PEMIKIRAN PROF. IDA BAGUS MANTRA DI BIDANG KESEHATAN
on
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
EDITORIAL
PEMIKIRAN PROF. IDA BAGUS MANTRA DI BIDANG KESEHATAN
Nyoman Adiputra1
1Pusat Kajian Ergonomi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Email : [email protected]
Disampaikan dalam: Seminar Ide-Ide Prof.Dr.IB Mantra, oleh Dinas Kebudayaan Kodya Denpasar, 26
November 2014, di Denpasar
ABSTRAK
Prof. Mantra sebagai orang Bali, mungkin yang pertama mempunyai gelar Pendidikan formal doktor. Beliau memulai karyanya di UI tetapi beliau rela kembali ke Bali membangun Fakultas Sastra dan mengembangkannya menjadi sebuah universitas. Dalam kurun waktu tersebut ide Prof. Mantra dapat dikemukakan, sebagai berikut : 1) sumber daya manusia sebagai modal utama pembangunan hendaknya mempunyai derajat kesehatan yang optimal yang meliputi kesehatan fisik dan mental; 2) kualitas SDM ditentukan oleh tingkat pendidikannya, makanya beliau sebagai konseptor dan sekaligus pelaksana, aktif dalam proses pendirian Pendidikan tinggi di bidang kedokteran; 3) beliau berkeliling universitas di Jawa bernegosiasi dengan putra/i Bali yang sedang belajar ilmu kedokteran untuk nantinya bersedia kembali ke Denpasar menjadi staf pengajar di FK yang dirancang waktu itu; 4) keberadaan lontar hendaknya banyak dikaji sehingga berkontribusi dalam upaya pembinaan kesehatan masyarakat; 5) budaya lawar menjadikan penciri budaya Bali semestinya dikaji sehingga menjadi kuliner Bali yang sejajar dengan subetnis/etnis lainnya; 6) aspek kesehatan dalam berupacara adat dan agama perlu didukung oleh kajian ilmiah sehingga dapat mengakomodir kebutuhan manusia Bali di masa depan, tanpa kehilangan salah satu unsur budaya pencirinya. Salah satu ciri beliau yang patut diteladani ialah kesungguhan dan konsistensi dalam berkarya, mewujudkan cita-cita beliau.
PENDAHULUAN
Prof.Dr.Ida Bagus, seorang Bali yang lahir di dalam keluarga elit sesuai jamannya. Beliau mengenyam Pendidikan dasar sampai SLTA di dalam negeri, yaitu di India.[1] Tentunya menjadikan beliau orang Bali yang menggondol gelar doktor. Dengan gelar yang disandangnya beliau akhirnya menjadi staf pengajar di Universitas Indonesia di Jakarta. Apakah itu kebetulan atau memang dirancang, secara koinsidensi terjadi arah pergerakan pembangunan di Bali. Dengan dibukanya Fakultas Sastra Udayana, Cabang Universitas Airlangga Surabaya, beliau dipercaya sebagai sekretaris dari Prof.Dr. Poerbatjaraka.