PERAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN EFIKASI DIRI MENGAJAR TERHADAP STRES GURU PENDIDIKAN KHUSUS SISWA TUNAGRAHITA DI SLB BALI
on
ARTIKEL PENELITIAN
Essence of Scientific Medical Journal (2023), Volume 21, Number 1:17-22 P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

PENELITIAN
PERAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN EFIKASI DIRI MENGAJAR TERHADAP STRES GURU PENDIDIKAN KHUSUS SISWA TUNAGRAHITA DI SLB BALI
Pt Diah Ayu Gita Prabawati Karang,1 Aria Saloka Immanuel2
ABSTRAK
Pendahuluan: Stres adalah respon diri, baik secara fisik dan psikis terhadap tekanan internal atau eksternal. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya stres pada guru, termasuk guru pendidikan khusus sekolah luar biasa (SLB) bagi siswa tunagrahita. Permasalahan stres yang terjadi berkaitan dengan komunikasi interpersonal guru dengan orang tua siswa dan efikasi diri guru dalam mengajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar terhadap stres yang dimiliki guru pendidikan khusus siswa tunagrahita di SLB Bali.
Metode: Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan teknik pengambilan sampel nonprobability sampling, dengan jenis purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah 60 guru pendidikan khusus tunagrahita pada tiga wilayah dengan jumlah guru pendidikan khusus tunagrahita terbanyak di Bali. Instrumen dalam penelitian ini adalah skala PSS-10, skala komunikasi interpersonal, dan skala TSES.
Hasil: Analisis regresi berganda menunjukkan komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar menjelaskan 69,3% variasi stres (F=62,427, p<0,001). Komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar dapat memprediksi penurunan kondisi stres.
Pembahasan: Hipotesis penelitian ini diterima, variabel bebas berperan terhadap variabel terikat secara simultan maupun parsial.
Simpulan: Komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar berperan menurunkan stres guru pendidikan khusus siswa tunagrahita di SLB Bali. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki implikasi secara teoritis dan praktis untuk pihak terkait dalam upaya penurunan stres pada guru pendidikan khusus siswa tunagrahita.
Kata kunci: Efikasi Diri Mengajar, Guru Pendidikan Khusus, Komunikasi Interpersonal, Stres, dan Tunagrahita.
ABSTRACT
Introduction: Stress is a self-response, both physically and psychologically, to internal or external pressure. Many studies have shown that there is stress on teachers, including special education teachers in special schools for IDD’s students. Stress problems that occur related to teacher interpersonal communication with parents of students and teacher self-efficacy in teaching. This study aims to find out how the role of interpersonal communication and self-efficacy in teaching is related to the stress of special education teachers for IDD’s students at SLB Bali.
Method: The study used a quantitative approach and nonprobability sampling technique, with purposive sampling. The participants were 60 IDD’s special education teachers in three regions with the largest number of IDD’s special education teachers in Bali. The instruments in this study were the PSS-10 scale, the interpersonal communication scale, and the TSES scale.
Result: Multiple regression analysis showed that interpersonal communication and self-efficacy in teaching explained 69.3% of the variation in stress (F=62.427, p<0.001). Interpersonal communication and self-efficacy in teaching can reduce stress conditions.
Discussion: The research hypothesis is accepted, the independent variables support the dependent variables simultaneously or partially.
Conclusion: Interpersonal communication and self-efficacy in teaching can reduce the stress of special education teachers for IDD’s students at SLB Bali. The results of this study are expected to have theoretical and practical implications for related parties in efforts to reduce stress on special education teachers for IDD’s students.
1,2Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Keywords: IDD, Interpersonal Communication, Self-Efficacy in Teaching, Special Education Teachers, and Stress.
