INSTRUMEN PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU): STUDI LITERATUR
on
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA
INSTRUMEN PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU): STUDI LITERATUR
I Made Cahyadi Agastiya1
1Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali
ABSTRAK
Pendahuluan: Mayoritas pasien kritis di ICU mengalami nyeri selama proses perawatan. Nyeri merupakan hal yang bersifat subjektif sehingga yang dilaporkan oleh pasien menjadi pengkajian dan evaluasi yang paling baik. Akan tetapi, sebagian besar pasien kritis di ICU terintubasi, menggunakan ventilasi mekanik ataupun mengalami penurunan kesadaran. Walaupun demikian, nyeri harus tetap dikaji dan dievaluasi untuk menentukan manajemen nyeri pada pasien kritis di ICU. Hal tersebut membutuhkan instrumen pengkajian nyeri yang praktis, objektif dan relevan dengan kondisi pasien di ICU.
Metode: Penyusunan studi literatur ini menggunakan jurnal-jurnal yang relevan dari mesin pencari seperti proquest.com, sciencedirect.com dan scholar.google.com dengan kata kunci pain, assessment tool, critical care. Pembahasan: Terdapat empat instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis di ICU yang telah teruji yaitu Behavioral Pain Scale (BPS), Critical Care Pain Observation Tool (CPOT), Non-verbal Pain Scale (NVPS) dan Pain Assessment and Intervention Notation (PAIN). Keempat instrumen pengkajian nyeri tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Diantara keempat instrumen pengkajian nyeri tersebut, BPS dan CPOT merupakan instrumen yang objektif, praktis dan relevan serta akurat sesuai karakteristik pasien kritis di ICU. Kedua instrumen tersebut memiliki nilai reliabilitas dan validitas yang baik yaitu BPS: 0,72;3,9-6,8(p<0,001) dan CPOT: 0,71;0,26-0,56(p<0,001) dibandingkan dengan NVPS: 0,59;0,19-0,44(p<0,001) dan PAIN: p<0,05.
Simpulan: BPS dan CPOT adalah instrumen yang paling objektif, praktis, dan relevan digunakan untuk mengkaji nyeri pada pasien kritis di ICU karena dapat mengkaji nyeri pada pasien kritis di ICU dengan penurunan kesadaran.
Kata kunci: ICU, instrumen, keperawatan kritis, nyeri, pengkajian
ABSTRACT
Introduction: The majority of critical ill patient in ICU have pain experience during treatment. Pain is a subjective thing, so the patient self-report to be the best assessment and evaluation. However, the majority of critical ill patient in ICU are intubated, using mechanical ventilation, or unconsciousness. But, pain should be asses and evaluate to determine pain management in critical ill patient in ICU. It require a practical, objective and relevant pain assessment instrument of critical ill patient in ICU.
Method: This review was made by using relevant journals from proquest.com, sciencedirect.com and scholar.google.com database with keyword pain, assessment tool, critical care.
Discussion: There were four instruments for assessing critical pain in ICU that had been tested such as Behavioral Pain Scale (BPS), Critical Care Pain Observation Tool (CPOT), Non-verbal Pain Scale (NVPS) and Pain Assessment and Intervention Notation (PAIN). The four pain assessment instruments had their own weakness and strengths. Among the four pain assessment instruments, BPS and CPOT were practical, objective and relevant pain assessment instrument of critical ill patient in ICU. Both instruments had a better reliability and validity values such as BPS: 0,72;3,9-6,8(p<0,001) and CPOT: 0,71;0,26-0,56(p<0,001) than NVPS: 0,59;0,19-0,44(p<0,001) and PAIN: p<0,05.
Conclusion: BPS and CPOT are the most objective, practical, and relevant instruments to assess pain in critical patient in ICU because it can assess pain while the patient is in unconsciousness condition.