[1] Dengan demikian beliau pindah dari Universitas Indonesia di Jakarta ke Denpasar. Untuk mewujudkan sebuah universitas perlu adanya beberapa fakultas, sehingga dirancang pendirian beberapa fakultas lainnya, seperti Fakultas Kedokteran, Kedokteran Hewan dan Peternakan. Prof. Mantra sebagai sekretaris Fakultas Sastra Udayana tentunya berperan dalam upaya itu. Upaya untuk mencari staf pengajar di bidang kedokteran, Prof. Mantra berkeliling di Kampus UGM Yogyakarta, Kampus Unair di Surabaya dan kampus UI di Jakarta. Beliau bertugas untuk mengadakan negosiasi dengan putra/i Bali yang sedang menuntut ilmu atau yang sudah menjadi staf di perguruan tinggi tersebut untuk bisa pindah pulang ke Bali menjadi staf pengajar fakultas kedokteran.[2] Di Kampus Unair Prof. Mantra menjumpai beberapa putra Bali yang sudah menjadi dokter dan menjadi staf pengajar di Unair, seperti dr. I Gusti Ngurah Putu Adnyana, dibibit menjadi dokter ahli bedah dan mendapat tugas belajar ke USA; dr. Tjokorda Rai, juga dapat tugas belajar di USA. Untuk menjadi staf pengajar di Denpasar maka beliau pun ditugaskan untuk mengalih dari bidang semula, sehingga dr. I G N P Adnyana belajar patologi anatomi
ke USA. Dr. Tjokorda Rai belajar ilmu kuman-kuman dan parasitologi ke USA, dengan demikian beliau kembali dari tugas belajar di Amerika Serikat langsung balik pindah menjadi staf pengajar FK Unud di Denpasar. Dengan keberadaan FK UNUD tersebut akhirnya lulusan dokter orang Bali pada berdatangan, seperti dr. I Gusti Ngurah Nala dari UGM, dr. I Nyoman Arhya dari Undip Semarang. Dari Unair Surabaya dr. Ida Bagus Ngurah Narendra, dr. Ida Bagus Tjitarsa, dr. Ida Bagus Manuaba. Drai UI pindah tugas Drs. Ida Bagus Adnyana Manuaba, sehingga sampai tahun 1966/7 sudah ada 60 orang dosen tetap di FK Unud. Itulah hasil dari pekerjaan keliling Jawa dari Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Tenaga pengajar masih sangat langka, terutama untuk tenaga pengajar di tahun-tahun pertamanya memerlukan sarjana kimia, sarjana fisika, dan biologi. Semua tenaga sarjana tersebut yang bekerja sebagai tenaga di perusahaan dan instani pemerintah diminta untuk mengajar sebagai tenaga paruh waktu, sehingga pendidikan berjalan sebagaimana yang direncanakan. Dalam proses persiapan seperti itulah Prof. Dr Ida Bagus Mantra seorang budayawan berperan dalam pendirian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Semua modal yang ada terutama dokter umum atau spesialis yang memang sudah ada di Denpasar diarahkan untuk terpenuhinyaa tenaga pengajar yang dipersyaratkan, seperti Dr. Anak Agung Made Djelantik sebagai Inspektur Kesehatan Bali/Nusra, dr. I Goesti Ngoerah Gede Ngoerah, Sp.S bekerja di RSU Wangaya.
Akhirnya sesuai dengan perjalanan waktu, Prof Dr. Ida Bagus Mantra pun tidak terlepas dari pengaruh sang waktu. Beliau mendapatkan kepercayaan pemerintah untuk menempati jabatan politis di Jakarta ataupun di Bali. Satu aspek yang patut diajukan ialah konsistensi beliau. Hal itu pula yang memberikan
nuansa atas kinerja beliau sebagai seorang ilmuan, birokrat sampai menempati jabatan politis di Bali.