PENDAHULUAN
Stres merupakan permasalahan psikologis yang awam ditemui. Stres sendiri dapat diartikan sebagai respon diri, baik
secara fisik dan psikis terhadap tekanan baik secara internal atau eksternal.[1] Stres dialami oleh semua kalangan, tidak terkecuali guru. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil penelitian yang menyebutkan sebanyak 17%
responden merasakan stres dan kelelahan kerja.[2] Lalu ada pula hasil yang menunjukkan dari 75 guru yang menjadi subjek penelitian, sebanyak 13% mengalami stres ringan, 79% stres sedang dan 8% sisanya stres berat.[3]
Beberapa faktor risiko stres guru diantaranya adalah perilaku buruk yang ditampilkan oleh siswa, leadership dalam instansi yang tidak selaras, minimnya dukungan oleh sesama guru, banyaknya beban kerja, ketidaksesuaian upah, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan perubahan prosedur terkait dengan pendidikan yang ada.[4] Ada pula tantangan yang dihadapi oleh guru pendidikan khusus yang mengajar di sekolah luar biasa (SLB) diantaranya permasalahan kurangnya guru pendamping kelas untuk menangani siswa dengan kebutuhan khusus, permasalahan relasi dengan orang tua, permasalahan siswa yang memiliki keterbatasan, kurangnya perhatian dan suportivitas kebijakan dari pemerintah dan hal lainnya.[5] Maka dari itu dapat dikatakan bahwa bahwa guru yang mengajar di SLB mempunyai taraf stres yang lebih tinggi dan lebih rentan akan stres dibandingkan dengan guru sekolah reguler.
Salah satu klasifikasi guru pendidikan khusus adalah guru pendidikan khusus untuk siswa tunagrahita. Tunagrahita atau dikenal juga dengan retardasi mental adalah istilah resmi yang digunakan untuk merujuk individu dengan intellectual and developmental disabilities.[6] IDD dapat diartikan sebagai adanya hendaya yang signifikan dalam fungsi kognitif dan perilaku adaptif, dengan usia onset sebelum 22 tahun.[7] Tantangan yang dihadapi oleh para guru berkaitan dengan karakteristik siswanya yang tergolong lebih sulit untuk dihadapi dibandingkan siswa luar biasa dengan klasifikasi lainnya. Guru khusus tunagrahita memiliki tugas dan beban yang lebih besar dalam mengelola emosi dan meningkatkan kreativitasnya dalam proses pengajaran, sehingga siswa lebih gampang untuk memahami materi yang diberikan meskipun memiliki hendaya dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptifnya.[8]
Selain karakteristik siswanya, ada pula beberapa faktor lain yang berperan terhadap stres kalangan pendidik untuk siswa tunagrahita. Komunikasi interpersonal adalah proses mengirim dan menerima pesan, interaksi dari dua atau lebih orang yang saling bergantung.[9] Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh guru dan orang tua merupakan aspek penting dalam pendidikan untuk siswa tunagrahita. Hal ini karena guru perlu menginformasikan terkait tugas, materi maupun diskusi mengenai perkembangan siswa dengan para orang tua siswa. Sementara yang terjadi di lapangan adalah cukup banyak orang tua yang tidak dapat menyediakan waktu untuk anaknya, baik
dalam persiapan anak untuk belajar dan mengerjakan tugas. Sehingga, ini dianggap sebagai faktor eksternal yang dapat berpengaruh pada stres guru pendidikan khusus tunagrahita.
Faktor internal stres guru pendidikan khusus tunagrahita berkaitan dengan konsep efikasi diri. Keterbatasan yang dimiliki siswa serta munculnya tantangan lain ketika dalam proses pembelajaran, menyebabkan guru merasa kehilangan motivasi dan keyakinannya saat mengajar. Efikasi diri didefinisikan menjadi keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuan untuk menghasilkan tingkat kinerja tertentu yang memberi pengaruh atas kehidupan seseorang.[10] Efikasi seorang guru ketika mengajar atau yang disebut teacher’s efficacy diartikan sebagai sejauh mana guru percaya bahwa ia memiliki kapasitas untuk mempengaruhi kinerja siswa atau keyakinan yang dimiliki guru yang dapat mempengaruhi seberapa baik siswa belajar, bahkan ketika para siswa merasa sulit atau tidak termotivasi.[11] Sehingga ketika guru memiliki efikasi diri yang baik, maka ia akan menunjukkan sikap yang penuh motivasi dalam mengerjakan tugasnya, percaya diri dan berusaha melakukan upaya yang terbaik meskipun dalam situasi yang sulit sekali pun, yang mana hal ini akan berdampak positif bagi para siswanya.[12]
Maka dari penjabaran di atas, peneliti ingin mencari tahu bagaimana peran komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar terhadap stres yang dimiliki guru pendidikan khusus tunagrahita di SLB Bali.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pelaksanaan penelitian bertempat di SLB Negeri yang berada di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Gianyar. Dari proses uji coba hingga pengambilan data penelitian, dilakukan mulai dari bulan Februari hingga April 2023.