Keywords: Assessment, critical care, ICU, instrument, pain
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu ruang perawatan yang memerlukan pemantauan secara intensif. ICU merupakan ruang perawatan dengan pasien kritis dan tingkat resiko kematian pasien yang tinggi sehingga diperlukan monitoring secara terus menerus.[1] Mayoritas pasien kritis di ICU mengalami nyeri selama proses perawatan baik saat tindakan maupun selama observasi.[2] Karakteristik pasien kritis di ICU yaitu mengalami gagal napas sehingga dilakukan pemasangan ventilator mekanik ataupun pemasangan endotracheal tube. Tindakan tersebut tentu dapat menyebabkan cedera pada laring
dan menyebabkan rasa nyeri. Nyeri merupakan hal yang sering dirasakan pada pasien dengan kondisi kritis.[1,3,4] Nesek, Matolić, Karaman-Ilić, Grizelj-Stojčić, Smiljanić, & Skok pada tahun 2015 menyatakan bahwa 80 % pasien yang dirawat di ICU mengalami nyeri.[5] Selain itu, 71% pasien kritis di ICU masih mengingat pengalaman nyeri yang dialaminya saat mendapatkan perawatan di ICU.[6]
Nyeri merupakan hal yang bersifat subjektif sehingga yang dilaporkan oleh pasien menjadi pengkajian dan evaluasi yang paling baik (golden standard). Akan tetapi, sebagian besar pasien kritis di ICU terintubasi, menggunakan ventilasi mekanik
ataupun mengalami penurunan kesadaran sehingga tidak dapat melaporkan tingkat nyerinya baik secara lisan, tulisan ataupun dengan menunjuk skala nyeri yang telah disediakan.[7] Hal tersebut menjadi kompleks dan tantangan bagi perawat untuk melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif dan relevan pada pasien kritis di ICU.[1,2,8,9] Walaupun demikian, nyeri harus tetap dikaji dan dievaluasi karena merupakan peran perawat dalam perawatan pasien kritis di ICU.[10] Pengkajian nyeri merupakan langkah dan aspek penting dalam upaya untuk memanajemen nyeri sehingga mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik pada pasien di ICU dengan maksimal.[11,12,13]
Nyeri yang tidak ditangani dapat menyebabkan dampak negatif yang berhubungan dengan gangguan sistem tubuh (fisiologi), kualitas hidup, gangguan tidur, dan stres pada pasien kritis di ICU.[2,14] Selain itu, nyeri juga dapat memberikan dampak negatif dari aspek psikologi yaitu cemas dan depresi yang akan berpengaruh terhadap prognosis penyakit.[3] Manajemen nyeri yang tidak adekuat menyebabkan pasien merasa tidak berdaya dan putus asa terhadap perawatan sehingga dapat membuat pasien menjadi depresi kronis.[12,14] Dampak negatif lain yang dapat ditimbulkan akibat nyeri yaitu masa perawatan pasien di ICU dan penggunaan ventilator yang semakin lama. Hal tersebut memperbesar risiko pasien untuk mengalami infeksi terutama akibat penggunaan ventilator.[15,16]
Kegagalan dalam melakukan manajemen nyeri dapat menimbulkan stres pada pasien dan berdampak pada gangguan multisistem tubuh.[5] Manajemen nyeri merupakan komponen utama dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien kritis di ICU serta merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh perawat ICU.[11]
Penurunan kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal merupakan ciri khas pasien kritis di ICU sehingga pasien tidak mampu untuk melaporkan nyeri yang dirasakan. Hal tersebut membutuhkan instrumen pengkajian nyeri yang praktis, objektif dan relevan dengan kondisi pasien di ICU sehingga mampu untuk memberikan manajemen nyeri secara optimal. Akan tetapi, tidak ada jenis instrumen pengkajian nyeri yang paling baik sehingga tenaga kesehatan harus mampu memilih instrumen pengkajian nyeri yang sesuai dengan kondisi pasien di ICU.[17] Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melakukan studi literatur mengenai instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis di ICU.
