suhu kamar. Ekstrak diperoleh melalui penyaringan memakai kertas saring. Etanol lalu diuapkan menggunakan evaporator buchi untuk menghasilkan ekstrak murni yang kental.[39]

Ekstrak seberat 1 gram diambil dan dilarutkan dalam 35 ml etanol. Selanjutnya, ditambahkan 15 ml akuades dalam gelas beker 2.000 ml. Campurkan kitosan dalam 100 ml asam asetat glasial 1% dan larutan Natrium Tripolyphospate (NaTPP) sebanyak 350 ml. Proses pengadukan memakai magnetic stirrer selama ± dua jam.[40] Quercetin 15 μM-30 μM mampu menurunkan cell viability menjadi 63 ± 1,3% hingga 41 ± 0,3%. Kaempferol 30 μM-60 μM mampu menurunkan cell viability menjadi 62 ± 0,83% hingga 26 ± 0,91%. Rentang konsentrasi tersebut menunjukkan kemampuan modalitas dalam menghambat karsinogenesis.[41]

Koloid nanopartikel kitosan-NaTPP kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Langkah selanjutnya adalah proses pembekuan, padatan yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam freezer (±-4oC) selama ± dua hari. Setelah itu, lakukan pemindahan ke dalam lemari es (±3oC).[42]

Mekanisme Administrasi Nanopartikel QuercetinKaempferol Berpolimer Kitosan

Setelah melalui proses konstruksi, cara pemberian obat juga harus diperhitungkan karena menyangkut proses absorpsi pada tubuh, sehingga efek yang diinginkan bisa optimal. Secara umum, pemberian obat dapat berefek sistemik pada tubuh atau lokal pada bagian tertentu saja. Pemberian obat untuk efek sistemik dapat melalui empat cara, yaitu oral, sublingual, intramuskular, dan intravena.[42] Nanopartikel quercetin-kaempferol merupakan modalitas alami yang menggunakan mekanisme administrasi secara oral, yaitu pemberian obat dengan cara menelannya lewat mulut. [43]

Pemberian obat secara oral dinilai lebih aman, murah, dan mudah untuk dilakukan. Namun, metode ini memiliki kelemahan dari sisi bioavailabilitasnya karena harus melalui serangkaian proses pencernaan khususnya pada lambung. Oleh sebab itu, diperlukan suatu mekanisme enkapsulasi berupa polimer untuk meningkatkan bioavailabilitas obat. Kitosan sebagai salah satu metode enkapsulasi dipilih menjadi polimer, karena kemampuannya

sebagai pelindung dalam penghantaran obat telah diketahui dengan baik.[44]

Farmakokinetika Nanopartikel QuercetinKaempferol Berpolimer Kitosan

Setelah diadministrasikan per oral, maka jalur selanjutnya yang akan dilalui oleh modalitas ini adalah lambung. Kitosan sebagai polimer (pelindung) dari nanopartikel quercetin-kaempferol akan larut pada asam lambung dengan pH 4,5. Hal ini menyebabkan modalitas dilepaskan ke saluran pencernaan lainnya sebagai tahap jalur farmakokinetika lanjutan.[45]

Jalur selanjutnya yang akan dilalui oleh obat ini meliputi usus halus, sistem peredaran darah, ginjal, dan usus besar. Nanopartikel ini kemudian akan melalui usus halus, menembus pelindung mukosa hingga mencapai epitel penyerapan. Mekanisme ini dilakukan melalui difusi pasif. Setelah melalui proses penyerapan pada usus halus, maka obat akan masuk ke sistem peredaran darah khususnya vena porta hepatika. Di sini, akan terjadi proses metabolisme     obat     yang     menurunkan

bioavailabilitasnya oleh hati. Hasil metabolisme di hati akan dibawa ke jantung, kemudian diedarkan ke target sel yang diinginkan. [46]

Kemudian obat akan mengalami tahapan ekskresi oleh ginjal yang meliputi proses filtrasi oleh glomerulus dan kapsula bowman, reabsorpsi oleh tubulus kontortus proksimal, augmentasi oleh tubulus kontortus distal, dan dikumpulkan oleh tubulus kontortus kolektivus. Ekskresi ini bertujuan untuk membuang zat sisa dari metabolisme obat. Hasil ekskresi tersebut selanjutnya akan dikeluarkan dalam bentuk urin.[47]

