TINJAUAN PUSTAKA

PERAN SOLUBLE GROWTH STIMULATION GENE-2 (sST2) PLASMA DARAH SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PREEKLAMSIA BERAT

Yonathan Siswo Pratama1

  • 1    Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (FKUPNVJ)

Corresponding author dr.Laksmi Maharani, SpOG (K)2

  • 2    Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Ciptomangunkusumo – FKUI

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui peran Soluble Growth Stimulation Gene-2 (sST2) sebagai faktor prognostic pada pasien preeklamsia berat. Pencarian literatur secara terstruktur dilakukan dengan menggunakan PubMed, GoogleScholar dan ScienceDirect sesuai dengan pertanyaan klinis yang dipilih. Pemilihan artikel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Tiga artikel yang terpilih kemudian dinilai kualitasnya dengan menggunakan kriteria yang mencakup validitas, impostance, applicability. Ketiga penelitian yang digunakan pada artikel ini semua menyatakan bahwa kadar ST2 yang tinggi berhubungan dengan overall survival pada pasien preeklamsia berat. Kadar ST2 menjadi factor prognostic overall survival pada pasien preeklamsia berat.

Kata kunci : Prognosis, Preeklamsia Berat, Soluble Growth Stimulation Gene-2

ABSTRACT

This article is aimed to know the role of soluble growth stimulation gene-2 (sST2) as a prognostic factor in patients with severe preeclamsia. A search was conducted on Pubmed, GoogleScholar and ScienceDirect based on selected clinical question. The articles selection was based on inclution and exclution criteria. Three articles were critically appraised for its validity, importance and applicability. All three choosen articles state that higher sST2 plasma is correlated with overall survival patients with severe preeclamsia. SST2 level may serve as a prognostic factor regarding overall survival in patients with severe preeclamsia.

Key words: prognosis, severe preeclamsia, soluble growth stimulation gene-2

PENDAHULUAN

Hipertensi pada kehamilan, termasuk preeklampsia merupakan kondisi yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas ibu, janin dan bayi. Angka kejadian berkisar antara 5-15% dari seluruh kehamilan dan menjadi penyebab kematian janin sampai dengan 40%.[1,2] Data di WHO, preeklampsia 99% terjadi di negara-negara berkembang.[3] Secara nasional, kejadian preeklampsia di Indonesia sekitar 710% dari seluruh kehamilan.[4] Berdasarkan survei Demografi dan kesehatan Indonesia 2012, angka kematian ibu melonjak sangat signifikan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan tahun 2007 di mana Angka Kematian Ibu (AKI) telah mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Preeklampsia, sebagai penyebab langsung kematian ibu dalam kehamilan, memberi kontribusi paling besar diikuti dengan perdarahan dan infeksi.[5]

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang menyebabkan masalah pada ibu dan janin. Ia merupakan suatu sindrom dengan gambaran klinis yang berbeda-beda di mana hal tersebut disebabkan adanya respon inflamasi sistemik (vaskuler) akibat keadaan stres oksidatif plasenta.[6,7] Plasenta merupakan jaringan dari fetus dengan dua sirkulasi, sirkulasi fetus melalui pembuluh darah umbilikal dan sirkulasi maternal melalui arteri spiralis yang pendarahannya disuplai oleh arteri uterina. Pada preeklampsia, proses remodeling tidak berjalan sempurna sehingga aliran darah menjadi bertekanan tinggi dan menimbulkan kerusakan pada villi-villi plasenta.[8] Selain itu, perfusi darah arteri yang kaya

oksigen dengan pulsasi intermiten dapat menyebabkan pasokan oksigen yang fluktuatif, sehingga cenderung terjadi keadaan stres oksidatif yang berakibat pada kerusakan jaringan. Hal ini menyebabkan dihasilkannya faktor-faktor pro-inflamasi yang berujung pada terjadinya kerusakan organ-organ maternal dan berkurangnya perfusi janin.[6,8,9]

Sitokin memainkan peranan penting dalam proses kehamilan seperti ovulasi, implantasi, plasentasi dan persalinan. Granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), interleukin 3 (IL-3) dan Interleukin 10 (IL-10) merupakan sitokin anti-inflamasi yang berhubungan dengan keberhasilan kehamilan sedangkan sitokin seperti Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) dan Interferon-Gamma (IFN-γ) tampaknya memiliki efek yang merugikan. Interleukin 1 (IL-1), IL-2, IL-8, TNF-α dan IFN-γ merupakan sitokin Th1 atau sitokin pro-inflamsi yang dapat menginduksi reaksi inflamasi dan berhubungan dengan komplikasi kehamilan seperti abortus berulang, persalinan preterm, ketuban pecah, preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat. Sebaliknya sitokin Th2 seperti IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10 berhubungan dengan kehamilan normal.[11,15]