Tujuan studi literatur ini adalah untuk mengidentifikasi hasil penelitian terkait mengenai jenis-jenis instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis di ICU dan kemudian dianalisis. Hasil analisis akan memberikan informasi terkait instrumen pengkajian nyeri yang sesuai digunakan pada pasien kritis di ICU.
METODE
Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur. Sumber literatur terdiri dari jurnal - jurnal yang relevan dari mesin pencari seperti proquest.com, sciencedirect.com dan scholar.google.com. Penulis mencari dengan kata kunci “assessment tool”, “critical care”, “pain” di mesin pencari. Jumlah referensi yang
didapat pada masing-masing data base yaitu proquest 17 jurnal, sciencedirect 32 jurnal, scholargoogle 72 jurnal. Kriteria inklusi yang digunakan dalam pencarian adalah full text, semua sampel pasien di ICU, dan referensi tidak boleh lebih dari 10 tahun terakhir, kecuali tidak ada penelitian baru yang menentang isi dari referensi tersebut. Kriteria eksklusi yang digunakan dalam pencarian yaitu file yang tidak dapat diakses. Sebanyak 52 jurnal sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan 30 jurnal ditemukan cocok sebagai referensi untuk studi literatur ini. Informasi yang dikumpulkan, dicatat dan dianalisis kemudian disusun menjadi sebuah kajian literatur ilmiah.
PEMBAHASAN
Nyeri pada Pasien Kritis di ICU
Pasien yang mendapat perawatan di ICU sangat rentan mengalami nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh pasien di ICU dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti akibat dari keparahan penyakit, pengkajian nyeri yang kurang tepat, serta kurang optimalnya manajemen nyeri. Nyeri yang tidak didiagnosis dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien seperti memperpanjang hari perawatan dan penggunaan ventilator, ketidakstabilan hemodinamik, delirium, dan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga rentan mengalami infeksi. Manajemen nyeri yang tepat sangat bergantung pada pengkajian nyeri yang dilakukan sehingga keputusan terkait manajemen nyeri akan efektif mengatasi nyeri.[18,19] Selain itu, nyeri pada pasien di ICU juga dapat disebabkan oleh berbagai tindakan medis dan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien. Tindakan medis tersebut yaitu seperti operasi, pemasangan dan penggunaan ventilator, pemasangan kateter, nasogastric tube, chest tubes, suction pada trakea, dan pemasangan kateter vena atau arteri. Tindakan keperawatan yang dapat memberikan rasa nyeri pada pasien yang mendapat perawatan di ICU yaitu proses memandikan, masase dan akupresur punggung, penggantian linen, reposisi, pergantian dressing, dan suction jalan napas.[5,20]
Jenis-jenis Instrumen Pengkajian Nyeri
Nyeri pada pasien kritis di ICU dapat diukur menggunakan beberapa instrumen, yaitu Behavioral Pain Scale (BPS), Critical Care Pain Observation Tool (CPOT), Non-verbal Pain Scale (NVPS) dan Pain Assessment and Intervention Notation (PAIN).