MATERI DAN METODE
Penulis merasakan adanya hambatan dalam mendapatkan literature sehubungan dengan topik di atas. Akhirnya dipakai beberapa sumber seperti wawancara dengan naras umber yang pernah dekat dengan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (2 orang nara sumber). Juga literature karya beliau,[3] serta pengalaman sempat menjadi karya siswa beliau. Dari sumber-sumber tersebut akhirnya dikema tulisan ini, semata-mata untuk menghargai permintaan panitia pelaksana, dan dengan harapan dalam pertemuan ini mungkin lebih banyak peserta yang hadir dan mempunyau pengalaman atau data tentang judul tersebut, diharapkan bisa saling mengisi dan berbagi pengalaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari sumber indormasi yang sangat terbatas, akhirnya diperoleh beberapa pemikiran Prof. Dr. Ida Bagus Mantra dalam bidang kesehatan,sebagai berikut:
Bidang SDM. Beliau adalah salah satu elitis dan ilmuan Bali yang getol berkarya dengan ide cemerlang, pendukung, serta sekaligus menjadi pelaksana dalam pendirian mewujudkan Pendidikan kedokteran di Bali sehingga menjadi Fakultas Kedokteran seperti sekarang ini. Memang ide pertama adalah keluarnya perintah presiden RI pertama yaitu Ir Soekarno, yang memerintahkan inspeksi kesehatan waktu itu, yaitu Dr. Anak Agung Made Djelantik di istana Tampaksiring[4]. Beliau diperintahkan untuk mempersiapkan pendirian Fakultas Kedokteran di Bali, sehingga menjadi fakultas yang ke-2 setelah Fakultas Sastra. Lalu peran Prof.Dr.Ida Bagus Mantra, beliau sebagai sekretaris Fakultas Sastra Udayana Cabang Universitas Airlangga di Denpasar, ikut dalam panitia dan beliau berkeliling ke universitas di Jawa (UGM, UNAIR, UI) untuk negosiasi dengan putra-putra Bali yang sedang belajar Ilmu Kedokteran di tempat itu, untuk nantinya bersedia kembali ke Denpasar menjadi staf pengajar di Fakultas Kedokteran yang didirikan tersebut. Sejumlah dokter lulusan ke-3 universitas tersebut memang menjadi staf pengajar inti di FK Unud, yang kemudian dikenal sebagai Prof. Dr. I Gusti Ngurah Putu Adnyana SpPA, Prof.Dr. Tjokorda Rai, SpMK. Beliau saat itu sudah dibibit menjadi dosen di FK Universitas Airlangga. Prof. Drs. IBA Manuaba, dan mengajak Prof. Drs. Soedarminto, sebagai dosen pengajar di FK Universitas Indonesia Jakarta untuk pindah ke FK Unud. Demikian pula Prof. dr. I Gusti Ngurah Nala, MPH, PFK serta Prof. Dr.dr. I Nyoman Arhya, M.Spp.Sc, Sp Biok. Demikian tamat kembali ke Denpasar dan menjadi staf pengajar di FK Unud. Untuk staf pengajar fisika dan kimia masuk 2 orang ilmuan jebolan USA (RP Situmeang, MSc dan nyonya) memperkuat staf pengajar di FK Unud. Semenjak itu lalu, setiap ada lulusan dokter di semua univesitas di Indonesia, yang mau kembali diterima menjadi staf pengajar sehingga jumlahnya mencapai 60 orang. Dengan adanya Fakultas Kedokteran di Denpasar, termasuklah penulis sendiri. Sekarang ini alumni FK Unud telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Pemilihan FK Unud berdekatan dengan
fakultas sastra, tidak terlepas dari ide Prof. Dr. Ida Bagus Mantra.[2]
Dalam kehidupan tingkat rumah tangga, Prof. Dr. Ida Bagus Mantr, mengkritisi ide Tanaman Obat di keluarga yang sekarang dikeanal menjadi TOGA.[5] Sejak lama sebelumnya beliau menanamkan pengertian bawhwa dalam keadaan emergensi, supaya orang Bali siap mengatasi kejadian darurat dengan memanfaatkan tanaman obat yang ada disekitarnya. Misalnya kejadian luka, sewaktu sedang bekerja di sawah atau ladang, semestinya bisa memanfaatkan tanaman obat sebagai pertolongan pertama. Demikian juga dalam keadaan suhu tubuh meningkat minum dahulu loloh, sambil mempersiapkan diri ke tempat pertolongan berikutnya. Hal itu dilakukan supaya bisa berpacu dengan waktu. Loloh daun sembung, loloh daun kayu manis atau daun dedap untuk menambah nafsu makan. Kebetulan memang tanaman obat jugapunya dimensi sebagai tanaman upacara, tanaman hias dan komoditas bernilai ekonomi. Dengan demikian TOGA berfungsi sebagai tanaman hias di masing-masing rumah tangga, tempat ibadah, kantor pemerintah dan hotel berbintang.[6-10]
