ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA


Essence of Scientific Medical Journal (2021), Volume 19, Number 2:14-19

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

TINJAUAN PUSTAKA

EFEK SKOPOLETIN DARI EKSTRAK BUAH MENGKUDU (MORINDA CITRIFOLIA) SEBAGAI MODALITAS HERBAL DALAM PENANGANAN PREEKLAMSIA

Michael Christopher1, Stevina Debora Sutikno1, Eunike Louisa1

ABSTRAK

Pendahuluan: Preeklamsia adalah kelainan yang terjadi pada wanita normotensif, yang ditandai dengan adanya hipertensi. Preeklamsia menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Tidak sedikit kematian yang disebabkan oleh preeklamsia setiap tahunnya, karena itu perlu dilakukan pengobatan yang baik dan tepat. Penulisan ini dilakukan dengan tujuan mencari tahu dan membuat kajian literatur mengenai penanganan preeklamsia berbasis herbal, yang aman dikonsumsi oleh ibu hamil.

Pembahasan: Banyak faktor dapat menyebabkan terbentuknya preeklamsia, beberapa di antaranya peningkatan stres oksidatif dan penurunan nitrogen monoksida (NO). Peningkatan stres oksidatif dapat menyebabkan disfungsi plasenta yang pada akhirnya akan menimbulkan manifestasi klinis dari preeklamsia. Menurunnya NO juga dapat menimbulkan manifestasi klinis dari preeklamsia. Skopoletin berasal dari ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia), antioksidannya mampu mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif dan mencegah inaktivasi NO akibat radikal bebas. Skopoletin terbukti dapat menimbulkan penurunan tekanan darah yang signifikan pada tikus dengan hipertensi terkait stres oksidatif (PNL). Selain itu, juga terbukti dapat meningkatkan NO secara signifikan, pada kelompok PNL dan kelompok hipertensi umum (PN).

Kesimpulan: Preeklamsia dapat ditangani dengan antioksidan skopoletin. Hasil yang ditimbulkan adalah pengaruh terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik, serta mean arterial pressure. Skopoletin berpengaruh pada peningkatan NO yang menghasilkan efek vasodilatasi. Dengan penulisan ini, diharapkan dapat memajukan pengobatan preeklamsia ke depannya.

Kata Kunci: Morinda citrifolia, preeklamsia, skopoletin

ABSTRACT

Introduction: Preeclampsia is a disorder which usually occurs in normotensive women and characterized by hypertension. Preeclampsia often causes morbidity and mortality in both mother and fetus. Lots of deaths have been caused by preeclampsia every year. Thus, good and proper treatment need to be done. The aim of this writing is to find out and make a literature review about preeclampsia’s herbal-based treatment which is safe for pregnant women.

Discussion: Many factors take part in the pathogenesis of preeclampsia, including increased oxidative stress and decreased nitric oxide (NO). Increased oxidative stress can cause placental dysfunction which will cause clinical manifestations of preeclampsia. Decreased NO can also cause clinical manifestations of preeclampsia. Scopoletin antioxidant from Morinda citrifolia fruit extract is able to prevent cell damage caused by oxidative stress and prevent inactivation of NO due to free radicals. Scopoletin was proven to significantly decrease blood pressure in rats with oxidative stress-related hypertension (PNL) and to significantly increase NO in the PNL group and the general hypertension group (PN).

Conclusion: Treatment of preeclampsia can be done by scopoletin antioxidant, resulting in the effect on systolic and diastolic blood pressure and mean arterial pressure. Scopoletin also increases NO, resulting in a vasodilation effect. This writing is expected to be a help in advancing the treatment of preeclampsia in the future.