BPS adalah instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis di ICU dalam bentuk lembar observasi yang dikembangkan oleh Puntillo et al.[21] BPS terdiri dari tiga indikator yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas atas dan penyesuaian terhadap penggunaan ventilator dengan rentang skor 1 - 4. Skor minimum yaitu 3 (tidak ada nyeri) dan skor maksimum yaitu 12 (sangat nyeri).[21,22]
CPOT dikembangkan oleh Gelinas et al yang didesain dapat digunakan pada pasien kritis di ICU baik yang terintubasi ataupun tidak terintubasi. CPOT terdiri dari empat indikator yaitu ekspresi wajah, pergerakan tubuh, kekuatan otot, dan dan penyesuaian terhadap penggunaan ventilator (pada pasien yang terintubasi) atau vokalisasi (pada pasien yang diekstubasi). Setiap indikator mempunyai skor 0
-
- 2 dengan rentang skor minimum yaitu 0 (tidak ada nyeri) dan skor maksimum 8 (sangat nyeri).[2,22,23]
NVPS dikembangkan oleh Odhner et al yang terdiri dari lima indikator yaitu ekspresi wajah, pergerakan tubuh, mempertahankan posisi tubuh (guarding), fisiologi (tekanan darah dan nadi), dan pernapasan (frekuensi napas, SpO2 dan penyesuaian terhadap ventilator). Tiap indikator mempunyai rentang skor 0-2 dengan rentang skor minimum yaitu 0 (tidak ada nyeri) dan skor maksimum 10 (sangat nyeri). NVPS juga dapat digunakan pada pasien disedasi, tidak sadar (tidak untuk pasien diintubasi) dan penggunaan ventilator mekanik.[23,24]
PAIN merupakan salah satu instrumen yang dikembangkan oleh Puntillo et al untuk penelitian mengenai pengkajian nyeri dan praktik analgesik yang akan digunakan oleh perawat ICU. PAIN dikembangkan oleh tim peneliti yang terdiri dari perawat ICU dan para ahli tentang nyeri. PAIN terdiri dari dua indikator yang mengkaji terkait perilaku (pergerakan tubuh, ekspresi wajah, dan sikap tubuh) dan fisiologis (peningkatan nadi, frekuensi napas, tekanan darah, keringat dan pucat). Kedua indikator tersebut dikaji menggunakan Numeric Rating Scale (0-10) dengan skor minimum 0 (tidak nyeri) dan skor maksimum 40 (sangat nyeri).[21,25]
Analisis Instrumen Pengkajian Nyeri
Keempat instrumen tersebut memiliki indikator pengkajian dan penilaian yang berbeda-beda sehingga masing - masing memiliki kelebihan dan kelemahan pada setiap indikator. BPS baik digunakan untuk mendeteksi adanya nyeri, tetapi tidak untuk mengkaji intensitas nyeri.[2] BPS lebih spesifik (91,7%) dalam mengkaji nyeri dibandingkan dengan CPOT (70,8%).[22] BPS memiliki Skor Kappa lebih baik yaitu 0,88 dibandingkan dengan CPOT yaitu 0,80 dan lebih sederhana serta mudah untuk diaplikasikan pada pasien kritis di ICU sehingga perawat lebih sederhana untuk melakukan pengkajian nyeri.[24] BPS reliabel dan valid digunakan untuk mengkaji pada pasien ICU yang tidak mampu berkomunikasi verbal sehingga cocok digunakan di ICU dengan mayoritas pasien dalam keadaan penurunan kesadaran.[26] BPS memiliki nilai reliabilitas 0,72 dan nilai validitas 3,9-6,8(p<0,001).[21]
Kelemahan BPS yaitu beberapa item pernyataan dapat diinterpretasikan berbeda oleh pengguna karena memiliki indikator skor lebih banyak dari pada CPOT.[27] BPS kurang sesuai digunakan pada pasien yang mampu berkomunikasi secara verbal karena memiliki koefisien korelasi yang rendah (rho = 0,40;p<0,001).[9] Selain itu, pergerakan tubuh pada pasien yang dikaji kurang tepat untuk merepresentasikan nyeri atau tidak.[26]
CPOT baik digunakan untuk mendeteksi intensitas nyeri dari ringan sampai sedang tetapi tidak untuk nyeri yang berat.[2] CPOT lebih sensitif (76,5%) dan akurat (74,68%) untuk mengkaji pasien kritis di ICU dibandingkan dengan BPS (sensitifitas=62,8%;keakuratan=72,04%. CPOT memiliki sensitivitas 69% dan spesifitas 81% sebelum tindakan (reposisi), sedangkan saat setelah tindakan (reposisi) sensitivitas dan spesifitas CPOT yaitu 45% dan 67%. CPOT memiliki kelebihan dengan adanya indikator kekuatan otot pada lengan dan kaki sehingga lebih sensitif dan akurat sedangkan BPS hanya
mengkaji kekuatan otot ekstremitas bagian atas.[22] CPOT lebih rutin digunakan karena membantu dalam perawatan dan memengaruhi pengkajian nyeri yang dilaksanakan. CPOT juga mudah untuk digunakan mengkaji nyeri pada pasien yang disedasi, tidak sadar dan diintubasi sehingga mencakup pasien di ICU.