Selanjutnya di bidang kehidupan beragama lainnya; ide beliau adalah menjangkau ke masa depan. Di setiap desa pekraman di Bali, tidaklah cukup dipikirkan hanya untuk 1 generasi saja, tetapi ke depannya. Dari data yang tersebar tersebut, difokuskan kepada bidang kesehatan secara lebih sempit sebagai berikut:
Prof Dr. Ida Bagus Mantra banyak menyoroti, aspek kesehatab dari pelaksanaan ritual keagamaan, serta diprojeksikan ke masa depan. Penduduk Bali bertumbuh kembang, persaingan bertambah ketat. Penduduk bertambah, tempat peribadatan menjadi sentra kegiatan umat. Beliau memikirkan perlu dibangun tempat kamar kecil untuk cuci tangan, buang air kecil atau bila perlu buang air besar. Hal itulah yang beliau wujudkan dari ide, bahwa semakin banyak orang berkumpul di suatu tempat pasti ada saja yang mau buang air kecil, supaya diakomodasi dan disesuaikan dengan kondisinya.[5] Maka sekarang kita saksikan adanya toilet di wilayah nista mandala.
Prof. Mantra mepunyai visi, supaya SDM orang Bali selalu dalam keadaan sehat. Dalam kedaan mendadak dan darurat, supaya mampu memanfaatkan kekayaan alam dalam bentuk tanaman obat yang sekarang tenar dengan TOGA. Luka dengan mengeluarkan darah sewaktu bekerja di sawah atau di lading, bukanlah langsung pulang dan ke rumah sakit; tetapi memanfaatkan tanaman obat yang ditanam di pekarangan rumah, sehingga bisa melanjutkan tugas. Misalnya luka sewaktu mencangkul, cukup ambil daun pagagan (don piduh) dikunyah lalu diparamkan pada tempat yang luka, menghentikan perdarahan dan menutup luka. Hal itu sudah dibuktikan atas pengalaman leluhur kita.
Demikian pula dengan perbaikan gizi keluarga, beliau menyarankan supaya di setiap rumah tangga ada budidaya keil-kecilan yang dalam keadaan emergensi dapat dimanfaatkan menjadi sumber perbaikan gizi. Beliau mencotohkan pemeliharaan belut dalam gentong di masing-masing rumah tangga.[5] Secara tradisional memang sudah sejak lama sudah ada pemeliharaan burung perit dalam bentuk kungkungan, sehingga ada tempatnya untuk
bertelur dan menetas. Anak-anak burungnya bisa dipanen sebelum anak-anaknya bisa terbang sendiri. Kebiasaan seperti itu ada dalam kehidupan orang Bali di desa-desa, dengan memanfaatkan pekarangan, ladang untuk memelihara ayam atau itik atau angsa sebagai sumber penghasilan tambhan atau tambahan gizi.
Dalam pembinaan SDM Prof. Mantra pernah merumuskan pengembangan sumber daya manusia Bali dengan pernyataan “manusia Bali yang sehat jasmani, tenang rohani, dan professional”. Ternyata rumusan tersebut diturunkan dari konsep seibang dan harmonis berlandaskan Tri Hita Karana.[11] Hal itu menjadi suatu pinsip sehat dan sakit menurut konsep tradisional kita di Bali. Memang pada akhirnya Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan bahwa sehat harus memenuhi 4 kriteria yaitu fisik, mental, ekonomi, dan spiritual.
Contoh lainnya: masalah lawar di Bali. Kesehatan penjamah lawar, kesehatan hewan yang dagingnya sebagai bahan baku lawar, pengolahan dan lama waktu simpannya disamping cara menghidangkannya. Perlu dicarikan solusi ke depan, sehingga budaya lawar tidak punah, karena dicap makan daging mentah dan lain sebagainya. Jawaban tersebut telah pernah diseminarkan di Universitas Udayana tahun 1964.[5] Kalau hal itu bisa diantisipasi dengan baik, akan menjadikan lawar Bali yang sehat dan higienis, sehingga bisa berada sejajar dengan kuliner etnis lainnya di muka bumi ini.