1 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana


Keywords: Morinda citrifolia, preeclampsia, scopoletin

PENDAHULUAN

Preeklamsia adalah kelainan multisistemik yang ditandai dengan adanya hipertensi, yaitu tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg, yang terjadi pada wanita normotensif setelah 20 minggu usia kehamilan . Preeklamsia merupakan penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.[1] Preeklamsia terjadi pada 3-5% wanita dan menyebabkan kira-kira > 60000 kematian ibu, setiap tahun di seluruh dunia.[2]

Preeklamsia biasanya terjadi pada wanita dengan kehamilan pertama, atau pada wanita nullipara atau yang tidak pernah melahirkan. Pada wanita yang telah melahirkan lebih dari satu kali, apabila dengan pasangan yang baru akan memiliki risiko yang hampir sama besarnya dengan wanita yang tidak pernah melahirkan. Wanita dengan riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, khususnya jika terjadi pada awal usia kehamilan , memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami preeklamsia pada kehamilan berikutnya.[2]

Buah mengkudu (Morinda citrifolia) adalah buah dari keluarga kopi yang kandungan skopoletinnya berguna untuk menangani preeklamsia.[3-5] Bagian dari tumbuhan yang dapat digunakan adalah akar, daun, dan yang paling sering digunakan adalah buahnya. Buahnya dapat diekstrak dengan proses tertentu sehingga menjadi Morinda citrifolia fruit ethanolic extract (MCFEE).[6-8] Tumbuhan mengkudu ini dapat tumbuh di medan yang bervariasi dan pada ketinggian sampai 1500 meter di atas permukaan air laut. Tempat tumbuhnya tersebar di berbagai negara di Asia dan Afrika.[3-5,8] Buah ini sudah dikenal luas di masyarakat secara tradisional, dan sudah banyak digunakan.[4,9] Skopoletin didapat dari buah mengkudu dikenal karena antioksidannya.[6,10,11] Pada beberapa penelitian, skopoletin menunjukkan beberapa sifat farmakologis yang menarik, mulai dari anti-infeksi, sitotoksisitas, anti-inflamasi, dan bertindak juga padasistem kardiovaskular. Aktivitas antioksidan dari skopoletin mampu mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif.[12] Skopoletin juga dikenal memiliki fungsi menurunkan tekanan

darah dengan menggunakan mekanisme dilatasi melalui aktivitas relaksan otot polos, bertindak sebagai agen spasmolitik nonspesifik, dan memiliki efek penghambatan ACE (Angiotensin Converting Enzyme). Efek antioksidan skopoletin juga dapat mencegah inaktivasi nitrogen monoksida (NO) akibat radikal bebas.[13]

Dengan demikian, penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai penggunaan modalitas baru berupa terapi skopoletin dari esktrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) yang memiliki efek mutakhir dan dapat meminimalisir dampak buruk dari stres oksidatif dan penurunan nitrogen monoksida (NO) pada preeklamsia di masa mendatang.

METODE

Penulisan tinjauan pustaka mengenai modalitas skopoletin dari buah mengkudu ini ditinjau dari 54 jurnal secara sistematis. Setelah dilakukan peninjauan, didapatkan ada 26 jurnal yang dapat kami gunakan sebagai data dalam penulisan ini. Jurnal-jurnal tersebut diperoleh dari berbagai situs seperti Google Scholar, PubMed, dan situs lainnya. Kata kunci yang digunakan adalah “Morinda citrifolia” “preeklamsia”, dan ”skopoletin”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Preeklamsia

Ciri utama dari preeklamsia adalah hipertensi dengan permulaan yang cepat, di mana tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg.[2] Dahulu, diagnosis preeklamsia ditegakkan jika terdapat dua kriteria, yaitu hipertensi dan proteinuria. Namun, the American College of Obstetricians and Gynecologists, menyatakan bahwa kriteria proteinuria tidak lagi diperlukan dalam menegakkan diagnosis preeklamsia.[1] Preeklamsia umumnya terjadi pada usia kehamilan 20 minggu dan sebelum 48 jam pasca persalinan.[2]

Etiologi dari preeklamsia masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor risiko dapat membantu mengidentifikasi kelompok pasien yang memiliki risiko tinggi menderita preeklamsia. Terdapat beberapa faktor risiko preeklamsia, diantaranya wanita nullipara (tidak pernah melahirkan sebelumnya) atau wanita dengan kehamilan pertama, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, jarak waktu kehamilan yang panjang, dan hamil pada usia yang masih muda. Kehamilan multifetal juga dapat meningkatkan risiko preeklamsia. Selain itu, kondisi medis seperti diabetes melitus dan penyakit ginjal, juga dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia.[2]