CPOT lebih valid untuk mengkaji nyeri pasien kritis non-verbal dibandingkan NVPS.[23] CPOT memiliki nilai reliabilitas 0,71 dan nilai validitas 0,26-0,56(p<0,001) sedangkan NVPS memiliki nilai reliabilitas 0,59 dan nilai reliabilitas 0,19-0,44(p<0,001).[21] CPOT dari segi validasi lebih baik karena tidak terdapat perubahan skor yang signifikan antara tindakan nonpainful (oral care) dan saat istirahat sedangkan pada BPS terdapat perubahan skor yang signifikan. Peningkatan skor pada BPS saat oral care didasarkan pada refleks yang ada pada wajah dan ekstremitas (bukan karena nyeri) dengan skor 0 - 4.[27] CPOT dapat digunakan pada pasien ICU yang mampu dan tidak mampu berkomunikasi verbal.[26] Selain itu, CPOT juga dapat digunakan pada pasien dengan pasca pembedahan otak.[28] Kelemahan dari CPOT yaitu tidak mampu untuk mengkaji pasien yang mengalami delirium.[8]
NVPS dapat digunakan pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik atau tersedasi namun tidak dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dengan Skor Kappa yaitu 0,67.[23] Pengkajian nyeri menggunakan NVPS perlu mengkaji komponen fisiologi (frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, MAP dan saturasi oksigen) dari pasien.[24] Hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mengkaji nyeri pasien kritis di ICU.
PAIN merupakan salah satu instrumen yang dikembangkan untuk penelitian mengenai pengkajian nyeri dan penggunaan analgesik yang dilakukan oleh perawat ICU. Nilai validitas PAIN yaitu p<0,05 dan nilai reliabilitasnya tidak tercamtum dalam jurnal yang telah direview. PAIN berfungsi untuk mengkaji nyeri pasien, kemampuan pasien untuk mentoleransi opioid, dan panduan untuk memutuskan pemberian analgesik kepada pasien. PAIN sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai teknik pelatihan pada perawat ICU pemula.[21] Akan tetapi, PAIN juga memiliki beberapa kelemahan yaitu pengukuran indikator perilaku dan fisiologis yang tidak terstandardisasi namun hanya ditentukan berdasarkan penilaian klinis perawat.[25] PAIN juga dikatakan terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mengkaji nyeri.[21,25] Diantara keempat instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis di ICU, BPS dan CPOT merupakan instrumen yang praktis dan sesuai digunakan untuk karakteristik pasien kritis di ICU.
Penelitian Sriwahyuningsih pada tahun 2016 menyatakan bahwa instrumen pengkajian nyeri CPOT memiliki nilai validitas yang cukup bagus saat istirahat maupun selama prosedur tindakan. CPOT dapat digunakan pada pasien yang terpasang ventilator maupun tidak terpasang ventilator.[29] Selain itu, penelitian Priambodo, Ibrahim, Nursiswati pada tahun 2016 menyatakan bahwa CPOT merupakan instrumen pengkajian nyeri yang aplikatif digunakan pada area keperawatan kritis dan setiap indikator memiliki definisi operasional yang jelas.[30] Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Carrillo-Torres, Ramirez-Torres, & Mendiola-Roa pada tahun 2016 yang
menyatakan bahwa BPS dan CPOT merupakan instrumen pengkajian yang paling valid dan reliabel pada pasien dewasa di ICU.[19]
Peran Perawat
Pengkajian nyeri merupakan salah satu bagian dari proses keperawatan. Perawat memiliki peran dalam pengkajian nyeri yaitu sebagai caregiver dan advocator. Perawat sebagai caregiver artinya perawat mampu melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif sehingga mampu memberikan manajemen nyeri yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu, perawat sebagai advocator artinya perawat mampu melindungi hak-hak pasien dari nyeri yang dirasakan melalui manajemen nyeri yang diberikan oleh perawat.