Protein growth stimulation gene-2 (ST2) merupakan bagian dari kelompok reseptor interleukin-1 (IL-1 receptor) yang ikut berpartisipasi dalam proses inflamasi. Protein ini mempunyai empat isoform, di mana dari keempat isoform tersebut terdapat dua isoform yang mempunyai makna klinis yaitu bentuk soluble (sST2) dan transmembran (ST2L). ST2L terekspresi di sel mast, makrofag dan sel T-helper type

2 (Th2). Jika ST2L berikatan dengan interleukin 33 (IL-33) maka akan terbentuk kompleks ST2/IL-33 yang dapat menstimulasi respon imun Th2 dan produksi sitokin anti-inflamasi. Efek ini dapat dinetralisir oleh sST2 yang bekerja sebagai “decoy receptor”. Paparan sST2 dapat menghambat ikatan kompleks ST2L dengan IL-33 pada permukaan sel sehingga menginduksi Nuclear Factor Kappa-light-chain-enhncer of activated B cells dan menyebabkan terjadinya peningkatan sitokin proinflamasi dan penurunan respon imun Th2.[16,17,18,19]. Keadaan ini memperlihatkan bahwa gen ST2 dapat berfungsi tidak saja sebagai mediator IL-33 jika ia berikatan dengan ST2L.[21,21] Beberapa penelitian memperlihatkan hubungan peningkatan sekresi sST2 dengan berbagai keadaan patologis di mana terdapat ketidakseimbangan respon imun Th1/Th2 dan adanya inflamasi seperti pada asma, rematoid artritis, osteoarteritis, lupus eritematosus, sepsis, penyakit kardiovaskuler, keganasan, infeksi virus, alergi makanan dan lain-lain. Selain itu, peningkatan sST2 juga berhubungan dengan derajat keparahan penyakit dan luaran yang buruk, [19,220,22] sehingga dapat dipakai sebagai penanda pada penyakit-penyakit tersebut.

Akibat dari gangguan plasentasi, ketidakseimbangan sistem imun Th1/Th2 dan keadaan inflamasi juga terjadi pada preeklampsia. sST2 dan IL-33 juga sudah mulai diteliti guna melihat apakah ia dapat menjadi faktor prediktor ataupun prognostik yang lebih baik untuk preeklampsia. Granne, dkk melakukan penelitian tentang kadar sST2 dan IL-33 pada kehamilan normal dan preeklampsia. sST2 meningkat secara signifikan (p<0,001) pada wanita dengan preeklampsia (85,89ng/ml) dibandingkan kehamilan normal (25.20ng/ml). Penelitian Southcombe, dkk mengatakan bahwa konsentrasi sST2 di plasma pasien preeklampsia awitan dini maupun lanjut meningkat secara signifikan dibandingkan kehamilan normal dengan usia gestasi yang sama. sST2 juga dikatakan sebagai penanda diagnostik preeklampsia awitan dini yang lebih baik dibanding untuk kehamilan lanjut.[23]

METODE

Penulusuran literatur dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2018 pada tiga database ilmiah online yaitu PubMed, GoogleScholar dan ScienceDirect. Kata kunci dalam makalah ini adalah “sST2”, “preeklamsia berat” dan “mortalitas”. Kriteria inklusi yang dipakai dalam makalah ini adalah makalah kohort, metaanalisis ataupun systematic reviews. Sedangkan untuk kriteria eksklusi pada makalah ini adalah penelitian dengan menggunakan subjek berupa hewan coba.

Sesudah dilakukan penelusuran literatur, tahap selanjutnya adalah melakukan skrinning terhadap artikel berdasarkan kesesuaian judul dan abstrak, serta eliminasi artikel ganda. Artikel yang didapatkan dan diskrining tersebut sejumlah tiga (3) dari PubMed, empat (4) dari GoogleScholar, dan dua (2) dari ScienceDirect. Teks lengkap artikel dibaca dan didapatkan tiga (3) artikel yang ditelaah.