Preeklamsia dapat menyebabkan terjadinya komplikasi pada janin di dalam kandungandan pada bayi yang baru lahir. Komplikasi dari preeklamsia meliputi, kelahiran bayi prematur iatrogenik, pertumbuhan janin terhambat, kurangnya air ketuban dalam kandungan (oligohidroamnios), dan meningkatnya angka kematian neonatus.[2] Ibu hamil yang menunda kelahiran bayinya dapat menyebabkan komplikasi dari preeklamsia, seperti retardasi pertumbuhan janin dan abruptio plasenta, yaitu lepasnya plasenta sebelum waktunya.[1] Selain terjadinya komplikasi, preeklamsia juga dapat berefek pada keturunan. Sebuah penelitian menyatakan seorang anak laki-laki dari seorang ibu dengan riwayat preeklamsia, memiliki TDD yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak-anak lain dari ibu normal. Penelitian lain menyatakan bahwa seorang perempuan dari ibu dengan riwayat preeklamsia, memiliki TDS dan TDD yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan lain seusianya.[14]

Patogenesis dari Preeklamsia

Secara garis besar, patogenesis dari preeklamsia dimulai dari permasalahan yang terjadi pada plasenta. Faktor-faktor, seperti faktor genetik, kenaikan stres oksidatif, penurunan nitrogen monoksida, dan beberapa faktor lainnya dapat menyebabkan disfungsi plasenta. Disfungsi plasenta dapat menyebabkan keluarnya faktor-faktor antiangiogenik, yang akhirnya dapat menginduksi terjadinya hipertensi, proteinuria, dan komplikasi lain dari preeklamsia.[2] (Gambar 1)

Gambar 1. Diagram Patogenesis Preeklamsia dan

Intervensi Skopoletin.[2]

  • 1)    Genetik

Kebanyakan kasus preeklamsia terjadi pada wanita nullipara yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan preeklamsia. Namun, adanya kejadian preeklamsia pada orang tua, saudara, anak meningkatkan risiko terkena preeklamsia berat dua hingga empat kali lipat, meskipun sudah menjaga pola hidup yang sehat.[2]

  • 2)    Stres Oksidatif

Pada preeklamsia, stres oksidatif yang berasal dari produksi radikal bebas didapati meningkat. Sejak awal kehamilan, stres oksidatif di dalam plasenta mulai meningkat sebagai hasil dari meningkatnya aktivitas mitokondria pada plasenta dan produksi spesies oksigen reaktif, terutama anion superoksida.[14] Stres oksidatif diketahui berkontribusi pada kerusakan vaskular. Oleh sebab itu, stres oksidatif dianggap ikut berkontribusi dalam menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah plasenta, yang mengakibatkan disfungsi plasenta.[2]

  • 3)    Nitrogen Monoksida (NO)

Nitrogen monoksida (NO) dan sistem sintesis NO pada preeklamsia didapati terganggu. NO

merupakan sebuah vasodilator yang bekerja menginduksi relaksasi pada sel otot polos pembuluh darah. Menurunnya NO berhubungan dengan timbulnya manifestasi klinis pada preeklamsia, seperti hipertensi dan proteinuria. Sebuah penelitian menyatakan bahwa pada tikus yang hamil, penurunan NO dapat menginduksi terjadinya perubahan karakteristik dari sistem sirkulasi pada uterus dan plasenta tikus tersebut. Perubahan karakteristik yang terjadi salah satunya adalah memendeknya arteri spiral. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem sintesis NO yang baik dibutuhkan dalam kehamilan, untuk pembentukan arteri spiral yang normal.[15]

  • 4)    Enzim Heme Oksigenase

Enzim heme oksigenase mendegradasi heme menjadi karbon monoksida. Karbon monoksida bekerja sebagai vasodilator dan menurunkan mean arterial pressure (MAP). Menurunnya enzim heme oksigenase akan menyebabkan timbulnya manifestasi dari preeklamsia.[15]