Sebagian nanopartikel yang tidak diserap oleh usus halus akan mengalami proses eliminasi di usus besar dan diekskresikan bersama dengan feses. Mekanisme eliminasi di usus besar ini dilakukan oleh mikroflora pada kolon.[48]

Farmakodinamika Nanopartikel QuercetinKaempferol Berpolimer Kitosan pada Proses Apoptosis

Quercetin dan kaempferol akan berikatan dengan reseptor – reseptor tertentu dan melakukan perannya sebagai antikanker dengan memengaruhi proses apoptosis, proliferasi, metastasis, dan angiogenesis.[24,32,33]  Quercetin dan kaempferol

memengaruhi proses apoptosis melalui jalur ekstrinsik dan intrinsik. Proses apoptosis sel secara ekstrinsik menggunakan reseptor Tumor Necrosis Factor Receptors (TNF-R). Pada sel kanker yang resistan terhadap TNF-Related Apoptosis-Inducing Ligand (TRAIL), peran obat nanopartikel quercetinkaempferol ini adalah menyebarkan DR4 dan DR5 ke membran plasma, meningkatkan ekspresi Fas Ligand (FASLG), dan meningkatkan sensitivitas sel terhadap TRAIL sehingga proses apoptosis dapat terjadi. FASLG akan merekrut caspase 8. Pada jalur ekstrinsik terjadi peningkatan caspase 3 sebagai caspase eksekusioner dan caspase 8 sebagai caspase inisiator, karena caspase merupakan proenzim inaktif yang menghasilkan enzim untuk apoptosis (Dapat dilihat pada Gambar 2A.).[47,48]

Quercetin dan kaempferol juga akan berikatan dengan beberapa reseptor, yaitu Raf-1 ProtoOncogene (RAF1), Mitogen-Activated Protein Kinase Kinase (MEK), dan AhR. AhR adalah faktor transkripsi dengan ligan yang dapat aktif jika

berinteraksi dengan senyawa kimia sintetis dan alami. AhR mengatur regulasi dan ekspresi dari sitokrom P450 (CYP1) yang dapat mengaktifkan prokarsinogenik. Quercetin berperan sebagai antagonis dari reseptor ini dengan menghambat transformasi AhR.[48,49]

Pada jalur intrinsik, mitokondria merupakan mediator utama. Kelompok protein Bcl-2 yang berperan penting dalam apoptosis sel terletak di membran luar mitokondria. Terdapat dua kelompok protein, yaitu proapoptosis (Bax, Bid, Bik) dan antiapoptosis (Bcl-2, Bcl-xL) dan perbandingan dari kedua kelompok ini memengaruhi banyaknya sitokrom c yang dilepas di sitoplasma. Sitokrom c ini nantinya akan berikatan dengan Apoptotic Protease Activating Factor-1 (APAF1). Selain itu, caspase 8 dari jalur ekstrinsik memotong Bid agar dapat menempel pada mitokondria dan sinyal apoptosis dari sitoplasma diteruskan sampai ke mitokondria. Nanopartikel quercetin-kaempferol akan meningkatkan protein gen Bax, Bik, dan Bid, serta menurunkan regulasi protein Bcl-2 dan Bcl-xL. Perubahan kelompok protein Bcl-2 ini mengakibatkan perubahan permeabilitas membran luar mitokondria, sehingga sitokrom c dilepaskan dari mitokondria dan memicu aktivasi caspase 9 sebagai caspase inisiator, serta caspase 3 dan caspase 7 sebagai caspase eksekusioner di jalur intrinsik. Sekelompok molekul ini, dengan distimulasi aktivasi p38, akan memotong protein PARP yang berujung pada apoptosis.[12,36,48,49] Kaempferol juga dapat meningkatkan apoptosis dengan memengaruhi ROS, menstimulasi fosforilasi p38, dan mengaktivasi gen tumor suppressor, p21 dan p53 yang mendukung proses apoptosis pada sel kanker kolon.[35]

Gambar 2. Farmakodinamika Nanopartikel Kitosan

Quercetin-Kaempferol pada Proses Apoptosis.