Artikel yang digunakan pada telaah kritis dalam artikel ini merupakan artikel penelitian kohort. Ketiga artikel tersebut ditelaah dari segi validitas, importance, dan applicability-nya.

Berdasarkan hasil tinjauan kritis, penulis menarik kesimpulan bahwa ketiga artikel tersebut merupakan artikel yang valid, penting secara klinis dan dapat

diterapkan pada pasien dengan diagnosis preeklamsia berat. Ketiga artikel ini menganalisis hubungan antara plasma sST2 dan outcome berupa overall survival dan penulis mengambil data berupa harm ratio untuk dikaji di telaah kali ini.

PEMBAHASAN

Kehamilan normal berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ringan di mana lebih banyak diproduksi sitokin Th2. Sedangkan, preeklampsia ditandai dengan respon inflamasi yang lebih mendalam disebabkan adanya disfungsi endotel dan dominasi produksi sitokin Th1.

Selama kehamilan normal, desidua mengandung banyak sel-sel imun, seperti makrofag, natural killer cells (NK), sel limfosit T, sel dendritik dan lain-lain. Selama trimester pertama, sel-sel imun ini akan menginfiltrasi desidua dan terakumulasi di sekitar daerah invasi trofoblas.[14] Dari beberapa penelitian didapatkan bukti bahwa tidak adanya sel NK dapat menyebabkan kegagalan invasi trofoblas yang mengakibatkan kegagalan kehamilan. Selain itu, deplesi sel dendritik mencegah terjadinya implantasi blastocyst. Di sini terlihat bahwa sistem imunitas di daerah implantasi plasenta berguna untuk melindungi kehamilan dan tidak berhubungan dengan respon imun ibu terhadap jaringan janin yang dianggap sebagai benda asing.

Pada kehamilan sendiri terdapat tiga fase imunologi yang berbeda. Pada saat awal implantasi dan plasentasi di trimester pertama sampai dengan awal trimester kedua didapatkan respon inflamasi yang kuat di mana merupakan fase pro-inflamasi. Fase ini ditandai dengan peningkatan sitokin Th1 seperti IL-6, IL-8 dan TNF α. Blastocyst akan masuk menembus epitel untuk berimplantasi, terjadi kerusakan jaringan yang diikuti dengan masuknya trofoblast menembus otot polos vaskuler dan endotel pada pembuluh darah maternal agar nantinya suplai darah plasenta-fetus selalu adekuat. Fase imunologi kedua merupakan waktu di mana terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin, dan merupakan fase anti-inflamasi. Fase ini akhirnya diikuti fase terakhir di mana janin sudah berkembang sempurna dan siap untuk dilahirkan. Pada persalinan terdapat keadaan di mana sel-sel imun masuk ke dalam miometrium dan menimbulkan proses inflamasi kembali. Lingkungan yang pro-inflamasi ini menghasilkan kontraksi uterus, ekspulsi dan rejeksi dari plasenta. [16,17]

Pada preeklampsia terjadi gangguan plasentasi yang menyebabkan keadaan iskemia utero-plasenta dan stres oksidatif. Hal tersebut memicu inflamasi vaskuler sistemik dan disfungsi endotel, di mana terjadi peningkatan konsentrasi sitokin pro-inflamasi seperti IL-1β dan TNF α, termasuk juga mediator inflamasi seperti IL-6. Telah diketahui bahwa preeklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 34 minggu dapat menyebabkan kerusakan plasenta dan gangguan multi-sistemik yang lebih berat dibandingkan preeklampsia yang terjadi sesudahnya. Misalnya, hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet syndrome (HELLP) lebih sering terjadi pada preeklampsia awitan dini. Keadaan ini dapat memicu peningkatan morbiditas perinatal karena preeklampsia awitan dini berhubungan dengan persalinan preterm yang mengakibatkan risiko komplikasi pada bayi. [16]

Preeklampsia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal, maka banyak usaha dilakukan untuk mengidentifikasi biomarker yang dapat digunakan sebagai prediktor terjadinya preeklampsia. Meskipun penanda inflamasi sistemik dan disfungsi endotel pada plasma darah maternal sudah diketahui berhubungan dengan kejadian preeklampsia, tetapi nilai sensitifitas untuk mengindentifikasi pasien preeklampsia sebelum di diagnosis adalah sangat rendah. Preeklampsia juga diketahui sebagai suatu sindrom yang berhubungan dengan keadaan anti-angiogenik. Penilaian konsentrasi faktor-faktor pro-angiogenik seperti penurunan placental growth factor (PIGF) maupun anti-angiogenik seperti peningkatan vascular endothelial growth factor receptor-1(VEGFR-1) dan soluble endoglin (sEng) pada preeklampsia juga tidak optimal untuk digunakan sebagai prediktor. [18] Oleh karena itu, masih dilakukan penelitian untuk mencari biomarker yang lebih sensitif sehingga dapat dipakai sebagai alat diagnosis sebelum terjadinya preklampsia.