SIMPULAN
Pengkajian nyeri merupakan hal yang penting untuk dilakukan sebagai dasar untuk melakukan manajemen nyeri pada pasien kritis di ICU. BPS dan CPOT adalah instrumen yang paling objektif, praktis, dan relevan digunakan untuk mengkaji nyeri pada pasien kritis di ICU karena dapat mengkaji nyeri pada pasien kritis di ICU dengan penurunan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Jendoubi A, Abbes A, Ghedira S, Houissa M.
Pain measurement in mechanically ventilated patients with traumatic brain injury: Behavioral pain tools versus analgesia nociception index. Indian J of Critical Care Medicine: peer-reviewed, official publication of Indian Society of Critical Care Medicine. 2017 Sep;21(9):585
-
2. AACN. Assessing Pain in the Critically Ill Adult.
Critical Care Nurses. 2017 May 24;3(1):81-83
-
3. Li Q, Wan X, Gu C, Yu Y, Huang W, Li S, Zhang
Y. Pain assessment using the Critical-Care Pain Observation Tool in Chinese critically ill ventilated adults. J pain and symptom management. 2014 Nov;48(5):975-982
-
4. Broucqsault-Dédrie C, De Jonckheere J, Jeanne M, Nseir S. Measurement of heart rate variability to assess pain in sedated critically ill patients: a prospective observational study. PloS one. 2016 Jan 25;11(1):e0147720
-
5. Nesek AV, Matolić M, Karaman-Ilić MAJA, Grizelj-Stojčić E, Smiljanić A, Skok I. Pain management in critically ill patients. Periodicum biologorum. 2015 Apr 10;117(2):225-230
-
6. Puntillo KA, Arai S, Cohen NH, Gropper MA, Neuhaus J, Paul SM, Miaskowski C. Symptoms experienced by intensive care unit patients at high risk of dying. Critical care medicine. 2010 Nov;38(11):2155
-
7. Gélinas C, Puntillo KA, Levin P, Azoulay E. The Behavior Pain Assessment Tool for critically ill adults: a validation study in 28 countries. Pain. 2017 May;158(5):811-821
-
8. Rijkenberg S, Van D, Voort PH. Can the critical-care pain observation tool (CPOT) be used to assess pain in delirious ICU patients?. J thoracic disease. 2016 May; 8(5):E285
-
9. Rahu MA, Grap MJ, Ferguson P, Joseph P, Sherman S, Elswick RK. Validity and sensitivity of
-
6 pain scales in critically ill, intubated adults. American J of Critical Care. 2015 Nov;4(6):514-523
-
10. Kizza IB, Muliira JK, Kohi TW, Nabirye RC. Nurses’ knowledge of the principles of acute pain assessment in critically ill adult patients who are able to self-report. International J of Africa Nursing Sciences. 2016;4:20-27
-
11. Rose L, Smith O, Gélinas C, Haslam L, Dale C, Luk E, ... Watt-Watson J. Critical care nurses’ pain assessment and management practices: a survey in Canada. American J of Critical Care. 2012 Jul;21(4):251-259
-
12. Wells N, Pasero C, McCaffery M. Improving the quality of care through pain assessment and management. 2008 Jan
-
13. Barr J, Fraser GL, Puntillo K, Ely EW, Gélinas C, Dasta JF, ... Coursin DB. Clinical practice guidelines for the management of pain, agitation, and delirium in adult patients in the intensive care unit. Critical Care Medicine. 2013 Jan;41(1):263-306
-
14. Lindenbaum L, Milia DJ. Pain management in the ICU. Surgical Clinics. 2012;92(6):1621-1636
-
15. Batiha AM. Pain management barriers in critical care units: A qualitative study. International J of Advanced Nursing Studies. 2014;3(1):1-5
-