Masalah air tirta waktu upacara di pura, tidak terlepas dari penilaian beliau. Sumber air sucinya, penyimpanan selama upacara, penjamah tirta tersebut (kesehatan perorangan dan sanitasi perorangannya), seperti kuku dan tangan petugas.[5] Jeding atau jun tempat air suci di luar saat upacara dan Selama upacara apakah sudah higienis? Malahan beliau berpikir, bagaimana dalam mendistribusikan tirta tersebut, sebagai pengganti ngetisang tirta, disediakan bungkusan tirta dalam plastik untuk setiap yang tangkil? Berikutnya adalah masalah bekas sesajen (lungsuran) upacara yang waktunya lebih dari 1 hari; jajan sudah basi, daging dan buah sudah membusuk. Ada perasaan iba antara buang atau dimakan. Kalau dibuang sayang lungsuran Ida Batara, tetapi kalau dimakan sudah basi?[5] Demikian pula ide beliau dengan lungsuran buah-buahan yang ditusuk-tusuk dalam proses pembuatan dan menyusunnya menjadi banten, dan di pura lebih dari 1 hari. Hal itu perlu diantisipasi supaya membuat semua pihak bahagia.
Masalah sanitasi di lokasi pura. Dengan semakin banyaknya penduduk, pasti ada saja yang ingin buang air kecil, atau mencuci muka dan tangan sewaktu di pura. Secara tradisional belum diatur, oleh karena itu beliau memprojeksikan ke depan, sehingga perlu disediakan adanya kamar kecil dan supaya penempatannya juga sesuai dengan aturan dan situasi. Demikian pula keberadaan dapur umum di samping dapur suci.
Khasiat Tanaman Obat. Dalam suatu pertemuan ilmiah (kalau tidak salah di UGM) yang dilaksanakan oleh UGM bekerja sama dengan Dirjen Dikti di era tahun 68 atau 69, Prof. Mantra sebagai seorang pembicara dari Udayana membawakan Khasiat Tanaman Obat menurut Lontar Ushada. Penulis pernah memfotokopi tulisan beliau dari proseding
pertemuan ilmiah tersebut, sewaktu penulis sedang belajar di Kampus Universitas Airlangga Surabaya. Beliau memakai sumber 3 lontar usadha, yaitu Taru premana, Parik Kayu, dan Sundari Siksa.
Khasiat tanaman obat, menurut hasil kajian beliau dapat diperkirakan dengan memperhatikan : a. Warna bunganya; rasa buahnya, bentuk daunnya, dan warna batang kayunya. Warna bunga atau kayu hamper smaa, seperti contoh : warna putih atau kuning, maka punya khasiat hangat; warna merah atau pink berkhasiat panas, warna rose (dadu) berkhasiat netral; warna biru atau hijau berkhasiat dingin.
-
b. Warna kayunya merah atau pink berkhasiat panas, warna putih dan biru berkhasiat dingin, warna kayunya violet berkhasiat netral
-
c. Rasa buah atau getah batanganya: manis dana tau pedas berkhasiat panas, pahit atau hambar berkhasiat netral, masam berkhasiat hangat, rasa enak berkhasiat dingin.
-
d. Bentuk daun tanaman obat: daun yang membulat dan stau memanjang berkhasiat dingin, tepi daun tajam dana tau bercabang kecil-kecil berkhasiat panas. Tepi daun bergerigi dan atau bercabang Panjang dan besar-besar berkhasiat netral.