Akhir-akhir ini terdapat penelitian tentang reseptor ST2 yang meningkat konsentrasinya di dalam plasma pasien preeklampsia sebelum dan pada saat terdiagnosis. ST2 mempunyai dua isoform yaitu ST2L yang terdapat di permukaan membran sel dan sST2 yang terlarut. ST2L terekspresi pada sel mast, makrofag dan sel Th2. IL-33 sebagai ligand ST2L dapat menstimulasi produksi sitokin dan respon imun Th2. sST2 bekerja sebagai reseptor yang dapat menghambat fungsi IL-33, sehingga terjadi pergeseran kearah pembentukan respon imun Th1. Selain itu, sST2 dapat disekresikan oleh sel endotel sebagai respon terhadap inflamasi. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa sST2 berperan dalam beberapa kondisi patologis yang memperlihatkan inflamasi vaskuler seperti infark miokard, aterosklerosis dan sepsis, serta ketidakseimbangan Th1/Th2 seperti pada asma atau kondisi alergi. Berdasarkan hal itu, kita ketahui bahwa inflamasi vaskuler dan ketidakseimbangan respon imun Th1/Th2 juga terjadi pada preeklampsia sehingga sST2 diusulkan sebagai kandidat biomarker yang baru untuk prediktor preeklampsia.[16,19] Belum banyak penelitian tentang peran sST2 pada preeklampsia. Pada beberapa penelitian pendahuluan didapatkan hasil bahwa ST2 terekspresi pada plasenta dan terjadi peningkatan bermakna pada pasien preeklampsia dibandingkan kehamilan normal.[16,19,21,22]

Artikel pertama oleh Laksmi dkk. menyajikan data mengenai penelitian studi analitik observasional dengan teknik pengambilan data penelitian secara potong lintang pada 63 pasien dengan terbagi menjadi 23 wanita hamil dengan tekanan darah normal, 19 wanita dengan preeklamsia yang tanpa diikuti komplikasi dan 21 wanita dengan preeklamsia diikuti dengan komplikasi. Sampel penelitian ini merupakan semua wanita hamil dengan tekanan darah yang normal dan yang sudah terdiagnosis preeklamsia berat untuk diketahui perbedaan jumlah kadar sST2 pada wanita hamil yang tekanan darahnya normal dan pada wanita hamil yang tekanan darahnya tinggi atau dengan kata lain terdiagnosis preeklamsia berat baik yang disertai komplikasi ataupun tanpa disertai komplikasi. Pengambilan sampel penilitian ini dilakukan di oliklinikdan Instalasi Emergency RSUP Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat signifikasi pada

perbedaan kadar sST2 pasien hamil dengan tekanan darah yang normal ataupun dengan diagnosis preeklamsia baik yang disertai komplikasi ataupun tanpa komplikasi.[23] (Area under the curve (AUC) 9ng/ml dengan sensitivitas 82% dan spesifitas 78%)