Faktor transkripsi NF-Κb merupakan penghambat utama apoptosis dan dapat meningkatkan proliferasi sel. NF-κB memerlukan degradasi Iκ-Bα agar dapat aktif dan mengikat DNA di nukleus.[50] Quercetin dapat menghambat

degradasi Iκ-Bα, yang mengakibatkan NF-κB menetap di sitoplasma dalam bentuk inaktif.[12] Peningkatan juga terjadi pada fosforilasi AMPK, yang secara tidak langsung mengurangi ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2). COX-2 dapat menghambat respon imun tubuh (dendritic cells, natural killer cells, dan sel limfosit T), sehingga berakibat sel kanker resistan terhadap apoptosis.[12,50] Ekspresi gen CASP2 dan NTRK3 merupakan tumor suppressor, yang berperan dalam regulasi biologis dan perkembangan sel tumor juga mengalami penurunan setelah terpapar quercetin– kaempferol. Hal ini, mengakibatkan terjadinya apoptosis sel (Dapat dilihat pada Gambar 2B.).[13,31,32]

Farmakodinamika Nanopartikel QuercetinKaempferol Berpolimer Kitosan pada Proses Proliferasi

Nanopartikel quercetin dan kaempferol juga memengaruhi proses proliferasi sel. Berdasarkan penelitian, quercetin dan kaempferol memiliki efek sinergis jika digabung, terutama dalam menghambat proliferasi sel. Kedua zat ini memberhentikan siklus sel di fase G1 dengan menurunkan ekspresi gen CDK4 dan protein subunit cyclin D1, CDK2 dan protein subunit cyclin A dan E, serta di fase G2 dengan menghambat aktivasi gen CDK 1 dan cyclin B1 melalui penurunan gen Cdc25c. Selain itu, flavonoid seperti quercetin dan kaempferol juga menekan pembentukan sel kanker kolon baru dengan memengaruhi jalur Wnt/β-catenin, jalur yang paling banyak dideregulasi di kanker kolon.[50] Zat flavonoid dapat meningkatkan jumlah β-catenin di sitoplasma dan menurunkan translokasinya di nukleus. Perubahan pada jalur Wnt/β-catenin ini berakibat pada penurunan ekspresi dari protein c-Myc dan cyclin D1 di nukleus, protein yang berperan dalam siklus sel.[12] Quercetin menghalangi ikatan antara β-catenin dengan faktor transkripsi TCF, sedangkan kaempferol menekan proses transkripsi TCF pada kanker kolon yang mengalami mutasi pada Antigen Presenting Cell (APC).[51] Kaempferol juga dapat meningkatkan regulasi gen CLEC4M yang mendukung adhesi dan lokalisasi sel (Dapat

Gambar 3. Farmakodinamika Nanopartikel Kitosan

Quercetin-Kaempferol pada Proses Proliferasi.

Farmakodinamika Nanopartikel QuercetinKaempferol Berpolimer Kitosan pada Proses

Angiogenesis

Menurut beberapa penelitian, zat flavonoid terutama     quercetin     menimbulkan     efek

antiangiogenesis pada sel kanker. Quercetin -kaempferol menurunkan aktivitas dan ekspresi protein MMP-2 dan MMP-9, salah satu protein yang dibutuhkan dalam proses angiogenesis, pada sel kanker kolon yang belum maupun sudah mengalami metastasis. Selain itu, quercetin - kaempferol juga dapat meningkatkan aktivitas glutathione reductase dan glutathione peroxidase sebagai antioksidan, menekan COX-2, meregulasi Toll-Like Receptor (TLR), serta meningkatkan ekspresi E-cadherin (Dapat dilihat pada Gambar 4.).[24,27,52,53]

Gambar 4. Farmakodinamika Nanopartikel Kitosan Quercetin-Kaempferol pada Proses Angiogenesis.