  • 5)    Faktor-faktor Angiogenik

Ketidakseimbangan faktor angiogenik memiliki peranan penting dalam menyebabkan terjadinya preeklamsia. Pada preeklamsia, Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Placental Growth Factor (P1GF) menurun, sedangkan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) meningkat. VEGF dan P1GF sama-sama memiliki peranan penting dalam angiogenesis dan vaskulogenesis pada kehamilan. VEGF berperan dalam menstabilkan sel-sel endotelial di dalam pembuluh darah. sFlt1 dalam sirkulasi akan berikatan pada VEGF dan P1GF dan mencegah terjadinya ikatan antara kedua faktor tersebut dengan reseptor yang sesungguhnya, Flt1. Terhambatnya kerja dari VEGF dan P1GF yang disebabkan oleh ikatan dengan sFlt1, akan menyebabkan terbentuknya preeklamsia.[2] Oleh sebab itu, sFlt1 juga menjadi mediator yang penting dalam pembentukan preeklamsia.[15]

  • 6)    Autoantibodi Reseptor Angiotensin I (AT1-AA) Angiotensin Receptor 1

Autoantibodi (AT1-AA) yang didapati pada wanita preeklamsia bersifat patogenik. Autoantibodi ini dapat menyebabkan peningkatan dari spesies oksigen reaktif dan enzim nikotinamid adenin dinukleotid fosfat oksidase (NADPH). Enzim NADPH oksidase bekerja memproduksi superoksida, yang merupakan spesies oksigen reaktif (ROS). Spesies oksigen reaktif ikut berperan dalam terbentuknya preeklamsia.[15]

Terapi untuk Preeklamsia

Terapi antihipertensif untuk penanganan preeklamsia ringan masih bersifat kontroversial.[1] Beberapa pilihan terapi antihipertensif untuk penderita preeklamsia yang direkomendasikan adalah, metildopa, labetalol, beta bloker (selain dari atenolol). Metidopa diberikan secara oral, sebanyak 0.5-3 gram per hari, dalam dua dosis terbagi, sedangkan labetalol diberikan secara oral, sebanyak 200-1200 miligram per hari dalam dua hingga tiga dosis terbagi.[14] Selain itu, dapat dilakukan pemberian magnesium sulfat (MgSO4) untuk mencegah terjadinya eklamsia.[2] Namun, pemberian magnesium tidak direkomendasikan untuk pasien dengan preeklamsia ringan.[1]

Suplementasi kalsium untuk mencegah gangguan hipertensif direkomendasikan untuk menurunkan risiko terjadinya preeklamsia.[16] Steroid

terfluorinasi dapat diberikan kepada pasien dengan usia kehamilan di bawah 34 minggu, untuk mendukung maturasi paru janin. Bagaimanapun, pasien dengan preeklamsia tanpa manifestasi yang berat harus tetap dimonitor dengan ketat, mencakup evaluasi kondisi ibu dan janin.[1]