Partisipan
Populasi yang digunakan adalah guru pendidikan khusus siswa tunagrahita yang bekerja di SLB Bali. Teknik pengambilan sampelnya ialah nonprobability sampling, dengan jenis purposive sampling. Untuk menentukan jumlah sampel, digunakan tabel penentuan sampel Isaac dan Michael dengan taraf kesalahan 5%. Hasilnya, terdapat 60 data subjek yang terkumpul. Berdasarkan jenis kelaminnya, mayoritas subjek adalah perempuan sebanyak 38 orang, 22 sisanya berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan instansi mengajar, mayoritas subjek berasal dari SLB Negeri 3 Denpasar, yakni sebanyak 18 orang. Disusul oleh SLB Negeri 1 Gianyar
sebanyak 17 orang, SLB Negeri 1 Badung sebanyak 13 orang, SLB Negeri 1 Denpasar sebanyak 7 orang dan SLB Negeri 2 Denpasar sebanyak 5 orang subjek. Partisipan dalam penelitian ini berusia 28 sampai dengan 59 tahun dengan rata-rata usia 40,27 tahun dengan simpangan baku usia sebesar 7,983.
Instrumen Penelitian
Metode pengumpulan data penelitian adalah dengan kuesioner yang menggunakan skala likert. Skala yang dipakai terdiri atas skala stres dengan PSS-10, skala komunikasi interpersonal serta skala Teacher’s Sense of Efficacy Scale (TSES). Ketiga skala ini diuji validitasnya dengan validitas isi, seleksi dengan daya diskriminasi serta dihitung reliabilitasnya. Skala PSS-10 terdiri dari 10 aitem, memiliki reliabilitas sebesar 0,896 dan daya diskriminasi yang bergerak dari rentang 0,310 sampai 0,767. Skala komunikasi interpersonal terdiri dari 34. aitem, memiliki reliabilitas sebesar 0,949 dan daya diskriminasi yang bergerak dari rentang 0,317 sampai 0,826. Skala TSES terdiri dari 16 aitem, memiliki reliabilitas sebesar 0,908 dan daya diskriminasi yang bergerak dari rentang 0,448 sampai 0,725. Setiap skala terdiri dari empat dan lima pilihan alternatif jawaban.
Analisis Data
Proses analisis data dilakukan uji asumsi dengan parametrik (uji normalitas, linearitas dan multikolinearitas), serta uji hipotesis dengan teknik regresi ganda (multiple
regression). Nilai p-value untuk menarik kesimpulan ada atau tidaknya prediksi variabel prediktor ke variabel kriteria adalah p<.05.
HASIL
Deskripsi dan Kategorisasi Data
Untuk variabel stres, mayoritas partisipan berada dalam kategori sedang yakni sebanyak 40 subjek, dengan persentase sebesar 68,3%. Hasil rinci dapat dilihat dalam tabel 1. Variabel komunikasi interpersonal, mayoritas partisipan berada di kategori sedang yakni sebanyak 31 subjek, dengan persentase sebesar 51,7%. Hasil rinci dapat dilihat dalam tabel 2. Terakhir untuk variabel efikasi diri mengajar, mayoritas partisipan berada dalam kategori sedang sebanyak 36 subjek, dengan persentase sebesar 60%. Hasil rinci dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 1. Kategorisasi Variabel Stres
Total Skor |
Kategori |
Jumlah |
Persentase |
0-13 |
Rendah |
6 |
10% |
14-26 |
Sedang |
40 |
66,7% |
27-40 |
Tinggi |
14 |
23,4% |
Total |
60 |
100% |
Tabel 2. Kategorisasi Variabel Komunikasi Interpersonal
Total Skor |
Kategori |
Jumlah |
Persentase |
X<79 |
Rendah |
0 |
0% |
79≤X<125 |
Sedang |
31 |
51,7% |
125≤X |
Tinggi |
29 |
48,3% |
Total |
60 |
100% |
Tabel 3. Kategorisasi Variabel Efikasi Diri Mengajar
Total Skor |
Kategori |
Jumlah |
Persentase |
X<32 |
Rendah |
0 |
0% |
32≤X<48 |
Sedang |
36 |
60% |
48≤X |
Tinggi |
24 |
40% |
Total |
60 |
100% |
Uji Asumsi Penelitian
Untuk uji normalitas dengan uji normalitas residual dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa residu data terdistribusi normal D(60)=0,074, p=0,200. Untuk uji linearitas, kedua variabel bebas sama-sama memiliki signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05), yang berarti data linear. Untuk uji multikolinearitas, data menunjukkan nilai tolerance sebesar 0,584 (Tolerance>0,1) dan nilai VIF sebesar 1,713 (VIF<10), sehingga antara variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas. Dengan demikian, ketiga asumsi statistik terpenuhi, sehingga uji
hipotesis dengan analisis regresi berganda dapat dilakukan.