Efek Klinis Quercetin terhadap Kanker Kolorektal

Penelitian terkait efek klinis dari nanopartikel quercetin-kaempferol dengan polimer kitosan terhadap kanker kolorektal sendiri masih belum dilakukan. Sementara itu, penelitian terkait efek klinis pada masing-masing flavonoid telah dilakukan. Laju pembelahan yang tidak terkontrol adalah ciri dari sel kanker. Berdasarkan penelitian, quercetin dapat membantu menghambat pembelahan pada kanker dalam proses Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT sendiri sangat berguna untuk masa pertumbuhan yang terkait dengan rekognisi aktin sitoskeleton, kehilangan kepolaran pada apikal-basal. Dalam penelitian tersebut menggunakan SW480 cells sebagai sampel penelitian, lalu akan dilakukan perbandingan terhadap fungsi dari quercetin. Sampel pertama adalah SW480 yang hanya diberikan DMSO, lalu sampel kedua diberikan quercetin dengan konsentrasi yang beragam selama 48-72 jam. Hasil pada sampel yang diberikan quercetin dapat menginduksi terbentuknya E-cadherin yang berfungsi sebagai penghambat terjadinya replikasi dan menghambat terbentuknya twist1, protein yang memulai proses transkripsi. Pada sel yang tidak diberikan perlakuan khusus E-cadherin tidak terjadi apa-apa. Selain itu, untuk menambah variasi pembanding juga ditambahkan

variasi lain berupa penambahan TGF-β1 pada sel SW480.[54]

Quercetin menghalangi TGF-β1 untuk bekerja dan menyebabkan sintesis dari Twist1 berkurang. E-cadherin banyak ditemukan di dalam sel yang diberikan quercetin dan TGF-β1 ke dalamnya. Dalam sintesis, TGF-β1 mensekresikan Twist1, tetapi dihalangi oleh quercetin dengan cara menghambat kerja dari Twist1 promotor. Dalam penelitian tersebut diberikan Wester blotting agar dapat dilihat. Quercetin dan TGF-β1 memiliki keterkaitan dalam memengaruhi aktivitas dari Twist1 promotor (Dapat dilihat dalam Gambar 5.). Dalam mekanismenya quercetin menghambat kerja dari promotor Twist.[54]

Dalam penelitian juga dilakukan pengamatan terhadap pengaruh quercetin dalam perpindahan sel SW480. Pada sampel dengan pemeriksaan menggunakan metode transwell chamber terlihat bahwa, quercetin dapat mencegah pergerakan dari SW480 yang telah diinduksi. Namun, untuk menghindari perpindahan yang paling efisien adalah dengan menggunakan quercetin bersama dengan TGF-β1.[54]

Efek Klinis Kaempferol terhadap Kanker Kolorektal

Efek yang ditimbulkan dari kaempferol tidaklah jauh berbeda. Kaempferol merupakan golongan flavonoid. Golongan ini berperan dalam mengurangi proliferasi. Hal ini dibuktikan dengan percobaan terhadap tikus yang telah diberikan Dextran Sodium Sulfate (DSS) yang berperan sebagai agen iritasi kolon.[55]

Tikus tersebut nantinya akan mengalami proliferasi dan dijadikan sebagai kelompok kontrol pada percobaan. Sel kolon milik tikus akan diambil dan diidentifikasi di bawah mikroskop dengan pewarnaan pada Ki-67 yang berperan sebagai protein yang menginduksi terjadinya proliferasi apabila jumlah protein ini banyak di dalam sel maka akan terjadi proliferasi pada sel tersebut (Dapat dilihat pada Gambar 5.). Pada kelompok eksperimen diberikan flavonoid pada hari ke-31 untuk membuktikan flavonoid dapat mengurangi terjadinya proliferasi pada sel kanker. Pada percobaan ini kelompok eksperimen dengan pemberian flavonoid menunjukan jumlah proliferasi yang lebih sedikit yaitu 16% dengan penyebaran yang lebih sedikit dan pada kelompok kontrol terjadi proliferasi sebanyak 63% (Dapat dilihat pada Gambar 5.). Pada hari ke-59 eksperimen menunjukan bahwa tikus yang disuntikkan DSS dapat pulih sepenuhnya, hal ini menunjukkan bahwa flavonoid dapat mengurangi proliferasi pada sel kanker.[55]