Properti Umum Buah Mengkudu sebagai Modalitas Terapi

Buah mengkudu (Morinda citrifolia) adalah buah yang termasuk ke dalam tumbuhan keluarga kopi-kopian yang rasanya asam manis dan pahit. Buah mengkudu juga banyak disebut sebagai noni.[3,4] Kandungan dalam buah mengkudu yang berfungsi mengatasi preeklamsia adalah kandungan skopoletin.[5] Bagian yang sering digunakan dari mengkudu adalah buahnya. Cara pengolahannya adalah, buah mengkudu yang sudah matang sebanyak 19 kilogram dipotong dan dihangatkan dalam suhu 50oC, lalu ditumbuk sehingga menjadi bubuk. Bubuk seberat satu kilogram dimaserasi dengan dengan etanol 96% selama 24 jam sebanyak dua kali dan dilakukan evaporasi agar mendapat ekstrak kentalnya. Ekstrak ini dinamai Morinda citrifolia fruit ethanolic extract (MCFEE). Skopoletin dapat digunakan langsung dari MCFEE.[6,7] Bagian lain dari tumbuhan yang dapat digunakan, berasal dari akar dan daunnya.[4,8] Tumbuhan mengkudu dapat tumbuh di banyak jenis daerah, dan tanah yang bermacam-macam, dari tanah berkapur, pasir, hingga tanah. Tumbuhan ini dapat hidup sampai dengan ketinggian 1500 meter di atas permukaan air laut. Waktu tumbuhnya pun tidak terikat musim sehingga dapat digunakan kapan saja.[3,6] Tempat tumbuhnya juga tersebar di daerah Asia Tenggara, Cina, India, dan Afrika.[3-5] Secara umum, manfaat yang sudah diketahui masyarakat secara luas adalah untuk mengobati tekanan darah tinggi, kram menstruasi, aterosklerosis, analgesik, antibiotik, antifungal, dan yang berguna untuk kehamilan adalah dapat mencegah preeklamsia dan diabetes yang diakibatkan oleh kehamilan.[4,9] Buah Morinda citrifolia yang matang merupakan sumber antioksidan yang tinggi.[10]

Properti Umum Skopoletin sebagai Modalitas dari Buah Mengkudu

Skopoletin adalah suatu turunan dari kumarin, dan dikenal sebagai efek antioksidannya. Skopoletin dapat diperoleh dari berbagai tanaman, salah satunya buah mengkudu. Skopoletin ini memiliki banyak fungsi seperti antibiotik, anti inflamasi, anti rematik, antifungal, anti hipertensi, dan pada sistem kardiovaskular (sebagai vasorelaksan dan memiliki efek hipotensi yang diteliti pada tikus dan kelinci). Selain itu beberapa studi in vitro membuktikan bahwa skopoletin menunjukkan antioksidan yang kuat sehingga membuat senyawa ini lebih potensial untuk pengembangan obat. Ada beberapa senyawa antioksidan yang menunjukkan efek penurunan tekanan darah seperti vitamin C dan E, astaxanthin, tempol, termasuk skopoletin.[11,12,17-20]

Gambar 2. Susunan Rantai Kimia Skopoletin[6]

1 (PN = kelompok dengan prednisone     +

NaCl; PNL = kelompok dengan prednisone + NaCl + L-NAME; Nilai negative         (-)

mengindikasi penurunan parameter.[21]


Tabel 1. Efek Terapi terhadap Tekanan Darah dan Detak Jantung selama 120 Menit Pengamatan.[22]

Doses

Percent change of parameters over time f⅛)

O'

30'                 60'

90'

120’

Control

Scopoletin

O ± 2.55

O ± 2.55

Systolic blood pressure (SBP

-1.85 ± 235       2.16 ± 2.55

-19.57 ± 235     -21.82 ± 235

-6.84 ± 235

-25.92 ± 235

-13.98 ±235

-27.86 ±235

Control

Scopoletin

0 + 3.56

O ±3.56

Diastolic blood pressure (DBP)

-1.6 ± 336       -0.71 ± 3-56

-17.34 ± 336     -23.39 ± 336

-3.5 ± 336

-28.49 ±336

-7.31 ± 336

-28.9 ±336

Control

Scopoletin

O ± 6.13

O ±6.13

Mean arterial pressure (MAP)

-3.34 ± 6.13        4.37 ± 6.13

-45.61 ± 6.13      -19.79 ± 6.13

4.51 ± 6.13

-5927 ± o.13

-13 ± 6.13

-61.97 ± 6.13

Control

Scopoletin

O ±3.00

O ±3.00

Heart rate (HR)