Uji Hipotesis Penelitian
Uji hipotesis mayor menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga Ha mayor penelitian diterima. Hasil rinci dapat dilihat dalam tabel 4. Untuk hasil uji hipotesis
minor, kedua variabel bebas memiliki signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), maka dapat disimpulkan secara parsial Ha minor penelitian diterima. Hasil rinci dapat dilihat dalam tabel 5.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis Mayor Regresi Berganda
Hubungan Variabel |
R |
R2 |
F |
df |
Sig. |
Komunikasi Interpersonal dan Efikasi Diri Mengajar terhadap Stres |
0,833 |
0,693 |
64,427 |
2,57 |
0,000 |
Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis Minor Regresi Berganda
Variabel |
Unstandardized Coefficients |
t |
Sig. | |
b |
Std. Error | |||
(Constant) |
59,150 |
3,269 |
18,092 |
0,000 |
Komunikasi |
-0,133 |
0,028 |
-4,759 |
0,000 |
Interpersonal Efikasi Diri | ||||
Mengajar |
-0,428 |
0,089 |
-4,806 |
0,000 |
PEMBAHASAN
Komunikasi Interpersonal dan Efikasi Diri Mengajar Terhadap Stres
Stres guru pendidikan khusus siswa tunagrahita dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari eksternal dan internal individu. Komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar adalah salah dua konsep teori yang berkaitan dengan stres yang dimiliki guru. Disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mampu menambah stres guru yakni permasalahan komunikasi
interpersonal, beban kerja, dan pelatihan yang tidak memadai, serta ketidakamanan kerja yang secara tidak langsung mempengaruhi efikasi guru dalam
melaksanakan tugasnya.[13] Selain itu, ada pula studi yang membagi faktor risiko dari stres guru yang terdiri dalam faktor personal (self-esteem dan efikasi mengajar), faktor interpersonal (manajemen kelas dan siswa, serta komunikasi guru dengan orang tua siswa) dan faktor organisasi (administrasi, manajemen sekolah dan organisasi).[14] Ketiga faktor itu dapat dibedah menjadi faktor internal yakni personal dan faktor eksternal yakni interpersonal serta organisasi.
Komunikasi Interpersonal dan Stres
Komunikasi interpersonal secara
signifikan dapat memprediksi variabel stres dan berperan secara negatif terhadap variabel stres. Bila dikaitkan dengan manajemen stres, komunikasi interpersonal
yang dijalankan dengan efektif maka dapat meminimalisasi krisis, ketegangan dan problematika terkait dengan komunikasi, baik yang berasal dari kondisi-kondisi tertentu maupun dari lingkungan yang dialami oleh individu.[15] Komunikasi interpersonal yang efektif dianggap dapat mengendalikan stres dan memandang stres sebagai sebuah tantangan, bukan penghalang.[15] Hal ini juga berlaku sebaliknya, jika komunikasi interpersonal berjalan dengan buruk maka akan menimbulkan ketegangan yang mampu memicu stres.[16]
Komunikasi yang buruk antara orang tua dan guru mampu memunculkan perbedaan harapan diantara keduanya. perbedaan antara harapan orang tua dan guru, Hal tersebut dapat menjadi sumber stres yang besar bagi guru tersebut karena munculnya perbedaan pandangan.[14]
Efikasi Diri Mengajar dan Stres
Efikasi diri mengajar secara signifikan dapat memprediksi variabel stres dan berperan secara negatif terhadap variabel stres. Suatu studi menyebutkan bahwa stres guru dan efikasi diri guru secara konstan memiliki hubungan negatif dan memprediksi respons kognitif, afektif, dan konatif guru.[17] Dalam hal ini yang dimaksud adalah stres guru mempunyai relasi negatif dengan work satisfaction dan komitmen, tetapi secara positif berkorelasi dengan kejenuhan dan atrisi guru. Sedangkan efikasi diri guru berkorelasi positif dengan kepuasan kerja
dan komitmen kerja guru, tetapi negatif dengan kejenuhan dan atrisi guru.