Gambar 5. Efek Klinis Quercetin-Kaempferol terhadap Kanker Kolorektal.[54,55]


SIMPULAN

Quercetin dan kaempferol merupakan senyawa yang dapat memberikan berbagai efek terhadap       4.

tubuh, terutama sebagai antikanker. Kedua senyawa ini dapat meningkatkan proses apoptosis secara ekstrinsik  maupun intrinsik,  serta menghambat

proliferasi dan angiogenesis sel kanker dengan       5.

memengaruhi beberapa reseptor (DR4, DR5, FAS, dan AhR) dan memengaruhi ekspresi berbagai gen yang berperan dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel (c-Myc, cyclin, CKD, CASP2, NTRK3, CLEC4M, p21, p53, MMP-2, MMP-      6.

  • 9,    dan E-cadherin). Quercetin dan kaempferol digabungkan karena telah terbukti dapat bekerja secara sinergis dan memiliki efek yang meningkat secara signifikan. Efek utama yang ditimbulkan dari       7.

kedua modalitas tersebut adalah pengurangan efek proliferasi pada sel yang terserang kanker dan pencegahan terjadinya transformasi dari bentuk       8.

polip ke adenoma. Adapun keterbatasan dari tinjauan pustaka ini adalah tidak didapatkan secara rinci terkait masa kerja obat dan clinical trial. Oleh sebab itu, penelitian klinis dapat dikembangkan ke       9.

depannya.

SARAN

Perlu adanya evaluasi mendalam dan penelitian lebih lanjut khususnya terkait dosis, masa kerja obat, lama terapi nanopartikel quercetin-        10.

kaempferol berpolimer kitosan, sehingga dapat direalisasikan pada masyarakat. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait efek gabungan quercetin dan kaempferol sebagai antikanker sehingga dapat mengetahui lebih jelas efek samping       11.

dari interaksi kedua senyawa ini dan meminimalisasinya sebelum diberikan kepada pasien. Perlu adanya evaluasi mendalam dan penelitian lebih lanjut terkait efek klinis modalitas sehingga indikator keamanan penggunaan obat dapat tercapai.                                                12.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    American Cancer Society. Colorectal cancer facts & figures 2017-2019.

  • 2.    Hulaima IS, Carolia N. OAINS sebagai       13.

kemoprofilaksis kanker kolorektal.  Majority.

2016;5(1).

  • 3.    Campos FG. Colorectal cancer in young adults:


A difficult challenge. World J Gastroenterol. 2017;23(28). doi:10.3748/wjg.v23.i28.5041 Taggarshe D, Rehil N, Sharma S, Flynn JC, Damadi A. Colorectal cancer: are the “young” being overlooked? Am J Surg. 2013;205(3).

doi:10.1016/j.amjsurg.2012.10.016

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana           kanker           kolorektal.

http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKkol orektal.pdf. Published July 2018.

Rawla P, Sunkara T, Barsouk A. Epidemiology of colorectal cancer:  incidence, mortality,

survival, and risk factors. Gastroenterol Rev. 2018;14(2). doi:10.5114/pg.2018.81072

Husna T. Pengaruh sitotoksik ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap sel MCF-7 dan sel T47D. 2018.

Basyid F, Adi K. Segmentasi citra medis untuk pengenalan objek kanker menggunakan metode active contour. Youngster Phys J. 2014;3(3).