5.47 ± 3.00       3.96 ± 3.00

-3.67 ±3.00       -1.19 + 3.00

-2.63 ±3.00

1.55 ±3.00

-0.93 ±3.00

126 ±3.00


Efek Klinis Skopoletin dalam Menurunkan Tekanan Darah dan Denyut Jantung

Penelitian yang dilakukan oleh Armenia, dkk, dengan pemberian skopoletin hasil ekstraksi Morinda citrifolia secara intravena dengan dosis 10 mg/kg dan diberikan infus tambahan propofol 4% selama 60 menit. Tekanan darah arteri diukur langsung dari arteri karotis kanan melalui kanula arteri yang terhubung ke pressure transducer ditambah dengan perekam hemodinamik (Biopac MP 150, AS). Tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD), mean arterial pressure (MAP) dan denyut jantung (HR) dicatat selama 120 menit pengamatan. Penggunaan metode langsung pengukuran tekanan darah telah disarankan sebagai standar baku karena menunjukkan indikasi langsung ke sistem peredaran darah dan informasi denyut-demi-denyut dengan lebih akurat. [22-24] (Tabel 1)

Skopoletin memengaruhi TDS, TDD, MAP secara signifikan (p <0,05). Perbandingan efek skopoletin dalam penurunan tekanan darah menunjukkan bahwa senyawa ini lebih unggul pada tikus hipertensi terkait stres oksidatif (kelompok PNL). Berbeda dengan TDS, TDD, dan MAP, skopoletin tidak mempengaruhi secara signifikan denyut jantung hewan (p> 0,05). Meskipun denyut nadi berfluktuasi selama periode pemantauan, tapi perubahan parameter tidak signifikan. Pada kelompok PN, skopoletin menyebabkan penurunan denyut jantung meskipun dalam jumlah kecil. Sedangkan di kelompok PNL, penurunan TDS dan TDD lebih signifikan sehingga skopoletin bersifat spesifik dalam menangangi hipertensi yang disebabkan stres oksidatif. Hasil ini menunjukkan bahwa skopoletin tidak signifikan mempengaruhi detak jantung sehingga detak jantung menjadi stabil.[22] (Gambar 3)

Gambar 3. Perbandingan Efek Terapi terhadap

Tekanan Darah pada Model Hipertensi yang

Berbeda.[21]1

Hasil ini menunjukkan efek antihipertensi skopoletin terhadap TDS dan TDD pada kedua model hipertensi selama 120 menit pengamatan. Efeknya menjadi signifikan dalam 90 hingga 120 menit setelah dimulainya obat. Fenomena ini merujuk kepada profil farmakokinetik skopoletin yang dilaporkan mencapai level puncak dalam dua jam setelah diberikan secara intravena.[12,21,22]

Efek Klinis Skopoletin dalam Meningkatkan Serum Nitrogen Monoksida (NO)

Sebuah studi yang dilakukan oleh Armenia, dkk, pengukuran serum nitrogen monoksida (NO) dilakukan dengan mengambil darah sebelum

pemberian obat dan pada akhir percobaan melalui arteri karotis. Darah disentrifugasi selama 15 menit pada 4000 rpm untuk mendapatkan serum dan disimpan pada suhu -20 C untuk pengukuran lebih lanjut. Konsentrasi NO ditentukan dengan spektrofotometer (BioRad Lab Inc., USA) dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).[24]

Hasilnya semua dosis pengobatan meningkatkan konsentrasi serum nitrogen monoksida (NO) pada kedua kelompok. Skopoletin secara signifikan meningkatkan NO pada kelompok PN dan PNL dibandingkan dengan kontrol (p <0,05).[23]

Efek Toksisitas Maternal Morinda citrifolia

Penelitian oleh Marques, dkk dengan menggunakan 82 tikus wistar betina yang diberikan ekstrak atau jus mulai dari hari ke-7 sampai ke-15 menunjukkan bahwa pemberian baik ekstrak maupun jus Morinda citrifolia memiliki efek pada fase perkembangan prenatal namun tidak menginduksi toksisitas maternal.[18]

Efek Terapi dari Morinda citrifolia terhadap Preeklamsia

Aktivitas antioksidan dari ekstrak buah Morinda citrifolia mampu mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif. Kandungan fenol dalam ekstrak mampu menangkap radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid. Penelitian oleh Kumarin, dkk., menyatakan bahwa skopoletin memiliki aktivitas hipotensi dengan menggunakan mekanisme dilatasi melalui aktivitas relaksasi otot polos, bertindak sebagai agen spasmolitik nonspesifik, dan memiliki efek penghambatan ACE (Angiotensin Converting Enzyme). Efek antioksidan skopoletin dapat mencegah inaktivasi NO akibat radikal bebas. Mekanisme yang terjadi ini dapat mengurangi tekanan darah dari preeklamsia. [13, 25- 26]