Artikel kedua oleh Inggrid Granne et al. membahas mengenai penelitian studi analitik observasional pada wanita hamildan yang telah terdiagnostik preeklamsia berat ataupun yang dengan tekanan darah normal. Tiga kelompok studi direkrut yakni wanita yang tidak hamil, wanita hamil dengan tekanan darah normal dan wanita hamil dengan diagnosis preeklamsia berat. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan perubahan sST2 dan IL-33 yang terkait dengan pre-eklampsia, sampel darah (sampel plasma dikumpulkan menggunakan Ethilenediaminetetraacetic acid (EDTA) tabung antikoagulan) diambil dari wanita dengan pre-eklampsia (n = 20) yang diklasifikasikan di inklusikan berdasar usia (+/24 tahun), paritas (0,1–3,4+), dan usia kehamilan (+ per 213 hari) untuk wanita hamil normal, dan untuk usia dan paritas untuk kontrol yang tidak hamil Untuk tentukan perubahan dengan usia kehamilan dalam sirkulasi konsentrasi sST2 dan IL-33, wanita sehat direkrut ke Oxford Pregnancy Biobank di trimester pertama kehamilan (11-13 minggu kehamilan), dan sampel lebih lanjut diperoleh selama trimester kedua (20-22 minggu) dan ketiga (30–34 minggu). Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa kehamilan normal dikaitkan dengan respon inflamasi sistemik ringan dan kekebalan terhadap tipe 2 sitokin produksi, sedangkan pre-eklampsia ditandai oleh respon inflamasi yang lebih intens, terkait dengan endotelial disfungsi dan dominasi sitokin tipe 1. Interleukin (IL)-33 adalah anggota keluarga IL-1 yang baru dijelaskan, yang mengikat reseptornya ST2L untuk menginduksi sitokin tipe 2. Varian terlarut ST2 (sST2) bertindak sebagai reseptor umpan untuk mengatur aktivitas IL-33. Dalam penelitian ini beredar IL-33 dan sST2 diukur pada setiap trimester kehamilan normal dan di wanita dengan pre-eklamsia. Sedangkan IL-33 tidak berubah sepanjang kehamilan normal, atau antara yang tidak hamil, normal wanita hamil atau pra-eklampsia, sST2 secara signifikan berubah. sST2 meningkat pada trimester ketiga normal kehamilan (p, 0,001) dan lebih meningkat pada pre-eklamsia (p, 0,001). Peningkatan ini terlihat sebelum terjadinya penyakit (p, 0,01).

Artikel ketiga oleh Tamara Stampalija et al. yang mengangkat penelitian crossectional pada 106 wanita dengan preeklamsia yang dengan komplikasi dan 131 wanita dengan preeklamsia yang disertai komplikasi. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa preeklampsia berhubungan dengan peningkatan konsentrasi plasma maternal sST2. Temuan bahwa konsentrasi SST2 tidak berkorelasi dengan uterus atau arteri umbilikalis Doppler velocimetry pada wanita dengan preeklampsia menunjukkan bahwa peningkatan sST2 plasma maternal konsentrasi pada preeklamsia tidak terkait dengan peningkatan impedansi mengalir di utero-sirkulasi plasenta. Kinerja sST2 dalam mengidentifikasi preeklampsia pada saat diagnosis sebelum 37 minggu kehamilan sebanding dengan angiogenik / anti-angiogenik faktor-faktor. Masih harus dijelaskan jika peningkatan konsentrasi sST2 plasma ibu di kehamilan khusus untuk preeklamsia.

Ketiga artikel ini serentak menyatakan bahwa peningkatan sST2 berhubungan dengan angka kejadian wanita hamil yang terdiagnosis preeklamsia

berat. Sst2 meningkat dengan sendirinya tergantung dari seberapa tingkat keparahan dari preeklamsia tersebut.

Preeklampsia adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor turunan plasenta, dan menunjukkan bahwa ST2 dapat terdeteksi dari plasenta normal dan preeklamsia. ST2 diidentifikasi pada lapisan cyncytiotrophoblast. Dalam model perfusi plasenta in vitro, sST2 disekresikan oleh plasenta dengan pro-inflamasi sitokin atau mengalami cedera hipoksia / reperfusi melepaskan lebih banyak sST2, menunjukkan asal setidaknya beberapa dari peningkatan jumlah sirkulasi sST2 pada wanita preeklampsia adalah plasenta. Hasil ini menunjukkan bahwa sST2 dapat memainkan peran signifikan dalam kehamilan yang rumit oleh preeklamsia dan peningkatan sST2 dapat berkontribusi pada bias tipe 1 yang terlihat pada gangguan ini.

SIMPULAN

Ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat sST2 plasma darah di antara tekanan darah normal dan preeklamsia tanpa dan dengan kelompok-kelompok komplikasi. Peningkatan tingkat sST2 memiliki hubungan dengan tingkat keparahan preeklamsia. Oleh sebab itu, sST2 salah satu yang berperan penting dalam faktor prognostik pada kasus preeklamsia berat.

SARAN

Penulis menyarankan agar pemeriksaan plasma sST2 dilakukan pada pasien terdiagnosis preeklamsia berat. Hal tersebut bermanfaat untuk menentukan seberapa agresif efek klinis untuk melakukan penatalaksanaan pasien tersebut. Selain itu juga dapat dilakukan dalam mengedukasi pasien bahwa pentingnya pemeriksaan sST2 dalam kasus seperti ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Turner JA. Diagnosis and management of preeclampsia: an update. International Journal of Women’s Health. 2010; 2: 327–337.