Deng R, Shi L, Zhu W, Wang M, Guan X, Yan D, et al. Pharmacokinetics-based dose management of 5-Fluorouracil clinical research in advanced colorectal cancer treatment. MiniReviews    Med    Chem.     2020;20(2).

doi:10.2174/1389557519666191011154923

Zils K, Wilhelm M, Reeh T, Bielack S. Bullous variant of acral erythema in a child after high-dose methotrexate. Pediatr Hematol Oncol. 2012;29(4).

doi:10.3109/08880018.2012.665982

Kumar DRN, George VC, Suresh PK, Kumar RA. Cytotoxicity, apoptosis induction and antimetastatic potential of Oroxylum indicum in human breast cancer cells. Asian Pacific J Cancer          Prev.           2012;13(6).

doi:10.7314/apjcp.2012.13.6.2729

Zhang X-A, Zhang S, Yin Q, Zhang J. Quercetin induces human colon cancer cells apoptosis by inhibiting the nuclear factor-kappa B Pathway. Pharmacogn       Mag.       2015;11(42).

doi:10.4103/0973-1296.153096

Budisan L, Gulei D, Jurj A, Braicu C, Zanoaga O, Cojocneanu R, et al. Inhibitory effect of CAPE and kaempferol in colon cancer cell lines—possible implications in new therapeutic

strategies. Int J Mol   Sci.   2019;20(5).

doi:10.3390/ijms20051199                           27.

  • 14.    Jaramillo Carmona S, López S, Abia R, Arcos

  • R, Araujo A, Bejarano G, et al. Combination of quercetin and kaempferol enhances in vitro cytotoxicity on human colon cancer (HCT-116) cells. Rec Nat Prod. 2014;8(3).

  • V, Wouters A, Lardon F, Rolfo C, et al. Better to be alone than in bad company:The

antagonistic effect of cisplatin and crizotinib combination therapy in non-small cell lung29.

cancer. World J Clin  Oncol.  2016;7(6).

doi:10.5306/wjco.v7.i6.425

Based Complement Altern Med. 2012;2012.

doi:10.1155/2012/873175

flavonoids    into solid tumors    using

nanotechnologies. Expert Opin Drug Deliv.

2013;10(10).

doi:10.1517/17425247.2013.807795

  • 18.    Grady WM, Markowitz SD. The molecular pathogenesis of colorectal cancer and its       32.

potential application to colorectal cancer screening. Dig Dis Sci.   2014;60(3).

doi:10.1007/s10620-014-3444-4

  • 19.    Kuipers EJ, Grady WM, Lieberman D, Seufferlein T, Sung J, Boelens P, et al.        33.

Colorectal cancer. Nat Rev Dis Prim. 2015;1.

doi:10.1038/nrdp.2015.65

  • 20.    Brodowsk KM. Natural flavonoids: classification, potential role,and application of flavonoid analogues. Eur J Biol Res.  2017;7(2).

doi:10.5281/zenodo.545778

  • 21.    Hashemzaei M, Far AD, Yari A, Heravi RE,       34.

Tabrizian K, Taghdisi S, et al. Anticancer and apoptosis-inducing effects of quercetin in vitro and in vivo. Oncol Rep.   2017;38(2).

doi:10.3892/or.2017.5766                           35.

  • 22.    Tungmunnithum D, Thongboonyou A, Pholboon

  • A, Yangsabai A. Flavonoids and other phenolic compounds from medicinal plants for pharmaceutical and medical aspects:  an

overview.        Medicines.        2018;5(3).

doi:10.3390/medicines5030093                      36.

  • 23.    Li Y, Zhang T, Chen G. Flavonoids and colorectal cancer prevention.  Antioxidants.

2018;7(12). doi:10.3390/antiox7120187

  • 24.    Darband SG, Kaviani M, Yousefi B,       37.

Sadighparvar S, Pakdel FG, Attari JA, et al.

Quercetin: a functional dietary flavonoid with potential chemo-preventive properties in colorectal cancer. J Cell Physiol. 2018;233(9). doi:10.1002/jcp.26595                                38.

  • 25.    Kim H-S, Wannatung T, Lee S, Yang WK, Chung Sh, Lim JS, et al. Quercetin enhances hypoxia-mediated apoptosis via direct inhibition of AMPK activity in HCT116 colon cancer.       39.