16. Erstad BL, Puntillo K, Gilbert HC, Grap MJ, Li D, Medina J, ... Sessler CN. Pain management principles in the critically ill. Chest. 2009 Apr;135(4):1075-1086
-
17. Herr K, Coyne PJ, McCaffery M, Manworren R, Merkel S. Pain assessment in the patient unable to self-report: position statement with clinical practice recommendations. Pain Management Nursing. 2011 Dec;12(4):230-250
-
18. Georgiou E, Hadjibalassi M, Lambrinou E, Andreou P, Papathanassoglou ED. The impact of pain assessment on critically ill patients’ outcomes: a systematic review. BioMed Research International. 2015 Jun;2015
-
19. Carrillo-Torres O, Ramirez-Torres MA, Mendiola-Roa MA. Update on the assessment and treatment of pain in critically ill patients. Revista Médica del Hospital General de México. 2016;79(3):165-173
-
20. Park JM, Kim JH. Assessment and treatment of pain in adult intensive care unit patients. The Korean J of Critical Care Medicine. 2014 Aug;29(3):147-159
-
21. Stites M. Observational pain scales in critically ill adults. Critical care nurse. 2013 Jun;33(3):68-78
-
22. Severgnini P, Pelosi P, Contino E, Serafinelli E, Novario R, Chiaranda M. Accuracy of Critical Care Pain Observation Tool and Behavioral Pain Scale to assess pain in critically ill conscious and unconscious patients: prospective, observational study. J intensive care. 2016 Nov;4(1):68
-
23. Topolovec-Vranic J, Gélinas C, Li Y, Pollmann-Mudryj MA, Innis J, McFarlan A, Canzian S. Validation and evaluation of two observational pain assessment tools in a trauma and neurosurgical intensive care unit. Pain Research and Management. 2013 Nov;18(6):e107-e114
-
24. Chanques G, Pohlman A, Kress, JP, Molinari N, De Jong A, Jaber S, Hall JB. Psychometric comparison of three behavioural scales for the
assessment of pain in critically ill patients unable to self-report. Critical Care. 2014 Jul 25;18(5):R160
-
25. Gélinas C. Nurses’ evaluations of the feasibility and the clinical utility of the critical-care pain observation tool. Pain Management Nursing. 2010 Jun;11(2):115-125
-
26. Kotfis K, Zegan-Barańska M, Szydłowski Ł, Żukowski M, Ely, EW. Methods of pain assessment in adult intensive care unit patients— Polish version of the CPOT (Critical Care Pain Observation Tool) and BPS (Behavioral Pain Scale). Anaesthesiology intensive therapy. 2017;49(1):66-72
-
27. Rijkenberg S, Stilma W, Endeman H, Bosman RJ, Oudemans-van Straaten HM. Pain measurement in mechanically ventilated critically ill patients: behavioral pain scale versus critical-care pain
observation tool. J critical care. 2015 Feb;30(1):167-172
-
28. Echegaray-Benites C, Kapoustina O, Gélinas C. Validation of the use of the Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT) with brain surgery patients in the neurosurgical intensive care unit. Intensive and Critical Care Nursing. 2014 Oct;30(5):257-265
-
29. Sriwahyuningsih I. Studi Literatur: Instrumen Pengkajian Nyeri Pada Pasien Kritis Dewasa yang Terpasang Ventilator. Nurscope. J Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah. 2016;2 (2):1-7
-
30. Priambodo AP, Ibrahim K, Nursiswati N. Pengkajian Nyeri pada Pasien Kritis dengan Menggunakan Critical Pain Observation Tool (CPOT) di Intensive Care Unit (ICU). J Keperawatan Padjadjaran. 2016 Aug;4(2):162-169
9
Discussion and feedback