Perasaan cemas, kesepian, ketidakyakinan pada kemampuan diri yang adekuat merupakan perasaan umum yang dimiliki oleh guru, terutama guru-guru pemula. Perasaan seperti ini menumbuhkan persepsi menyimpang dari nilai pekerjaannya sebagai guru yang lambat laun, mampu mengembangkan perasaan putus asa, ketidak berartian serta ketidakyakinan atas kemampuan yang dimiliki, terutama ketika mengajar. Hal ini adalah indikasi dari rendahnya efikasi diri mengajar guru dan meningkatnya stres yang dimiliki guru. Guru dengan efikasi diri tinggi cenderung lebih berorientasi akan pekerjaan atau tujuannya, tidak cepat putus, sehingga akan berdampak positif bagi siswanya. [12], [18] Sedangkan ketika guru memiliki efikasi yang rendah, maka ia akan bersikap negatif, lebih mudah menyerah serta tidak berorientasi pada tujuan serta kemajuan siswanya.[18]
Dari penjabaran yang telah disampaikan di atas, penelitian ini masih mempunyai sejumlah keterbatasan. Keterbatasan pertama dari segi cakupan wilayah, peneliti belum mampu untuk melakukan penelitian ke seluruh kabupaten yang ada di Bali akibat dari transportasi yang belum memadai dan permasalahan jarak tempuh serta medan yang harus dilalui. Kedua dari segi waktu penelitian ini mengalami hambatan dalam proses administrasi surat-menyurat, baik proses pengajuan surat kepada fakultas dan proses penyebaran surat izin ke sekolah, sekaligus dengan pengambilan data. Keterbatasan ketiga terkait dengan adopsi skala yang akan digunakan, yang mana sebaiknya menggunakan skala yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Selanjutnya adalah lebih menspesifikkan kriteria untuk rater dan subjek penelitian. Kriteria rater yang harus dipertimbangkan adalah apakah rater sudah pernah berkecimpung dalam bidang yang diteliti, bukan hanya sekadar pernah membuat alat ukur.
SIMPULAN
Menilik hasil penelitian di atas, kesimpulannya sebagai berikut: (1) Komunikasi interpersonal dan efikasi diri mengajar secara simultan berperan negatif dalam menurunkan stres guru pendidikan khusus siswa tunagrahita. (2) Komunikasi interpersonal berperan negatif dalam menurunkan stres guru pendidikan khusus siswa tunagrahita. (3) Efikasi diri mengajar berperan negatif dalam menurunkan stres guru pendidikan khusus siswa tunagrahita.
SARAN
Adanya penelitian lebih lanjut mengenai topik bahasan ini dengan mempertimbangkan keterbatasan yang telah dijabarkan, seperti memperluas cakupan wilayah dari subjek yang akan digunakan. Hal ini dilakukan untuk menambah variasi wilayah dari subjek dan mengetahui adakah perbedaan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan. Mempersiapkan dan memperhitungkan segala kebutuhan administrasi juga merupakan hal yang patut dipertimbangkan, sehingga nantinya tidak memperhambat dan menunda agenda pelaksanaan penelitian. Selain itu, peneliti diharapkan dapat
mempertimbangkan adopsi skala yang akan digunakan serta spesifikasi dari kriteria rater dan subjek penelitian. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan variabel bebas lainnya, mengingat masih terdapat variabel-variabel lain yang dapat berperan terhadap stres guru pendidikan khusus siswa
tunagrahita.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. VandenBos GR. APA Dictionary of Psychology 2nd Ed. American Psychological Association. Washington, DC; 2012. 1–128 p.