Apoptosis.  2012;17(9).  doi:10.1007/s10495-

012-0719-0

  • 26.    Vadde R, Radhakrishnan S, Eranda Karunathilake Kurundu H, Reddivari L, Vanamala JKP. Indian gooseberry (Emblica       40.

officinalis Gaertn.) suppresses cell proliferation and induces apoptosis in human colon cancer stem cells independent of p53 status via suppression of c-Myc and cyclin D1. J Funct


Foods. 2016;25. doi:10.1016/j.jff.2016.06.007 Song Y, Han M, Zhang X. Quercetin suppresses the migration and invasion in human colon cancer Caco-2 cells through regulating toll-like receptor 4/Nuclear Factorkappa B pathway. Pharmacogn Mag. 2016;12(46). doi:10.4103/0973-1296.182154 Sak K. Cytotoxicity of dietary flavonoids on different human cancer types. Pharmacogn Rev.      2014;8(16).      doi:10.4103/0973-

7847.134247

M. Calderon-Montano J, Burgos-Moron E, Perez-Guerrero C, Lopez-Lazaro M. A review on the dietary flavonoid kaempferol. MiniReviews    Med    Chem.     2011;11(4).

doi:10.2174/138955711795305335

Puccini J, Dorstyn L, Kumar S. Caspase-2 as a tumour suppressor. Cell Death Differ. 2013;20(9). doi:10.1038/cdd.2013.87

Luo Y, Kaz AM, Kanngurn S, Welsch P, Morris SM, Wang J, et al. NTRK3 Is a potential tumor suppressor gene commonly inactivated by epigenetic mechanisms in colorectal cancer. Scott HS, ed. PLoS Genet.  2013;9(7).

doi:10.1371/journal.pgen.1003552

Na H, Liu X, Li X, Zhang X, Wang Y, Wang Z, et al. Novel roles of DC-SIGNR in colon cancer cell adhesion, migration, invasion, and liver metastasis. J Hematol Oncol. 2017;10(1). doi:10.1186/s13045-016-0383-x

Choi J-B, Kim J-H, Lee H, Pak J-N, Shim BS, Kim S-H. Reactive oxygen species and p53 mediated activation of p38 and caspases is critically involved in kaempferol induced apoptosis in colorectal cancer cells. J Agric Food          Chem.          2018;66(38).

doi:10.1021/acs.jafc.8b02656

Abotaleb M, Samuel S, Varghese E, Varghese S, Kubatka P, Liskova A, et al. Flavonoids in cancer and apoptosis. Cancers (Basel). 2018;11(1). doi:10.3390/cancers11010028

Saboktakin MR, Tabatabaie RM, Maharramov A, Ramazanov MA. Synthesis and in vitro evaluation of carboxymethyl starch–chitosan nanoparticles as drug delivery system to the colon. Int J Biol Macromol.  2011;48(3).

doi:10.1016/j.ijbiomac.2010.10.005

Gamboa JM, Leong KW. In vitro and in vivo models for the study of oral delivery of nanoparticles. Adv Drug Deliv Rev. 2013;65(6). doi:10.1016/j.addr.2013.01.003

Baksi R, Singh DP, Borse SP, Rana R, Sharma V, Nivsarkar M. In vitro and in vivo anticancer efficacy potential of Quercetin loaded polymeric nanoparticles.     Biomed     Pharmacother.

2018;106. doi:10.1016/j.biopha.2018.07.106 Iqbal P, Preece JA, Mendes PM. Nanotechnology: the “top-down” and “bottom-up” approaches. Supramol  Chem.  2012.

doi:10.1002/9780470661345.smc195

Kurniasari D, Atun S. Pembuatan dan karakterisasi nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) pada berbagai variasi komposisi kitosan. J Sains Dasar. 2017;6(1). doi:10.21831/jsd.v6i1.13610

Riahi-Chebbi I, Souid S, Othman H, Haoues M, Karoui H, Morel A, et al. The phenolic compound kaempferol overcomes 5-fluorouracil resistance in human resistant LS174 colon cancer    cells.    Sci    Rep.    2019;9(1).

doi:10.1038/s41598-018-36808-z

  • 41.    Sulanjani I, Andini MD, Halim M. Dasar-dasar farmakologi 1. 1st ed. (Nila A, ed.). Direktorat Pembinaan SMK; 2013.