Dengan mengetahui ciri-ciri tersebut seorang pengobat tradisional yang dipandu oleh arahan dalam lontar usadhanya dapat menerapkan dalam pengobatan tradisional. Prinsip dasarnya sesuai dengan tanda dan gejala yang diderita pasien, kalau gejalanya panas (suhu tubuh meingkat) maka dicarikan bahan tanaman obat yang berkhasiat dingin. Rasionalnya penderita yang panas diberikan bahan obat dingin akan menjadi netral. Sebaliknya kalau suhu tubuhnya dingin maka diberikan bahan obat yang berkhasiat panas sehingga menjadi netral. Sedangkan tubuh yang betral (dumelada) diberikan bahan obat dengan khasiat dumelada, sehingga tidak berpengaruh dalam perubahan suhu tubuh. Dengan dasar tersebut terapi yang diberikan oleh Balian sangat rasionalitas. Hal itulah yang diperkenalkan Prof. Mantra dalam pertemuan tersebut.
Penyatuan Kampus. Fakultas yang paling dulu ada di Denpasar adalah Fakultas Sastra Udayana Cabang Universitas Airlangga. Ide beliau adalah lokasi fakultas sastra dekat dengan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah; supaya nantinya staf dokter dokternya dengan mudah membaca dan mengkaji lontar usadha yang ada di Perpustakaan Sastra; atau sebaliknya, staf Fakultas Sastra dengan mudah mengkaji lontar usada yang ada di Perpustakaan Rumah Sakit Sanglah. Tentunya dengan harapan kemajuan ilmu kedokteran tanpa melupakan warisan budaya dalam bentuk pengobatan tradisional Bali yang tertulis dalam lontar usada. Ide beliau tersebut penulis dapatkan dari Prof. dr. I Gusti ngurah Nala, MPH almarhum, karena Prof. nala salah seorang yang disasar oelh Prof. Mantra sewaktu berkunjung ke UGM untuk bernegosiasi dengan putra/I Bali yang sedang belajar Ilmu Kedokteran disitu. Tujuannya supaya pengobatan tradisional Bali berkontribusi dalam upaya kesehatan masyarakat, sehingga pada saatnya sesuai dengan perkembangan metode ilmiah, ada dari unsur pengobatan tradisional di Bali menjadi elemen pendukung positif dalam pengembangan kesehatan masyarakat. Nyatanya
sekarang dalam kurikulum Ilmu Kedokteran modern ada Block Complementary and Alternative Medicine (CAM), baik di negara maju (developed countries) dan di negara sedang berkembang (developing countries).
Sebagai Seorang Guru. Penulis sempat mengikuti kuliah beliau, dalam topik Agama dan Kebudayaan, yang ditawarkan pada semester 1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jumlah kelas yang Cuma 60 orang, beliau tidak mudah untuk memulai memberikan kuliah, sebelum kelas itu tenang dan siap. Semasih ada kegaduhan, berisik, beliau akan berdiri di depan kelas dan memandangi satu per satu mahasiswa sampai semuanya diam dan tenang; barulah beliau mulai memberikan kuliah dengan ucapan yang baku dan konstan dimulai dengan berdoa.
Prof. Dr. Ida Bagus Mantra sebagai orang Bali, tamat Pendidikan Program Masternya, tanggal 24 Desember 1954, dengan tesis : Ancient Indian History and Culture; Program S3-nya tanggal 27 Desember 1957 dengan judul disertasinya :Hindu Literatures and religion in Indonesia, pada Universitas Santiniketan, di India,[1] beliau kembali ke tanah air tetap sebagai orang Bali, dengan jati diri orang Bali. Ilmuan dengan ciri seorang berilmu tetap tanpa kehilangan identitasnya sebagai orang Bali, dan tidak mengagung-agungkan India dan malahan beliau memberikan suatu nuansa baru bagi kehidupan orang Bali. Ilmuan dengan ciri seorang berilmu tetap tanpa kehilangan identitasnya sebagai orang Bali, dan tidak mengagung-agungkan India dan malahan beliau memberikan suatu nuansa baru bagi kehidupan orang Bali[12] dengan tanpa melupakan ciri etnologis orang Bali[3]. Sama seperti orang Bali lainnya, Prof. Mantra mulai berkarya di Universitas Indonesia,[1,13] di pusat kemajuan negara kita. Beliau menjadi staf pengajar Ilmu Filsafat Timur di UI, Jakarta saat itu. Beliau rela dan mau kembali membangun dari nol kembali ke Bali menjadi sekretaris Fakultas Sastra Udayana, Cabang Universitas Airlangga. Padahal kalau beliau mau tetapi di UI, juga suatu pilihan yang tersedia.