-
2. Hidayat Z, Tinggi S, Widya IE, Lumajang G. Pengaruh Stres Dan Kelelahan Kerja Terhadap Kinerja Guru Smpn 2 Sukodono Di Kabupaten Lumajang. 2016.
-
3. Dewi CF. Penyebab Dan Manifestasi Stres Pada Kelompok Guru Smk Di Ruteng,
Kabupaten Manggarai. Jurnal Wawasan
Kesehatan. 2020;5(1):1–5.
-
4. Tua N, Gaol L. Educational Guidance and Counseling Development Jounal Faktor-Faktor Penyebab Guru Mengalami Stres di Sekolah. Educational Guidance and Counseling Development Jounal.
2021;4(1):17–28.
-
5. Tarnoto N. Permasalahan-Permasalahan Yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi Pada Tingkat SD nissa tarnoto. Humanitas (Monterey N L). 2014;13(1):50–61.
-
6. AAIDD. Frequently Asked Questions on Intellectual Disability and the AAIDD Definition. American Association on Intellectual and Developmental Disabilities [Internet]. 2008; Available from:
https://aaidd.org/docs/default-source/sis-docs/aaiddfaqonid_template.pdf?sfvrsn=9a 63a874_2
-
7. AAIDD. Defining Criteria for Intellectual Disability [Internet]. 2022 [cited 2022 Apr 18]. Available from:
https://www.aaidd.org/intellectual-disability/definition.
-
8. Alfian AR, Zahra R, Sari PN, Azkha N. Analisis Manajemen Stres Kerja Pada
Pengajar Sekolah Luar Biasa ( Slb ) Negeri 1 Padang Tahun 2020.
2020;(17112163):275–82.
-
9. DeVito JA. The Interpersonal
Communication Book [Internet]. 14th ed. Essex: Pearson Education Limited; 2016 [cited 2022 May 7]. 1–207 p. Available from: https://slims.bakrie.ac.id/repository/f7d4f28f 39e8b9d8cb794f6c4eb9cb0f.pdf
-
10. Bandura A. Self-Efficacy. Encyclopedia of human behavior. 1994;4:71–81.
-
11. Tschannen-Moran M, Hoy AW, Hoy WK. Teacher efficacy: Its meaning and measure. Rev Educ Res. 1998;68(2):202–48.
-
12. Wicoro TB. Hubungan Efikasi Diri dan Motivasi Mengajar Guru Sekolah Dasar [Internet]. Universitas Islam Indonesia. 2018. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.gecco.2019.e00539 %0Ahttps://doi.org/10.1016/j.foreco.2018.06 .029%0Ahttp://www.cpsg.org/sites/cbsg.org/ files/documents/Sunda Pangolin National Conservation Strategy and Action Plan %28LoRes%29.pdf%0Ahttps://doi.org/10.10 16/j.forec
-
13. Gómez-Domínguez V, Navarro-Mateu D,
Prado-Gascó VJ, Gómez-Domínguez T.
How Much Do We Care about Teacher Burnout during the Pandemic: A Bibliometric Review. Int J Environ Res Public Health. 2022 Jun 1;19(12).
-
14. Prilleltensky I, Neff M, Bessell A. Teacher Stress: What It Is, Why It’s Important, How It Can be Alleviated. Theory Pract. 2016 Apr 2;55(2):104–11.
-
15. Hutagalung I. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Komunikasi Interpersonal, Komitmen Organisasi terhadap Manajemen Stres Kerja.
-
16. Kurowicka E. The journal has had 7 points in Ministry of Science and Higher Education parametric evaluation. Journal of Education [Internet]. 2018;8(12):2391–8306. Available from:
http://dx.doi.org/10.5281/zenodo.2553091
-
17. Skaalvik EM, Skaalvik S. Teacher Stress and Teacher Self-Efficacy: Relations and
Consequences. In 2017. p. 101–25.
-
18. Sari RP, Handayani A. Hubungan Efikasi Diri Dan Stres Kerja Pada Guru Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang. 2017;12(2):53–8.
22
Discussion and feedback