Penelitian oleh Armenia, dkk menggunakan NG-nitro- arginin metil ester (L-NAME) sebagai penginduksi farmakologis untuk mendapatkan hipertensi akibat stres oksidatif. Stres oksidatif, ketidakseimbangan antara tingkat spesies oksigen reaktif (ROS) dan antioksidan menjadi kontribusi utama pada patofisiologi peningkatan tekanan darah pada preeklamsia, sehingga apabila menggunakan ekstrak buath Morinda citrifolia, bisa didapatkan efek penurunan tekanan darah yang lebih efektif daripada hipertensi biasa.[26]

SIMPULAN

Preeklamsia ini dapat ditangani dengan antioksidan skopoletin dari buah mengkudu. Hasilnya adalah mempengaruhi TDS, TDD dan MAP. Skopoletin juga bisa meningkatkan NO yang memiliki fungsi vasodilatasi, dan dibantu dengan menghambat ACE sehingga tekanan darah bisa berkurang. Mekanisme yang terpenting bisa didapatkan dari efek stres oksidatif yang dapat meningkatkan tekanan darah pada preeklamsia, dan mekanisme ini dapat dihambat dengan lebih efektif dengan skopoletin dan buah Morinda citrifolia.

SARAN

Saran untuk topik ini adalah untuk mengadakan penelitian lanjutan mengenai cara ekstraksi skopoletin dari buah mengkudu yang mungkin bisa menjadi modalitas baru untuk terapi preeklamsia berbasis herbal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Lambert G, Brichant JF, Lambert G, Brichant JF, Hartstein G, Bonhomme V, Dewandre PY. Preeclampsia    :    an    update.    Acta

anaesthesiologica Belgica. 2014;65:137–49.

  • 2.    Young BC, Levine RJ, Karumanchi SA. Pathogenesis of Preeclampsia. Annual Review of Pathology:  Mechanisms of Disease.

2010;5(1):173–92.

  • 3.    Djauhariya E, Rahardjo M, Ma’mun N. Karakterisasi Morfologi dan Mutu Buah Mengkudu. Bul Plasma Nutfah. 2016;12(1):1.

  • 4.    Singh R. Morinda citrifolia L. (Noni): A review of the scientific validation for its nutritional and therapeutic properties. J Diabetes Endocrinol. 2012;3(6):77–91.

  • 5.    Santosa S. Khasiat Antioksidan dan Antihipertensi Buah Mengkudu ( Morinda Citrifolia Fructus ) dalam Penanganan Preeklamsi. Jkm. 2015;

  • 6.    Wigati D, Anwar K, Sudarsono, Nugroho AE. Hypotensive Activity of Ethanolic Extracts of Morinda citrifolia L. Leaves and Fruit in Dexamethasone-Induced Hypertensive Rat. J Evidence-Based Complement Altern Med. 2017;22(1):107–13.

  • 7.    Mahattanadul S, Ridtitid W, Nima S, Phdoongsombut N, Ratanasuwon P, Kasiwong S. Effects of Morinda citrifolia aqueous fruit extract and its biomarker skopoletin on reflux esophagitis and gastric ulcer in rats. J Ethnopharmacol. 2011;134(2):243–50.

  • 8.    Anwar K, Triyasmono L. Kandungan Total Fenolik , Total Flavonoid , dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Mengkudu ( Morinda citrifolia L .). Kandung Total Fenolik , Total Flavonoid , dan Akt Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L). 2016;3(1):83–92.

  • 9.    Singh S, Minj D, Kumari C. Diversity of Morinda citrifolia L. in Andaman and Nicobar Islands (India) assessed through morphological and DNA markers. African J Biotechnol. 2012;11(86):15214-15225–15225.