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik butir simpulan sebagai berikut:
kemudahan dan fasilitas hidup sebagai dosen di Universitas Indonesia sebagai universitas tertua dan terkemuka di tanah air saat itu. Beliau memberi contoh untuk kembali ke Bali dan membangun Bali, dan membangun Bali, dan pada akhirnya menjadikan apa yang kita miliki sekarang ini, Bersama para pendiri lainnya di segala lini. Kita wajib menundukkan kepala kepada beliau, dan berupaya untuk selalu berinovasi di bidang kita masing-masing dengan bekerja lebih keras.
Pertanyaannya ialah: apakah kita sudah berbuat yang terbaik sesuai dengan kondisi yang ada? Itulah yang dijawab oleh hati sanubari kita masing-masing. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Tim Penulis. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. 1988. Biografi Seorang Budayawan 1928-1955. Upada Sastra. Denpasar
-
2. Nala, I Gusti Ngurah. Personal Komunikasi. 19762010
-
3. Ida Bagus Mantra, Prof. Dr. Tata Susila Hindu Dharma. Udayana Univerity Press. Denpasar. 2013.
-
4. Djelantik, Dr. A A M. The Birthmark. Memoirs of a Balinese Prince. Periplus Editions. Singapore. 1997
-
5. Musna, Wayan. Personal Komunikasi. 2014
-
6. Adiputra, N. Horticultural, Medicinal, and Ceremonial Plants in Petiga Village, Tabanan, Bali Province. BUMI LESTARI. Jurnal Lingkungan HIdup. 14(1). Februari 2014: 101-10
-
7. Adiputra, N. Tanaman Hias yang Bernilai Tanaman Obat di Beberapa Kantor Pemerintah di Kabupaten Badung dan Kodya Denpasar. Majalah Kedokteran Udayana. 37(131). Januari 2006: 29-38.
-
8. Adiputra, N. Pemanfaatan Tanaman Obat sebagai Tanaman Hias pada Median Jalan di Denpasar. Majalah Kedokteran Udayana. 36(129). Juli 2005.a:178-185.
-
9. Adiputra, N. Tanaman Hias di Beberapa Hotel di Denpasar dan Badung yang Bernilai Sebagai Tanaman Obat. Majalah Kedokteran Udayana. 36(127). Januari 2005.b:36-47.
-
10. Adiputra, N. Tanaman sebagai Bahan Obat Menurut Lontar Usada Bali. Majalah Kedokteran Udayana. 35(123). Januari 2004: 35-44
-
11. Sudira, Putu. Praksis Tri Hita Karana dalam struktur dan Kultur Pendidikan Kejuruan pada SMK di Bali. Tersedia pada http://staff.uny.ac.id/sites/depault/files/131655274/ jurnal-pend-karakter-putu-FT.pdf
-
12. Sukaya Sukawati (Editor). Prof. Dr. I.B Mantra. Bali Masalah Sosial Budaya dan Modernisasi. Upada Sastra. Denpasar. 1990.
-
13. Weda Kusuma, I Nyoman Ide- ide Ida Bagus Mantra tentang Tradisi Bali Makalah disampaikan pada Seminar Ide-Ide Ida Bagus Mantra tentang tradisi Bali, Denpaar 30 Juli 2014 di Denpasar.
4
Discussion and feedback