  • 2.    Koual M, Abbou H, Carbonnel M, Picone O, JeanMarc Ayoubi. Short-term outcome of patients with preeclampsia. Vascular Health and Risk Management. 2013; 9: 143–148.

  • 3.    World Health Organization Fact Sheet, Maternal mortality, May 2014.

  • 4.    Birawa AD, Hadisaputra H, Hadujono S. Kadar D-dimer pada ibu hamil dengan preeklampsia berat dan normotensi di RSUP Dr. Kariadi. Majalah obstetri dan ginekologi Indonesia, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009; vol 33: 2.

  • 5.    Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 Jakarta.

  • 6.    Redman CW, Sargent IL. Immunology of preeclampsia. Am J Reprod Immunol 2010;63:534-43.Mor G, Cardenas I, Abrahams V,

Guller S. Inflammation and pregnancy: the role of the immune system at the implantation site. Ann N Y Acad Sci 2011;1221(1):80-87.

  • 7.    Redman CW. Preeclampsia:  A multi-stress

disorder. La Revue de medicine interne 2011;32S:S41-S44.

  • 8.    Burton GJ, Jauniaux E. Placental oxidative stress: from miscarriage to preeclampsia. J Soc Gynecol Investig 2004;11:342-352.

  • 9.    Poon LC, Kametas NA, Maiz N, Akolekar R, Nicolaides KH. First trimester prediction of hypertensive disorders in pregnancy. Hypertension 2009;53:812-8.

  • 10.    Raghupathy R. Cytokines as Key Players in the Pathophysiology of Preeclampsia. Med Princ Pract 2013;22(suppl 1):8–19.

  • 11.    Lamarca BD, Ryan MJ, Gilbert JS, et al. Inflammatory cytokines in the pathophysiology of hypertension during pre-eclampsia. Curr Hypertens Rep 2007;9:480–485.

  • 12.    Saito S, Nakashima A, Shima T, Ito M. Th1/Th2/Th17 and Regulatory T-Cell Paradigm in Pregnancy. American Journal of Reproductive Immunology 2010;63:601–610.

  • 13.    Servitje EL. A leading role for the immune system in the pathophysiology of preeclampsia. Journal of Leukocyte Biology 2013;94:247-257.

  • 14.    Mutter WP, Karumanchi SA. Molecular mechanisms of preeclampsia. Microvascular Research 2008;75:1-8

  • 15.    Stampalija T, Chaiworapongsa T, Romero R, Chaemsaithong P, Korzeniewski SJ et al. Maternal plasma    concentrations    of sST2    and

angiogenic/anti-angiogenic       factors       in

preeclampsia. J Maternal Fetal Neonatal Med. 2013; 26(14): 1359-1370.

  • 16.    Verlohren S, Stepan H, Dechend R. Angiogenic growth factors in the diagnosis and prediction of pre-eclampsia. Clin Sci (Lond) 2012;122:43–52.

  • 17.    Kusanovic JP, Romero R, Chaiworapongsa T, et al. A prospective cohort study of the value of maternal plasma concentrations of angiogenic and anti-angiogenic factors in early pregnancy and midtrimester in the identification of patients destined to develop preeclampsia. J Matern Fetal Neonatal Med 2009; 22: 1021–38.

  • 18.    Granne I, Southcombe JH, Snider JV, et al. ST2 and IL-33 in pregnancy and pre-eclampsia. PLoS One 2011;6:e24463.

  • 19.    Kakkar R, Lee RT. The IL-33/ST2 pathway: therapeutic target and novel biomarker. Nat Rev Drug Discov 2008; 7(10): 827-840.

  • 20.    Trajkovic V, Sweet MJ, Xu D. T1/ST2 – an IL-1 receptor-like modulator of immune responses. Cytokine Growth Factor Rev 2004; 15: 87-95.

  • 21.    Miller AM. Role of IL-33 in inflammation and disease. Journal of inflammation 2011; 8(1): 22.

  • 22.    Laksmi M. Soluble Growth Stimulation Gene-2 Level in Severe Preeclamsia Patients without and with Complications. JSFAOG.2018.

14

Essence of Scientific Medical Journal