  • 10.    Mogana R, Teng-Jin K, Wiart C. Antiinflammatory,      anticholinesterase,      and

antioxidant potential of skopoletin isolated from Canarium patentinervium Miq. (Burseraceae Kunth). Evidence- based Complement Altern Med. 2013;2013. [CrossRef]

  • 11.    Gnonlonfin GJB, Sanni A, Brimer L. Review Skopoletin - A Coumarin Phytoalexin with Medicinal Properties. CRC Crit Rev Plant Sci. 2012;31(1):47–56.

  • 12.    Mahadeva Rao US, Mohd KS, Atif AB, Latif AZBA. Skopoletin (coumarin extracted from Mengkudu): Chemical, biological, molecular and pharmacokinetic insights - A review. Res J Pharm Technol. 2013;6(9):978-984.

  • 13.    Kumar R, Kumar A , Sharma R , Baruwa A . Pharmacological review on natural ACE inhibitors. Der Pharmacia Lettre. 2010;2:273-293

  • 14.    Geelhoed JM, Fraser A, Tilling K, Benfield L, Smith GD, Sattar N, et al. Preeclampsia and Gestational Hypertension Are Associated With Childhood Blood Pressure Independently of Family Adiposity Measures. Circulation. 2010;122(12):1192–9.

  • 15.    Phipps E, Prasanna D, Brima W, Jim B. Preeclampsia:  Updates in Pathogenesis,

Definitions, and Guidelines. Clinical Journal of the American Society of Nephrology. 2016;11(6):1102–13.

  • 16.    Berzan E, Doyle R, Brown CM. Treatment of Preeclampsia: Current Approach and Future Perspectives. Current Hypertension Reports. 2014;16(9).

  • 17.    Marques N, Marques A, Iwano A, Golin M, DeCarvalho R, Paumgartten F et al. Delayed ossification in Wistar rats induced by Morinda citrifolia L. exposure during pregnancy. Journal of Ethnopharmacology. 2010;128(1):85-91.

  • 18.    Asif M. Pharmacological activities and phytochemistry of various plant containing coumarin derivatives. Curr Sci Perspect. 2015;1(3):77-90.

  • 19.    Pereira dos Santos Nascimento MV, Arruda-Silva F, Gobbo Luz AB, Baratto B, Venzke D, Mendes BG, Fröde TS, Geraldo Pizzolatti M, Dalmarco EM. Inhibition of the NF- κB and p38 MAPK pathways by skopoletin reduce the inflammation caused by carrageenan in the mouse model of pleurisy. Immunopharmacol Immunotoxicol. 2016;38(5):344-352.

  • 20.    Shi W, Hu J, Bao N, Li D, Chen L, Sun J. Design, synthesis and cytotoxic activities of skopoletin-isoxazole and skopoletin-pyrazole hybrids. Bioorganic Med Chem Lett. 2017;27(2):147-151.

  • 21.    Malik A, Kushnoor A, Saini V, Singhal S, Kumar S, Yadav YC. In vitro antioxidant properties of Skopoletin. J Chem Pharm Res. 2011;3(3):659-665.

  • 22.    Armenia A, Hidayat R, Meiliani M, Yuliandra Y. Blood pressure lowering effect of skopoletin on oxidative stress-associated hypertensive rats. Marmara Pharm J. 2019;23(2):249–58.

  • 23.    Parasuraman S, Raveendran R. Measurement of invasive blood pressure in rats. J Pharmacol Pharmacother. 2012;3(2):172-177.

  • 24.    Hock FJ, ed. Drug Discovery and Evaluation: Pharmacological Assays. 4th ed. Springer International Publishing. 2015;

  • 25.    Yang J, Gadi R, Thomson T. Antioxidant capacity, total phenols, and ascorbic acid content of noni (Morinda citrifolia) fruits and leaves at various stages of maturity. Micronesica.2011;41:167-176.

  • 26.    Schulz E, Gori T, Münzel T. Oxidative stress and endothelial dysfunction in hypertension. Hypertens Res. 2011;34(6):665-673.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index

19