  • 42.    Colombo M, de Lima Melchiades G, Michels LR, Figueiró F, Bassani VL, Teixeira HF, et al. Solid dispersion of kaempferol:  formulation

development, characterization, and oral bioavailability       assessment.       AAPS

PharmSciTech.                   2019;20(3).

doi:10.1208/s12249-019-1318-y

  • 43.    Muxika A, Etxabide A, Uranga J, Guerrero P, de la Caba K. Chitosan as a bioactive polymer: Processing, properties and applications. Int J Biol          Macromol.          2017;105(2).

doi:10.1016/j.ijbiomac.2017.07.087

  • 44.    Lu H, Yang G, Ran F, Gao T, Sun C, Zhao Q, et al. Polymer-functionalized mesoporous carbon nanoparticles on overcoming multiple barriers and improving oral bioavailability of Probucol. Carbohydr Polym.   2020;229.

doi:10.1016/j.carbpol.2019.115508

  • 45.    de Oliveira Pedro R, Hoffmann S, Pereira S, Goycoolea FM, Schmitt CC, Neumann MG. Self-assembled      amphiphilic      chitosan

nanoparticles for quercetin delivery to breast cancer cells. Eur J Pharm Biopharm. 2018;131. doi:10.1016/j.ejpb.2018.08.009

  • 46.    Khan F, Niaz K, Maqbool F, Hassan F, Abdollahi M, Venkata K, et al. Molecular targets underlying the anticancer effects of quercetin: an      update.      Nutrients.      2016;8(9).

doi:10.3390/nu8090529

  • 47.    Lee H, Cho H, Yu R, Lee K, Chun H, Park J. Mechanisms underlying apoptosis-inducing effects of kaempferol in HT-29 human colon cancer cells. Int J Mol  Sci.  2014;15(2).

doi:10.3390/ijms15022722

  • 48.    Fuchs O. Transcription factor NF-κB inhibitors as single therapeutic agents or in combination with classical chemotherapeutic agents for the treatment of hematologic malignancies. Curr

Mol          Pharmacol.          2010;3(3).

doi:10.2174/1874467211003030098

  • 49.    Liu B, Qu  L, Yan S.  Cyclooxygenase-2

promotes tumor growth and suppresses tumor

immunity. Cancer Cell   Int.   2015;15(1).

doi:10.1186/s12935-015-0260-7

  • 50.    Chen B-J, Wu Y-L, Tanaka Y, Zhang W. Small molecules targeting c-Myc oncogene: promising anti-cancer therapeutics. Int J Biol  Sci.

2014;10(10). doi:10.7150/ijbs.10190

  • 51.    Park S, Choi J. Inhibition of β-catenin/Tcf signaling by flavonoids. J Cell Biochem. 2010;110(6). doi:10.1002/jcb.22654

  • 52.    Ademosun AO, Oboh G, Passamonti S, Tramer F, Ziberna L, Boligon AA, et al. Phenolic composition of orange peels and modulation of redox status and matrix metalloproteinase activities in primary (Caco-2) and metastatic (LoVo and LoVo/ADR) colon cancer cells. Eur Food    Res     Technol.     2016;242(11).

doi:10.1007/s00217-016-2694-0

  • 53.    Xiao X, Shi D, Liu L, Wang J, Xie X, Kang T, et al. Quercetin suppresses cyclooxygenase-2 expression and angiogenesis through inactivation of P300 signaling. Tao Q, ed. PLoS One.                                2011;6(8).

doi:10.1371/journal.pone.0022934

  • 54.    Feng J, Song D, Jiang SY, Yang XH, Ding TT, Zhang H, et al. Quercetin restrains TGF-β1-induced epithelial–mesenchymal transition by inhibiting Twist1 and regulating E-cadherin expression. Biochem Biophys Res Commun. 2018;498(1):132-138.

doi:10.1016/j.bbrc.2018.02.044

  • 55.    Saud SM, Young MR, Jones-Hall YL, Ileva L, Evbuomwan MO, Wise J, et al. Chemopreventive activity of plant flavonoid isorhamnetin in colorectal cancer is mediated by oncogenic src and - catenin. Cancer Res. 2013;73(17).   doi:10.1158/0008-5472.can-13-

0525

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index

13